Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136470 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gunardi Barkah Raharjo
"Salah satu upaya dalam penjagaan budaya masyarakat Maluku di Belanda adalah dengan mengetahui identitas asal usulnya. Diharapkan setelah mengenali sejarah masa lalunya, masyarakat Maluku di Belanda dapat lebih berperan dalam menjaga identitas budayanya. Dari sekian banyak hasil kebudayaan masyarakat Maluku di Belanda, ada satu hal yang mungkin lebih menonjol dan dikenal oleh seluruh masyarakat di dunia yaitu klub motor Satudarah. Saat ini, ada satu karya film dokumenter yang membahas tentang kehidupan anggota klub motor Satudarah dan ini diharapkan dapat menjadi sebuah pilihan untuk menambah pemahaman atas identitas kebudayaan masyarakat Maluku di Belanda. Tulisan ini membahas pemertahanan budaya masyarakat Maluku di Belanda melalui film dokumenter atudarah: One Blood. Film dokumenter ini mengobservasi etnis Maluku khususnya para pendiri dan pemimpin dari klub motor Satudarah. Analisis dilakukan dengan mengamati film tersebut. Dalam proses penelitian diimplementasikan pendekatan semiotika Peirce yaitu model segitiga makna: objek, representamen, dan interpretan. Penelitian ini menunjukan bahwa bentuk pemertahanan budaya orang Maluku di Belanda dapat ditemukan di dalam klub motor Satudarah ini dengan banyak sekali atribut-atribut Maluku dan perilaku kebudayaan Maluku yang dipertahankan. Bahkan kebudayaan Maluku tersebut tidak hanya dipraktekan oleh orang Maluku tetapi dilakukan juga oleh orang-orang atau anggota dari ras lain yang bukan Maluku. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Maluku di Belanda masih mempertahankan nilai-nilai asli Maluku yang bahkan di Kepulauan Maluku sendiri beberapa kebudayaan tersebut sudah jarang dilakukan.

One of the efforts in preserving the culture of the Maluku people in the Netherlands is to know the identity of their origin. It is hoped that after recognizing their history, the Maluku people in the Netherlands can play a more role in maintaining their cultural identity. Of the many cultural products of the Maluku people in the Netherlands, there is one thing that is perhaps more prominent and known by all people in the world, namely the Satudarah motorcycle club. Currently, a documentary film discusses the lives of members of the Satudarah motorcycle club. This is expected to be an option to increase understanding of the cultural identity of the Maluku people in the Netherlands. This paper discusses the preservation of the culture of the Maluku people in the Netherlands through the documentary film ‘Satudarah: One Blood’. This documentary observes the ethnic Moluccas, especially the founders and leaders of the Satublood motorcycle club. The analysis was carried out by observing the film. Peirce's semiotic approach is implemented in the research process, namely the triangle model of meaning: object, representamen, and interpretant. This study shows that the form of cultural preservation of the Moluccan people in the Netherlands can be found in this Satudarah motorcycle club with a lot of Maluku attributes and Maluku cultural behavior being maintained. Even the Maluku culture is practiced by the Moluccans and by people or members of other races who are not Moluccans. Based on this research, it can be concluded that the Moluccan community in the Netherlands still maintains the original values of the Moluccas, which even in the Maluku Islands itself is rarely practiced."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Herjoko
"Penelusuran terhadap sejarah masa lalu terkait dengan identitas menjadi penting untuk diketahui orang Indo dalam kaitannya dengan penjagaan budaya. Dengan mengetahui asal-usul mereka, orang Indo dapat lebih berperan dalam menjaga identitas budayanya. Saat ini, karya film yang membahas kehidupan orang Indo dapat menjadi pilihan untuk menambah pemahaman atas identitas Indo. Tulisan ini membahas identitas budaya Indo lintas generasi yang dihadirkan pada serial dokumenter I.N.D.O. Serial tersebut merupakan sebuah dokumenter yang mengobservasi etnis Indo dari masing-masing generasi. Analisis dilakukan dengan mengamati 3 episode dari seri 1 (2015).
Penelitian ini mencerna diksi, gambar, serta elemen suara yang dihadirkan pada serial dokumenter untuk menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Dalam proses analisis, diimplementasikan pendekatan identitas budaya (Hall, 1996). Dari hasil analisis, ditemukan penanda identitas Indo dihadirkan melalui narasi yang dibangun orang Indo tentang praktik keseharian serta kisah masa lalunya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan penanda identitas Indo generasi ke-1 bersifat lebih komunal dibandingkan generasi ke-2 dan ke-3. Hal ini disebabkan Indo generasi ke-1 memiliki keterkaitan pada konteks ruang dan memori.

A search of past history related to identity is important for Indo people in relation to cultural preservation. By knowing their origins, Indo people can play a greater role in maintaining their cultural identity. Nowadays, films that discuss the lives of Indo people can be an option to increase understanding of Indo identity. This paper discusses cross-generation Indo cultural identities presented in the documentary series I.N.D.O. The series is a documentary that observes the ethnic Indo of each generation. Analysis was done by observing 3 episodes from series 1 (2015).
This research focused on diction, pictures, and sound elements that were presented in the documentary series to find the meaning contained in them. In the process of analysis, an approach of cultural identity is implemented (Hall, 1996). From the results of the analysis, it was found that the Indo identity markers were presented through narratives built by Indo people about their daily practices and past stories. The results of this study also show that the 1st generation Indo identity markers are more communal than the 2nd and 3rd generation. The reason is that the 1st generation Indo has a connection in the context of space and memory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maha, Ganesha Danida Indra
"Maraknya penggunaan sosial media Instagram memunculkan adanya kepentingan individu atau kelompok untuk terlihat oleh orang banyak. Begitu juga dengan kelompok orang Maluku di Belanda yang menggambarkan identitasnya lewat meme di Instagram @molukkersbelike. Penelitian ini akan memperlihatkan bagaimana budaya orang Maluku di Belanda yang diwakilkan dalam sebelas meme Instagram @molukkersbelike. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan semiotika Peirce yaitu model segitiga makna: objek, representamen, dan interpretan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pergeseran nilai dan praktik dalam karakter dan kehidupan orang Maluku di Belanda. Namun masih ada nilai-nilai orang Maluku yang dipertahankan

The rise of social media Instagram usage has brought up individual or groups intereset to be seen by people. Also Moluccan group in the Netherlands who communicate their identity through meme on Instagram @molukkersbelike. This research will reveal Moluccan culture in the Netherlands which are represented by eleven memes on Instagram @molukkersbelike. This research use Peirces Semiotics theory, namely the Triadic model of Peirce: object, representamen, and interpretant. The result of this research indicate that there is alteration in values and practices in the characteristic and custom of Moluccan in the Netherlands but there are values of Moluccans which still be maintained."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Kusuma Lestari
"ABSTRAK
Meningkatnya minat untuk menjadi tenaga kerja imigran ilegal menjadi latar belakang dibuatnya film semi dokumenter Dispereert Niet. Film ini mengangkat kisah keseharian para pekerja imigran ilegal Indonesia dan bagaimana mereka bertahan hidup di Belanda. Jurnal ini membahas tentang daya tarik Belanda sehingga menjadi negara yang dituju para pekerja imigran Indonesia menurut film semi dokumenter Dispereert Niet. Selain itu, beberapa kompromi yang dilakukan para pekerja imigran Indonesia untuk bertahan hidup di Belanda juga menjadi fokus dalam penelitian ini. Hasil dari analisis ini menunjukkan satu-satunya daya tarik Belanda bagi para pekerja imigran ilegal Indonesia adalah penghasilan yang mereka dapatkan bisa jauh lebih baik di Belanda tanpa memerlukan banyak syarat serta pengalaman kerja yang seimbang. Keadaan ini juga diikuti dengan besarnya kemauan para pekerja imigran Indonesia untuk memperbaiki nasib dan taraf hidup mereka. Beberapa kompromi yang dilakukan mereka untuk bertahan hidup di Belanda antara lain, rela tinggal di tempat yang tidak layak, menerima upah yang tidak sesuai dengan pekerjaannya, hidup dalam kekhawatiran karena takut ditangkap polisi, serta rela jauh dari keluarga di tanah air. Mereka tidak dapat menolak atau mengubah keadaan tersebut karena status mereka yang ilegal.

ABSTRACT
The growing interest in becoming an illegal immigrant worker became the background of the semi documentary film Dispereert Niet. The film is highlighting the daily story of Illegal Indonesian immigrant workers and how they survive in the Netherlands. This journal discusses the attractiveness of the Netherlands so that it becomes the destination country of Indonesian immigrant workers according to the semi documentary film Dispereert Niet. In addition, there are some compromises by Indonesian immigrant workers to survive in the Netherlands are also the focus of this research. The results of this analysis show that the only appeal of the Netherlands to illegal Indonesian immigrant workers is the ease of obtaining higher incomes in the Netherlands without the need for a diploma and a balanced work experience. This situation is also followed by the large willingness of Indonesian immigrant workers to improve their fate and standard of living. Some of the compromises they have made to survive in the Netherlands are willing to live in unfit places, receive unfit wages, live in anxiety for fear of being caught by the police, and willingly away from family in the country. They cannot refuse or change the circumstances because of their illegal status"
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Haryo Nugroho
"Di masa modern saat ini, kehidupan umat manusia tidak dapat dipisahkan dari fenomena diaspora. Diaspora merujuk kepada sekelompok manusia yang hidup di luar wilayah yang menjadi asal mereka, baik atas pilihan sukarela atapun keadaan memaksa. Etnis Maluku, sebagai salah satu bagian dari masyarakat Asia Tenggara, memiliki banyak komunitas diaspora yang tersebar di Belanda. Jumlah mereka cukup signifikan dan menjadi salah satu komunitas terbesar diaspora asal Indonesia. Kepergian mereka meninggalkan tanah Maluku dapat dirunut sejak di bubarkannya tentara kolonal Belanda (KNIL) dan lahirnya Republik Maluku Selatan (RMS). Generasi pertama dari diaspora Maluku di Belanda umumnya terdiri dari keluarga mantan tentara KNIL yang tak ingin meleburkan diri ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan berintegrasi pada masyarakat Indonesia di wilayah lain. Meski begitu, kedatangan mereka di negeri Belanda tidak mendapat sambutan hangat, baik dari pemerintah Belanda maupun masyarakatnya. Keberadaan mereka menarik untuk diketahui terlebih mereka juga tinggal secara eksklusif di sebuah kompleks khusus yang dikenal sebagai “Mollucan Quarter”. Identitas diri dari para diaspora Maluku yang tinggal di negeri Belanda juga berbeda-beda.
Sejak masa lampau, manusia tidak dapat dipisahkan dari fenomena diaspora. Diaspora merupakan istilah yang merujuk kepada sekelompok manusia yang hidup di luar wilayah asal mereka. Tesis ini meneliti sekelompok etnis Maluku yang menjadi komunitas diaspora di negeri Belanda. Sekelompok etnis Maluku ini merupakan tentara Maluku anggota KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda) yang berpihak kepada Belanda melawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di dalam masa perang kemerdekaan (1945--1949). Keberadaan diaspora Maluku di Belanda yang telah beregenerasi ini menarik untuk diteliti terkait identitas kebudayaan yang dikembangkan, antara mempertahankan tradisi kebudayaan Maluku dan adaptasi dengan kebudayaan Belanda. Dengan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara jarak jauh melalui platform zoom, tesis ini memperoleh gambaran kehidupan hibrida yang dipresentasikan oleh komunitas diaspora Maluku di Belanda.

In today's modern era, human life cannot be separated from the diaspora phenomenon. Diaspora refers to a group of people who live outside their native territory, either by voluntary choice or by coercion. Ethnic Maluku, as a part of Southeast Asian society, has many diaspora communities spread across the Netherlands. Their number is quite significant and is one of the largest diaspora communities from Indonesia. Their departure from the land of Maluku can be traced since the disbandment of the Dutch colonial army (KNIL) and the birth of the Republic of South Maluku (RMS). The first generation of the Moluccan diaspora in the Netherlands generally consisted of families of former KNIL soldiers who did not wish to integrate themselves into the Indonesian National Army (TNI) and integrate into Indonesian society in other areas. Even so, their arrival in the Netherlands did not receive a warm welcome, both from the Dutch government and the people. Their existence is interesting to know especially that they also live exclusively in a special complex known as the “Mollucan Quarter”. The identity of the Maluku diaspora living in the Netherlands is also different.
Since ancient times, humans cannot be separated from the diaspora phenomenon. Diaspora is a term that refers to a group of people who live outside their territory of origin. This thesis examines a group of ethnic Moluccas who are a diaspora community in the Netherlands. This Moluccan ethnic group is a Moluccan soldier who is a member of the KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger or Royal Dutch East Indies Army) which sided with the Dutch against the Indonesian National Armed Forces (TNI) during the war for independence (1945-1949). The existence of the regenerated Moluccan diaspora in the Netherlands is interesting to study regarding the cultural identity developed, between maintaining Maluku cultural traditions and adaptation to Dutch culture. With qualitative research using remote interview techniques through the zoom platform, this thesis obtains a description of the hybrid life presented by the Maluku diaspora community in the Netherlands.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiori Rizki Djuwita
"ABSTRAK
Makalah ini membahas mengenai pembentukan identitas budaya generasi muda etnik Maluku di Belanda yang terbentuk melalui tiga tahapan proses pembentukan identitas budaya menurut Phinney (1990). Namun makalah ini akan lebih berfokus pada tahapan kedua dari teori pembentukan identitas yaitu, pencarian identitas. Dalam menulis makalah ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Melalui makalah ini akan terlihat pencapaian identitas budaya generasi muda etnik Maluku di Belanda sebagai etnik Maluku yang tinggal di Belanda dengan nilai-nilai budaya yang telah diadaptasi mengikuti modernisasi budaya barat, khususnya Belanda.

ABSTRACT
This paper discusses about the cultural identity formation of young generation of Moluccans in Netherlands which formed by three phase cultural identity formation process according to Phinney 1990 However this paper will mainly focus on the second phase of the cultural identity formation theory namely cultural identity search In writing this paper the author used qualitative research methods This paper presents the cultural identity achievement of young generation of Moluccans in Netherlands as Moluccans who live in Netherlands which the cultural values have been adapted to the modernization of western culture specifically Netherlands."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliya Dwi Utami
"Jurnal ini membahas tindak-tindak budaya, seperti pelaksanaan tradisi dan ritual serta penggunaan bahasa yang dilakukan oleh masyarakat Maluku generasi pertama dan kedua di Belanda pada fragmen “De veertigste dag” dalam roman Onder de Sneeuw een Indisch Graf karya Frans Lopulalan. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa orang-orang Maluku berusaha untuk "membedakan diri" mereka dengan melakukan berbagai tindak budaya sebagai bentuk pertahanan diri. Opresi yang dialami oleh komunitas Maluku di Belanda justru membuat keinginan untuk mempertahankan budaya Maluku tumbuh subur.

This journal discuss about culture acts such as the tradition and ritual execution, and also the language which is used by the first and second generation of Maluku society in Netherlands on fragment “De veertigste dag” in roman Onder de Sneeuw een Indisch Graf written by Frans Lopulalan. The method that is used in this research is qualitative. The result of this research shows that Maluku people try to distinguish themselves by doing any kind of culture acts as a symbol of self defense. The oppression that Maluku community experienced in Netherlands arouses their will to maintain Maluku culture’s development.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Tamarine
"Ze Noemen Me Baboe adalah film dokumenter karya Sandra Beerends yang mengangkat cerita Alima, seorang pribumi yang bekerja sebagai pembantu untuk keluarga Belanda. Film dokumenter ini juga tidak jauh berbeda dan memiliki pola-pola yang mirip dengan film dokumenter sejarah lainnya. Perbedaan film Ze Noemen Me Baboe dengan film dokumenter sejarah lainnya adalah sudut pandang film ini diceritakan oleh seorang baboe, seorang dari kelas sosial rendah. Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menunjukkan bagaimana representasi budaya Jawa dari sudut pandang orang Belanda dalam film dokumenter Ze Noemen Me Baboe. Teori yang digunakan untuk penelitian ini adalah teori semiotika oleh Roland Barthes. Data yang digunakan adalah film dokumenter berjudul Ze Noemen Me Baboe karya Sandra Beerends yang dirilis pada tahun 2019. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data penelusuran pustaka dan observasi. Hasil yang didapatkan setelah analisis yang dilakukan adalah budaya Jawa direpresentasikan sebagai kelompok masyarakat tradisional yang kaya akan tradisi dan bangsa yang terjajah dari sudut pandang masyarakat Belanda.

Ze Noemen Me Baboe is a documentary by Sandra Beerends that tells the story of Alima, a native who works as a maid for a Dutch family. This documentary is also not much different and has similar patterns to other historical documentaries. The difference between Ze Noemen Me Baboe and other historical documentaries is that the point of view of this film is told by a baboe, a person from a low social class. This research was made with the aim of showing how Javanese culture is represented from the perspective of the Dutch in the documentary Ze Noemen Me Baboe. The theory used for this research is the semiotic theory by Roland Barthes. The data used is a documentary titled Ze Noemen Me Baboe by Sandra Beerends released in 2019. The method used is descriptive qualitative method with data collection techniques of literature search and observation. The results obtained after the analysis carried out are that Javanese culture is represented as a traditional community group rich in traditions and a colonized nation from the perspective of Dutch society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herlia Agustin
"Film adalah salah satu contoh budaya populer yang sekarang ini digemari oleh banyak orang. Film Eat Sugar and Speak Sweetly ini merupakan sebuah interpretasi dari kebudayaan Turki yang mengangkat tradisi pernikahan paksa yang terjadi pada imigran Turki di Jerman. Tradisi ini terjadi karena adanya identitas budaya yang dipertahankan oleh generasi pertama para imigran Turki. Mereka hanya mengizinkan anak-anak perempuan mereka menikah dengan lelaki keturunan Turki. Hal itu mereka lakukan karena mereka tidak ingin tradisi Turki yang telah mereka bawa dari negara asal mereka dan tercampur dengan tradisi orang Jerman yang menurut mereka dapat merusak identitas kelompoknya sebagai orang Turki.

Film is one example of popular culture which is enjoyed by many people. This Eat Sugar and Speak Sweetly movie is an interpretation of Turkish Culture showing forced marriage tradition of Turkish immigrant in Germany. This tradition exists because of cultural identity that remains in the first generation of Turkish immigrant. They only allow the women to marry Turkish men. They do this thing because they don’t want the Turkish tradition that they brought from home to be mixed up with German culture that they think will ruin their Turkish culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Arlika Fahrizani
"Berkisah tentang tiga generasi keluarga Jawa di Suriname, Wanneer Wij Samen Zijn (2006) mengangkat sejarah dan perjuangan sebuah keluarga Jawa dalam menjalani hidup sebagai diaspora yang sarat akan isu identitas dan budaya. Penelitian ini mengkaji bagaimana pemertahanan budaya Jawa diwujudkan dalam Wanneer Wij Samen Zijn. Metode yang digunakan adalah metode pembacaan dekat yang dipadankan dengan teori struktural (Nurgiyantoro, 2002) serta konsep identitas budaya bersama (Stuart Hall, 1990). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemertahanan budaya Jawa diwujudkan melalui nilai-nilai budaya Jawa yang tertanam pada diri tokoh Warsinah, Soeminah, dan Soeratijem. Selanjutnya, rasa kesatuan dan jati diri kolektif yang tercermin pada latar kisah. Pemertahanan budaya Jawa ini turut diwujudkan melalui tradisi dan kepercayaan Jawa pada peristiwa-peristiwa fungsionalis dan acuan dalam kisah.

Tells the story of three generations of Javanese families in Suriname, Wanneer Wij Samen Zijn (2006) discusses the history and struggles of a Javanese family in dealing with the difficulties of living as a diaspora with issues around identity and culture. This research studies how Javanese cultural preservation is manifested in Wanneer Wij Samen Zijn. The method used is the close reading method combined with structural theory (Nurgiyantoro, 2002) and the concept of shared cultural identity (Stuart Hall, 1990). The results showed that Javanese cultural preservation was manifested through Javanese cultural values instilled in the figures of Warsinah, Soeminah, and Soeratijem. Furthermore, a sense of unity and collective identity is reflected in the settings of the story. The preservation of Javanese culture is also manifested through Javanese traditions and beliefs in both main and additional events in the story.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>