Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R.Muhammad Rizqy Hadyansyah
"Infestasi Pediculus humanus capitis (kutu kepala) merupakan masalah kesehatan yang masih sering ditemukan di seluruh negara di dunia. Namun, penggunaan permetrin 1% telah dilaporkan mengalami resistensi di seluruh dunia. Oleh karena itu, dilakukan pencarian obat alternatif yang berasal dari ekstrak tanaman Cymbogon citratus (sereh). Sereh sendiri merupakan tanaman yang banyak ditemui di Indonesia. Kutu kepala stadium dewasa diberikan perlakuan ekstrak daun sereh dengan konsentrasi (0,15 mg/cm2, 0,3 mg/cm2, dan 0,6 mg/cm2) dan permetrin 1% yang dilarutkan pada kertas filter. Pengamatan pada bioassay in vitro diamati pada menit ke-10, 20, 30, dan 60. Aktivitas dari enzim asetilkolinesterase (AChE), glutation-S-Trasnferase (GST), dan sitokrom C-oksidase (COX) dianalisis menggunakan metode CDC. Perubahan ultrastruktur kutu kepala stadium dewasa scanned microscope electron (SEM). Toksisitas ekstrak daun sereh lebih tinggi dibandingkan yang diperlihatkan dengan jumlah mortalitas yang lebih tinggi. Esktrak daun sereh menyebabkan kerusakan yang masif pada ultrastruktur yang dapat diamati pada perubahan lapisan kitin pada toraks dan abdomen, rontoknya rambut sensori, dan spirakel yang membengkak. Permetrin 1% tidak mengakibatkan kerusakan yang masif pada kutu kepala stadium dewasa. Ekstrak daun sereh meningkatkan aktivitas enzim AChE, GST, dan COX secara tidak signifikan. Permetrin 1% meningkatkan aktivitas enzim AChE, GST, dan COX secara signifikan. Ekstrak daun sereh memiliki toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan permetrin 1%

Infestation of Pediculus humanus capitis (head louse) is a health problem that is still often found in all countries in the world. However, the use of 1% permethrin has been reported to experience resistance worldwide. Therefore, the search for alternative drugs derived from plant extracts of Cymbogon citratus (lemongrass) was carried out. Lemongrass itself is a plant that is widely found in Indonesia. Adult head lice were treated with lemongrass leaf extract with concentrations (0.15 mg/cm2, 0.3 mg/cm2, and 0.6 mg/cm2) and 1% permethrin dissolved on filter paper. Observations on in vitro bioassays were observed at 10, 20, 30, and 60 minutes. The activities of the enzymes acetylcholinesterase (AChE), glutathione-S-Transferase (GST), and cytochrome C-oxidase (COX) were analyzed using the CDC method. Ultrastructural changes of adult-stage head lice scanned electron microscope (SEM). The toxicity of lemongrass leaf extract was higher than indicated by the higher number of head lice mortality. Lemongrass leaf extract causes massive damage to the ultrastructure which can be observed in changes in the chitin layer in the thorax and abdomen, loss of sensory hairs, and swollen spiracles. Permethrin 1% does not cause massive damage to adult head lice. Lemongrass leaf extract insignificantly increased the activity of AChE, GST, and COX enzymes. Permethrin 1% increased the activity of AChE, GST, and COX enzymes significantly. Lemongrass leaf extract has a higher toxicity than 1% permethrin"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmanin Aldilla
"Infestasi Pediculus humanus capitis banyak terjadi di negara berkembang namun masih terabaikan. P. h. capitis telah menjadi resisten terhadap insektisida umum di dunia. Sebagai alternatif, diperlukan senyawa aktif yang berasal dari ekstrak tanaman yang dapat memberantas infestasi P. h. capitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi toksisitas in vitro 6-paradol terhadap P. h. capitis dan mendeskripsikan mekanisme toksisitas tersebut yang dimediasi oleh pengamatan aktivitas enzim detoksifikasi dan perubahan ultrastruktur P. h. capitis. Stadium dewasa P. h. capitis dipaparkan dengan kertas filter yang ditetesi larutan 6 paradol (0,5; 1,0; 1,5 ppm) dan permethrin (1%). Perubahan ultrastruktur P. h. capitis diperiksa dengan scanned electrone microscope (SEM). Bioassay in vitro dilakukan selama 10, 20, 30, dan 60 menit. Aktivitas asetilkolinesterase (AChE), glutation-S-transferase (GST), sitokrom C-oksidase (COX) dianalisis menggunakan metode CDC (Centers for Disease Control). Berdasarkan hasil penelitian, 6-paradol menyebabkan kerusakan yang serius (bentuk kepala, toraks, abdomen tidak normal, kerusakan spirakel di bagian abdomen, kerusakan lapisan kitin, serta kerusakan rambut sensori). Permethrin tidak menyebabkan perubahan ultrastruktur yang berarti. 6-paradol memperlihatkan toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan permethrin. 6-paradol meningkatkan aktivitas AChE, GST dan COX. Permethrin meningkatkan aktivitas AChE, GST, dan COX. 6-Paradol bersifat lebih toksik dan lebih merusak ultrastruktur P. h. capitis dibandingkan permethrin melalui peningkatan aktivitas AChE, GST, dan COX.

Pediculus humanus capitis infestation happens a lot in some developing country but still neglected. P. h. capitis has become resistant to common insecticides worldwide. As an alternative, bioactive compound from plant extracts are needed so that it can eradicate P. h. capitis. This study aims to evaluate the in vitro toxicity of 6-paradol against P. h. capitis and to describe the mechanism of the toxicity which mediated by detoxification enzymes activity and changes in the ultrastructure of the headlice. Adult stage of P. h. capitis were exposed to filter paper that has been dripped with 6-paradol (0.5, 1.0, 1.5 ppm) and permethrin (1%). Ultrastructural changes P. h. capitis was examined with scanned electrone microscope (SEM). In vitro bioassays were performed for 10, 20, 30, and 60 minutes. The activities of acetylcholinesterase (AChE), glutathione-S-transferase (GST), and cytochrome C-oxidase (COX) were analyzed using the CDC (Centers for Disease Control) method. As a result, 6-paradol caused serious damage (abnormalities in head, thorax, and abdomen, spiracle damage in the abdomen, chitin layer damage, and sensory hair damage). Permethrin did not cause significant ultrastructural changes. 6-paradol showed higher toxicity than permethrin. 6-paradol increases the activity of AChE, GST, and COX. Permethrin increases AChE, GST, and COX activity. 6-paradol is more toxic and causes more damage in the ultrastructure of P. h. capitis than permethrin by increasing the activity of AChE, GST, and COX."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukiswo Setiadi
"ABSTRAK
Penentuan toksisitas Cadmium Chlorida terhadap ikan tombro (Cyorinus. carnio, L) dengan panjang tubuh 5 - 6 cm, berumur lebih kurang 2 bulan mendapatkan hasil sebagai berikut :
a. Perlakuan dengan aerasi, LC50 untuk 96 jam didapatkan hasil = 8,15 ppm.
b. Perlakuan tanpa aerasi, LC50 untuk 96 jam didapatkan hasil = 8,72 ppm.
Pengamatan kualitas air uji yang meliputi pH, temperatur, dissolved oxygen (DO) dan Carbon dioksida terlarut, menunjukkan bahwa bahan pencemar Cadmium Chlorida sangat kecil pengaruhnya terhadap perubahan kualitas perairan.
Hasil pengamatan mikroanatomi mengenai pengaruh pathologi terhadap organ-organ tubuh yang meliputi branchia dan ren menunjukkan terjadinya kerusakan seluler organ-organ tersebut di atas pada ikan-ikan yang masih hidup sesudah 96 jam.
Kerusakan seluler branchia ditunjukkan terjadinya Oedema pada lamella, yaitu masuknya air (cairan) ke dalam lamella mengakibatkan sel penyokong dengan sel pilaster terpisah dan hyperplasia pada pangkal basis proximal dari epithelium lamella secundaria.
Kerusakan ren (mesonephros) yang menonjol adalah nucleus membesar terjadi pycnosis dan kariolisis. Terjadi kerusakan endothelium kapiler dan erythrocyt bernucleus menyebabkan kerusakan struktur seluler kapiler darah yang akan berpengaruh terhadap fungsi ren."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jaffray Diaztri Pasereng Rambak
"ABSTRAK
Cymbopogon citratus dikenal sebagai sereh dapur yang merupakan tanaman obat dan mengandung minyak atsiri dengan zat aktif saponin dan tannin yang berpotensi sebagai larvasida nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek dari larvasida ekstrak daun tua C. citratus terhadap kematian larva instar III-IV Aedes aegypti. Rancangan penelitian ini adalah eksperimen. Terdapat kelompok kontrol tanpa menggunakan ekstrak dan kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak yakni 0,01, 0,02, 0,04, 0,06 dan 0,08. Ekstrak dibuat dari daun tua C.citratus dengan pelarut etil asetat. Pada jam ke-24, angka mortalitas larva berbeda bermakna di setiap konsentrasi pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol.

ABSTRACT
Cymbopogon citratus is known as a lemongrass which is a medicinal plant and contains assential oils with saponin and tannin active substances that have the potential effect as mosquito larvacids. This study aims to examine the effects of larvaside of old C. citratus leaf extract on the death of instar III IV Aedes aegypti larvae. The design of this study is experimental. There were control group without extract and intervention group with extract concentration 0,01, 0,02,0,04, 0,06, and 0,08. The extract is made from the old leaves of C. citratus with an ethyl acetate solvent. At 24 hours, the mortality rate of larvae was significantly different in each concentration in the intervention group compared with the control group."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putranto Setiawan
"Trembesi merupakan tanaman kering yang hidup di daerah tropis yang berasal dari Amerika pusat yang menyebar luas hingga Venezuela dan Kolombia. Tanaman ini selain dimanfaatkan untuk mengurangi polusi udara dan menyerap air, biji dan daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat. Sampai saat ini belum ada bukti apakah biji trembesi aman atau tidak untuk dikonsumsi. Oleh karena itulah peneliti merasa perlu untuk mengetahui toksisitas tanaman ini.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan Uji toksisitas akut (LD50) untuk melihat efek toksisitas. Uji ini dilakukan dengan melihat kategori dosis manakah yang mampu membunuh 50% populasi sampel yang dicekoki trembesi. Setelah didapatkan, maka dapat ditentukan trembesi termasuk kategori dosis yang mana. Kategori dosis toksisitas yang dipakai pada penelitian ini adalah dosis moderately toxic. Pada penelitian ini organ yang diperiksa oleh peneliti adalah hati, karena hati merupakan organ yang berperan dalam menetralisasi zat-zat racun terutama yang masuk ketubuh melalui saluran pencernaan.
Setelah dilakukan pencengkokan dengan ketiga rkstrak tersebut, tidak ada hewan coba yang mati. Kemudian setelah diamati sejak pemberian trembesi hingga hari ke-14. Tidak didapatkan mencit yang mati. Setelah itu, organ hati dari masing-masing hewan coba diambil untuk dibuat sediaan mikroskopiknya. Dari pemeriksaan, tidak ditemukan kelainan mikroskopik pada hati. Dapat disimpulkan bahwa trembesi terbukti tidak memiliki efek toksik pada hati mencit. LD50 untuk ketiga ekstrak tersebut adalah practically non-toxic.

Trembesi is plants that live in the tropics. This plant comes from central America who spread to Venezuela and Colombia. This plant is used in addition to reducing air pollution and absorb water, seeds and leaves are used by the community as a drug. Until now there has been no evidence whether the trembesi seeds is safe or not for consumption. That is why researchers find it necessary to know the toxicity of this plant.
In this study, researchers will use acute toxicity test (LD50) to see the effects of toxicity. This test is done by looking at what dose category are able to kill 50% of the sample population is fed a trembesi. Once obtained, trembesi can be categorized into six doses: supertoxic, extremely toxic, highly toxic, moderately toxic, slightly toxic, or Practically non-toxic. In this study the organ being examined by investigators is the heart, because the liver is the organ that plays a role in neutralizing toxic substances that enter through the gastrointestinal tract.
After the experiment, all mice survived. During the observation until the 14th day. There were no mice died. After that, the liver of each animal was taken for microscopic preparations made. From the examination, there was no microscopic abnormalities in liver Now, we can concluded that the trembesi didn’t show any toxic effects on the liver of mice. LD50 for the three extracts are Practically non-toxic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Hanggorowati Sujatmiko
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai toksisitas dengan metode BSLT berdasarkan prinsip senyawa aktif dan sifat toksiknya yang dapat membunuh larva udang Artemia salina L. sebagai hewan uji. Sintesis senyawa turunan asam risinoleat teroksidasi dengan asam amino, yaitu glisin dan fenilalanin dimulai dengan oksidasi rangkap membentuk diol menggunakan KMnO4 encer dalam suasana basa, esterifikasi dengan dry methanol dengan katalis ZnCl2, dan reaksi amidasi membentuk amida dengan asam amino, glisin atau fenilalanin. Karakterisasi dilakukan menggunakan KLT dan FTIR. Hasil FTIR menunjukkan adanya pita serapan ulur N-H dan O-H yang tumpang tindih pada bilangan gelombang 3474.89 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-glisin dan 3306.64 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Selain itu, terdapat puncak serapan medium CN dan C=O amida sekunder pada masing-masing senyawa produk dengan bilangan gelombang 1276,17 cm-1 dan 1696,41 cm-1 untuk risinoleat teroksidasi-glisin serta 1262,47 cm-1 dan 1614,55 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Uji Toksisitas BSLT terhadap Artemia Salina L. menghasilkan nilai LC50 dari produk lipoamida glisin dan lipoamida fenilalanin secara berurutan sebesar 117,48 dan 42,65 ppm. Hasil tersebut menunjukkan nilai LC50 < 1000, sehingga dapat dikatakan produk yang dihasilkan memiliki toksisitas tinggi. Uji aktivitas antimikroba dari produk kedua menghasilkan zona penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri E. coli, tetapi tidak memberikan zona penghambatan terhadap bakteri S. aereus. Zona penghambatan terhadap bakteri E. coli yang dihasilkan yaitu 11,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-glisin dan 6,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-fenilalanin.

This study aims to determine the toxicity value of the BSLT method based on the principle of active compounds and their toxic properties that can kill Artemia salina L. shrimp larvae as test animals. The synthesis of oxidized ricinoleic acid derivatives with amino acids, namely glycine and phenylalanine, begins with double oxidation to form diols using dilute KMnO4 in an alkaline solution, esterification with dry methanol with ZnCl2 catalyst, and the amidation reaction to form amides with amino acids, glycine or phenylalanine. Characterization was carried out using TLC and FTIR. The FTIR results showed that there were overlapping N-H and O-H stretching absorption bands at wave numbers of 3474.89 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 3306.64 cm-1 for phenylalanine-oxidized ricinoleic. In addition, there are absorption peaks of CN and C=O secondary amide medium in each product compound with wave numbers 1276.17 cm-1 and 1696.41 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 1262.47 cm-1 and 1614.55 cm-1 in phenylalanine-oxidized ricinoleic. BSLT Toxicity Test against Artemia Salina L. produced LC50 values ​​of glycine lipoamide and phenylalanine lipoamide products, respectively, of 117.48 and 42.65 ppm. These results indicate the value of LC50 < 1000, so it can be said that the resulting product has high toxicity. The antimicrobial activity test of the second product resulted in an inhibition zone for the growth of E. coli bacteria, but did not provide an inhibition zone for S. aereus bacteria. The zone of inhibition against E. coli bacteria produced was 11.5 mm for glycine-oxidized ricinoleic and 6.5 mm for phenylalanine-oxidized ricinoleic."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Sarah Giat
"Penelitian mengenai uji toksisitas dan distribusi kandungan fikotoksin pada kerang hijau (Perna viridis) telah dilakukan di kawasan budidaya kerang hijau, Kamal Muara pada bulan Mei 2012. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi keberadaan fikotoksin penyebab Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), serta mengetahui tingkat toksisitas dan distribusi fikotoksin pada bagian visceral, mantel, dan otot dari kerang hijau. Berdasarkan Jellet Rapid Test, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP dalam kerang hijau.
Berdasarkan BSLT, hasil menunjukkan bahwa terdapat senyawa aktif yang bersifat toksik pada seluruh bagian tubuh kerang yang diuji karena semua nilai LC50 yang didapatkan kurang dari 1.000 ppm. Nilai LC50 yang terendah pada bagian visceral (63,75 ppm, 105,5 ppm, dan 74,64 ppm) diikuti dengan jaringan mantel (211,8 ppm, 335,74 ppm, dan 306, 67 ppm) dan jaringan otot (459,95 ppm, 529,05 ppm, dan 492,06 ppm). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP pada kerang hijau, namun terdapat fikotoksin lain pada sampel kerang hijau yang terdistribusi pada bagian tubuh yang berbeda dengan konsentrasi tertinggi pada bagian visceral.

The research on toxicity test and phycotoxin distribution in green mussel (Perna viridis) had been done on Kamal Muara aquaculture area in May 2012. The research aimed to detect the Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) causing phycotoxin and to know the toxicity levels and distribution on green mussels viscera, mantle, and muscles. Based on Jellet Rapid Test, the result showed that there were no PSP toxins inside the mussels.
Based on Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), there was other active compound with toxic properties for all the LC50 levels that were lower than 1.000 ppm. The LC50 levels were lowest on the viscera (63,75 ppm, 105,5 ppm, and 74,64 ppm), followed by the mantle (211,8 ppm, 335,74 ppm, and 306, 67 ppm) and muscles (459,95 ppm, 529,05 ppm, and 492,06 ppm). Those results indicated that there were no PSP toxins inside mussels, but there were other phycotoxins distributed in different body parts with highest concentration in viscera.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Oktaviyanti
"Pencemaran logam berat menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem perairan karena sifatnya yang persisten dan mudah terakumulasi dalam jaringan tubuh biota oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan uji toksisitas akut (EC50- 24h) dari logam berat Pb, Cd, Cr, Ni, dan As pada Daphnia magna yang mengacu pada OECD 202 Guidelines. Data immobilisasi yang diperoleh diolah menggunakan analisis probit (SPSS 15). Selain itu dilakukan pengujian toksisitas melalui simulasi fraksi sedimen dan analisis kadar logam berat dalam fraksi sedimen di Perairan Teluk Jakarta dengan ekstraksi menggunakan 3 variasi pH, yaitu pH 3, 5 dan 7. Pembuatan fraksi asam pH 3 dan 5 menggunakan prosedur TCLP (toxicity characteristic leaching prosedure). Sedimen yang telah dipreparasi di analisis dengan Atomic Absorbance Spectoscopy (AAS).
Dari hasil pengujian diperkirakan nilai EC50-24h Cd, As, Ni, Cr, Pb terhadap Daphnia magna adalah 1,663 μg/l; 2,369 mg/l; 2,471 mg/l; 12,225 mg/l, 23,136 mg/l. EC50-24h Pb jauh lebih besar dari literatur karena terjadi pengendapan yang diduga menurunkan bioavailabilitas logam terhadap Daphnia. Hasil dari analisa logam berat dalam sedimen diperoleh kadar logam berat dengan fraksi pH 3 umumnya lebih besar dari fraksi pH 5 dan 7. Hasil pengamatan toksisitas dari simulasi fraksi sedimen menunjukkan toksisitas pada keseluruhan hewan uji yang menandakan bahwa Perairan Teluk Jakarta berpotensi membahayakan bagi kehidupan biota. Pengujian toksisitas campuran logam Cd-Cr-Ni-As dengan konsentrasi yang mengacu pada nilai EC50-24h Cd memperlihatkan efek sinergis walaupun tidak signifikan.

Heavy metals pollution adverse impacts on aquatic ecosystems because of its persistent and easy to accumulate in biota tissue and therefore in this study tested the acute toxicity (EC50-24h) of the heavy metals Pb, Cd, Cr, Ni, and As in Daphnia magna which refers to the OECD Guidelines 202. The data obtained were statistically evaluated with probit analysis method (SPSS 15). In addition, it has also been conducted of toxicity test through simulation of sediment fraction and observation heavy metals content in the sediment fraction at Jakarta bay waters by extraction using 3 variations of pH such as pH 3, 5 and 7. Preparation pH 3 and 5 acid fraction using the TCLP procedure (toxicity characteristic leaching prosedure). Heavy metals content in sediment has analysed by Atomic Absorbance Spectroscopy (AAS).
The EC50-24h of Cd, As, Ni, Cr, Pb to Daphnia magna was estimated to be 1,663 μg/l; 2,369 mg/l; 2,471 mg/l; 12,225 mg/l, 23,136 mg/l, respectively. The EC50-24h of Pb has larger value than literature due to the precipitation reaction which reduce the bioavailability of this metal to Daphnia. The result of heavy metals content in sediment showed that the average concentration in pH 3 fraction was higher than pH 5 and pH 7 fraction. The toxicity result from sediment fraction simulation showed the overall toxicity in organism test which indicated Jakarta bay waters are potentially harmfull to aquatic ecosystem. Testing the toxicity of Cd-Cr-Ni-As mixture which refers to EC50-24h of Cd showed a synergistic effect, although not significantly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43422
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Yunilawati
"Keberadaan mikroorganisme berbahaya penyebab kerusakan memerlukan upaya pengembangan bahan yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme seperti material antibakteri. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan material antibakteri yang merupakan sinergi antara minyak sereh dapur (MSD) dengan nano partikel kalsium oksida (NP CaO). MSD terlebih dahulu dienkapsulasi dengan β-siklodekstrin (β-CD) untuk mengurangi volatilitasnya agar pelepasan zat aktif nya terkendali. NP CaO disintesis dengan iradiasi gelombang mikro pada daya iradiasi 600 W, 700 W, 800 W dan 900 W. Kompleks inklusi β-CD−MSD dan NP CaO hasil sintesis kemudian diinkorporasikan pada matriks kitosan membentuk material antibakteri dilakukan karakterisasi. Proses inklusi berlangsung optimal pada rasio mol βCD: MSD 1:1 yang menghasilkan serbuk kompleks inklusi dengan entrapment efficiency sebesar 88,82% dan loading capacity 15,71%. Kompleks inklusi β-CD−MSD memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E. coli pada konsentrasi minimal 10 mg/mL dengan aktivitas antibakteri lebih besar terhadap E. coli. Profil pelepasan senyawa aktif dari kompleks inklusi β-CD−MSD menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan dapat diturunkan hingga 80%. NP CaO hasil sintesis pada daya iradiasi 900 W selama 5 menit merupakan kristal berbentuk kubik dengan ukuran partikel 69 nm dan pada konsentrasi mulai 0,1% sudah memiliki aktivitas antibakteri dengan aktivitas lebih besar terhadap bakteri S. aureus. Penggabungan kedua agen antibakteri tersebut pada matriks kitosan menghasilkan material antibakteri dengan daya aktivitas antibakteri yang lebih baik dan dapat memperbaiki sifat mekanik dan barrier dari film material antibakteri. Aplikasi material antibakteri ini sebagai label antibakteri dapat mempertahankan kesegaran udang pada suhu ruang hingga 27 jam.

The development of antibacterial materials is necessary due to the presence of damaging microorganisms that can prevent the growth of other materials. In this study, the antibacterial materials were made synergy between lemongrass oil (MSD) and calcium oxide (CaO) nanoparticles. Lemongrass oil was encapsulated with β-cyclodextrin (βCD) to reduce its volatility therefore the release of the active substance was controlled. CaO NP were synthesized by microwave irradiation at 600 W, 700 W, 800 W and 900 W. The inclusion complex of lemongrass oil and the NP CaO NP were then incorporated into the chitosan matrix to form antibacterial materials and characterized. The inclusion process was optimally at a mole ratio of βCD: MSD oil 1:1 which resulted in inclusion complex powder with entrapment efficiency of 88.82% and loading capacity of 15.71%. The β-CD−MSD inclusion complex had antibacterial activity against S. aureus and E. coli at a minimum concentration of 10 mg/mL with antibacterial activity against E. coli was greater. The release profile of the active compound from the β-CD−MSD inclusion complex indicated that the release rate could be decreased. The synthesized CaO NP at 900 W irradiation for 5 minutes were cubic crystals with a particle size of 69 nm and at concentrations from 0.1% already had antibacterial activity antibacterial activity against S. aureus bacteria was greater. The combination of the two antibacterial agents in the chitosan matrix resulted the antibacterial material with better antibacterial activity. In addition, CaO NP can also improve the mechanical and barrier properties of the antibacterial material film. The application of this antibacterial material as an antibacterial label can maintain the freshness of shrimp at room temperature for up to 27 hours."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Nadya Prabawanty
"Pendahuluan: Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) diketahui memiliki banyak pengaruh dalam aktivitas biologi. Salah satu potensi dari ekstrak kulit Garcinia mangostana L. (GM) ialah sebagai anti-kanker kolorektal. Untuk meningkatkan efektifitas ekstrak di organ target, ekstrak di mikroenkapsulasi dengan senyawa kitosan alginat. Penelitian ini bertujuan melihat efek toksik, efek kumulatif dan efek reversibilitas ekstrak GM pada pengamatan gambaran histologi hati mencit melalui pemberian selama 14 hari.
Metode: penelitian ini menggunakan 80 ekor mencit BALB/c jantan dan betina yang berusia 6-8 minggu. Mencit tersebut dibagi ke dalam 7 kelompok perlakuan yang terdiri dari kelompok dosis uji 0,5; 1; dan 2 g/kgBB, kontrol akuades, kontrol pelarut GOM, dan 2 kelompok kontrol satelit (kontrol akuades dan dosis uji tinggi 2 g/kgBB). Setiap kelompok diberikan perlakuan pemberian sediaan secara oral melalui sonde selama 14 hari. Proses terminasi dilakukan pada hari ke-15 dan untuk kelompok satelit proses terminasi dilakukan di hari ke-29.
Hasil: tidak ditemukan perbedaan gambaran histologi hati yang signifikan pada pemberian ekstrak GM dosis uji 0,5; 1; dan 2 g/kgBB dengan kelompok kontrol akuades dan pelarut (p>0,05), tetapi hasil yang signifikan ditemukan pada perbandingan gambaran histologi kelompok kontrol pelarut dan akuades p=0,008 (p<0,05).
Kesimpulan: pemberian mikroenkapsulasi fraksi etil asetat ekstrak GM pada dosis 0,5; 1 dan 2 g/kgBB tidak menimbulkan efek toksik pada hati dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kandidat terapi kanker kolorektal.

Introduction: Garcinia mangostana L. (GM) pericarp has been known for their abundant effect in many biological activities. Anti-colorectal cancer is one of the biological potential of GM pericarp extract. In order to increase the effectivity in targeted organ area, the extract are microencapsulated with chitosan-alginate. The purpose of this study are to find the toxicity, cumulative, reversibility effect of GM extract on mice liver histology in 14 days administration.
Method: this study are using BALB/c mice (n=80), age 6-8 weeks, have same male and female proportion. Those mice are grouped into seven different treatment group that consist of test dose (0,5; 1; and 2 g/kgBW), aquades control, solvent control and two satellite group (aquades control and test group with 2 g/kgBW dose). Each treatment was given via oral administration for 14 days. The termination process is carried out on day 15th and for the satellite group the termination process is carried out on day 29th.
Results: No significant liver histology damage was found in the administration of the extract dose 0.5; 1; and 2 g / kgBW with the control group (aquades and solvent) p> 0.05, but significant differences was found in solvent and aquades control group p = 0.008.
Conclusion: microencapsulation of GM extract at a dose of 0.5; 1 and 2 g/kgBW do not cause significant liver damage and it has potention to develop as a candidate for anti-coloncancer therapy."
Depok: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>