Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204346 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mujammil Asdhiyoga Rahmanta
"Penelitian kajian optimasi & analisis ekonomi distribusi Liquified Natural Gas (LNG) terhadap penurunan biaya bahan bakar penyediaan tenaga listrik pada pembangkit listrik di Wilayah Nusa Tenggara bertujuan untuk menentukan alokasi & fasilitas yang harus dibangun dalam distribusi LNG, serta mendapatkan kajian analisis keekonomian berdasarkan parameter kelayakan finansial distribusi LNG ke pembangkit listrik di wilayah Nusa Tenggara. Penelitian dilakukan dengan optimasi rute distribusi LNG dengan fungsi tujuan meminimalkan biaya transportasi. Optimasi rute distribusi dilakukan dengan pendekatan greedy algorithm dan integer linear programming. Rute distribusi hasil optimasi digunakan untuk menghitung besarnya Capital Expenditure (Capex) & Operasional Expenditure (Opex) terminal distribusi LNG. Kajian ekonomi distribusi LNG dilakukan dengan menganalisis besarnya nilai internal rate of return (IRR), payback period (PP) dan Net Present Value (NPV). Pembangkit listrik yang dikaji adalah Pusat Listrik Mesin Gas (PLTMG) yang mana mampu menggunakan bahan bakar jenis high speed diesel (HSD) dan gas alam. Terdapat enam PLTMG di Wilayah Nusa Tenggara antara lain Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, & Kupang Peaker. Penelitian ini menggunakan basis data operasional tahun 2020 dimana harga rata-rata HSD di Wilayah Nusa Tenggara sebesar 5.620 Rp/liter dengan nilai kurs tengah Bank Indonesia sebesar 14.105 US$/Rp. Dari analisis dan pembahasan dihasilkan bahwa kebutuhan LNG per tahun untuk enam PLTMG dengan total kapasitas daya mampu netto 346 MW, capacity factor (CF) 44%, dan equivalent availability factor (EAF) 95% di Wilayah Nusa Tenggara adalah 449.497,43 m3/tahun. Optimasi distribusi LNG menghasilkan kombinasi rute Bontang, Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Bontang yang dilayani kapal ukuran 7.500 m3 dan Bontang, Rangko, Maumere, Kupang Peaker, Bontang yang dilayani kapal ukuran 2.500 m3 dengan total biaya transportasi 19.666.335 US$/tahun. Diperlukan 6 terminal LNG untuk memenuhi kebutuhan gas yaitu Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, dan Kupang Peaker dengan total biaya Capex 151.941.482,95 US$. Menggunakan skema modal disetor (equity) 40%, pinjaman (debt) Bank 60% dengan bunga 10% cicilan selama 20 tahun, nilai Capex sebesar 151.941.482,95 US$, Opex sebesar 27.263.408,67 US$, maka sekurang-kurangnya diperlukan margin harga penjualan sebesar 5,5 US$/MMBTU sehingga distribusi LNG tersebut layak secara finansial dengan payback period selama 10 tahun, IRR 8,35%, dan nilai NPV postif sebesar 244.712.335,64 US$ pada tahun ke-20. Berdasarkan data tahun 2020, nilai biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik PLTMG di Wilayah Nusa Tenggara dengan LNG margin harga 5,5 US$/MMBTU adalah 8,42 Cent US$/kWh, lebih rendah 13% dibandingkan dengan BPP dengan HSD sebesar 9,69 Cent US$/kWh.

Research on optimization studies & economic analysis of Liquified Natural Gas (LNG) distribution towards reducing fuel costs of energy at power plants in the Nusa Tenggara Region aims to determine the allocation & facilities that must be built in LNG distribution, as well as obtain an economic analysis study based on financial feasibility parameters distribution of LNG to power plants in the Nusa Tenggara region. The research was conducted by optimizing the LNG distribution route with the objective function of minimizing transportation costs. Distribution route optimization is done by using the greedy algorithm approach and integer linear programming. The distribution route of the optimization results is used to calculate the amount of Capital Expenditure (Capex) & Operational Expenditure (Opex) of the LNG distribution terminal. The study of the economics of LNG distribution was carried out by analyzing the internal rate of return (IRR), payback period (PP), and Net Present Value (NPV). The power plant studied is the Gas Engine Power Plants (GEPP) which is capable of using high-speed diesel (HSD) and natural gas fuels. There are six GEPPs in the Nusa Tenggara Region, including Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, & Kupang Peaker. This study uses an operational database in 2020 where the average price of HSD in the Nusa Tenggara Region is 5,620 Rp/liter with the Bank Indonesia middle rate of 14,105 US$/Rp. From the analysis and discussion, it is found that the LNG demand per year for six PLTMGs with a total net capacity of 346 MW, capacity factor (CF) 44%, and equivalent availability factor (EAF) 95% in the Nusa Tenggara Region is 449,497.43 m3/year. Optimization of LNG distribution resulted in a combination of routes Bontang, Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Bontang served by 7,500 m3 ships and Bontang, Rangko, Maumere, Kupang Peaker, Bontang served by 2,500 m3 ships with a total transportation cost of 19,666,335 US$/year. 6 LNG terminals are needed to meet gas needs, namely Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, and Kupang Peaker with a total Capex cost of 151,941,482.95 US$. Using a 40% paid-in capital (equity) scheme, 60% Bank loan (debt) with 10% interest in installments for 20 years, Capex value of 151,941,482.95 US$, Opex of 27,263,408.67 US$, then at least a minimum sales price margin of 5.5 US$/MMBTU is required so that the LNG distribution is financially feasible with a payback period of 10 years, an IRR of 8.35%, and a positive NPV value of 244,712,335.64 US$ in the 20th year. Based on 2020 data, the cost of energy (COE) of GEPPs in the Nusa Tenggara Region with an LNG price margin of 5.5 US$/MMBTU is 8.42 Cent US$/kWh, 13% lower than COE with an HSD of 9.69 Cents US$/kWh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusro Hakimah
"Biaya bahan bakar pada umumnya adalah biaya paling besar yaitu kira-kira 60 persen dari biaya operasi keseluruhan. Pengendalian biaya operasi ini merupakan hal yang pokok karena optimalisasi biaya bahan bakar dapat menghemat biaya operasi serta dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan.Konfigurasi pembebanan atau penjadwalan pembangkit yang berbeda dapat mengakibatkan biaya operasi pembangkit yang berbeda pula, tergantung dari karakteristik masing-masing unit pembangkit yang dioperasikan. Penjadwalan pembangkit sangat penting bagi pengoperasian suatu pembangkit, terutama pembangkit termal, karena berkaitan langsung dengan biaya bahan bakar.Adapun kombinasi kerja unit pembangkit yang paling ekonomis adalah untuk keluaran daya dengan beban sebesar 40 MW, maka biaya bahan bakar paling ekonomis 801,76 dolar perjam.Untuk keluaran daya dengan beban sebesar 50 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1124,38 dolar perjam. Untuk keluaran daya sebesar 60 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1314,22 dolar perjam. Untuk keluaran daya sebear 80 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1617,5 dolar perjam."
Palembang: Fakultas teknik Universitas tridinanti palembang, 2016
600 JDTEK 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tetra Mutiara Afifah
"Indonesia memiliki potensi gas bumi yang besar dimana salah satu pemanfaatannya adalah pemenuhan kebutuhan listrik. Berdasarkan rasio elektrifikasinya, Nusa tenggara Timur memiliki nilai terendah se-indonesia, yaitu sebesar 88%. Sementara, Nusa Tenggara Barat memiliki rasio elektrifikasinya sebanyak 99% yang belum mencapai target rasio elektrifikasi 100%. Dalam rangka meningkatkan distribusi listrik ke Nusa Tenggara, pembangkit listrik berbahan bakar gas akan dibangun dimana gas bumi akan dikirim dalam bentuk LNG. Pengembangan LNG skala kecil digunakan untuk memenuhi kebutuhan gas di Nusa tenggara dimana LNG akan dikirim dari kilang Tangguh atau Donggi-senoro menggunakan skema logistik milk-run ke 10 terminal penerima. Biaya transportasi paling rendah didapatkan dengan skenario logistik yang dibagi kedalam tiga klaster dengan masing-masing klaster dikirim menggunakan kapal 19.500 dari kilang Donggi. Harga jual LNG yang didapatkan adalah 13,6 USD/MMBTU dengan margin sebesar 2 USD/MMBTU. Skema ini juga dinilai layak untuk diinvestasikan dimana IRR, NPV, dan PBP adalah 19,59%, USD 149.459.736, dan 6 tahun.

Indonesia has a large natural gas potential where one of the uses is to fulfill electricity needs. Based on its electrification ratio, East Nusa Tenggara has the lowest electrification ratio in Indonesia, which is 88%. Meanwhile, West Nusa Tenggara has an electrification ratio of 99% which has not yet reached the 100% electrification ratio target. In order to increase electricity distribution, gas-fired power plants will be built where natural gas will be delivered in the form of LNG. The development of small-scale LNG will be used to fulfill gas demand in Nusa Tenggara where LNG will be sent from the Tangguh and Donggi refineries using a milk-run logistics scheme and CVRP method. The lowest transportation cost is obtained with a logistics scenario divided into three clusters which each cluster being shipped using a 19,500 vessel. The selling price of LNG obtained is 13.6 USD/MMBTU with a margin of 2 USD/MMBTU. This scheme is also considered feasible for investment where the IRR, NPV and PBP are 19.59%, USD 149,459,736, and 6 years, respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Fadholi Adi Prabowo
"Fluktuasi dari harga minyak dan crude palm oil (CPO) pada dekade terakhir menyebabkan masyarakat beralih menggunakan energi baru. Solusi alternatif adalah energi terbarukan dan energi fosil lainnya. Opsi energi terbarukan membutuhkan waktu yang lama untuk penelitian potensi energi lokal. Sehingga, energi fosil lain yang dipilih sebagai solusi. Pembangkit yang lama masih menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar utama dan pembangkit yang baru dibangun memiliki spesifikasi dual fuel reciprocating engine. Mesin dual fuel dapat beroperasi dengan bahan bakar biodiesel atau gas untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit yang baru saat ini masih menggunakan biodiesel untuk operasi. Pada study ini, kajian ekonomi dari gas (LNG) sebagai bahan bakar utama akan dibandingkan dengan biodiesel. Total investasi dari fasilitas regasifikasi dan bahan bakar LNG akan dibandingkan dengan operasi dengan bahan bakar biodiesel selama 20 tahun. Variabel yang digunakan adalah capacity factor pembangkit, eskalasi beban listrik pelanggan, interest rate dan regasification cost. Metode analisis finansial IRR, NPV dan payback period digunakan untuk mengetahui kelayakan investasi fasilitas. Variabel tetap yang digunakan dalam perhitungan CAPEX, OPEX, kurs dollar, Kalori gas, heat rate, interest rate dan pajak. Hasil disebut layak jika tarif LNG dapat lebih rendah 20% dibanding tarif biodiesel (B20). Perhitungan analisis finansial terhadap fasilitas LNG dengan tarif regasifikasi $4,5/MMBtu menunjukan IRR 10,77%, NPV $16.611.452 dan payback period 12 tahun 9 bulan. Nilai IRR lebih besar dari Minimum Attractive Rate of Return (MARR) 10%. NPV bernilai $16.611.452 dan Payback period menunjukan investasi layak secara ekonomi. Alternatif menggunakan LNG dapat mengurangi biaya bahan bakar pembangkit. Eskalasi gas 3% pertahun memberikan tarif baru bahan bakar pembangkit sebesar Rp. 2.190/ kWh. Nilai tersebut memberikan pernghematan 22% dibandingkan tarif biodiesel sebesar Rp. 2.824/ kWh. Eskalasi gas 2% pertahun dapat memberikan pernghematan 27% /kWh. Eskalasi gas 1% pertahun dapat memberikan penghematan 31% / kWh. Hasil perhitungan biaya bahan bakar LNG dapat menghemat lebih dari 20% dibanding biodiesel. Kesimpulannya study finansial dari fasilitas regasifikasi LNG di lokasi ini adalah layak.

The fluctuation of oil prices and crude palm oil (CPO) in the last decade challenges peoples to use new energy. Alternative solutions are renewable energy and other fossil energy. The renewable energy option needs more time studies in the local energy potential. Hence, another fossil energy is one of the solutions. The existing Power Plant used biodiesel as fuel, and the new Power Plant specification is dual fuel reciprocating engine. The dual-fuel engine can use biodiesel or gas to generate electricity. The new Power Plant still used Biodiesel (B20) for operation. In this study, the economic assessment of gas (LNG) as the primary fuel compared to biodiesel. Total investment cost of LNG Regasification Plant and LNG fuel cost compared to biodiesel operation expenditure cost for 20 years. The variables are a capacity factor, customer load escalation, interest rate, and regasification cost. Financial analysis method IRR, NPV, and Payback period used as investment feasibility of regasification plant. Fix variables consist of CAPEX, OPEX, Dollar rate, Gas Calorific Value, heat rate, interest rate, and Tax. The result is feasible if the LNG tariff lowers 20% than the biodiesel (B20) tariff. The financial analysis of the LNG plant used regasification tariff $4,5/MMBtu result are IRR 10,77%, NPV $16.611.452, and payback period 12 years 9 months. IRR’s value is higher than the Minimum Attractive Rate of Return (MARR) 10%. The NPV is $16.611.452 and the payback period of 12 years 9 months show the investment is economically justified. The alternative using LNG reduces fuel expenditure. Escalation of gas price 3% per year show new tariff of the power plant approx. Rp. 2190 / kWh. This value provided savings approx. 22% than biodiesel tariff Rp. 2.824/ kWh. Escalation of gas price 2% per year provided savings 27%/ kWh. Escalation of gas price 1% per year provided savings 31%/ kWh. The result of the LNG fuel price calculation provided savings of more than 20% from biodiesel fuel price. The conclusion is the study of the LNG regasification plant in Southeast Maluku is feasible. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gibran Khalil
"Energi angin adalah salah satu energi baru dan terbarukan yang sedang dikembangkan sebagai energi alternatif untuk mengatasi krisis energi yang akan dihadapi. Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah yang memiliki potensi angin yang cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Salah satu teknologi yang banyak digunakan untuk pemanfaatan energi menjadi pembangkit listrik adalah turbin angin. Dalam pembangunan turbin angin, terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi diantaranya yaitu kecepatan dan arah angin, kemiringan lereng, dan beberapa faktor lain seperti penggunaan tanah dan wilayah permukiman. Dengan kondisi angin di Nusa Tenggara Timur yang memiliki kecepatan rata-rata 3 m/s hingga 7 m/s maka jenis turbin angin skala menengah sangat cocok untuk dikembangkan. Sehingga hasil dari penelitian ini yaitu berupa gambaran mengenai potensi angin di Nusa Tenggara Timur serta wilayah yang berpotensi untuk pembangunan turbin angin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kebutuhan akan energi.

Wind energy is one of the new and renewable energy is being developed as an alternative energy to overcome the energy crisis to be faced. East Nusa Tenggara is a region that has a good enough wind potential to be used as a power plant. One of technology that is widely used for the utilization of energy into electricity generation is wind turbines. In the construction of wind turbines, there are several variables that affect them is the speed and direction of wind, slope, and several other factors such as the landuse and residential areas. With the wind conditions in East Nusa Tenggara which has an average speed of 3 m/s to 7 m/s the kind of medium scale wind turbine is suitable to be developed. So the results of this research in the form of an overview of the wind potential in East Nusa Tenggara and the region that have the potential for development of wind turbines to meet the needs of the community in need of energy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Bayu Aji
"Bahan bakar merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam struktur biaya operasional sebuah moda transportasi. Tidak terkecuali pada industri penerbangan, dimana bahan bakar pesawat (Jet Fuel) turut berpartisipasi sebesar 33.33% dari total biaya operasional sebuah maskapai penerbangan. Guna meningkatkan efisiensi biaya, maskapai penerbangan memerlukan sistem monitoring harga bahan bakar yang dapat memberikan peramalan dengan akurat sebagai upaya agar maskapai dapat menentukan strategi yang dapat dijalankan untuk meminimalisir biaya bahan bakar pesawat. Dalam penelitian ini, dicoba beberapa teknik predictive analytics berbasis multivariate time series untuk melakukan monitoring dan peramalan terhadap harga transaksi bahan bakar pesawat. Agar lebih akurat, model peramalan dibuat dengan mempertimbangkan harga minyak mentah dunia, harga bahan bakar pesawat yang berlaku di dunia dan di setiap lokasi bandara, serta terdapat tambahan variabel yaitu aspek ekonomi yang berlaku di lokasi bandara. Metode yang digunakan adalah 2 metode pengembangan Recurrent Neural Network (RNN) yaitu: Long Short Term Memory (LSTM) dan Gate Recurrent Unit (GRU). Untuk meminimalkan risiko yang merupakan kekurangan dari LSTM dan GRU, maka kedua metode tersebut akan diintegrasikan dengan metode Vector Autoregression (VAR). Hasil dari kombinasi VAR-LSTM dan VAR-GRU menujukkan hasil dengan akurasi yang baik, yaitu 98.98% dan 99.40% secara berturut-turut.

Fuel cost is the most contributed component in the operational cost of all transportation modes. In the aviation industry, jet fuel cost contributed to a percentage of 33.33% of the total airline operational costs. To increase efficiency in operational costs and the airline should have jet fuel price monitoring systems that can forecast the future price and give some strategy recommendations to airlines. In this research, we propose many multivariate time series-based predictive analytics as a tool for the airline to monitor and forecast the jet fuel price transaction based on jet fuel transaction price. We consider the global crude oil price and also global and local jet fuel prices in each airport. We also consider additional variables for the economical aspect that applied differently for each airport location. We examine two Recurrent Neural Network (RNN) algorithm, Long Short Term Memory (LSTM) and Gate Recurrent Units (GRU). For minimizing the weakness of LSTM and GRU, we combine each methods with Vector Autoregression (VAR). After forecasting results using VAR-LSTM and VAR-GRU, we get forecasting accuracy of 98.98% and 99.40% respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Prakasa Anom Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aspek ekonomi berbagai konfigurasi proses tenaga surya terkonsentrasi diterapkan di Nusa Tenggara. Penggunaan sistem penyimpanan energi diteliti penerapannya terhadap tenaga surya yang dikonsentrasikan karena penggunaannya pada sumber energi yang berselang, seperti energi surya, dinilai mampu mengatasi permasalahan pasokan dan permintaan energi listrik. Sistem tangki ganda (panas dan dingin) menjadi yang konvensional pada tenaga surya terkonsentrasi, sementara tangki jenis termoklin masih berada dalam tahap penelitian.. Penelitian ini akan dilakukan dengan menyimulasikan enam jenis skenario pembangkitan dengan kedua jenis tangki tersebut dan skenario tanpa menggunakan sistem penyimpanan energi. Skenario dilakukan dengan menjalankan siklus termodinamika Rankine dan Brayton. Seluruh data yang berkaitan akan menggunakan data yang tersedia di Nusa Tenggara Timur dengan WACC sebesar 10% dan umur guna proyek selama 25 tahun. Hasil penelitian menyatakan bahwa di penerapan siklus Brayton menghasilkan energi lebih besar, tetapi efisiensi keseluruhannya kecil dibandingkan siklus Rankine. Hal tersebut menuntun kepada lebih besarnya LCOE skenario yang menjalankan siklus Brayton dibandingkan siklus Rankine. Penggunaan tangki jenis termoklin mampu untuk menekan biaya investasi, sehingga sistem yang menggunakan sistem tangki termoklin memperoleh LCOE lebih rendah dibandingkan dengan sistem tangki. Di antara semua jenis skenario, sistem yang menjalankan sistem tangki termoklin dengan siklus Rankine mampu menghasilkan LCOE paling rendah. Hasil LCOE tersebut sebanding dengan LCOE sumber energi lain di Indonesia.

This study aims to determine how the economic aspects of various configurations of concentrated solar power processes are applied in Nusa Tenggara. The employment of energy storage systems is investigated for its application to concentrated solar power because its use in intermittent energy sources, such as solar energy, is able to overcome problems of supply and demand for electrical energy. The double tank system (hot and cold) is becoming the conventional one on concentrated solar power, while the thermocline type tank is still in the research stage. This research will be carried out by simulating six scenarios by incorporating both types of tanks, without using energy storage systems, and is running with Rankine and Brayton thermodynamic generation cycles. All related data will use Nusa Tenggara Timur availability with WACC of 10% and 25 project lifetimes. The results of the study state that the application of the Brayton cycle produces more energy, yet the overall efficiency is lower than the Rankine cycle. This leads to a larger LCOE of scenarios running the Brayton cycle than the Rankine cycle. The use of a thermocline tank can reduce investment costs so that a system using a thermocline tank system obtains a lower LCOE than the double tank system. Among all types of scenarios, the system with thermocline tank and Rankine cycle were able to produce the lowest LCOE. The results of the LCOE are comparable to the LCOE of other energy sources in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Arief Wibowo
"Peningkatan kebutuhan energi listrik di Pulau Sulawesi menjadi alasan perlunya penambahan sumber tenaga listrik baru, dengan luas wilayah 193,846 KM2 dan jumlah penduduk mencapai 16 juta jiwa, kebutuhan energi listrik di Pulau ini tumbuh 11% per tahun, dimana kebutuhan energi listrik sebesar 11,672 GWh pada tahun 2015 diperkirakan meningkat menjadi 30,308 GWh pada tahun 2024, sehingga Pulau Sulawesi berpotensi mengalami defisit energi listrik di beberapa daerahnya. Sesuai RUPTL tahun 2016-2025, PT X berencana memanfaatkan LNG sebagai bahan bakar pembangkit listrik (PLTG/MG) yang sedang dipersiapkan seiring dengan program 35.000 MW. Untuk itu, optimasi penting dilakukan untuk mendapatkan biaya distribusi LNG yang minimum. Metode penelitian yang digunakan menggunakan model optimasi perangkat lunak solver (Microsoft excel) dengan objective function meminimalkan biaya distribusi LNG.
Dari hasil optimasi berdasarkan empat skenario distribusi LNG yang dipilih dan dari tiga sumber LNG yang akan di distribusikan ke tujuh lokasi pembangkit listrik berbahan bakar gas di Pulau Sulawesi dalam periode satu tahun didapatkan bahwa, metode transportasi yang menghasilkan biaya minimum adalah dengan menggunakan skenario Milk Run untuk masing-masing sumber LNG. Biaya transportasi terendah dari setiap sumber LNG didapatkan dari skenario 1 Bontang, yaitu dengan biaya transportasi diperoleh sebesar 0,81 USD/MMBTU sedangkan jumlah kapal yang digunakan pada metode Milk Run untuk seluruh sumber LNG berjumlah satu buah kapal LNG dengan kapasitas 19.500 m3.

Increasing the demand of electric energy in Sulawesi Island is the reason for the need for additional new power source, with the area of 193,846 KM2 and the total population reaches 16 million, the need of electric energy in this island grows 11% per year, where the need of electrical energy is 11,672 GWh in year 2015 is expected to increase to 30,308 GWh in 2024, so that Sulawesi Island has potential to deficit electrical energy in some areas. In accordance with RUPTL 2016-2025, PT X plans to utilize LNG as fuel for power plant (PLTG / MG) which is being prepared along with the 35,000 MW program. Therefore, optimization is important to obtain minimum LNG distribution costs. The research method used using software solver optimization model (Microsoft excel) with objective function minimize LNG distribution cost.
From the optimization results based on the four selected LNG distribution scenarios and from the three LNG sources that will be distributed to seven gas-fired power plant sites on Sulawesi Island within the one-year period it is found that the transportation method that generates the minimum cost is to use the Milk Run scenario for each LNG source. The lowest transportation cost of each LNG source is obtained from scenario 1 Bontang, with transportation cost is 0.81 USD / MMBTU while the number of vessels used in Milk Run method for all LNG sources amounts to one LNG vessel with capacity of 19,500 m3.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T50811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Biaya bahan bakar pada umumnya adalah biaya paling besar yaitu kira-kira 60 persen dari biaya operasi keseluruhan. Pengendalian biaya operasi ini merupakan hal yang pokok karena optimalisasi biaya bahan bakar dapat menghemat biaya operasi serta dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan.Konfigurasi pembebanan atau penjadwalan pembangkit yang berbeda dapat mengakibatkan biaya operasi pembangkit yang berbeda pula, tergantung dari karakteristik masing-masing unit pembangkit yang dioperasikan. Penjadwalan pembangkit sangat penting bagi pengoperasian suatu pembangkit, terutama pembangkit termal, karena berkaitan langsung dengan biaya bahan bakar.Adapun kombinasi kerja unit pembangkit yang paling ekonomis adalah untuk keluaran daya dengan beban sebesar 40 MW, maka biaya bahan bakar paling ekonomis 801,76 dolar perjam.Untuk keluaran daya dengan beban sebesar 50 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1124,38 dolar perjam. Untuk keluaran daya sebesar 60 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1314,22 dolar perjam. Untuk keluaran daya sebear 80 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1617,5 dolar perjam."
JDTEK 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Kusumo Probo Ndaru
"Selama ribuan tahun dunia telah mengandalkan energi fosil sebagai bahan bakar dan energi bagi kehidupan. Ketersedian energi fosil semakin menurun seiring berjalannya waktu. Di lain sisi, dunia dan Indonesia memiliki cadangan energi dari sektor energi baru terbarukan salah satunya adalah energi dari gelombang laut. Salah satu wilayah yang memiliki potensi energi gelombang laut adalah daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur dan PLTGL sangat cocok untuk daerah pulau-pulau yang terpencil. Eco Wave Power hadir sebagai PLTGL dengan teknologi yang dapat berkerja dengan sendirinya dalam menghasilkan energi listrik dari gelombang laut dalam kondisi apapun. Analisis risiko keekonomian diperlukan untuk mendapatkan studi kelayakan pembangunan suatu PLTGL. Penelitian ini dilakukan di empat titik berbeda di pulau Sumba. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tiga dari empat titik yang layak untuk diwujudkan, yaitu titik koordinat 9,8S 119,4E; 9,8S 119,6E; dan 9,8S 119,2E. Titik koordinat 9,8S 119,2E menghasilkan analisis keekonomian terbaik dengan nilai NPV sebesar $1.610.050,29, IRR sebesar 21,71%, PBP selama 4,66 tahun dan LCOE sebesar 82,35 e/MWh. Perbandingan LCOE dengan pembangkit listrik lainnya juga dianalisis dalam penelitian ini. Hasil analisis sensitivitas didapatkan bahwa faktor besaran biaya pokok (BPP) dan faktor kapasitas merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam penelitian ini.

For thousands of years the world has relied on fossil energy as fuel and energy for life. The availability of fossil energy decreases all the time. On the other side, the world and Indonesia have energy reserves from the renewable energy sector, which is energy from ocean waves. One area that has ocean wave energy potential is the Sumba, East Nusa Tenggara and PLTGLs are very suitable for remote island areas. Eco Wave Power comes as PLTGL with technology that can work by itself in producing electrical energy from ocean waves under any conditions. Economic risk analysis is needed to obtain a feasibility study on the construction of a PLTGL. This research was conducted at four different points on the island of Sumba. Based on the calculation results obtained three of the four points that are feasible to be realized, namely the coordinate point 9.8S 119.4E; 9.8S 119.6E; and 9.8S 119.2E. The coordinate 9.8S 119.2E produces the best economic analysis with an NPV is $1,610,050.29, IRR is 21.71%, PBP for 4.66 years and LCOE is 82.35 e/MWh. Comparison of LCOE with other power plants was also analyzed. The results of the sensitivity analysis found that the principal cost factor (BPP) and capacity factor were the most influential factors in this study."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>