Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Rahmawati Pebriani
"Saat ini bakteri Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sekitar seperempat populasi dunia yang menyebar melalui udara dan Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi. 4 dari 6 provinsi di Pulau Jawa masuk dalam 10 provinsi dengan prevalensi TB paru tertinggi, yaitu Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah dengan prevalensi TB paru di atas 0,4 yang merupakan rata-rata Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik individu dan kondisi lingkungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Pulau Jawa tahun 2018. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Jumlah sampel yang digunakan adalah 216.098 responden. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan kejadian tuberkulosis paru yaitu jenis kelamin, status gizi, tingkat Pendidikan, merokok, jumlah anggota keluarga, pencahayaan kamar utama, pencahayaan dapur, pencahayaan ruang keluarga, keberadaan jendela kamar utama, keberadaan jendela dapur, ventilasi kamar utama, dan ventilasi dapur. Penting untuk dilakukan peningkatan pengetahuan masyarakat terkait dengan penularan dan pencegahan tuberkulosis paru, termasuk pemberian edukasi tentang kriteria rumah sehat, serta meningkatkan surveilans penemuan kasus melalui peningkatan pemberdayaan kader kesehatan.

Currently, Mycobacterium tuberculosis bacteria have infected about a quarter of the world's population that spreads through the air and Indonesia is one of the countries with a high burden of tuberculosis. 4 out of 6 provinces in Java are included in the 10 provinces with the highest prevalence of pulmonary TB, namely Banten, West Java, DKI Jakarta, and Central Java with the prevalence of pulmonary TB above 0.4 which is the Indonesian average. The purpose of this study was to determine the relationship between individual characteristics and environmental conditions with the incidence of pulmonary tuberculosis in the population aged 15 years in Java Island in 2018. The study design used was cross-sectional using Riskesdas 2018 data. used are 216,098 respondents. Data analysis used univariate and bivariate with chi-square test. The results of the bivariate analysis showed that the variables that had a statistically significant relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis were gender, nutritional status, education level, smoking, number of family members, main room lighting, kitchen lighting, living room lighting, presence of main bedroom window, presence of kitchen windows, main bedroom ventilation, and kitchen. It is important to increase public knowledge related to the transmission and prevention of pulmonary tuberculosis, including providing education about the criteria for healthy homes, as well as increasing case finding surveillance by increasing the empowerment of health cadres."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ashari
"Latar belakang: Secara global stroke merupakan penyebab tertinggi kematian akibat PTM dan menyumbang disability adjusted life years (DALYs) yang tinggi. Stroke menyebabkan kematian dini penduduk usia produktif. Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia dan sebagian besar didominasi oleh kelompok usia produktif. Tujuan: Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke pada populasi usia produktif (15-64 tahun) di Jawa Barat. Metode: Desain studi potong lintang (cross-sectional) dengan analisis univariat dan bivariat digunakan dalam penelitian ini. Sampel penelitan ini ialah 46.440 penduduk berusia 15-64 tahun di Jawa Barat berdasarkan data Riskesdas 2018 sebagai data sekunder. Hasil: prevalensi kejadian stroke pada usia produktif di Jawa Barat sebesar 0,8%. Hasil analisis terhadap variabel dependen dan independen menunjukkan adanya hubungan antara usia (POR=6,48 95%CI;5,31 – 7,91), hipertensi (POR=5,93 95%CI;4,84 – 7,27), diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter (POR=8,81 95%CI;6,53 – 11,89), indeks massa tubuh (POR=1,52 95%CI;1,25 – 1,85), obesitas sentral (POR=2,24 95%CI;1,84 – 2,73), mantan perokok (POR=3,28 95%CI;2,46 – 4,37) dan perilaku merokok (POR=0,73 95%CI;0,57 – 0,92) dengan kejadian stroke dan seluruhnya memiliki nilai p >0,05. Kesimpulan: Ditemukan adanya hubungan yang dignifikan antara usia, hipertensi, diabetes milletus, indeks massa tubuh, obesitas sentral dan mantan merokok dengan kejadian stroke. Sedangkan perilaku merokok memiliki hubungan protektif terhadap kejadian stroke.

Background: Globally, stroke is the highest cause of death due to NCD and a high cause of life-adjusted disability (DALYs). Stroke causes premature death of productive age. The largest population in Indonesia is in the west java province and is mainly dominated by the productive age group. Objective: This study aims to determine the risk factors associated with the incidence of stroke in the population of productive age (15-64 years) in West Java. Methods: This study used a cross-sectional study design with univariate and bivariate analysis. The sample of this research was 46,440 residents aged 15-64 years in West Java based on Riskesdas 2018 data as secondary data. Results: The prevalence of stroke at productive age in West Java is 0.8%. The results of the analysis of the dependent and independent variables show a relationship between age (POR=6.48 95%CI; 5.31 – 7.91), hypertension (POR=5.93 95%CI; 4.84 – 7.27), diabetes mellitus based on doctor's diagnosis (POR=8.81 95%CI;6.53 – 11.89), body mass index (POR=1.52 95%CI;1.25 – 1.85), abdominal obesity (POR= 2.24 95%CI;1.84 – 2.73), former smoker (POR=3.28 95%CI;2.46 – 4.37) and smoking behaviour (POR=0.73 95%CI;0 .57 – 0.92) with the incidence of stroke and each has a p-value> 0.05. Conclusions: There is a significant relationship between age, hypertension, diabetes mellitus, body mass index, central obesity, and former smoking with the incidence of stroke. While smoking behaviour has a protective relationship to the incidence of stroke."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhadi
"TB Paru menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmet global dalam SDGs. Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TBC adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu Jumlah semua kasus TBC yang diobati dan dilaporkan diantara perkiraan jumlah semua kasus TBC (insiden). Kementerian Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2021 sebesar 85%. Pencapaian Cakupan Treatment (TC) Provinsi Jambi pada tahun 2021 sebesar 26,91% angka ini belum memenuhi target minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 85%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian TB paru di RSUD Raden Mattaher. Desain penelitian menggunakan Cross sectional, dengan jumlah sampel sebanuak 116 sampel. Hasil penelitian diperoleh faktor determinan terhadap kejadian TB di RSUD Raden Mattaher adalah status gizi dan status diabetes militus. Diperoleh status gizi (OR=3,12 ; 1,07 – 9,04) dan Status DM (OR=3,63 ; 1,17 – 11,27)

Pulmonary Tuberculosis (TB) has become one of the diseases whose control is a global commitment within the SDGs (Sustainable Development Goals). One of the indicators used in TB control is the Case Detection Rate (CDR), which is the number of all treated and reported TB cases among the estimated number of all TB cases (incidence). The Ministry of Health has set a minimum CDR target of 85% in 2021. The achievement of the Treatment Coverage (TC) in Jambi Province in 2021 was only 26.91%, which did not meet the set minimum target of 85%. This research aims to analyze the risk factors for pulmonary TB incidents at RSUD Raden Mattaher. The research design used in this study is Cross-sectional, with a sample size of 116. The research results revealed that the determinants for TB incidents at RSUD Raden Mattaher are nutritional status and diabetes mellitus status. The obtained odds ratio for nutritional status was 3.12 (confidence interval: 1.07 - 9.04), while for diabetes mellitus status, it was 3.63 (confidence interval: 1.17 - 11.27)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarnuzi
"Keterlambatan diagnosis dapat memperparah penyakit, meningkatkan risiko kematian dan kemungkinan penularan tuberkulosis di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah proporsi dan lama waktu keterlambatan diagnosis dan faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis TB paru di Kabupaten Tebo. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang berobat di rumah sakit dan puskesmas dalam Kabupaten Tebo tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 366 responden. Anaisis multivariat menggunakan cox regression. Hasil penelitian proporsi keterlambatan diagnosis (>28 hari) sebesar 63,93%. Faktor predisposisi (umur ≥ 45 tahun), faktor pendukung (jenis UPK Non-DOTS dikunjungi pertama kali, stigma tinggi dan jarak tempuh ke UPK ≥ 30 menit) dan faktor kebutuhan (persepsi penyakit tidak serius) merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis. Perlu dilakukan peningkatan kualitas program pengendalian tuberkulosis, penyuluhan tuberkulosis agar masyarakat mempunyai persepsi yang benar terhadap tuberkulosis dan untuk mengurangi stigma negatif terhadap penyakit tuberkulosis, meningkatkan akses ke unit pelayanan kesehatan DOTS serta penemuan secara aktif untuk mengurangi keterlambtan diagnosis.

Delay in diagnosis can lead to increased severity of the disease, increased the risk of death and the possibility of transmission of tuberculosis in the community. The objective of this study was to determine proportion and the length of delay in diagnosis and factors associated with the delay in diagnosis among pulmonary tuberculosis patient in Tebo Distric. This study design using cross sectional conducted in patients with tuberculosis who was treated at hospitals and health centers at Tebo District in 2018. The sample in this study amounted to 366 respondents. Multivariat analysis using a multivariate cox regression. The results showed that the proportion of diagnosis delay (> 28 days) was 63.93 %. Predisposing factors (age ≥ 45 years), enabling factors (first consulting Non-DOTS health care unit, high stigma and distance to the health care unit DOTS ≥ 30 minutes) and need factors (perception of the disease is not serious) are risk factors associated with the diagnostic delay. Necessary improving the quality of tuberculosis control programs, counseling tuberculosis so that people have the correct perception against tuberculosis and to reduce the negative stigma against tuberculosis, improving access to health care units DOTS and active case finding are vital to reduce diagnostic delay."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Paradilla Utami
"Latar belakang: Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis tertinggi kedua di dunia setelah India dengan perkiraan morbiditas sebanyak 969.000 dan mortalitas mencapai 144.000 orang pada tahun 2021. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, faktor perilaku, dan faktor lingkungan rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia. Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Hasil: Variabel yang ditemukan berhubungan dengan kejadian TB paru adalah usia (OR = 2,107, 95% CI = 1,919-2,314), jenis kelamin (OR = 1,469, 95% CI = 1,371-1,575), status kawin (OR = 1,206, 95% CI = 1,117-1,303), tingkat pendidikan (OR = 1,795, 95% CI = 1,655-1,946), riwayat merokok (OR = 1,194, 95% CI = 1,113-1,281), kebiasaan membuka jendela rumah (OR = 1,160, 95% CI = 1,080-1,246), kondisi ventilasi (OR = 1,266, 95% CI = 1,178-1,360), kondisi pencahayaan (OR = 1,330, 95% CI = 1,241-1,426), jumlah anggota rumah tangga (OR = 1,131, 95% CI = 1,044-1,221), dan daerah tempat tinggal (OR = 1,213, 95% CI = 1,130-1,301). Riwayat konsumsi minuman beralkohol ditemukan sebagai faktor protektif. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara karakteristik sosiodemografi, faktor perilaku, dan faktor lingkungan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia.

Background: Indonesia is a country with the second highest tuberculosis burden in the world after India with an estimated morbidity of 969,000 and mortality reaching 144,000 people in 2021. Objective: This study aims to determine the relationship between sociodemographic characteristics, behavioral factors, and home environmental factors on incidence pulmonary tuberculosis in population aged ≥15 years in Indonesia. Methods: The method used in this study was cross-sectional. Results: The variables found to be associated with the incidence of pulmonary TB were age (OR = 2.107, 95% CI = 1.919-2.314), gender (OR = 1.469, 95% CI = 1.371-1.575), marital status (OR = 1.206, 95 % CI = 1.117-1.303), education level (OR = 1.795, 95% CI = 1.655-1.946), smoking history (OR = 1.194, 95% CI = 1.113-1.281), habit of opening windows (OR = 1.160, 95 % CI = 1.080-1.246), ventilation conditions (OR = 1.266, 95% CI = 1.178-1.360), lighting conditions (OR = 1.330, 95% CI = 1.241-1.426), number of household members (OR = 1.131, 95 % CI = 1.044-1.221), and area of residence (OR = 1.213, 95% CI = 1.130-1.301). History of alcohol consumption was found to be a protective factor. Conclusion: There is a relationship between sociodemographic characteristics, behavioral factors, and home environment factors with the incidence of pulmonary tuberculosis in people aged ≥15 years in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Nur Ista A.
"Latar belakang: Tuberkulosis merupakan salah satu infeksi oportunistik dan penyebab kematian terbanyak pada pasien HIV. Keterlambatan diagnosis menyebabkan peningkatan kematian karena gejala dan tanda tidak khas. Pemeriksaan awal diagnostik lebih cepat dengan performa diagnosis lebih baik diperlukan untuk meningkatkan keakuratan dan kecepatan diagnosis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan molekular yaitu Xpert MTB/RIF® yang dapat mendeteksi DNA Mycobacterium tuberculosis dan data Xpert MTB/RIF® pada pasien HIV masih sangat terbatas.
Tujuan: Mengetahui nilai diagnostik Xpert MTB/RIF® dalam mendiagnosis tuberkulosis paru pada pasien HIV.
Metode: Penelitian potong lintang terhadap pasien HIV dengan kecurigaan tuberkulosis yang datang ke UPT HIV RSCM dan pasien ruang rawat penyakit dalam Gedung A RSCM dari Oktober 2012 hingga April 2013. Xpert MTB/RIF® dibandingkan dengan kultur media cair BACTEC MGIT 960®. Kemampuan diagnostik Xpert MTB/RIF® dinilai dengan membuat tabel 2x2 dan menghitung nilai sensitivitas, spesifitisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif serta rentangan nilainya menurut batas 95 % batas kepercayaan.
Hasil: Sejumlah 66 subjek menjadi subjek penelitian dengan 43 subjek mendapatkan hasil kultur M. tuberculosis positif. Subjek penelitian umumnya usia 25-35 tahun (58%) dengan jenis kelamin laki-laki (73%), IMT rendah (53%) dan CD4 < 50 sel/mm3 (56%). Faktor risiko terbanyak akibat pemakaian narkoba suntik (62%) Didapatkan hasil sensitivitas Xpert MTB/RIF® adalah 93% (IK 95% 87% - 99%), spesifisitas 91,3% (IK 95% 84,5 - 98,1%), Nilai Duga Positif 95,2% (IK 95% 90,1% - 100%), Nilai Duga Negatif 87,5% (IK 95% 79,5% - 95,5%), Rasio Kemungkinan Positif 10,7 serta Rasio Kemungkinan Negatif 0,08.
Simpulan: Kemampuan diagnostik Xpert MTB/RIF® dalam mendiagnosis tuberkulosis paru pada pasien HIV sangat baik.

Background: Tuberculosis is one of the most common presenting illness and the leading cause of death among people living with HIV. The clinical features of pulmonary tuberculosis in HIV-infected patients are not typical. The accurate diagnosis of pulmonary tuberculosis in HIV-infected patient remains a clinical challenge. Xpert MTB/RIF® is a new molecular modality for rapid diagnostic of tuberculosis. However, performance-related data from HIV-infected patients are still limited.
Objectives: To determine the accuracy of Xpert MTB/RIF® in diagnosing pulmonary tuberculosis in HIV-infected patients.
Methods: This is a cross-sectional study performed in HIV-infected patients who suspected having pulmonary tuberculosis during October 2012 to April 2013 in Cipto Mangunkusumo Hospital. We investigated the diagnostic accuracy of Xpert MTB/RIF® compared liquid media culture.
Results: A total of 66 patients were suspected having pulmonary tuberculosis, and 43 patients were confirmed by culture examinations. Most of the patients were 25 - 35 years olds (58%), male (73%), have a low BMI (53%) and low CD4+ (56%). Most of HIV-infected patients were intravenous drugs user (62%). The sensitivity and specificity of Xpert MTB/RIF® were 93.0% (95% CI, 87.0% to 99.0%) and 91.3% (95% CI, 84.5% to 98.1%). The positive and negative predictive values were 95.2% (95% CI, 90.1% to 100%) and 87.5% (95% CI, 79.5% to 95.5%). Positive and negative likelihood ratios were 10.7 and 0.08.
Conclusion: Xpert MTB/RIF® has a good performance in diagnosing pulmonary tuberculosis in HIV-infected patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Primasari
"MPHTB merupakan masalah darurat global karena menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan penyakit menular lainnya. Berdasarkan WHO Global Tuberculosis 2016 menyatakan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk 254.831.222, menempati posisi kedua dengan beban TB tertinggi didunia.Timbulnya penyakit tuberculosis TBC di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko determinan, salah satunya kurangnya sinar matahari masuk kedalam rumah. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pencahayaan alami dalam rumah dengan kejadian TB paru BTA positif pada usia ge;15 tahun keatas di Kota Solok Sumatera Barat pada tahun 2017. Desain Penelitian ini adalah case control dengan melakukan wawancara, obeservasi dan pengukuran terhadap pencahayaan dan kelembaban. Penelitian ini dilakukan pada bulan April s/d Mei 2018. Hasil Peneilitian ini Pencahayaan yang dalam rumahyang < 60 lux beresiko terkena TB Parur 3,732 kali 95 CI 1,584-8,793 setelah di kontrol oleh variabel Kepadatan Hunian dan Status Gizi.

MPH Tuberculosis is a global emergency issue because it causes more deaths than other infectious diseases. According to WHO Global Tuberculosis 2016 states that Indonesia with a population of 254,831,222, occupies the second position with the highest burden of TB in the world. The incidence of tuberculosis TB in the community is influenced by several determinant risk factors, one of which is the lack of sunlight into the house. The purpose of this research is to know the relationship between natural light in the house with the incidence of positive smear pulmonary tuberculosis at age ge 15 years and above in Solok city of West Sumatera in 2017. Design This research is case control by conducting interview, obeservasi and measurement to lighting and humidity. This study was conducted from April to May 2018. The results of this study The in house lightings "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Nur Ghania
"Latar belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan masalah kesehatan yang menempati peringkat ketiga penyebab kematian di seluruh dunia. PPOK secara umum dapat terjadi karena adanya paparan zat/partikel secara terus menerus sehingga memicu adanya penyempitan saluran napas. Kabupaten Karawang dan Kota Bogor sebagai wilayah industri dapat memicu peningkatan kejadian PPOK. Selain itu, prevalensi perokok ≥ 35 tahun di Kabupaten Karawang sebesar 63,05% dan Kota Bogor sebesar 56,83% juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya PPOK.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian PPOK pada penduduk usia ≥ 40 tahun di Kabupaten Karawang dan Kota Bogor tahun 2022.
Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain studi cross-sectional yang menggunakan data deteksi dini PPOK pada tahun 2022.
Hasil: Penelitian ini memperlihatkan adanya faktor yang berhubungan dengan kejadian PPOK yaitu usia (POR 1,83; 95% CI 0,69 – 4,86; dan POR 17,6; 95% CI 3,60-85,9), riwayat asma (POR 4,84; 95% CI 1,05-22,21), derajat merokok (POR 5,8; 95% CI 2,17-15,50; dan POR 16,61; 95% CI 4,40-62,69), pekerjaan (POR 1,49; 95% CI 0,20-10,68; POR 0,10; 95% CI 0,02-0,46; POR 1,14; 95% CI 0,19-6,91; dan POR 0,03; 95% CI 0,004-0,25) serta konsumsi sayur/buah (POR 8,36; 95% CI 1,93- 36,21).
Kesimpulan: Angka kejadian PPOK yang diketahui sebesar 2,1% memperlihatkan adanya hubungan antara usia, riwayat asma, derajat merokok, pekerjaan, dan konsumsi sayur/buah dengan kejadian PPOK pada penduduk usia ≥ 40 tahun di Kabupaten Karawang dan Kota Bogor tahun 2022.

Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a health problem that ranks third as the cause of death worldwide. COPD can generally occur due to continuous exposure to substances/particles that trigger narrowing of the airways. Karawang Regency and Bogor City as industrial areas can trigger an increase in the incidence of COPD. In addition, the prevalence of smokers ≥ 35 years in Karawang Regency is 63.05% and in Bogor City is 56.83%, which can also increase the likelihood of COPD.
Objective: This study aims to determine the factors associated with the incidence of COPD in residents aged ≥ 40 years in Karawang Regency and Bogor City in 2022.
Methods: The method used in this study is a quantitative method with a cross-sectional study design that uses early detection data for COPD in 2022.
Results: This study shows the factors associated with the incidence of COPD, namely age (POR 1,83; 95% CI 0,69 – 4,86; and POR 17,6; 95% CI 3,60-85,9), history of asthma (POR 4.84; 95% CI 1.05-22.21), smoking status (POR 5,8; 95% CI 2,17-15,50; dan POR 16,61; 95% CI 4,40-62,69), occupation (POR 1.49; 95% CI 0.20-10.68; POR 0.10; 95% CI 0.02-0.46; POR 1.14; 95% CI 0.19-6.91; and POR 0.03; 95% CI 0.004-0.25), and consumption of vegetables/fruits (POR 8,36; 95% CI 1,93-36,21).
Conclusion: The incidence rate of COPD is known to be 2.1%, which shows the relationship between age, history of asthma, smoking degree, occupation, and consumption of vegetables/fruits with the incidence of COPD in residents aged ≥ 40 years in Karawang Regency and Bogor City in 2022.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ulfa Amidya
"Tuberkulosis paru masih menjadi beban penyakit menular di dunia, termasuk Indonesia. Angka yang masih tinggi setiap tahun mengindikasikan masih banyaknya faktor risiko penularan di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥15 tahun di DKI Jakarta. Desain penelitian cross-sectional dipilih dengan menggunakan data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar 2018. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 11.266, yaitu jumlah responden yang berusia ≥15 tahun di DKI Jakarta. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi square, dan multivariat dengan uji regresi logistik ganda. Hasil analisis regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa dari sepuluh variabel yang diuji, tiga di antaranya secara statistik berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥15 tahun di DKI Jakarta. Variabel yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah pendidikan (POR 1,96 95% CI: 1,16-3,301), diabetes melitus (POR 8,9 95% CI: 4,947-16,132), dan status gizi (POR 3,7 95). % CI 1.928-7.054). Peningkatan aspek promotif dan preventif dari program pengendalian tuberkulosis yang menitikberatkan pada faktor risiko diperlukan untuk mengatasi peningkatan kasus TB paru.

Pulmonary tuberculosis is still a burden of infectious diseases in the world, including Indonesia. The number which is still high every year indicates that there are still many risk factors for transmission in the community. This study aims to determine the risk factors associated with the incidence of pulmonary tuberculosis in people aged ≥15 years in DKI Jakarta. The cross-sectional research design was selected using secondary data from the 2018 Basic Health Research. The number of samples used was 11,266, namely the number of respondents aged ≥15 years in DKI Jakarta. Data analysis was carried out by univariate, bivariate with chi square test, and multivariate with multiple logistic regression tests. The results of multivariate logistic regression analysis showed that of the ten variables tested, three of them were statistically related to the incidence of pulmonary tuberculosis in people aged ≥15 years in DKI Jakarta. The variables related to the incidence of pulmonary tuberculosis were education (POR 1.96 95% CI: 1.16-3.301), diabetes mellitus (POR 8.9 95% CI: 4.947-16.132), and nutritional status (POR 3.7 95). ). % CI 1,928-7,054). Increasing the promotive and preventive aspects of the tuberculosis control program that focuses on risk factors is needed to overcome the increasing cases of pulmonary TB."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hingis Saputri Arinda
"Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di banyak negara berkembang termasuk di Indonesia. Salah satu upaya untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit tuberkulosis adalah dengan mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) bagi penderita tuberkulosis. Ketidakpatuhan dalam meminum OAT merupakan masalah tersendiri. Banyak faktor risiko yang menyebabkan penderita tuberkulosis tidak patuh dalam meminum OAT. Salah satu faktor yang berperan adalah gangguan mental emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gangguan mental emosional terhadap ketidakpatuhan minum OAT pada penderita tuberkulosis paru usia ≥15 tahun di Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan data Riskesdas 2018 dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 1.340 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional pada penderita tuberkulosis paru usia ≥15 tahun sebesar 24,1%. Pada analisis bivariat didapatkan hubungan yang signifikan antara gangguan mental emosional dengan ketidakpatuhan minum OAT (P=0,028; PR=1,209; 95% CI:1,030-1,418). Hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan mental emosional dengan ketidakpatuhan minum OAT setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin dan tingkat pendidikan (P=0,101). Namun, penderita tuberkulosis yang mengalami gangguan mental emosional mempunyai risiko 1,188 kali lebih besar untuk tidak patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis dibandingkan pasien yang tidak mengalami gangguan mental emosional setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin dan tingkat pendidikan (PR=1,188; 95% CI: 0,967-1,458).

Tuberculosis is a health problem in many developing countries, including Indonesia. An effort to break the chain of the tuberculosis spreads is by taking anti-tuberculosis drugs for the tuberculosis patient. Non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs is a problem itself. There are many risk factors that cause tuberculosis patients to be non-adherent in taking anti-tuberculosis drugs. One of the factors is mental emotional disorders. This study aims to determine the relationship between mental emotional disorders and non- adherence in taking anti-tuberculosis drugs with pulmonary tuberculosis patients aged ≥15 years in Indonesia. In this study, Riskesdas 2018 data is used with a cross-sectional study design. Total sample is 1.340 respondents according to inclusion and exclusion criteria. The results of this study indicate the prevalence of mental emotional disorders in patients with pulmonary tuberculosis aged ≥15 years is 24.1%. In bivariate analysis, there is a significant relationship between mental emotional disorders and non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs (P=0.028; PR=1.209; 95% CI:1.030-1.418). The results of multivariate analysis showed that there is no significant relationship between mental emotional disorders and non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs after being controlled by the variables of gender and education level (P=0,101). However, tuberculosis patients with mental emotional disorders had 1,188 times greater risk of not adhere taking anti-tuberculosis drugs than patients who did not experience mental emotional disorders after being controlled by the variables of gender and education level (PR=1.188; 95% CI: 0.967 -1.458)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>