Ditemukan 200592 dokumen yang sesuai dengan query
Cahya Inggrid Puspaningrum
"Perkembangan digital membuat aktivitas ekonomi masyarakat semakin mudah. Lalu lintas perdagangan barang dan jasa semakin cepat dan tak hanya berbentuk fisik, melainkan juga berupa produk digital. Indonesia berupaya memajaki barang dan/atau jasa digital luar negeri dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020. Sama halnya dengan Vietnam yang berupaya memajaki produk digital luar negeri dengan menerbitkan Decree No. 126/2020/ND-CP. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia pasca diterbitkannya PMK No. 48 Tahun 2020 ditinjau dari asas ease of administration dan membandingkannya dengan kebijakan PPN digital luar negeri milik negara Vietnam. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif-post positivisme dengan operasionalisasi konsep dan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan PPN PMSE atas barang dan/atau jasa digital luar negeri Indonesia telah memenuhi asas ease of administration dari sisi asas kepastian, asas efisensi, asas kemudahan dan kenyamanan, serta asas kesederhanaan walaupun masih banyak ketentuan mengenai sanksi dan penggalian potensi yang dapat diperbaiki. Bila dibandingkan dengan Vietnam, sistem pemungutan PPN PMSE atas barang dan/atau jasa digital luar negeri Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Sistem pemungutan PPN PMSE Indonesia telah dirancang secara sederhana dan mudah bagi fiskus dan Pemungut PPN PMSE, sementara sistem pemungutan PPN digital luar negeri Vietnam lebih kompleks namun tegas dalam pelaksanaannya.
Digital developments make people's economic activities easier. The traffic of trade in goods and services is getting faster and not only in physical form but also in digital products. Indonesia seeks to tax foreign digital goods and services by issuing Minister of Finance Regulation Number 48/PMK.03/2020. Likewise, Vietnam taxes foreign digital products by issuing Decree No. 126/2020/ND-CP. This research was conducted to analyze the VAT policy on Trading Through Electronic Systems (PMSE) in Indonesia after the issuance of PMK No. 48 of 2020 is viewed from the ease of administration principle and compares it with Vietnam's foreign digital VAT policy. The research was conducted using a quantitative-post-positivism approach, operationalizing concepts and data collection techniques through library research and field studies. This study indicates that Indonesia's PMSE VAT policy on foreign digital goods and services has fulfilled the ease of administration principle in terms of certainty, efficiency, the convenience of payment, and simplicity. However, there are still many provisions regarding sanctions and potential exploration that can be improved. Compared to Vietnam, the PMSE VAT collection system for foreign digital goods and services in Indonesia has advantages and disadvantages. Indonesia's PMSE VAT collection system has been designed to be simple and easy for tax authorities and PMSE VAT Collectors. In contrast, Vietnam's foreign digital VAT collection system is more complex but firm in its implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hafidh Nadhor Tsaqib
"Dalam rangka mencapai Tujuan 6 Sustainable Development Goals, diperlukan fokus untuk menyelesaikan permasalahan dalam Sistem Penyediaan Air Minum, salah satunya berkaitan dengan pungutan negara atas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai penyedia air minum. Kesesuaian pungutan negara dengan asas ease of administration menjadi hal yang cukup penting agar kebijakan pajak dapat berjalan dengan baik. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pengelolaan sumber daya air di Indonesia ditinjau dari asas ease of administration dengan fokus analisis terkait kebijakan PPN atas Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) terhadap PDAM dan dikaitkan dengan Pajak Air Permukaan yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan dan kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air tidak sepenuhnya sesuai dengan asas ease of administration. Berdasarkan Dimensi Certainty, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi dari sisi hukum pajak material dan formal, khususnya terkait kepastian pemungutan PPN atas BJPSDA pada setiap wilayah. Berdasarkan Dimensi Efficiency, terdapat beberapa permasalahan seperti adanya beban keuangan yang signifikan yang harus ditanggung penanggung jawab PPN dan adanya ketidaksesuaian dengan legal character PPN yaitu general dan on consumption. Berdasarkan Dimensi Convenience, mayoritas menunjukkan sejalan dengan dimensi ini, tetapi terdapat catatan berkaitan dengan berbagai pungutan yang berpotensi menurunkan voluntary compliance. Terakhir, berdasarkan Dimensi Simplicity, terdapat beberapa permasalahan di antaranya terkait perbedaan pemahaman antara Pemikul dan Penanggung Jawab Pajak.
In order to achieve Goal 6 of the Sustainable Development Goals, it is necessary to focus on solving problems in the Drinking Water Supply System, one of which is related to state levies on Regional Drinkingss Water Companies (PDAM) as drinking water providers. Conformity of state levies with the principle of ease of administration is important so tax policy can run well. The purpose of this study is to analyze the implementation of value added tax policy on water resources management in indonesia in terms of the ease of administration principle with an analysis focus on Value Added Tax (VAT) policies on Water Resources Management Service Fee (BJPSDA) contributions to PDAMs and associated with Surface Water Tax which collected by the Regional Government. This study uses a post-positivist approach and uses data collection techniques in the form of field studies and literature. The research results show that the VAT policy on BJPSDA needs to be fully in line with the principle of ease of administration. Based on the Certainty Dimension, several problems occur regarding material and formal tax law, mainly related to the certainty of VAT collection on BJPSDA in each region. Based on the Efficiency Dimension, there are several problems, such as the existence of a significant financial burden that must be borne by the person in charge of VAT and a discrepancy with the legal character of VAT, namely general and on consumption. Based on the Convenience Dimension, the majority show that they are in line with this dimension. However, there are notes relating to various levies that have the potential to reduce voluntary compliance. Finally, based on the Simplicity Dimension, there are several problems related to differences in understanding between the Tax Bearer and the Person in Charge of Taxes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Farras Agung Wijaya
"Kebijakan pengenaan PPN atas penyerahan obat di Indonesia tentunya dapat menambah penerimaan negara. Namun, kebijakan tersebut sejatinya belum banyak memihak kepada masyarakat. Dikenakannya PPN atas penyerahan obat akan menambah beban biaya hidup dari masyarakat karena PPN menjadi salah satu faktor terbesar dalam menentukan harga obat. Tujuan penelitian ini untuk menentukan menganalisis kebijakan pengenaan PPN atas penyerahan obat ditinjau dari asas ease of administration dan menentukan alternatif kebijakan atas kebijakan ini. Pendekatan yang digunakan adalah post-positivist. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan ini belum sepenuhnya memenuhi asas ease of administration dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan beberapa indikator di dalamnya, seperti indikator efficiency, convenience, dan simplicity belum sepenuhnya memenuhi asas ease of administration Kemudian, alternatif yang dihasilkan dari penelitian ini adalah obat dikategorikan sebagai barang esensial yang tidak dikenakan PPN dan diterapkannya skema multi tarif PPN di Indonesia. Peneliti mendorong pemerintah untuk menyederhanakan mekanisme pelaksaan kewajiban perpajakan serta pemerintah harus memfokuskan kenyamanan para wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pengenaan PPN atas penyerahan obat ini. Tak hanya itu, kedua alternatif kebijakan tersebut juga dapat terlaksana di Indonesia dengan catatan bahwa pemerintah melakukan limitasi terhadap obat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan melakukan sosialisasi terhadap Wajib Pajak terkait dalam hal penurunan tarif PPN atas penyerahan obat di Indonesia. Lalu, untuk obat-obatan yang digunakan untuk perawatan tubuh dan kecantikan sebaiknya tetap menjadi penyerahan yang dikenakan PPN untuk meningkatkan penerimaan negara.
The policy of imposing VAT on drug delivery in Indonesia can certainly increase state revenue. However, the policy has not actually favored the community. The imposition of VAT on drug delivery will increase the burden of living costs from the community because VAT is one of the biggest factors in determining drug prices. The purpose of this study is to determine analyze the policy of imposing VAT on drug delivery in terms of the principle of ease of administration and determine policy alternatives to this policy. The approach used is post-positivist. The method used is qualitative. The data collection techniques used in this research are in-depth interviews and literature studies. The results of this study indicate that this policy has not fully met the principle of ease of administration in its implementation. This is because some of the indicators in it, such as efficiency, convenience, and simplicity indicators have not fully met the principle of ease of administration. Then, the alternatives resulting from this research are drugs categorized as essential goods that are not subject to VAT and the implementation of a multi-tariff VAT scheme in Indonesia. Researchers encourage the government to simplify the mechanism for implementing tax obligations and the government must focus on the convenience of taxpayers in carrying out the obligation to impose VAT on the delivery of this medicine. Not only that, the two alternative policies can also be implemented in Indonesia with a note that the government limits the drugs that are urgently needed by the community and conducts socialization to related taxpayers in terms of reducing VAT rates on drug delivery in Indonesia. Then, for drugs used for body care and beauty, it should remain as a delivery subject to VAT to increase state revenue."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yasmin Arnetta Firza
"Kini masyarakat Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian produk yang dijual secara langsung oleh pelaku usaha luar negeri melalui platform e-commerce. Melalui fenomena tersebut, adanya keterlibatan pelaku usaha luar negeri yang bukan merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) mengakibatkan prosedur pemungutan pajak yang dirancang harus mengedepankan kemudahan administrasi agar tidak berpotensi terjadinya tax loss. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat pemungutan PPN atas transaksi impor melalui platform e-commerce di Indonesia serta menganalisis pelaksanaan pemungutan PPN dari sisi kemudahan administrasi (ease of administration). Penelitian ini menggunakan paradigma post positivist dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor pendukung pemungutan PPN atas transaksi impor melalui platform e-commerce di Indonesia adalah adanya opsi skema delivery duty paid (DDP) sebagai bentuk kerja sama pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan pihak penyedia platform e-commerce dalam proses customs clearance sehingga menjadi lebih singkat. Namun, yang masih menjadi penghambat adalah skema DDP ini masih bersifat opsional sehingga belum seluruh perusahaan penyedia platform e-commerce terintegrasi dengan pihak DJBC melalui skema DDP. Dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan penyedia platform e-commerce yang belum menggunakan skema DDP, pihak DJBC masih mengandalkan alat pemindai (x-ray) dan risk engine. Selain itu, secara efisiensi dan kesederhanaan masih terdapat prosedur administrasi yang dilakukan secara manual karena penerapan skema DDP belum dapat secara luas digunakan oleh seluruh penyedia platform e-commerce. Oleh karena itu, pemungutan PPN atas transaksi impor melalui platform e-commerce di Indonesia jika ditinjau dari asas ease of administration masih belum terpenuhi.
Nowadays, Indonesian society can directly do a transaction with foreign businesses through e-commerce platforms. Due to this phenomenon, the involvement of foreign businesses that are Non-Resident Taxpayer results in tax collection procedures that need to prioritize administrative ease to avoid potential tax losses. This study aims to analyze the supporting and inhibiting factors of VAT collection on import transactions through e-commerce platforms in Indonesia, as well as to examine the VAT collection from the ease of administration principle. The study adopts a post-positivist paradigm with data collection techniques including literature review and in-depth interviews. The results indicate that one of the supporting factors for VAT collection on import transactions through e-commerce platforms in Indonesia is the availability of the Delivery Duty Paid (DDP) scheme as a collaboration between the Directorate General of Customs and Excise (DGCE) and e-commerce platform providers in the customs clearance process, making it more efficient. However, the optional nature of the DDP scheme still poses a hindrance, as not all e-commerce platform providers have integrated with the DGCE through the DDP scheme. In monitoring e-commerce platform providers that have not adopted the DDP scheme, the DGCE still relies on scanning devices (x-ray) and risk engines. Furthermore, in terms of efficiency and simplicity, there are still manual administrative procedures due to the limited implementation of the DDP scheme by all e-commerce platform providers. Therefore, the VAT collection on import transactions through e-commerce platforms in Indonesia based on the ease of administration principle has not been achieved."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Rahmaddani
"Kontraktor usaha hulu minyak dan gas bumi yaitu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S), merupakan Wajib Pungut PPN yang berhak atas pengembalian kembali PPN atau reimbursement reimbursement PPN merupakan pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada kontraktor atas PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke kas negara sesuai dengan Kontrak Kerja Sama. Namun dalam mekanisme mengenai tata cara reimbursement PPN yang diatur pada PMK No.119 Tahun 2019, terdapat isu kemudahan administrasi dalam pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme reimbursement PPN yang dikaji dengan teori ease of administration. Penelitian post positivist ini menggunakan studi literatur dan studi lapangan untuk pengumpulan datanya. Hasil dari penelitian ini adalah K3S perlu melewati proses berupa pengajuan permohonan reimbursement PPN yang diverifikasi oleh SKK Migas, konfirmasi oleh DJP, penelitian berkas oleh DJA, penelitian kembali oleh DJPb, dan pemindahbukuan rekening oleh BI. Namun dalam mekanisme reimbursement PPN tersebut, terdapat isu yang berkaitan dengan asas certainty yaitu mengenai kepastian konfirmasi dari DJP, asas efficiency terkait direct money cost, time cost, dan psychological cost dalam mempersiapkan dokumen reimbursement PPN, asas convenience terkait birokrasi perolehan kembali reimbursement PPN, dan asas simplicity yaitu kesederhanaan dokumen-dokumen permohonan reimbursement PPN.
Upstream oil and gas business contractors, namely Cooperation Contract Contractors, are obliged to collect VAT and are entitled to a refund of VAT. The VAT reimbursement mechanism is the return of VAT on the acquisition of Taxable Goods and/or Taxable Services to contractors for VAT that have been deposited into the state treasury in accordance with the Cooperation Contract. However, in the mechanism regarding the VAT reimbursement procedure regulated in PMK No.119 of 2019, there is an issue of administrative convenience in its implementation. This study aims to analyze the VAT reimbursement mechanism which is studied with the theory of ease of administration. This post-positivist research uses literature studies and field studies for data collection. The result of this research is that the Cooperation Contract Contractor needs to go through a process in the form of submitting a VAT reimbursement request which is verified by SKK Migas, confirmation by DJP, file research by DJA, re-examination by DJPb, and book-entry by BI. However, in the VAT reimbursement mechanism, there are issues related to the certainty principle, namely the certainty of confirmation from the DJP, the efficiency principle related to direct money costs, time costs, and psychological costs in preparing VAT reimbursement documents, the convenience principle related to the VAT reimbursement recovery bureaucracy, and the principle of simplicity, namely the simplicity of the VAT reimbursement application documents. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mikha Grinelda Ningrum
"Adanya transaksi jual dan beli membuat tiap perusahaan harus melakukan kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilainya, termasuk pula yang dilakukan PT X. Pelaporan perpajakan yang dilakukan PT X mengalami kesalahan yang sebetulnya dapat diatasi dengan Pemindahbukuan. Namun PT X tidak dapat menempuh alternatif tersebut sehingga PT X harus menanggung sanksi administrasi agar kesalahan tersebut dapat terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan dari Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat aturan terkait kesalahan setor pada Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean tidak dapat dipindahbukukan dan menganalisis sanksi administrasi yang diterima PT X apakah sudah sesuai dengan mempertimbangkan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak membuat aturan mengenai kesalahan setor Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean tidak dapat dipindahbukukan karena Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean masih rentan untuk dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk menghindari pajak dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah belum dapat diandalkan. Atas adanya ketentuan yang tidak memperbolehkan untuk melakukan Pemindahbukuan, maka cara yang ditempuh PT X untuk mengatasi kesalahan penyetoran pajak adalah Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, yang menimbulkan sanksi administrasi. Dengan adanya hal tersebut, sanksi administrasi yang terjadi akibat kesalahan setor pajak yang dilakukan PT X tidak memenuhi asas ease of administration.
The occurrence of selling and buying transactions cause every companies to do their VAT obligations, including PT X. Tax reported by PT X which appear to be wrong can be subdued by Overbooking. However PT X couldn’t go thrpugh the said alternative, therefore PT X had to bear administrative sanctions so those mistakes can be resolved. The purpose of this research is to analyze basic considerations from Directorate General of Taxes in making regulations regarding the faulty transfer of Taxable Services from outside the custom area which cannot be overbook and analyze whether the administrative sanctions given to PT X are appropriate, with Ease of Administration principle in deliberation. This research used a qualitative approach with in-depth interview and literature study for data collection. The result of this research concludes that the primary consideration Directorate General of Taxes made regulations concerning the incorrect transfer of Taxable Services from outside the custom area is because Intangible Taxable Goods and Taxable Services from outside the custom area are susceptible to being used by Taxpayers for the purpose of avoiding tax and the Government’s control are not fully reliable. Because the regulations do not allow overbooking, alternative ways taken by PT X to resolve the incorrect transfer of tax is Restitution, which causes administrative sanctions. With that being said, administrative sanctions that occur as a result of wrong transfer of tax do not fulfill the Ease of Administration principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lidya Intan Virgianti
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) ditinjau dari asas ease of administration. Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) adalah suatu sistem pembayaran pajak yang merupakan penyempurnaan dan pengembangan Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan memanfaatkan teknologi informasi, diberikan untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) ditinjau dari asas ease of administration serta faktor penghambat yang dihadapi dalam implementasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah pemenuhan asas ease of administration meliputi: certainty, di dalam dasar hukum sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system), prosedur tata cara pelaksanaannya sudah diuraikan secara jelas dan pasti hanya saja masih terdapat ambiguitas yang disebabkan bunyi dari dasar hukum tersebut yaitu “uji coba penerapan”. Convenience, sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) memberikan kenyamanan bagi wajib pajak, dengan fleksibelitas, kemudahan prosedur dan keamanan sistem. Efficiency, tercapainya efisiensi waktu, biaya dan sumber daya manusia dalam sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system). Simplicity, kesederhanaan prosedur meliputi prosedur pendaftaran, pembuatan kode billing, dan pembayaran. Adapun faktor penghambat dalam implementasi adalah masih minimnya sosialisasi yang didapat oleh wajib pajak, akses internet yang belum memadai di seluruh Indonesia serta masih terbatasnya cakupan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system).
This study discusses the policy of the electronic tax payment system (billing system) in terms of the principle of ease of administration. Electronic tax payment system (billing system) is a tax payment system which is a refinement and development of State Revenue Module (MPN) by utilizing information technology, given to provide convenience to taxpayers in meeting their tax obligation. The purpose of this study was to analyze the tax policy of the electronic payment systems (billing system) in terms of the principle of ease of administration as well as inhibiting factors encountered in implementation. The approach used in this research is descriptive quantitative approach. Results from this study is the fulfillment of the principle of ease of administration include: certainty, on the basis of the legal system of electronic tax payment (billing system), procedure implementation procedures are spelled out clearly and definitely just that there are ambiguities caused the sound of the legal basis ie "test application". Convenience, electronic tax payment system (billing system) providing convenience for taxpayers, with the flexibility, convenience and security system procedures. Efficiency, time efficiencies, costs and human resources in the electronic tax payment system (billing system). Simplicity, simplicity of procedures include registration procedures, making billing code and payment. The limiting factor in the implementation is the lack of socialization acquired by the taxpayer, inadequate internet access throughout Indonesia as well as the limited scope of electronic tax payment system (billing system)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46674
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Puspita Andini
"Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), mengubah ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). UU HPP mengubah jasa pendidikan menjadi jasa kena pajak dengan fasilitas dibebaskan. Perubahan kebijakan ini menimbulkan beberapa permasalahan, seperti kepastian hukum dan mekanismenya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dibentuknya kebijakan PPN atas jasa pendidikan dan menganalisis kebijakan PPN atas jasa pendidikan ditinjau dengan menggunakan teori Ease of Administration. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan PPN atas jasa pendidikan ini dilatar belakangi karena 1) meningkatkan kinerja penerimaan PPN, 2) memperluas tax base ,3) Mengembalikan ke konsep dasar PPN, 4) perkembangan jasa pendidikan yang dinamis, 5) benchmark ke negara lain, dan 6) menambah penerimaan negara dimasa mendatang. Kemudian kebijakan ini belum memenuhi sepenuhnya kemudahan administrasi sesuai dengan teori Fritz Neumark. Pada implementasinya, masih terdapat jasa pendidikan yang belum pasti perlakuan pajaknya. Selain itu, belum terdapat penegasan dari otoritas pajak terkait subjek, objek, dan dasar pengenaannya pada penyelenggara jasa pendidikan. Atas penelitian yang dilakukan, rekomendasi yang diberikan adalah untuk melakukan penegasan terhadap jasa pendidikan tertentu, memberikan sosialisasi mengenai kepastian hukum jasa pendidikan, dan memberikan kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajibannya.
The issuance of Law Number 7 of 2021 concerning Harmonization of Tax Regulations (UU HPP), changes the provisions regarding Value Added Tax (VAT). The HPP Law changes educational services to become taxable services with exempt facilities. This policy change raises several problems, such as legal certainty and mechanisms. Therefore, this study aims to determine the background of the formation of VAT policies on educational services and to analyze VAT policies on educational services in terms of using the Ease of Administration theory. The research approach used is post-positivist. Data collection techniques used were literature studies and in-depth interviews. The results of the study show that the VAT policy on educational services is motivated by 1) increasing the performance of VAT revenues, 2) expanding the tax base, 3) returning to the basic concept of VAT, 4) dynamic development of educational services, 5) benchmarking to other countries, and 6) increase state revenue in the future. Then this policy has not fully fulfilled the ease of administration according to Fritz Neumark's theory. Because there are uncertaity about tax obligation for some educational services. In addition, there has been no confirmation from the tax authorities regarding the subject, object and tax basis for imposing tax on education services. For the research conducted, the recommendations given are to confirm certain educational services, provide socialization regarding legal certainty for educational services, and provide administrative convenience for taxpayers in the context of fulfilling their obligations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hana Salsabila Putri Luftyantari
"Terdapat pembaharuan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terkait Jasa Kena Pajak Tertentu. Salah satu Jasa yang termasuk ke dalam Jasa Kena Pajak Tertentu adalah Jasa Biro Perjalanan Wisata. Penelitian skripsi ini memiliki tujuan untuk menganalisis kebijakan pemungutan PPN atas penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan melihat kebijakan tersebut dari perspektif kemudahan administrasi. Dalam analisis penelitian ini menggunakan pendekatan post- positivist dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemungutan PPN atas penyerahan jasa biro perjalanan wisata menggunakan metode pemungutan PPN tanpa kredit pajak masukan dan menggunakan tarif efektif untuk memberikan kemudahan administrasi. Selain itu, ditemukan bahwa pada saat peninjauan kebijakan menggunakan asas kemudahan administrasi, hasil yang paling terlihat ada di dimensi kemudahan dimana pemerintah memberikan beberapa kemudahan yang diundangkan dalam Undang- Undang Harmonisasi Perpajakan terkait dengan pemungutan PPN terutang, pembuatan faktur pajak, pembuatan SPT, dan pelaporan pajak untuk jasa biro perjalanan wisata. Peneliti menyarankan sebaiknya pihak pemerintah tetap melakukan pengawasan serta evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut sehingga dapat terus menjaga tujuan utama dari dibentuknya Pasal 9A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
There is an update to the Value Added Tax (VAT) policy in the Law on the Harmonization of Tax Regulations related to Certain Taxable Services. One of the Services included in Certain Taxable Services is Tour and Travel Bureau Services. This thesis research has the aim of analyzing the VAT collection policy on the delivery of travel agency services and looking at the policy from the perspective of administrative ease. In the analysis of this study using a post-positivist approach with literature studies and in-depth interviews as data collection techniques. The results of this study indicate that the VAT collection policy for the delivery of travel agency services uses the VAT collection method without input tax credits and uses effective rates to provide administrative convenience. In addition, it was found that when reviewing policies using the ease of administrative principle, the most visible results were in the dimension of convenience where the government provided several facilities promulgated in the Tax Harmonization Law related to collecting VAT payable, making tax invoices, making tax returns, and reporting tax for travel agency services. The researcher suggests that the government should continue to supervise and evaluate the implementation of this policy so that it can continue to maintain the main objective of the establishment of Article 9A of the Value Added Tax Law in the Law on Harmonization of Tax Regulations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adella Riska Putri
"Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang ditetapkan oleh pemerintah mengubah beberapa ketentuan perpajakan, salah satu pokok materi perubahan pada UU HPP adalah disesuaikan kembalinya beberapa kebijakan PPN, diantaranya meliputi perluasan basis PPN melalui refocusing atau pengaturan kembali barang dan jasa yang dikecualikan. Salah satu jenis barang dan jasa yang mengalami pengaturan kembali ialah jasa keuangan yang didalam UU HPP dikeluarkan dari jasa yang dikecualikan PPN, jasa keuangan ini meliputi beberapa jasa salah satunya jasa pembiayaan, sehingga atas jasa tersebut menjadi objek PPN atau Jasa Kena Pajak (JKP). Hal ini menuai banyak komentar karena dianggap menambah pekerjaan administrasi bagi para pelaku jasa keuangan yang termasuk didalamnya jasa pembiayaan, padahal perlakuan PPN baik sebelum diberikan fasilitas dibebaskan maupun sesudah diberikan fasilitas dibebaskan sama saja yaitu tidak dipungut PPN. Untuk itu penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah kebijakan PPN atas jasa keuangan sudah memenuhi salah satu asas pemungutan pajak yaitu ease of administration. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan post positivist dengan jenis penelitian berdasarkan tujuannya sebagai penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa atas kebijakan PPN atas jasa keuangan yang termasuk didalamnya jasa pembiayaan ini belum memenuhi asas efficiency dan simplicity hal ini merupakan bentuk konsekuensi dari munculnya kewajiban pemenuhan administrasi akibat perubahan status dari non JKP menjadi JKP yang dibebaskan, sehingga memunculkan pertambahan baik dari segi biaya maupun waktu dan menambah pekerjaan rumah baru bagi wajib pajak.
The Harmonization Tax Regulations (UU HPP) stipulated by the government changed several tax provisions, one of the main material changes in the HPP Law was the adjustment of several VAT policies, including expanding the VAT base through refocusing or rearranging exempt goods and services. One type of goods and services that has been re-arranged is financial services which in the HPP Law are excluded from VAT-exempt services, these financial services include several services, one of which is financing services, so that these services become objects of VAT or Taxable Services (JKP). This has attracted many comments because it is considered to add to administrative work for financial service actors which includes financing services, even though the treatment of VAT both before being granted exemption facilities and after being granted exemption facilities is the same, namely not collecting VAT. For this reason, this study seeks to determine whether the VAT policy on financial services has fulfilled one of the principles of tax collection, namely ease of administration. The research method used is a post positivist approach with this type of research based on its purpose as descriptive research. The types of data used are primary and secondary data with data collection techniques, namely library research and field studies with in-depth interviews. The results of this study conclude that the VAT policy on financial services, which includes financing services, has not met the principles of efficiency and simplicity, this is a consequence of the emergence of administrative compliance obligations due to the change in status from non-JKP to JKP which is exempted, resulting in a good increase in terms of cost and time and add new homework for taxpayers."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library