Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zelvio Apri Verit
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengapa Indonesia menyepakati liberalisasi perdagangan pada sektor perikanan dalam kerja sama Indonesia-EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA). Penelitian ini menggunakan dua konsep. Pertama adalah Society Centered Approached yang dikemukakan oleh Thomas Oatley kemudian yang kedua adalah Two Level Game yang dikemukakan oleh Robert D. Putnam. Adapun metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi literatur dan wawancara sebagai instrumen dalam pengumpulan data. Penelitian ini menemukan bahwa kelompok kepentingan untuk tujuan umum membentuk aksi kolektif berupa siaran pers bersama yang ditujukan kepada Pemerintah Indonesia guna meninjau kembali kesepakatan sektor perikanan dan IE-CEPA. Berdasarkan negosiasi yang dilakukan oleh kelompok kepentingan dengan pemerintah dapat dilihat bahwa perjanjian yang disepakati mencerminkan kepentingan kelompok ekonomi. Berdasarkan preferensi negosiator Indonesia liberalisasi perdagangan yang dibentuk dalam IE-CEPA dilandaskan pada tiga alasan utama. Pertama, EFTA merupakan kelompok negara yang memiliki daya beli yang tinggi. Kedua, IE-CEPA merupakan milestone Indonesia untuk memasuki pasar Kawasan Eropa. Kemudian yang terakhir berdasarkan request dan offer pada sektor perikanan, negosiator Indonesia memfokuskan negosiasinya pada peningkatan kapasitas guna meningkatkan mutu perikanan Indonesia di pasar Kawasan Eropa dan Amerika. Berdasarkan hal tersebut pada akhirnya mendorong Indonesia untuk meliberalisasi sektor perikanan dalam kerjasama IE-CEPA.

This study aims to analyze the reason of Indonesia agreed toward liberalization of the fisheries sector in the Indonesia-EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE- CEPA). This study uses two concepts. The first is the Society Centered Approach proposed by Thomas Oatley then the second is the Two Level Game that proposed by Robert D. Putnam. The methodology used in this study is a qualitative method with literature studies and interviews as instruments in collecting the data. This study found that interest groups for the general purpose are forming a collective action in the form of a joint press release addressed to the Government of Indonesia to review the fisheries sector agreement and the IE-CEPA. Based on the negotiations conducted by the interest groups with the government, the agreements reflect the interests of the economic groups. Based on the preferences of Indonesian negotiators, the trade liberalization established in the IE-CEPA is based on three main reasons. First, EFTA is a group of countries that have high purchasing power. Second, IE-CEPA is a milestone for Indonesia to enter the European Region market. Then finally, based on requests and offers in the fisheries sector, Indonesian negotiators focused their negotiations on capacity building to improve the quality of Indonesian fisheries in the European and American markets. Based on the result, it encourages Indonesia to liberalize the fisheries sector in the IE-CEPA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Hibatullah
"Penelitian ini menganalisa Liberalisasi Ekonomi Arab Saudi melalui Visi Saudi 2030 Sebagai Sekuritisasi Kepentingan Politik Muhammad bin Salman. Perekonomian Kerajaan Arab Saudi sangat bergantung pada sektor minyak dan gas bumi. Permasalahannya, sektor minyak dan gas bumi bukan merupakan sumber daya yang dapat diperbarui dan sektor minyak dan gas bumi mengalami fluktuasi harga. Hal tersebut membuat stabilitas ekonomi Kerajaan Arab Saudi sangat rentan. Guna menanggalkan ketergantungan terhadap sektor minyak dan gas bumi maka Muhammad Bin Salman selaku Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi menginisiasi program Visi Saudi 2030. Yi Feng mengatakan bahwa instabilitas ekonomi dapat mempengaruhi stabilitas politik. Berdasarkan pernyataan tersebut maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana Visi Saudi 2030 sebagai liberalisasi ekonomi dapat mengamankan kepentingan politik Muhammad bin Salman? Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan teori liberalisasi ekonomi serta teori keamanan rezim diharapkan mampu menjawab pertanyaan penelitian. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Visi Saudi 2030 sebagai liberalisasi ekonomi Arab Saudi merupakan upaya untuk mengamankan kepentingan politik Muhammad bin Salman.

This study analyzes Saudi Arabia's Economic Liberalization through Saudi Vision 2030 as a Securitization of Political Interests of the Muhammad bin Salman Regime. The economy of the Kingdom of Saudi Arabia is highly dependent on the oil and gas sector. The problem is that the oil and gas sector is not a renewable resource and the oil and gas sector experiences price fluctuations. This makes the economic stability of the Kingdom of Saudi Arabia very vulnerable. In order to get rid of dependence on the oil and gas sector, Muhammad Bin Salman as the Crown Prince of the Kingdom of Saudi Arabia initiated the Saudi Vision 2030 program. Yi Feng said that economic instability could affect political stability. Based on this statement, the question of this research is how the Saudi Vision 2030 as economic liberalization can secure the regime of Muhammad bin Salman? By using qualitative research methods and using the theory of economic liberalization and regime security theory, it is expected to be able to answer research questions. This paper concludes that the Saudi Vision 2030 as Saudi Arabia's economic liberalization is an effort to secure the regime of Muhammad bin Salman."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadian Paramita
"Kemajuan ekonomi Indonesia yang pesat menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan, termasuk bagi negara-negara EFTA yang terletak di wilayah Eropa dan merupakan negara-negara maju. Namun demikian, jarak antar negara dan perbedaan kondisi negara tidak menjadi penghalang kerja sama ekonomi antara Indonesia dan EFTA dalam IE-CEPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis motif Indonesia menyetujui IE-CEPA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, 'website' resmi EFTA dan pemerintah Indonesia, serta studi kepustakaan dari sumber-sumber tertulis lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki motif ekonomi, politik, dan' leverage' dalam IE-CEPA. Motif ekonomi Indonesia mencakup motif memperluas akses pasar ke EFTA dan Uni Eropa melalui EFTA serta menghindari pengalihan perdagangan yang dapat dilakukan oleh EFTA kepada Indonesia. Motif politik Indonesia mencakup memperkuat hubungan damai Indonesia dengan EFTA yang terganjal dengan perbedaan pemikiran dan meningkatkan pengakuan Indonesia di ranah internasional, khususnya oleh EFTA dan mitra-mitranya. Motif 'leverage' Indonesia mencakup menyelenggarakan 'capacity building dan mempertahankan pembelajaran yang diterima dari EFTA serta menciptakan 'precedent' sebagai negara Asia Tenggara ketiga yang bekerja sama dengan EFTA.

Indonesia`s rapid economic progress has made Indonesia a promising market, including for EFTA countries, which are developed countries and located in Europe. However, barriers which include the distance between countries and the differences in state conditions do not stop the economic cooperation between Indonesia and EFTA in IE-CEPA. The purpose of this study is to analyze Indonesia`s motives in approving IE-CEPA. This study uses qualitative approach with data collection techniques through in-depth interviews, EFTA and Indonesian government official websites, as well as literature studies from other written sources. The results of the study indicate that Indonesia has economic, political, and leverage motives in IE-CEPA. Indonesia`s economic motives include the motive for expanding market access to EFTA and the European Union through EFTA, as well as avoiding trade diversion that can be carried out by EFTA to Indonesia. Indonesia`s political motives include strengthening Indonesia`s relations with EFTA in peace which is hampered by the differences of mind and enhancing Indonesia`s recognition in the international sphere, especially by EFTA and its partners. The leverage motives of Indonesia are carrying out capacity building and maintaining the process received by EFTA, as well as creating precedent as the third Southeast Asian country in FTA cooperation with EFTA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif
"Artikel ini menjelaskan penetrasi industri gula swasta dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat pedesaan di Probolinggo pada kurun waktu 1870 hingga 1908. Penelitian-penelitian terdahulu, baik yang dilakukan sarjana asing maupun Indonesia hampir tidak menyentuh wilayah Probolinggo sebagai ruang lingkup kajian mereka. Hanya R.E. Elson (1984) yang menyinggung Probolinggo dalam kajiannya mengenai industri gula di karesidenan-karesidenan di Ujung Timur Jawa. Setelah pemerintah kolonial Hindia-Belanda membuka Jawa bagi investasi swasta pada tahun 1870, Probolinggo hadir sebagai salah satu wilayah yang menjadi target ekspansi industri gula swasta. Kombinasi dari kesuburan tanah, ketersediaan sawah yang dapat dijadikan perkebunan tebu, dan jumlah penduduk yang besar menjadi alasan mengapa Probolinggo dijadikan salah satu wilayah target penetrasi industri gula swasta. Dengan menggunakan metode sejarah, artikel ini menemukan bahwa di tengah-tengah penetrasi industri gula swasta, masyarakat pedesaan di Probolinggo adalah pihak yang terdampak langsung kebijakan eksploitasi, sebagai akibat terserapnya tanah dan tenaga kerja mereka ke dalam sistem ekonomi perkebunan yang kapitalistik. Berbagai beban baru yang harus ditanggung oleh masyarakat pedesaan pada gilirannya menimbulkan gerakan protes di antara mereka yang ditandai dengan munculnya perlawanan dalam bentuk pembakaran perkebunan tebu.

This article explains the penetration of the private sugar industry and its impact on the lives of rural communities in Probolinggo in the period 1870 to 1908. Previous research, both by foreign and Indonesian scholars, barely touched the Probolinggo area as the scope of their studies. Only R.E. Elson (1984) mentioned Probolinggo in his study of the sugar industry in residencies in the Eastern End of Java. After the Dutch East Indies colonial government opened Java to private investment in 1870, Probolinggo emerged as one of the areas targeted for expansion of the private sugar industry. The combination of soil fertility, availability of rice fields that can be used as sugar cane plantations, and a large population were the reasons why Probolinggo is one of the target areas for private sugar industry penetration. Using historical methods, this article finds that in the midst of the penetration of the private sugar industry, rural communities in Probolinggo were directly affected by exploitation policies, as a result of their land and labor being absorbed into the capitalist plantation economic system. The various new burdens that had to be borne by rural communities in turn gave rise to a protest movement among them which was marked by the emergence of resistance in the form of burning sugar cane plantations."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Pratomo Sunu
"Perjanjian kerja sama perdagangan bebas Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) melalui proses yang cukup panjang, dimulai pada tahun awal tahun 2011 dan putaran terakhir pada tahun 2018. Perjanjian ini meliputi berbagai sektor dimana telekomunikasi merupakan salah satu sektor yang termasuk didalamnya. Sempat diwarnai penolakan oleh Indonesia pada tahun 2012, dan dibahas kembali pada tahun 2018. Tesis ini menelusuri bagaimana proses perundingan keluar dan masuknya aneks telekomunikasi dalam naskah perjanjian. Penelitian ini kemudian menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, situs resmi EFTA dan negara-negara anggotanya, serta dokumen laporan hasil perundingan pada tiap putaran. Menggunakan teori two-level game yang dikemukakan oleh Robert D. Putnam, tesis ini menunjukkan bahwa dalam merundingkan naskah perjanjian suatu negara dapat terdiri dari berbagai pihak. Kementerian Perdagangan sebagai juru runding utama dari pihak Indonesia, perlu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai pengampu kebijakan sektor telekomunikasi sebelum dapat merundingkannya dengan pihak EFTA. Kementerian Perdagangan juga menjalankan negosiasi integratif dengan kementerian-kementerian teknis terkait dengan pihak mitra agar jalannya perundingan tetap kondusif dan mencapai kesepakatan yang berkualitas dan menguntungkan semua pihak. Terakhir tesis ini melihat bahwa dalam perundingan sektor-sektor yang diperundingkan dapat dijadikan suatu bargaining chip dalam negosiasi, dibuktikan dengan keberhasilan Indonesia dalam mendapatkan komitmen EFTA terkait Movement of Natural Persons.

The Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) free trade cooperation agreement has gone through a long process, starting in early 2011 and the last round in 2018. This agreement covers various sectors in which telecommunications is one of the sectors included in it. It was marked by rejection by Indonesia in 2012, and was discussed again in 2018. This thesis explores how the negotiation process for the exit and entry of telecommunication annex in the agreement text. This research then used a qualitative method with data collection techniques through in-depth interviews, the official website of EFTA and its member countries, as well as a document on the results of the negotiations at each round. Using the two-level game theory put forward by Robert D. Putnam, this thesis shows that in negotiating the text of the agreement a country can consist of various parties. The Ministry of Trade, as the main negotiator for the Indonesian side, needs to get approval from the Ministry of Communication and Information Technology as the telecommunications sector policy maker before it can negotiate with EFTA. The Ministry of Trade also carries out integrative negotiations with relevant technical ministries and with partners so that the negotiations remain conducive and reach a quality agreement that benefits all parties. Finally, this thesis sees that in negotiating the negotiated sectors can be used as a bargaining chip in the negotiations, as evidenced by Indonesia's success in securing EFTA's commitment to the Movement of Natural Persons.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Hermawan
"Keberpihakan kepada petani yang dianggap sebagai kelompok rentan seringkali digunakan sebagai pertimbangan populis dalam menjustifikasi lahirnya kebijakan protektif dari pengaruh eksternal. Contoh yang paling sesuai dapat dilihat pada kasus liberalisasi perdagangan beras di kawasan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) di mana hingga saat ini masih menyisakan konsensus samar-samar tentang dampaknya terhadap capaian ketahanan pangan hingga pengaruhnya terhadap eksistensi petani beras yang sejatinya memiliki peran unik. Peran tersebut mencakup sebagai produsen maupun konsumen sehingga menjadikan langkah pemerintah semakin dilematis dan kompleks dalam rangka menjamin pangan bagi masyarakatnya. Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak liberalisasi perdagangan ASEAN terhadap ketahanan pangan di Indonesia, khususnya pada kasus beras. Untuk menjawab tujuan tersebut digunakan gabungan pendekatan, yaitu Model Global Trade Analysis Project (GTAP) untuk menangkap perilaku perdagangan beras di kawasan ASEAN dan Model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) untuk menyentuh dinamika perubahan konsumsi dan kesejahteraan pada kelompok rumah tangga petani beras. Di samping kedua model tersebut, beberapa pendekatan dikombinasikan untuk mendukung simulasi kebijakan yang dirancang, misalnya penggunaan Model Gravitasi dan simulasi Monte Carlo. Data yang digunakan berjenis data sekunder yang berasal dari basis data GTAP, Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas), World Bank, Food and Agriculture Organization (FAO), World Integrated Trade Solution (WITS), dan sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan ASEAN berdampak positif terhadap ketahanan pangan (beras) di Indonesia dibandingkan ketika restriksi perdagangan diterapkan. Kemajuan yang positif ini akan terekskalasi apabila diikuti dengan efisiensi biaya produksi padi/beras. Transmisi kondisi positif tersebut secara konsisten tidak hanya terjadi pada level nasional namun juga bermuara pada level rumah tangga petani padi/beras. Bahkan kelompok rumah tangga petani net produsen dan net konsumen beras menghadapi situasi better off, baik berupa peningkatan konsumsi beras, perbaikan pola konsumsi pangan, maupun welfare gaining ketika liberalisasi perdagangan ASEAN diberlakukan. Di sisi lain, agenda liberalisasi perdagangan ASEAN tidak hanya menyasar pada keterbukaan berkompetisi tetapi juga tawaran berkolaborasi melalui stok beras regional. Simulasi terkait stok beras tersebut ternyata mampu mendukung pencapaian ketahanan pangan nasional dan sekaligus mendorong peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani padi/beras. Penelitian ini akhirnya mematahkan keyakinan umum yang memandang remeh peran liberalisasi perdagangan beras terhadap upaya penyediaan pangan masyarakat dan kehidupan petani.

There is an irony that occurs when trade liberalization is rejected in favor of pursuing national food security to protect farmers. This irony is farmers are worse off under national food security than they are under trade liberalization. Various concerns that have arisen were addressed with popular policies, especially the protection and raising of food prices. So why does commitment to trade liberalization seem to be a prestigious ambition only on paper. This study investigates this phenomenon as it occurs in the case of the impact of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) trade liberalization on Indonesian food (rice) security and rice farmers. We use a combined approach to solve it comprehensively. Our approach brings together the Global Trade Analysis Project (GTAP) Model, Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) Model, Gravity Model, and Monte Carlo. These approaches rely on secondary data sourced from the GTAP database, National Socio-Economic Survey, World Bank, Food and Agriculture Organization (FAO), World Integrated Trade Solution (WITS), and others.
The findings of our research show that the ASEAN trade liberalization would have a positive impact on Indonesian food (rice) security if compared with trade restricted policies. These positive effects would be enhanced if the open market were to be followed by actions to increase efficiency and reduce the cost of rice. Furthermore, to see the consistency of these impacts, we scrutinize at rice farming households as net rice producers or net rice consumers. They are the nucleus of food security and saw improvements in rice consumption, food consumption pattern, and welfare gains when trade liberalization took place. Besides the vigorous competition that would result from trade liberalization, collaboration through regional rice stocks could help us to achieve national food security and farmer welfare. This research objectively defies common belief that underestimates the role of rice trade liberalization for feeding the nation and farmers life."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessi Arisandi
"ABSTRAK
Studi ini mengkaji tentang pertumbuhan produktivitas industri pengolahan
hasil perikanan yang dipengaruhi oleh lokasi industri, aglomerasi dan permintaan.
Analisis stocastic frontier time invariant digunakan untuk mengestimasi fungsi
produksi frontier, dan kemudian dilakukan dekomposisi untuk memperoleh nilai
pertumbuhan produktivitas. Pertumbuhan produktivitas terdiri atas tiga komponen
dasar yaitu kemajuan teknologi, perubahan efisiensi teknis serta perubahan skala
ekonomi. Kami menemukan bahwa tingkat efisiensi dan produktivitas industri
pengolahan hasil perikanan masih tergolong rendah.
Model panel data digunakan untuk menganalisis pengaruh lokasi industri
dan permintaan terhadap pertumbuhan produktivitas, dengan 468 data sampel
perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa jarak lokasi perusahaan ke pelabuhan
perikanan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan produktivitas. Manfaat
ekonomi lebih dirasakan karena terkonsentrasinya perusahaan-perusahaan sejenis
(industri pengolahan hasil perikanan), dibandingkan dengan terkonsentrasinya
industri dari berbagai jenis di suatu wilayah. Peningkatan permintaan terhadap
produk olahan hasil perikanan mampu meningkatkan produktivitas. Akan tetapi
peningkatan demand secara agregat menurunkan produktivitas. Karena supply
input bahan baku yang terbatas, maka peningkatan permintaan akan mendorong
terjadinya kenaikan harga bahan baku. Hal tersebut akan menyebabkan kenaikan
biaya produksi, dan selanjutnya akan menurunkan efisiensi dan produktivitas.

ABSTRACT
This study investigate the productivity growth of fisheries processing
industry and whether or not the productivity influenced by location,
agglomeration and demands of processed fishery products. Stochastic frontier
time invariant is use to estimate the production function and make calculate
decomposition of productivity growth into technical progress, changes of
technical efficiency and the changes in economies of scale. We find that technical
efficiency and productivity of fisheries processing industry is still relatively low.
A panel data model used to estimate the determinand productivity growth,
with 468 sample of firm.The results show that the distance of the fishing port
location to the company causes negative effects on productivity growth. A
company which is located in an industrial location has higher productivity
growth. Furthermore, firms with similar types of business in one location
(localization economics) benefit more from economic activities rather than ones
with different types of business in one location (urbanization economics).
Demands of processed fishery products have effect to productivity of fisheries
processing industry where an increase in demand for processed fishery products
would raise productivity of fisheries processing firms. However, due to limited
raw materials a rise in aggregate demand would boost the price of raw materials.
Therefore, it will lead to an increase in production cost, further would decrease
efficiency and productivity."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T38614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirza Ardiansyah
"ABSTRAK Semakin gencarnya penegakan hukum pelaku illegal fishing menyisakan permasalahan tentang penanganan Anak Buah Kapal (ABK Non Yustisial) perikanan berbendera asing pelaku tindak pidana perikanan di Indonesia. Sistem penegakan hukum terhadap Illegal Fishing masih terfokus terhadap permasalahan pelaku dan barang bukti. Fakta di lapangan kondisi penanganan terhadap ABK non yustisial masih dipandang sebelah mata, padahal tidak dipungkiri hal ini menyangkut hak-hak warga asing di negara pantai dan menyangkut kewajiban negara pantai dalam konteks hukum Internasional dan Hukum nasional negara pantai. Sifat penanganan saat ini masih parsial dan belum terpadu dikarenakan regulasi pelaksana negara pantai belum mengatur secara lengkap baik tentang batasan tanggungjawab negara pantai khususnya aparat di lapangan maupun sistem koordinasi antar lembaga dalam penanganan ABK nonyustisial pelaku Illegal Fishing di Indonesia.
ABSTRACT The increasingly widespread law enforcement of illegal fishing perpetrators leaves problems regarding the handling of vessel crews (Non-Judicial crew) of foreign-flagged fisheries actors of illegal fishing in Indonesia. The law enforcement system against Illegal Fishing is still focused on the problems of actors and evidence. The facts in the field regarding the handling of non-judicial crews are still underestimated, even though it is undeniable that this concerns the rights of foreign citizens in coastal countries and concerns the obligations of coastal states in the context of international law and national coastal law. The nature of the current handling is still partial and not yet integrated because the coastal state implementing regulations have not yet fully regulated both the boundaries of the coastal state's responsibilities, especially the field apparatus and the inter-agency coordination system in handling non-judicial crew actors of Illegal Fishing in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Hidayat
"Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Desember 2012 di Tegal, Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji aspek perikanan meliputi : armada dan teknik penangkapan, daerah penangkapan, komposisi hasil tangkapan dan CPUE ( Catch per unit effort ); aspek biologi yang meliputi sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang berat, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali tertangkap, ukuran pertama kali matang gonad,fekunditas dan diameter telur, Indeks Kematangan Gonad, Musim memijah dan kebiasaan makan. Metode pengumpulan sampel yaitu diambil secara acak dari hasil tangkapan pukat cincin mini dan jaring insang.
Hasil penelitian menunjukkan sebaran frekuensi panjang ikan tongkol batik hasil tangkapan pukat cincin mini 13-55 cm dengan modus 25 cm, hasil tangkapan jaring insang 22-49 cm dengan modus 37 cm. Pertumbuhan bersifat isometrik. Nisbah kelamin dalam kondisi seimbang. Ukuran pertama kali matang gonad = 33,7 cm. Ukuran pertama kali tertangkap (Lc) dengan pukat cincin = 31,75 cm, sedangkan Lc dengan jaring insang = 38,85 cm. Fekunditas ikan tongkol batik berkisar 225.760 ? 2.601.500 butir telur, diameter telur berkisar antara 0,11? 0,65 mm, paling banyak pada ukuran 0,44 mm. Pola pemijahannya adalah memijah beberapa kali (partial spawner). Musim memijah ikan tongkol batik di Laut Jawa pada bulan Juni sampai Agustus. Ikan tongkol batik tergolong ikan karnivora yang mangsanya meliputi berbagai jenis ikan dan moluska.

The study conducted from January to December 2012 in Tegal, Central Java. The purpose of this study to assess the fisheries aspects that include : fleet and fishing techniques, fishing ground, catch composition and CPUE ( Catch Per Unit Effort ); and aspects of biology that includes the length frequency distribution, length weight relationship, sex ratio, gonad maturity level, length at first capture, length at first maturity, gonad size, fecundity and egg diameter, Gonado Somatic Index, spawning season and food habits. Samples were collected random from the catches of mini purse seiner and gill nets.
The results showed that the distribution frequencies of kawakawa (tongkol batik, Euthynnus affinis) was caught by mini purse seine were 13-55 cm, with mode 25 cm, and those was caught by gill net were 22-49 cm, with mode 37 cm. Growth was isometric. Sex ratio was in equilibrium condition. The length at first capture of mini purse seine was = 31.75 cm, length at first capture of gill net was = 38.85 cm, length at first maturity = 33.7 cm. Fecundities of kawakawa were 225,760 - 2,601,500 eggs, egg diameter ranged from 0.11 - 0.65 mm, mode 0.44 mm. Spawning pattern was partial spawner. The spawning season of kawakawa in the Java Sea in June to August. kawakawa was classified as carnivores that the prey various types of fish and mollusks.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T39013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>