Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193165 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sanusi, Moh Ridwan Enan
">Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tingkat kelelahan pada pengemudi truk menggunakan metode Karolinska Sleepiness Scale (KSS) serta Psychomotor Vigilance Task (PVT) dalam mengukurnya. Melalui pendekatan kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode statistic Paired Sample t test, Wilcoxon signed rank, regresi logistik, Kruskal-Wallis dan Spearman's rho untuk menganalisis data dari 15 pengemudi dengan berbagai variabelnya. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan signifikan dalam skor KSS antara kelompok dengan ρ-value  <0.001, dari hasil output PVT signifikansi terdapat pada variabel Median, Maximum RT dan Slowest10% dengan nilai ρ-value  <0.05. Analisis menggunakan Spearman Rho didapatkan korelasi hubungan positif yang signifikan antara hasil KSS dan nilai Minimum RT serta variabel Fastest10%, kemudian menggunakan uji yang sama untuk kelelahan dan violation (pelanggaran) hasil hubungan yang signifikan antara kelelahan dengan pengereman. Untuk analisis Uji Kruskal Wallis nilai signifikansi diperoleh pada variabel USIA dengan KSS dan Pengalaman (Experience). Hasil analisis regresi logistik terdapat tiga variabel yang di anggap signifikansi yaitu Durasi Bekerja (Sig.) 0.015, Jumlah Orang (Sig.) 0.001, Cylinder (Sig.) 0.016. Keterbatasan penelitian termasuk ukuran sampel yang terbatas dan ketergantungan pada alat ukur subjektif dan objektif yang terbatas. Penelitian masa depan disarankan untuk memasukkan instrumen tambahan dan menganalisis pengaruh variabel eksternal pada kelelahan pengemudi.

Research aims to evaluate level fatigue of truck drivers using the Karolinska Sleepiness Scale (KSS) and Psychomotor Vigilance Task (PVT). A quantitative approach, this research uses the statistical method Paired Sample t test, Wilcoxon signed rank, logistic regression, Kruskal-Wallis and Spearman's rho to analyze data from 15 drivers with various variables. The results show that there is a significant difference in KSS scores with a ρ-value <0.001, from PVT outputs results significance is found in the Median, Maximum RT and Slowest10% variables with a ρ-value <0.05. Analysis using Spearman Rho showed significant positive correlation between the KSS results and the Minimum RT value and the Fastest10% variable, then using the same test for fatigue and violation, the results showed a significant relationship between fatigue and braking. For the Kruskal Wallis analysis, significance values were obtained for the variable AGE with KSS and Experience. The results of logistic regression analysis found three variables were considered significant, Duration of Work (Sig.) 0.015, Number of People (Sig.) 0.001, Cylinder (Sig.) 0.016. Study limitations include limited sample size and reliance on limited subjective and objective measurement tools. Future research is recommended to include additional instruments, analyze the influence of external variables on driver fatigue."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Kresna
"Pendahuluan: Kerja gilir terutama pada malam hari dapat mengubah ritme sirkadian, tingkat kewaspadaan, meningkatkan kelelahan, kesalahan, dan kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi ritme sirkadian adalah tingkat kewaspadaan dan melatonin plasma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara melatonin plasma dengan tingkat kewaspadaan.
Metode: Studi potong lintang yang dilakukan pada 40 perawat wanita kerja gilir malam hari. Data karakteristik individu seperti usia, pengalaman kerja, istirahat malam selama bekerja, dan status perkawinan diperoleh dengan kuesioner dan wawancara. Konsentrasi melatonin plasma diukur dua kali pada malam hari (pukul 11 malam-00 pagi) dan pada pagi hari (pukul 07.00 8 pagi) dengan metode Liquid Chromatography-Mass Spectrometry, sedangkan tingkat kewaspadaan diukur dengan Psychomotor Vigilance Test (PVT) pada pukul 11 malam-00 pagi dan 7 pagi 8 pagi keesokan harinya. Analisis statistik digunakan untuk mencari korelasi menggunakan uji Spearman atau Pearson.
Hasil: Usia rata-rata adalah 28,4 (±4,9) tahun dengan pengalaman kerja bervariasi dari 1-16 tahun. Konsentrasi melatonin plasma pada perawat wanita didapatkan malam hari lebih tinggi daripada pada hari. Rentang nilai melatonin plasma adalah 10-240 pg/ml dan tingkat kewaspadaan memiliki pola yang serupa, dengan rata-rata pada malam hari adalah 301,2 ± 51,6 ms dan 293,2± 49,7 ms pada pagi hari. Terdapat korelasi yang lemah antara konsentrasi melatonin plasma dan perbedaan tingkat kewaspadaan malam dan pagi hari (r = 0,37; p = 0,016).
Kesimpulan: Konsentrasi melatonin plasma pada perawat wanita kerja gilir lebih tinggi pada malam hari dibandingkan dengan pagi hari. Begitu juga dengan tingkat kewaspadaan, malam hari lebih tinggi daripada pagi hari dan tidak ada hubungan antara melatonin plasma dengan tingkat kewaspadaan pada malam dan pagi hari.

Background: Working in shift especially night shift could alter circadian rhythm, alertness level, increase fatigue, error, and working accident. One of the factors that affect the circadian rhythm were melatonin. Melatonin was a hormone that regulate the wake and sleep cycle that have an impact on alertness levels. This study was aimed to find correlation between plasma melatonin and alertness level.
Methods: A cross-sectional study was conducted on 40 female night shift nurses. Individual characteristics like age, working experience, rest during work duration, and marital status were obtained by self-administered questionnaire. Plasma melatonin concentrations was measured twice at night time (11 pm-00 am) and at morning (7 am-8 am) by Liquid Chromatography-Mass Spectrometry, while alertness level was recorded with Psychomotor Vigilance Test (PVT) at 11 pm-00 am and 7 am-8 am the next day. Spearman or Pearson test was used to find correlation between melatonin concentrations and PVT.
Results: Mean age was 28.4 (±4.9) years with working experience varied from 1-16 years. Plasma melatonin concentrations among female night shift nurses were higher before working hours than after duty. Range of plasma melatonin value was 10-240 pg/ml and Alertness was in the same manner with average alertness level at night was 301.2 ± 51.6 ms and 293.2± 49.7 ms at morning. There was a weak correlation between plasma melatonin concentration and alertness level difference before and after duty (r = 0.37; p = 0.016).
Conclusion: There was no correlation between plasma melatonin and alertness level in night shift workers before and after duty. To Maintain alertness level reduction and melatonin secretion, night shift workers should rest at least 30 minutes during their working hours, always keep the lights on while on duty and should not work more than one shift on the same day, and providing healthy foods.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Suhadi
"Latar Belakang: Para pekerja sering kali terpaksa berhadapan dengan kebisingan tinggi ditempat kerja. Kebisingan mengganggu perhatian yang diperlukan terus-menerus dan menurunkan produktivitas kerja, oleh sebab itu pekerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap satu proses produksi atau hasilnya, dapat membuat kesalahan akibat dari terganggunya konsentrasi dan kurang fokusnya perhatian. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran waktu reaksi cahaya dan suara untuk menilai fokus perhatian/konsentrasi.
Metode: Studi analitik dengan desain komparatif cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang memproduksi benang nylon sintetik. Membandingkan rerata selisih waktu reaksi cahaya dan suara sebelum dan setelah bekerja dengan pajanan kebisingan pada kelompok subjek yang bekerja pada intensitas kebisingan di atas NAB area braiding dibandingkan dengan yang di bawah NAB area waring.
Hasil Penelitian: Perbedaan bermakna waktu reaksi cahaya yang melambat pada subjek yang bekerja dengan pajanan kebisingan di atas NAB sebelum dan setelah bekerja p=0.007 , namun tidak dengan waktu reaksi suara. Tidak terdapat perbedaan bermakna waktu reaksi cahaya dan suara pada subjek yang bekerja dengan pajanan kebisingan di bawah NAB sebelum dan setelah bekerja. Terdapat perbedaan bermakna rerata selisih waktu reaksi cahaya yang melambat pada subjek yang bekerja pada pajanan kebisingan di atas NAB dengan di bawah NAB, p=0,017, namun tidak bermakna terhadap rerata selisih waktu reaksi suara. Tidak terdapat faktor yang mempengaruhi waktu reaksi cahaya dan suara sebelum dan setelah bekerja dengan pajanan kebisingan pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan rerata selisih waktu reaksi cahaya pada pekerja yang bekerja dengan pajanan kebisingan di atas NAB dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan pajanan kebisingan di bawah NAB, sehingga tingkat intensitas kebisingan tinggi di atas NAB mempengaruhi waktu reaksi cahaya dan menjadi lebih lambat.

Background Workers are often exposed with high noise level at their workplaces. Noise can disrupt the worker`s concentration and focus and in the end, may cause lower productivity. Thus, workers whose main job descriptions are to supervise workflow from one phase to another are prone to mistakes due to the loss of concentration and focus. In this research, we used reaction timer with light and sound stimuli to assess attention or concentration.
Methods The study was an analytical study with comparative cross sectional design, comparing a mean difference between light and sound`s reaction time before and after work. This research was conducted at a manufacture company that produces synthetic nylon fibers. The subjects were divided into two group the workers with noise intensity above TLV and with noise intensity below TLV. Prior to the study, the research has measured the intensity of the noise level at the workplace area.
Result A significant difference was found in the light`s reaction time who work with noise exposure above TLV p 0.007 and it was found to be slower after work with the workers who are exposed to noise above TLV. There was also a significant mean difference for the light`s reaction time between the above TLV noise group and below TLV noise group p 0.017 . There was no significant difference in sound`s reaction time. There were no significant factors that affect light and sound`s reaction time before and after work with noise in these two groups.
Conclusion There was a significant mean difference in light`s reaction time for the workers who work with noise exposure above TLV compare with the workers who work in below TLV, so that a high intensity of noise level is found to affect and decrease the light`s reaction time of the workers."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurvidya Rachma Dewi
"Latar belakang: Gangguan kognitif memiliki prevalens yang tinggi pada orang dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan dapat menunjukkan hambatan kognitif di berbagai aspek, termasuk waktu reaksi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan waktu reaksi pada kelompok pengemudi taksi PT “X” di Jakarta yang PPOK dan bukan PPOK.
Metode: Total 99 orang pengemudi taksi PT “X” di Jakarta dilibatkan dalam penelitian potong lintang ini dan menjalani beberapa pemeriksaan. Kuesioner dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik dasar, latar belakang pendidikan, faktor pekerjaan dan status merokok. Pemeriksaan spirometri dan uji bronkodilator dilakukan untuk menilai faal paru dan mendeteksi gangguan saluran napas. Versi Indonesia dari uji Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina) digunakan untuk menilai adakah gangguan kognitif pada subjek. Waktu reaksi subjek diukur dengan menggunakan alat reaction timer Lakassidaya L-77 (Biro Konsultasi Departemen Kesehatan, Keselamatan dan Produktivitas Kerja, Yogyakarta, Indonesia).
Hasil: Proporsi PPOK pada pengemudi taksi PT “X” di Jakarta adalah 9,47%, dengan 84,62% dari pengemudi taksi dengan PPOK memiliki gangguan kognitif. Hasil rerata waktu reaksi pada kelompok PPOK lebih lambat bila dibandingkan dengan kelompok bukan PPOK yaitu sebesar 252,18 milidetik dibandingkan dengan 202,73 milidetik.
Kesimpulan: Proporsi PPOK pada pengemudi taksi PT “X” di Jakarta adalah sebesar 9,47%. Sebagian besar dari pengemudi taksi yang PPOK tersebut memiliki gangguan kognitif yang dapat mempengaruhi waktu reaksi dan selanjutnya dapat berpengaruh terhadap performa mengemudi.

Background: Cognitive impairment is prevalent in chronic obstructive pulmonary disease (COPD) and is detrimental to work performance, including reaction time. This study investigates the comparison of reaction times between taxi drivers with COPD and without COPD.
Method: This cross-sectional study included 99 male taxi drivers of a taxi company in Jakarta, Indonesia, as subjects. Subjects were questioned and examined to obtain their basic characteristics, educational backgrounds, occupational factors, and smoking status. Lung function tests were used to detect respiratory airway disorders. The Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina) test was used to determine cognitive impairment. The reaction times were measured using reaction timer Lakassidaya L-77 (The Occupational Health, Safety, and Work Productivity Consultative Bureau, Yogyakarta, Indonesia).
Result: The proportion of COPD was 9.47%, and 84.62% of which had cognitive impairment. The mean reaction time of the COPD group was slower than the non-COPD group (252.18 ms vs. 202.73 ms).
Conclusion: The proportion of taxi drivers with COPD in this study was 9.47%. Most of them had a cognitive impairment, which affected their reaction time and ultimately impaired their driving performance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Akbari
"Latarbelakang:Sebagian besar wanita hamil mengalami kolonisasi Streptococcus haemolyticus grup B (SGB) di saluran urogenital yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan bayi. Deteksi SGBintrapartum perlu pemeriksaan yang cepat dan sensitif. Pemeriksaan mikrobiologi untuk mendeteksi SGB menggunakan metode kultur dan real time polymerase chain reaction(RT-PCR) telah digunakan untuk mendukung diagnosis, namun penggunaannya untuk skrining pada ibu hamil belum pernah diuji keakuratannya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode terbaik untuk mendeteksi kolonisasi SGB pada ibu hamil sekaligus menilai akurasi uji RT-PCR.
Metode: Penelitian dengan metode potong lintang padawanita hamil kurang dari 37 minggu dengan ketuban pecah diRumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo(RSCM), Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, dan Rumah Sakit Budi Kemuliaan. serta bayi baru lahir dengan tersangka sepsis neonatorum awitan dini yang lahir dari ibu tersebut di RSCM. Swab rektovaginal pada ibu dan darah pada bayi untuk pemeriksaan tes RT-PCRdan kultur pada 3 media: agar darah (AD), agar darah Columbia (ADC), dan CHROMagar (CA).
Hasil: Ada 50 ibu dan 25 bayi direkrut dalam penelitian ini.Prevalensi SGB pada ibu hamil 24%, 2 bayi meninggal. Dibandingkan dengan kultur dengan media ADC, tes RT-PCR mempunyai sensitivitas 83,33%, spesifisitas 86,84 %, NPP 66,67 %, NPN 94,29 %, dan akurasi 86,00 %.Media CAmenunjukkan hasil yang lebih tinggi dalam hal sensitivitas 100%, spesifisitas 100%, NPP 100%, NPN 100%, dan akurasi 100 %, dengan hasil lebih singkat, lebih praktis, dan lebih murah.
Simpulan: Pemeriksaan RT-PCR menjadi pilihan dalam skrining SGB intrapartum, dengan alternatif media CA.

Background: Most pregnant women were colonized of group B Streptococcus haemolyticus (GBS) in urogenital tract which affects the health of pregnant women and babies. Detection of intrapartum GBS requires rapid and sensitive examination. Microbiological examination to detect GBS using culture and real time polymerase chain reaction (RT-PCR) has been used to support the diagnosis, but its use for screening in pregnant women has never been tested for accuracy in Indonesia. This study aims to find the best method for detecting GBS colonization in pregnant women as well as assessing the accuracy of the RT-PCR test.
Methods: This was a cross-sectional study in pregnant women less than 37 weeks with ruptured membranes at the Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSCM), Pasar Rebo Regional General Hospital, and Budi Kemuliaan Hospital, And newborns with suspected early-onset neonatal sepsis born to these mothers at RSCM. Rectovaginal swab in mother and blood in infant for RT-PCR assay and culture on 3 media: blood agar (BA), Columbia blood agar (CBA), and CHROMagar (CA).
Results: There were 50 mothers and 25 infants recruited in this study. The prevalence of GBS in pregnant women was 24%, 2 neonates died. Compared with culture with CBA media, the RT-PCR test had a sensitivity of 83,33%, specificity 86,84%, PPN 66,67%, NPN 94,29%, and accuracy 86,00%. CA media showed higher results in terms of 100% sensitivity, 100% specificity, 100% NPP, 100% NPN, and 100% accuracy, with shorter results, more practical, and cheaper.
Conclusions: RT-PCR examination is an option in intrapartum GBS screening, with CA media as an alternative.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isdiana Karina Purti
"Carbon foam merupakan material yang menjanjikan sebagai substrat katalis. Namun, ketiadaan mikropori pada carbon foam menyebabkan rendahnya luas permukaan untuk deposit katalis. Luas permukaan dapat ditingkatkan dengan menumbuhkan nanokarbon di dalamnya. Metode yang digunakan adalah dekomposisi katalitik metana dengan nikel sebagai katalis, dengan variasi waktu reaksi 2,5 jam; 5 jam; dan 7,5 jam.
Karakterisasi yang dilakukan adalah BET, SEM, dan uji adsorpsi gas hidrogen. Substrat nanokarbon-carbon foam dengan waktu reaksi lima jam menghasilkan luas permukaan dan kemampuan adsorpsi hidrogen paling tinggi, yaitu 98,19 m2/gram dan 4,2% wt hidrogen pada tekanan 250 psia. Waktu reaksi tersebut telah dapat menumbuhkan karbon nanofiber dalam carbon foam.

Carbon foam is a promising material as a catalyst substrate. However, the absence of mikropores on carbon foam resulting in low surface area to deposit the catalyst. The surface area can be be increased by growing nanocarbon in it. The method used is the catalytic decomposition of methane, with variations in reaction time of 2.5 hours, 5 hours, and 7.5 hours, and the catalyst used is nickel.
Characterization that done is BET, SEM, and hydrogen gas adsorption test. Nanocarbon-carbon foam substrate with a reaction time of five hours produces the highest surface area and hydrogen adsorption capacity, that is 98.19 m2/gram; 4.2% wt hydrogen at a pressure of 250 psia. The reaction time has been able to grow carbon nanofiber in the carbon foam.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S51757
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Octaviani Budiningtyas
"Latar Belakang: Uveitis infeksi di Indonesia berkisar antara 30-60% dari total kasus uveitis. Identifikasi patogen etiologi infeksi sangat penting agar dapat diberikan terapi antimikroba yang sesuai dengan segera sehingga komplikasi kebutaan dapat diminimalisir. Dewasa ini, perkembangan teknologi biologi molekuler menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk deteksi uveitis infeksi sedang berkembang pesat.
Tujuan: Melakukan uji validasi diagnostik pada metode PCR Multiplex dibandingkan dengan metode PCR Tunggal.
Metodologi: Uji diagnostik untuk menentukan sensitivitas dan spesifisitas dari alat Real-Time PCR Multiplex terhadap PCR Tunggal dari spesimen cairan intraokular humor akuos yang diambil dari parasentesis bilik mata depan. Dilakukan pemeriksaan PCR terhadap patogen Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis), Toxoplasma gondii (T.gondii), Herpes Simplex Virus (HSV), Varicella Zoster Virus (VZV), Cytomegalovirus, dan Treponema pallidum.
Hasil: Dilakukan analisis uji diagnostik pada 46 subjek penelitian. Didapatkan hasil sensitivitas sebesar 57.14% dan spesifisitas sebesar 100%. Positivity rate terbanyak didapatkan untuk patogen VZV (n=4), dan tidak didapatkan hasil positif terhadap deteksi patogen M.tuberculosis. Patogen T.pallidum berhasil dideteksi sebanyak 4.34% (n=2) oleh PCR Multiplex.
Kesimpulan: Metode PCR Multiplex pada penelitian ini memiliki sensitivitas yang rendah dengan spesifisitas yang tinggi. Hasil positif pada PCR Multiplex dapat bermanfaat untuk mendiagnosis pasien dengan uveitis infeksi.

Background: In Indonesia, infectious uveitis represents 30-60% of the country’s total uveitis cases. The identification of etiological pathogens is imperative to immediately select and administer the appropriate antimicrobial therapy in infectious uveitis, thereby complications of blindness can be minimized. Currently, the development of molecular biology technology using the Polymerase Chain Reaction (PCR) method for detection of infectious uveitis pathogens is growing rapidly.
Objective: To compare the diagnostic validation test results of the Multiplex PCR method and Single PCR method.
Method: Diagnostic test to determine the sensitivity and specificity of the Multiplex Real-Time PCR device against the Single PCR of aqueous humor intraocular fluid specimens taken from anterior chamber paracentesis. PCR examinations were carried out to identify the pathogens of Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis), Toxoplasma gondii (T.gondii), Herpes Simplex Virus (HSV), Varicella Zoster Virus (VZV), Cytomegalovirus, dan Treponema pallidum.
Result: A diagnostic test analysis was performed on 46 study subjects. The results obtained 57.14% sensitivity and 100% specificity. Highest positivity rate was obtained for VZV pathogens, while positive results were not obtained for M.tuberculosis. There were 4.34% of subjects (n = 2) of T. pallidum were detected by PCR Multiplex. 
Conclusion: The PCR Multiplex method in this study has low sensitivity with high specificity. A positive result on Multiplex PCR can be useful for diagnosing patients with infectious uveitis.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvian Syafrurizal
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S39666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anya Prilla Azaria
"Selulosa yang berasal dari limbah sekam padi telah berhasil dikonversi menjadi asam levulinat. Reaksi konversi berlangsung pada suhu 100°C dengan variasi katalis, yaitu Mn/ZSM-5 mikropori, ZSM-5 mikropori, dan Mn(II). Reaksi dengan Mn/ZSM-5 mikropori, ZSM-5 mikropori, dan Mn(II) berlangsung dengan adanya asam fosfat 40% (v/v) dan hidrogen peroksida 30% (v/v). Penambahan 0.1 gram Mn/ZSM-5 mikropori berhasil memberikan persentase yield asam levulinat yang lebih tinggi, yaitu sebesar 12,9954%, sedangkan katalis ZSM-5 mikropori dan Mn(II) memberikan persentase yield asam levulinat sebesar 12,6046% dan 9,8279%. Selain itu, katalis ZSM-5 dan Mn/ZSM-5 mikropori telah berhasil dipisahkan kembali setelah proses reaksi dan dikarakterisasi kembali dengan instrumen FTIR dan EDX. Karakterisasi dengan FTIR menunjukkan bahwa katalis mengalami perubahan dan pergeseran puncak pada bilangan gelombang 950-1250 cm-1. Karakterisasi dengan EDX menunjukkan bahwa katalis mengalami proses desilikasi dan dealuminasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur dan mengalami pelepasan (leaching) logam Mn. Hal ini terlihat dari persen berat Si yang mengalami penurunan sebesar 72,85%, persen berat Al sebesar 100%, dan persen berat Mn sebesar 82,74%.

Cellulose obtained from residual rice husk has been successfully converted to levulinic acid. Conversion reaction was done at 100°C with various catalysts, which are microporous Mn/ZSM-5, microporous ZSM-5, and Mn(II). Reaction with microporous Mn/ZSM-5, microporous ZSM-5, and Mn(II) took place with the presence of 40% (v/v) phosporic acid and 30% (v/v) hydrogen peroxide. By adding 0.1 gram of microporous Mn/ZSM-5, yield percentage of levulinic acid is 12,9954%, higher than catalyst micropororus ZSM-5 and Mn(II) are 12,6046% and 9,8279%. After that, catalysts microporous ZSM-5 and microporous Mn/ZSM-5 have been successfully separated after reaction and has been characterized with FTIR and EDX instruments. Characterization with FTIR showed that catalyst has changed, with friction on its peak at wavenumber 950-1250 cm-1. Characterization with EDX showed that catalyst experienced desilication and dealumination that makes damages on its structure and leaching of Mn. This is showed from weight percent of Si that decreased about 72,85%, weight percent of Al about 100%, and weight percent of Mn about 82,74%."
2016
S62000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnold Fernando
"ABSTRAK
Latar Belakang. Tenaga kesehatan di rumah sakit memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi saat kerja gilir dimalam hari, untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan medis ataupun kelalaian medis akibat penurunan tingkat kewaspadaan. Memberikan waktu tidur singkat dapat merupakan suatu solusi untuk dapat tetap menjaga tingkat kewaspadaan saat bekerja gilir dimalam hari.Tujuan. Mengetahui seberapa besar pengaruh intervensi tidur singkat terhadap tingkat kewaspadaan pekerja medis dan paramedis di RSUD Tanah Abang saat kerja gilir di malam hari.Metode. Penelitian pre-post experiment dilakukan di RSUD Tanah Abang dengan proportional random sampling. Kriteria inklusi subyek meliputi pekerja gilir malam yang dalam kondisi laik kerja. Pengukuran karakteristik subyek termasuk aktivitas harian dan asupan makanan saat dinas dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan kuesioner terstandar. Intervensi diberikan berupa satu siklus waktu tidur singkat selama maksimal 30 menit pada saat waktu gilir malam. Pengukuran tingkat kewaspadaan dilakukan dengan Mackworth clock test pada awal dan akhir shift saat subyek tidak mendapatkan perlakuan tidur singkat maupun mendapatkan perlakuan tidur singkat. Pada saat mendapatkan perlakuan tidur singkat dilakukan pengukuran tambahan pada saat sebelum dan sesudah tidur singkat.Hasil. 4 pekerja medis dan 14 paramedis diikutsertakan dalam penelitian. Subyek penelitian tidak memiliki karakteristik dasar dan pola asupan makanan yang homogen. Tidak ada perbedaan tingkat kewaspadaan yang bermakna antara kerja gilir malam tanpa tidur singkat skor 571,45 458-1477 dengan kerja gilir malam dengan perlakuan tidur singkat skor 609,33 466-1658 dengan p=0,500.pada populasi yang diteliti. Hasil yang sama didapatkan setelah penyesuaian dilakukan berdasarkan aktivitas harian dan asupan makanan.Kesimpulan. Tidak ada pengaruh intervensi tidur singkat terhadap tingkat kewaspadaan pekerja medis dan paramedis.
ABSTRACT
Background. Healthcare provider at hospital need to be in high vigilance during their night shift. This is important to minimize medical mishap and negligence. Power nap allocation could be one of the solutions to maintain the level of vigilance during night shift.Aim. To identify how power nap influences medic and paramedic staff vigilance during night shift at Tanah Abang regional hospitalMethods. A pre post experimental study was conducted at Tanah Abang regional hospital using proportional random sampling. Inclusion criteria includes night shift workers who were fit to work. Baseline characteristics including daily activities record and food consumption were measured using standarize physical examination and questionnaires. Intervention was given a single cycle of power nap of maximal 30 minutes during night shift. Measurement of vigilance was conducted using Mackworth clock test at the begining and at the end of shift with or without intervention. During the intervention period, additional vigilance measurements were conducted.Result. We included 4 medics and 14 paramedics into the study. Subjects were relatively similar in baseline characteristics and food consumptions pattern. There is no signficance difference in vigilance between night shift without intervention score 571,45 458 1477 or with intervention score 609,33 466 1658 , with wilcoxon comparative test p 0,500 . Similar results persist even with adjustment in daily activities. Conclusion. There was is no significant improvement of vigilance level at the end of night shift with power nap interventionKeywords. Power Nap, Vigilance, Food Intake, Daily Activity, Medic, Paramedic, Night Shift"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>