Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adella Josephin
"Gangguan dan penyakit tulang merupakan hal yang mengkhawatirkan karena prevalensinya yang meningkat. Rekayasa jaringan tulang dengan pengembangan struktur melalui kombinasi perancah, sel, dan/atau faktor biologis merupakan solusi yang menjanjikan untuk regenerasi tulang. Kolagen dan hidroksiapatit termasuk bahan perancah yang paling umum digunakan untuk rekayasa jaringan tulang dan dapat diekstraksi dari sumber alam. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dan produsen ikan terbesar kedua di dunia, memiliki sumber daya laut yang melimpah. Perikanan tuna yang termasuk paling besar dan paling produktif di dunia menghasilkan produk sampingan dengan jumlah yang besar. Pada penelitian ini, kolagen dan hidroksiapatit diekstraksi dari produk sampingan tuna, yaitu tulang kerangka dan kepala, menggunakan ekstraksi pelarutan asam untuk kolagen dan kalsinasi untuk hidroksiapatit. Kolagen hasil ekstraksi dikarakterisasi menggunakan UV-Vis spectrophotometry, FTIR, dan SEM-EDX, sedangkan hidroksiapatit hasil ekstraksi dikarakterisasi menggunakan FTIR, SEM-EDX, dan XRD. Berdasarkan hasil karakterisasi, kolagen hasil ekstraksi memiliki puncak absorbansi di 225 nm, memiliki struktur heliks rangkap tiga, struktur mikro lembaran berlapis, berpori, dan sedikit berkerut. Sedangkan hidroksiapatit hasil ekstraksi memiliki ukuran dan bentuk partikel bervariasi dengan ukuran kristal 16,64 nm, 15,62 nm, 16,63 nm, 4,39 nm, crystallinity index 0,643, 0,572, 0,613, 0,027, dan nilai Ca/P 1,753±0,052, 1,806±0,074, 1,792±0,021, 1,935±0,091 masing-masing untuk sampel kalsinasi 1, sampel kalsinasi 2, sampel kalsinasi 3, dan sampel ultrasonikasi. Kolagen hasil ekstraksi dapat dikembangkan sebagai bahan perancah tulang karena memliki struktur berpori yang dibutuhkan untuk penetrasi sel, nutrisi dan transfer limbah, serta angiogenesis; sedangkan hidroksiapatit sampel kalsinasi 1 memiliki nilai rasio Ca/P (1,753±0,052) yang paling mendekati rasio Ca/P pada tulang manusia (1,67). Ekstraksi kolagen dan hidroksiapatit ini diharapkan dapat memanfaatkan produk sampingan sumber daya laut dan dapat digunakan sebagai material perancah tulang untuk mengatasi gangguan dan penyakit tulang.

Bone disorders and diseases are a matter of concern because of their increasing prevalence. Bone tissue engineering with structural development through a combination of scaffolds, cells, and/or biological factors is a promising solution for bone regeneration. Collagen and hydroxyapatite are among the most commonly used scaffold materials for bone tissue engineering and can be extracted from natural sources. Indonesia is the largest archipelagic country and the second-largest fish producer in the world, has abundant marine resources. Tuna fisheries, which are among the largest and most productive in the world, produce large amounts of by-products. In this study, collagen and hydroxyapatite were extracted from tuna by-products, including skeleton and head, using acid solubilization extraction for collagen and calcination for hydroxyapatite. The extracted collagen was then characterized using UV-Vis spectrophotometry, FTIR, and SEM-EDX, while the extracted hydroxyapatite was characterized using FTIR, SEM-EDX, and XRD. Based on the characterization results, the extracted collagen has an absorbance peak at 225 nm, has a triple-helix structure, a layered sheet microstructure, is porous, and is slightly wrinkled. While the extracted hydroxyapatite has various particle sizes and shapes with crystal sizes of 16.64 nm, 15.62 nm, 16.63 nm, 4.39 nm, crystallinity index 0.643, 0.572, 0.613, 0.027, and Ca/P values were 1.753±0.052, 1.806±0.074, 1.792±0.021, 1.935±0.091 for the calcined sample 1, calcined sample 2, calcined sample 3, and ultrasonicated sample, respectively. Extracted collagen can be developed as a bone scaffold material because it has a porous structure required for cell penetration, nutrition and waste transfer, and angiogenesis; while the hydroxyapatite of calcined sample 1 has a Ca/P ratio value (1.753±0.052) which is closest to the Ca/P ratio in human bone (1.67). The extraction of collagen and hydroxyapatite is expected to be able to utilize marine by-products and can be used as bone scaffold material to treat bone disorders and diseases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Putri
"Dalam penelitian ini dikembangkan kolagen dan hidroksiapatit untuk rekayasa jaringan tulang dari limbah pengolahan ikan. Kolagen diekstraksi dari kulit salmon norway (Salmon salar) meggunakan metode Acid Soluble Collagen (ASC) sementara hidroksiapatit disintesis dari tulang ikan tuna dengan menggunakan metode kalsinasi pada suhu 600°C dan 800°C. Material dievaluasi untuk sifat fisika-kimia, kolagen dievaluasi dengan fourier transform infrared spectroscopy(FTIR), differential scanning calorimetry (DSC), dan scanning electron microscopy with energy dispersive X-ray (SEM-EDX). Kolagen hasil ekstraksi memiliki morfologi dalam bentuk lembaran dengan yield 0,8%. Persentase karbon yang didapatkan dari kolagen yang diekstraksi adalah 47% dan termasuk dalam kelas standar, sementara persentase karbon/nitrogen yaitu 2,63% yang sedikit lebih rendah dari standar. Hidroksiapatit yang telah disintesis dievaluasi dengan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), scanning electron microscopy with energy dispersive X-ray (SEM-EDX), dan X-ray diffraction (XRD). Hidroksiapatit yang diperoleh setelah proses kalsinasi menunjukkan struktur yang serupa yaitu kristal bubuk. HAp yang dikalsinasi pada suhu 600°C dan 800°C tidak memiliki pita sesempit HAp standar, namun lebih sempit daripada HAp yang dikalsinasi pada suhu 600°C. Rasio atom Ca/P HAp 600°C dan 800°C yaitu 2,15 dan 2,01 secara berurutan. Penelitian menunjukkan bahwa kolagen dari kulit salmon dan hidroksiapatit dari tulang tuna memiliki kualitas baik dan aplikasi luas dalam rekayasa jaringan tulang.

In this research, collagen and hydroxyapatite were developed for bone tissue engineering from fish processing waste. Collagen was extracted from the skin of Norwegian salmon (Salmon salar) using the Acid Soluble Collagen (ASC) method, while hydroxyapatite was synthesized from tuna bones using the calcination method at 600°C and 800°C. Materials were evaluated for physico-chemical properties, collagen was evaluated by fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), differential scanning calorimetry (DSC), and scanning electron microscopy with energy dispersive X-ray (SEM-EDX). The synthesized hydroxyapatite was evaluated by fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), scanning electron microscopy with energy dispersive X-ray (SEM-EDX), and X-ray diffraction (XRD). Extracted collagen have a sheet looking morphology with yield of 0.8%. The percentage of carbon obtained from extracted collagen is 47%, while the percentage of carbon/nitrogen is 2.63% which is slightly lower than the standard. The hydroxyapatite obtained after the calcination process shows a similar structure which is powder crystals. HAp calcined at 600°C and 800°C did not have a band as narrow as standard HAp, although HAp calcined at 800°C had narrower bands than HAp calcined at 600°C. The atomic ratios of Ca/P HAp at 600°C and 800°C are 2.15 and 2.01 respectively. The research findings indicate that collagen from salmon skin and hydroxyapatite from tuna bones are expected to have broad applications in bone tissue engineering."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natashya Vania
"Implantasi tulang merupakan proses penggantian tulang yang rusak untuk membantu proses perbaikan tulang. Material implantasi tulang yang digunakan adalah komposit HA/kolagen. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi implantasi tulang tibia kelinci selama 28 hari untuk mempelajari pengaruh komposit HA/kolagen pada tulang defek diberi implan dan tulang defek yang tidak diimplan. Pada penelitian ini menggunakan kelinci New Zealand dengan berat 3,0-3,5 kg dan berumur 7 bulan. Tulang kelinci dikelompokkan menjadi 3 yaitu tulang kontrol (defek tulang tanpa diimplan), tulang perlakuan (defek tulang dengan diimplan) dan tulang sehat. Preparasi tulang diamati menggunakan mikroskop digital dengan perbesaran 10x, 20x, 40x, dan 100x. Citra mikroskop tulang diolah dalam Image J untuk mendapatkan nilai profil dan histogram. Berdasarkan analisis olah citra diperoleh pada kelompok tulang perlakuan terdapat regenerasi tulang, dilihat nilai mean dan standar deviasi sampel 1 dengan nilai 158,481 ± 45,856 sampel 2 dengan nilai 136,238 ± 43,613 dan sampel 3 dengan nilai 139,864 ± 44,542. Keadaan tersebut terjadi karena adanya proses jalinan hidroksiapatit pada kolagen didalam komposit sehingga terjadi remodelling mendekati dengan tulang sehat. Pada bagian implan dengan tulang baru terjadi resorpsi dan deposit kalsium fosfat sehingga pada area tersebut menimbulkan bagian yang sedikit buram.

Bone implantation is a process of replacing damaged bone to help the bone repair process. The bone implant material used is a Ha/collagen composite. Evaluation of tibial implantation in rabbits was carried out for 28 days to study the effect of the Ha/collagen composite on implanted defective bones and non-implanted defective bones. In this study used New Zealand rabbits weighing 3.0-3.5 kg and 7 months. Rabbit bones were grouped into 3 groups ; control bones (defects without implants), treatment bones (defects with implants) and healthy bones. Bone preparations were observed using a digital microscope with magnifications of 10x, 20x, 40x, and 100x. Bone microscope images are processed in Image J to obtain profile and histogram. There is the treated bone group bone regeneration, from the mean and standard deviation of sample 1 with a value of 158.481 ± 45.856 sample 2 with a value of 136.238 ± 43.613 and sample 3 with a value of 139.864 ± 44.542. This situation occurs because of the hydroxyapatite bonding process on the collagen in the composite so that remodeling occurs close to healthy bone. In the implant area with new bone, there is resorption and deposition, that the area causes a blurry."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meana Rizki Oktafika
"Penggunaan kalsium fosfat sebagai bahan pengganti tulang sudah banyak diaplikasikan, khususnya pengaplikasian hidroksiapatit karena kemiripannya dengan mineral tulang manusia. Hidroksiapatit merupakan senyawa kalsium fosfat yang paling stabil dan telah banyak digunakan sebagai implan tulang, namun hidroksiapatit memiliki sifat brittle yaitu mudah rapuh dan mempunyai sifat resorbabilitas yang sangat rendah. Untuk memenuhi kebutuhan biomaterial pada jaringan tulang, selain mineral diperlukan material organik sebagai penyusun matriks. Salah satu yang dapat digunakan adalah kolagen yang merupakan protein fungsional yang ada didalam tubuh dan memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi tubuh. Kombinasi antara hidroksiapatit dan kolagen memiliki potensi untuk rekayasa jaringan tulang karena kesamaan dan sifat biologis alaminya. Pada penelitian ini komposit hidroksiapatit/kolagen disintesis secara In-situ menggunakan metode iradiasi gelombang mikro dengan daya sebesar 400 Watt selama 10, 20, dan 30 menit. Penggunaan iradiasi gelombang mikro digunakan karena dapat memicu pertumbuhan kristal hidroksiapatit dengan waktu yang relatif cukup singkat dibandingkan dengan metode konvensional seperti konduksi dan konveksi. Pada hasil karakterisasi menggunakan difraksi sinar-x didapatkan pola puncak puncak yang mengindikasikan terbentuknya fasa hidroksiapatit yang di berada pada sudut 2θ 25°, 28°, 32°, 39°, 53° dan bidang miller (002), (210), (300), (310), (004) pada seluruh komposit yang di iradiasi selama 10, 20, dan 30 menit serta diperoleh ukuran kristal sebesar 21,94 - 22,65 nm serta indeks kristalinitas sebesar 0,269 - 0,297. Hasil ini menujukan bahwa semakin lama waktu radiasi yang diberikan maka ukuran kristal serta nilai indeks kristalinitas juga meningkat. Hasil karakterisasi FTIR menandakan adanya karakteristik serapan dari hidroksiapatit dan kolagen pada komposit yang ditandai dengan terdapatnya gugus fosfat (PO4) pada bilangan gelombang 564 cm-1, 603-602 cm-1, 1032 cm-1 dan 961-962 cm-1, gugus karbonat (CO3) pada bilangan gelombang 875-876 cm-1, gugus hidroksil (OH) pada bilangan gelombang 3566 cm-1, Amida A (N-H) pada bilangan gelombang 3423-3442 cm-1, Aminda B (C-H) pada bilangan gelombang 2963-2964 cm-1, Amida I (C=O) pada bilangan gelombang 1646-1650 cm-1, Amida II (N-H) pada bilangan gelombang 1540-1542 cm-1 serta Amida III (C-H) pada bilangan gelombang 1260-1263 cm-1. Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan bahwa hidroksiapatit telah terpresipitasi dan menyelimuti pori kolagen.

Calcium phosphate has been widely applied as a bone substitute, especially hydroxyapatite, because of its similarity with human bone minerals. Hydroxyapatite is the most stable calcium phosphate compound, However, hydroxyapatite has brittle properties and very low resorbability. To meet the biomaterials needs of bone tissue, in addition to minerals, organic materials are needed as matrix compounds. Collagen, a functional protein found in the body, can fulfill this role. A hydroxyapatite and collagen combination has the potential to be engineered into bone tissue because of its similarity and natural biological properties. In this study, the hydroxyapatite/collagen composite was synthesized in situ using the microwave irradiation method with a power of 400 Watt for 10, 20, and 30 minutes. Microwave irradiation is used because it can trigger the growth of hydroxyapatite crystals in a relatively short time compared to conventional methods, such as conduction and convection. In the results, using x-ray diffraction, the peak pattern showed the formation of the hydroxyapatite phase indicated at an angle of 2θ 25°, 28°, 32°, 39°, 53° and the miller indices (002), (210), (300), (310), (004) in all composites that were irradiated for 10, 20, and 30 minutes obtained a crystal size of 21.94 nm - 22.65 nm, and a crystallinity index of 0.269 - 0.297. This shows that the longer the composite is exposed to radiation, the crystal size, and value of the crystallinity index also increase. The results of the use of FTIR shows the absorption characteristics of hydroxyapatite and collagen in the composite that were characterized by the presence of a phosphate group (PO4) on wavenumber 564 cm-1, 603-602 cm-1, 1032 cm-1 and 961-962 cm-1, a carbonate group (CO3) on wavenumber 875-876 cm-1, a hydroxyl group (OH) on wavenumber 3566 cm-1, Amide A (N-H) on wavenumber 3423-3442 cm-1, Amide B (C-H) on wavenumber 2963-2964 cm-1, Amide I (C=O) on wavenumber 1646-1650 cm-1, Amide II (N-H) on wavenumber 1540-1542 cm-1, Amide III (C-H) on wavenumber 1260-1263. Characterization using SEM showed that hydroxyapatite had precipitated and covered the collagen pores."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Alviny Syakirah
"Kerusakan pada tulang atau cacat tulang merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang perlu diperhatikan, karena dapat mengganggu aktivitas kehidupan. Metode yang cukup menjanjikan untuk penyembuhan cacat tulang adalah fabrikasi perancah dari bahan biomaterial. Perancah adalah biomaterial padat berbentuk 3 dimensi dengan struktur berpori yang dapat mendukung interaksi sel biomaterial, proliferasi, diferensiasi sel, dan dapat terurai dengan tingkat toksisitas minimal. Penelitian ini bertujuan untuk memfabrikasi perancah dengan komposit berupa hidroksiapatit (HAp)/kolagen/kitosan, hidroksiapatit/kolagen/kitosan/functionalized-multi walled carbon nanotube (f-MWCNT) dengan hidroksiapatit serta kolagen hasil ekstraksi tulang ikan tuna, hidroksiapatit/kolagen/kitosan/titanium dioksida (TiO2), dan hidroksiapatit/kolagen/kitosan/functionalized-multi walled carbon nanotube (f-MWCNT). Fabrikasi dilakukan dengan menggunakan metode freeze drying. Perancah hasil fabrikasi dikarakterisasi sifat biologisnya melalui uji biokompatibilitas dengan MTS assay dan uji diferensiasi sel dengan pewarnaan alizarin merah. Uji viabilitas menunjukkan sel umumnya bermigrasi dan menempel dekat perancah. Penambahan bahan mekanik f-MWCNT dan titanium dioksida pada perancah dapat mengurangi viabilitas sel. Namun, pada kadar yang tepat, perancah dengan kandungan f-MWCNT atau titanium dioksida dapat memiliki sifat viabilitas yang baik. Uji diferensiasi menunjukkan penambahan bahan mekanik f-MWCNT dan titanium dioksida dapat menginduksi diferensiasi osteogenik namun hasilnya masih tidak optimal.

Damage to bones or bone defects is a public health problem around the world that needs attention because it can interfere many life activities. A promising method for healing bone defects is the fabrication of scaffolds from biomaterials. Scaffolds are solid biomaterials in 3-dimensional sHApe with a porous structure that can support biomaterial cell interactions, proliferation, cell differentiation, and can be decomposed with minimal toxicity. This study aims to fabricate scaffolds with composites in the form of hydroxyapatite/collagen/chitosan, hydroxyapatite/collagen/chitosan/functionalized MWCNT (f-MWCNT) where the hydroxyapatite and collgen used were obtained from tuna fish bone extraction, hydroxyapatite/collagen/chitosan/titanium dioxide, and hydroxyapatite/collagen/chitosan/functionalized MWCNT (f-MWCNT). Fabrication was carried out using freeze drying method. The fabricated scaffolds were characterized for their biological properties through biocompatibility test with MTS assay and cell differentiation test with alizarin red staining. Viability tests showed cells generally migrated and adhered near the scaffold. The addition of mechanical material f-MWCNT and titanium dioxide to the scaffold can reduce cell viability. However, at the right levels, scaffolds containing f-MWCNT or titanium dioxide can have good viability. The differentiation test showed that the addition of mechanical material f-MWCNT and titanium dioxide could induce osteogenic differentiation but the results were still not optimal."
Depok: FaKultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Aprilla Hamid
"Sebagai pembentuk struktur tubuh, tulang dapat mengalami kerusakan yang disebabkan kecelakaan atau faktor usia. Oleh sebab itu, studi serta penelitian tentang material pengganti tulang telah banyak dilakukan, salah satunya biokomposit Hidroksiapatit/Kolagen. Sebelum melakukan implantasi pada tulang manusia, prosedur awal untuk memastikan material implan memiliki sifat biokompatibel, biaoktivitas, dan osteokonduktif adalah menggunakan model hewan sebagai percobaan implantasi tulang (Studi In-Vivo) setelah memastikan bahwa biomaterial tidak toksik. Model hewan yang dipilih adalah hewan yang memiliki kesamaan karakter tulang dengan tulang manusia, seperti kelinci New Zealand. Preparasi studi in-vivo dilakukan dengan mengkarakterisasi tulang kelinci dan material implan Hidroksiapatit-Kolagen menggunakan mikroskop optik digital yang kemudian dianalisa menggunakan ImageJ untuk mengetahui karakteristik profil histogram. Dari 4 sampel tulang kelinci yang digunakan pada penelitian ini, yaitu tulang tibia, tulang femur, tulang ilium, dan tulang dada, yang telah dikarakterisasi menggunakan mikroskop optik, pada tulang femur dan tibia diketahui memiliki karakter persebaran pori yang sama, yaitu persebaran pori akan meningkat saat mendekati sumsum tulang dan pada daerah trabekular tulang yang disebut daerah spongy bone. Pada tulang ilium persebaran pori akan meningkat saat mendekati permukaan. Sedangkan pada tulang dada, tulang dipenuhi oleh pori dengan ukuran besar, hanya sedikit bagian tulang yang memiliki persebaran pori rendah. Hal ini menandakan bahwa struktur tulang dada lebih rapuh dibandingkan 3 sampel tulang yang lainnya. Berdasarkan profil histogram yang didapatkan, intensitas keabuan pellet memiliki kecocokan nilai intensitas keabuan dengan tulang tibia.

As forming the structure of the body, bones can be damaged due to accidents or age factors. Therefore, many studies and research on bone replacement materials have been carried out, one of which is Hydroxyapatite-Collagen biocomposite. Prior to direct implantation of human bone, the initial procedure to ensure the implant material has biocompatible, bioactivity and osteoconductive properties is to use animal models as bone implantation experiments In-Vivo Studies after confirming that the biomaterial is non-toxic. The animal model chosen is an animal that has similar bone characteristics to human bones, such as the New Zealand rabbit. In-vivo study preparation was carried out by characterizing rabbit bone and Hydroxyapatite-Collagen implant material using a digital optical microscope which was then analyzed using ImageJ to determine the characteristics of the histogram profile. Of the 4 rabbit bone samples used in this study, namely the tibia bone, femur bone, ilium bone, and breastbone, which have been characterized 2 using an optical microscope, the femur and tibia bones are known to have the same pore distribution character, the pore distribution will increase as it approaches the bone marrow and in the trabecular area of the bone called the spongy bone area. In the ilium bone, the pore distribution will increase as it approaches the surface. Whereas in the sternum, the bone is filled with large pores, only a few parts of the bone have a low pore distribution. This indicates that the breastbone structure is more fragile than the other 3 bone samples. From the histogram profile obtained, based on the gray intensity, the pellet has a match with the gray intensity value with the tibia bone."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ayu Anatriera
"Latar belakang: Teknik rekayasa jaringan kartilago memiliki potensi besar dalam rekonstruksi trakea. Scaffold sebagai salah satu unsur utama rekayasa jaringan berperan dalam menyediakan lingkungan tempat sel punca bertumbuh. Komposit campuran kolagen tipe I dan II dipadukan dengan kondroitin serta teknik crosslinkingkedua bahan scaffolddengan genipin dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanis. Tujuan: Mengetahui karakteristik morfologi permukaan, biomekanik, dan sitotoksisitas scaffold komposit kolagen-kondroitin crosslink secara in vitro. Metode: Scaffold campuran komposit kolagen tipe I dan tipe II perbandingan 3:1 kemudian dicampur kondroitin dengan rasio 1:3 dibagi dalam kelompok dengan dan tanpa genipin. Hasil: Gambaran morfologi permukaan scaffold dengan genipin menunjukkan matriks padat homogen sedangkan matriks scaffoldtanpa genipin berupa fibriler longgar. Hasil sitotoksisitas menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p=0,09) pada rerata jumlah sel pada scaffolddengan dan tanpa genipin serta kontrol. Kesimpulan: Scaffold kolagen kondroitin dengan genipin memiliki mikrostruktur yang lebih padat dan ukuran pori kecil. Genipin dapat menunjang mikrostruktur pada scaffold berbahan kolagen-kondroitin. Scaffold kolagen kondroitin dengan dan tanpa genipin tidak bersifat toksik terhadap sel punca mesenkimal.

Background: Tissue engineering for trachea reconstruction nowadays plays an important rule to endow an ideal biomaterial for cartilage, the tracheal backbone. In this study, the biocomposit of collagen type I, type II, and chondroitin sulfate was investigated. Chemical crosslinking using genipin to improve its properties was then studied. Objective: To find out the surface morphology characteristics, biomechanics, and cytotoxicity of crosslinked scaffold collagen-chondroitin composites in vitro. Method: hydrogel mixture of collagen type I and type II at the ratio of 3:1, was then added into chondroitin sulfate (1 in 3), crosslinked using genipin. Sample without genipin was compared. Results: Crosslinked collagen chondroitin biocomposit showed a homogeneous shape while the non-crosslinked biocomposit had rough surface and bigger pore size. Both types of biocomposits were biocompatible, showed no toxic effects, as the ATP counts had no different compared to the cell colony only. Conclusion: collagen chondroitin crosslinked with genipin had generated a fine microstructure scaffold with smaller pore size, while no exhibition of residual toxicity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rowi Alfata
"ABSTRAK
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan scaffold, banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas daripada scaffold dalam berbagai aspek, termasuk dalam kemampuan perlindungan terhadap bakteri penyebab infeksi. Dalam penelitian ini, bone scaffold berbahan dasar kitosan-kolagen dengan penambahan seng oksida sebagai agen antibakteri. Terdapat empat variabel yang digunakan yaitu tanpa penambahan seng oksida dan dengan penambahan 1 , 3 , dan 5. Metode yang digunakan adalah Thermally Induced Phase Separation TIPS . Dari penelitian ini didapatkan scaffold berpori dan memiliki permukaan kasar yang teramati melalui SEM. Dari uji SEM juga terlihat bahwa semakin banyak seng oksida yang didapatkan, ukuran dan persentase pori semakin kecil. Karakterisasi dengan FTIR membuktikan bahwa dari proses ini didapatkan scaffold yang memiliki gugus fungsi yang sama dengan kitosan dan kolagen. Selanjutnya, hasil uji DSC-TGA menunjukkan bahwa proses pemanasan sampai 105 oC yang dilakukan pada dehydrothermal treatment DHT tidak menyebabkan degradasi pada scaffold karena dari grafik yang didapatkan terlihat bahwa kitosan dan kolagen memiliki temperatur degradasi yang lebih yaitu mencapai diatas 200 oC. Untuk mengetahui kemampuan aktivitas antibakterinya, scaffold diuji dengan menggunakan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasilnya menunjukkan bahwa sampel tanpa penambahan seng oksida tidak memiliki aktivitas antibakteri. Sedangkan dengan penambahan 1, 3, dan 5 scaffold memiliki diameter zona hambat sebesar 1.25 mm, 1.68 mm, 2.50 mm terhadap bakteri E. coli dan 2.40 mm, 4.02 mm, 5.10 mm terhadap bakteri S. aureus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kekuatan perlindungan terhadap bakteri berbanding lurus dengan banyaknya seng oksida yang ditambahkan.

ABSTRACT
Along with the increasing need for scaffold, many studies have been conducted to improve the quality of scaffolds in various aspects, including the ability to against infectious bacteria. In this study, bone scaffold was made from chitosan collagen with the addition of zinc oxide as an antibacterial agent. There are four variables used without zinc oxide and with 1, 3, and 5 zinc oxide addition. Thermally Induced Phase Separation TIPS is used for the fabrication method. This process has successfully fabricated a porous scaffolds with rough contour that has been observed by SEM. However, SEM images of the scaffolds show that addition of more zinc oxide could reduce the percentage of porosity and pores size of the scaffold. Chemical characterization by using FTIR shows that the scaffolds have similar functional group to chitosan and collagen. Furthermore, the DSC TGA test result indicates that the heating process at 105 oC on dehydrothermal treatment DHT did not cause degradation of the scaffold, because the graph shows that chitosan and collagen have higher degradation temperatures that reach above 200 oC. Antibacterial testing was conducted using Escherichia coli and Staphylococcus aureus to observe the ability of scaffold to against bacteria. The result shows that scaffold without zinc oxide has no antibacterial activity, whereas scaffold with the addition of 1 , 3 , and 5 zinc oxide have antibacterial activities that are shown by inhibition zone diameter of 1.25 mm, 1.68 mm, 2.50 mm against E. coli and 2.40 mm, 4.02 mm, 5.10 mm against S. aureus. Thus it can be concluded that the strength of antibacterial activity is directly proportional to the amount of zinc oxide added to the scaffold."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ul Latifah
"Tulang adalah jaringan ikat dan merupakan bagian tubuh paling penting. Cacat tulang akibat trauma dan penyakit tulang menjadi salah satu masalah yang signifikan saat ini. Osteoarthritis (OA) adalah salah satu penyakit tulang rawan dengan prevalensi yang terus meningkat setiap tahunnya. Rekayasa jaringan tulang menjadi pengobatan alternatif dengan kombinasi sel, perancah, dan faktor sinyal. Perancah tulang harus memiliki sifat mekanik yang serupa dengan tulang, biokompatibilitas, dan biodegradabilitas yang baik. Pemilihan material yang tepat sangat penting dalam pembuatan perancah tulang karena biomaterial memiliki peranan penting dalam rekayasa jaringan tulang. Biomaterial seperti logam, polimer natural, polimer sintetis, keramik, dan kompositnya telah banyak digunakan dalam aplikasi biomedis. Kolagen tipe I merupakan salah satu biomaterial yang sering digunakan untuk perancah tulang. Pada penelitian ini, kolagen diekstrak dari ikan king kobia menggunakan metode deep eutectic solvent (DES). Kolagen tipe I hasil ekstraksi dengan metode DES memiliki yield sebesar 20.318%. Kolagen dikarakterisasi menggunakan SEM dan FTIR. Kolagen hasil ekstraksi digunakan dapat digunakan sebagai material perancah tulang dengan campuran alginat dan PVA. Perancah Kol/Alg/PVA dikarakterisasi dengan pengujian SEM, FTIR, uji tekan, porositas, laju degradasi, dan swelling. Perancah Kol/Alg/PVA memiliki porositas sebesar 29,98% dan memiliki laju degradasi yang bagus. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa perancah dapat digunakan untuk aplikasi perancah tulang.

Bones are connective tissue and are the most important part of the body. Bone deformities due to trauma and bone disease are a significant problem today. Osteoarthritis (OA) is a cartilage disease with a prevalence that continues to increase every year. Bone tissue engineering is an alternative treatment with a combination of cells, scaffolds and signaling factors. Bone scaffolds must have mechanical properties similar to bone, good biocompatibility and biodegradability. Selection of the right material is very important in the manufacture of bone scaffolds because biomaterials play an important role in bone tissue engineering. Biomaterials such as metals, natural polymers, synthetic polymers, ceramics and their composites have been widely used in biomedical applications. Type I collagen is one of the most frequently used biomaterials for bone scaffolding. In this study, collagen was extracted from king kobia fish using the deep eutectic solvent (DES) method. Type I collagen extracted using the DES method has a yield of 20.318%. Collagen was characterized using SEM and FTIR. Extracted collagen can be used as a bone scaffolding material with a mixture of alginate and PVA. Col/Alg/PVA scaffolds were characterized by SEM, FTIR, compression test, porosity, degradation rate, and swelling. The Col/Alg/PVA scaffold had a porosity of 29.98% and had a good degradation rate. The characterization results show that the scaffold can be used for bone scaffold applications."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Vidi Miranda
"Fraktur tulang merupakan kondisi ketika kontinuitas dari tulang rusak sehingga menyebabkan perubahan pada bentuk tulang. Rekayasa jaringan tulang merupakan kombinasi dari perancah, sel, dan biofaktor dimana perancah merupakan komponen yang memainkan peranan penting. Solusi yang ditawarkan adalah memfabrikasi perancah dengan gabungan biomaterial atau komposit berupa graphite/ hydroxyapatite/ fibrin (G/HAp/F), graphene oxide/ hydroxyapatite/ fibrin (GO/HAp/F), multiwalled carbon nanotubes/ hydroxyapatite/ fibrin (MWCNT/HAp/F), dan hydroxyapatite/ fibrin (HAp/F) dengan penambahan material karbon (MWCNT, GO, dan G) sebanyak 1% wt, HAp sebanyak 2% wt, dan penambahan fibrin dengan perbandingan HAp:Fibrin senilai 20:1. Metode: Perancah disintesis dengan menggunakan metode freeze-drying. Parameter uji dilakukan melalui uji biokompatibilitas atau viabilitas sel (MTS assay), uji diferensiasi sel (pewarnaan alizarin red), dan analisa statistik. Pengujian tersebut dilakukan untuk melihat perbandingan antara keempat kombinasi perancah dalam menginduksi osteogenesis dan mempercepat proses regenerasi tulang.
Hasil: Fabrikasi perancah dengan metode freeze-drying menghasilkan perancah dengan ukuran rata-rata diameter 0,68 cm dan tinggi 0,41 cm. Uji viablitas menunjukkan perancah dengan penambahan karbon menunjukkan viabilitas sel yang buruk, tidak menginduksi adhesi dan proliferasi sel, meskipun sel cenderung bermigrasi dan mendekati perancah. Uji diferensiasi menunjukkan perancah dengan penambahan karbon gagal dalam menginduksi diferensiasi sel osteogenik, Sel yang berdiferensiasi hanya ditemukan pada perancah HAp/F.

A fracture is a condition when the continuity of the bone is broken, causing a change in the shape of the bone. Bone tissue engineering is a combination of scaffolds, cells, and biofactors where the scaffold is a component that plays an important role. In this study, scaffolds with a combination of biomaterials or composites in the form of graphite/ hydroxyapatite/ fibrin (G/HAp/F), graphene oxide/ hydroxyapatite/ fibrin (GO/HAp/F), multiwalled carbon nanotubes/ hydroxyapatite/ fibrin (MWCNT/ HAp/F), and hydroxyapatite/ fibrin (HAp/F) with the addition of carbon material (MWCNT, GO, and G) as much as 1% wt, HAp as much as 2% wt, and the addition of fibrin with a HAp:Fibrin ratio of 20:1 were fabricated. Scaffolds were synthesized using the freeze-drying method. The test parameters were carried out through biocompatibility or cell viability test (MTS assay) and cell differentiation test (alizarin red staining), and statistical analysis. The test was conducted to see the comparison between the three combinations of scaffolds in inducing osteogenesis and accelerating the process of bone regeneration. The scaffold fabrication using the freeze-drying method resulted in a scaffold with an average diameter of 0.68 cm and an average height of 0.41 cm. Viability test showed that the scaffolds with the addition of carbon showed poor cell viability, did not induce cell adhesion and proliferation, although cells tended to migrate and approach the scaffold. Differentiation test showed that the scaffolds with addition of carbon failed to induce osteogenic cell differentiation. Differentiated cells were only found in the HAp/F scaffold."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>