Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115021 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haura Alifia Pramesti
"Durian (Durio zibethinus) merupakan salah satu komoditas buah di pasar Indonesia yang terus mengalami peningkatan produksinya dalam lima tahun terakhir. Buah durian terdiri dari daging buah dengan porsi 21% dan sisanya berupa kulit dan biji sebesar 79%. Merujuk pada jumlah produksi durian pada tahun 2020 sebesar 1.133.195 ton, maka jumlah limbah yang dihasilkan oleh buah durian dapat mencapai 896.130 ton. Limbah kulit durian sejauh ini belum dimanfaatkan dengan optimal dan hanya menjadi sampah yang mencemari lingkungan. Di sisi lain, kulit durian mengandung beberapa senyawa, seperti pektin, lignin, selulosa, senyawa antioksidan seperti flavonoid, minyak atsiri, fenolik, saponin, tanin, dan kuinon. Senyawa flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai zat bioinsektisida yang bersifat ramah lingkungan. Flavonoid dapat diperoleh dari tanaman dengan menggunakan metode ekstraksi. Ekstraksi flavonoid dengan metode gelombang ultrasonik dilakukan dengan memvariasikan bahan terhadap pelarut 1:10, 1:15, 1:20, 1:25, dan 1:30 (b/v). Pengujian menggunakan uji Total Flavonoid Content (TFC) dengan kuersetin sebagai larutan standar. Nilai TFC paling tinggi diperoleh dari variasi terendah 1:10 sebesar 0,639 ± 0,002 mg QE/g kulit durian kering. Selain flavonoid, ekstrak kulit durian mengandung senyawa bioaktif lain seperti alkaloid, fenol, dan terpenoid.

Durian (Durio zibethinus) is one of the fruit commodities in the Indonesian market whose production has continued to increase in the last five years. Durian fruit consists of fruit flesh with a portion of 21% and the rest in the form of skin and seeds by 79%. Regarding to the amount of durian production in 2020 which is 1.133.195 tons, the amount of waste produced by durian fruit can reach 896.130 tons. So far, durian skin waste has not been used optimally and only becomes garbage that pollutes the environment. On the other hand, durian skin contains several compounds, such as pectin, lignin, cellulose, antioxidant compounds such as flavonoids, essential oils, phenolics, saponins, tannins, and quinones. Flavonoid compounds can be used as bioinsecticide substances that are environmentally friendly. Flavonoids can be obtained from plants using the extraction method. The extraction method commonly used is ultrasonic wave extraction. One of the parameters that affect the extraction yield is the ratio of the biomass to the solvent. Extraction of flavonoids by ultrasonic wave method was carried out by varying the biomass to solvents ratio 1:10, 1:15, 1:20, 1:25, and 1:30 (b/v). The highest TFC value was obtained from the lowest variation of 1:10, 0,639 ± 0,002 mg QE/g dried durian skin. In addition to flavonoids, durian peel extract contains alkaloids, phenols, and terpenoids based on LCMS test."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafifah Hasna
"Indonesia, sebagai negara agraris, memiliki aneka ragam hasil pertanian yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan, salah satunya jengkol. Produksi serta konsumsi jengkol terus meningkat setiap tahunnya, hingga pada tahun 2020, tercatat masyarakat Indonesia mengonsumsi jengkol 0,68 kg/kapita/tahun. Secara umum jengkol dimanfaatkan tanpa kulitnya, sedangkan kulit jengkol banyak mengandung senyawa metabolit sekunder yang mempunyai banyak kegunaan, salah satunya sebagai pembasmi hama atau bioinsektisida. Salah satu kandungan senyawa dalam limbah kulit jengkol yang bersifat toksik bagi serangga adalah flavonoid. Flavonoid bekerja menghambat reseptor perasa pada daerah mulut serangga sehingga juga menghambat pertumbuhannya. Perhitungan kadar flavonoid dalam ekstrak limbah kulit jengkol, dapat ditunjukkan sebagai TFC (Total Flavonoid Content). Salah satu langkah awal yang dilakukan untuk mengolah kulit jengkol menjadi bioinsektisida adalah dengan ekstraksi. Dalam penelitian ini, digunakan metode ekstraksi gelombang ultrasonik dengan pelarut etanol, frekuensi 53 kHz dan suhu 40℃. Pada penelitian ini diamati pengaruh waktu sonikasi terhadap total flavonoid dengan variasi waktu 20 menit; 30 menit; 45 menit; 60 menit; dan 75 menit. Analisis TFC yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 434 nm dan larutan standar kuersetin. Nilai TFC tertinggi diperoleh ketika waktu ekstraksi 60 menit, yaitu sebesar 1,595 mg QE/ g ekstrak kulit jengkol. Berdasarkan hasil uji LCMS yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa dengan fungsi sebagai insektisida, terdapat vanillic acid, linoleic acid, cynaroside, dan quercetin pentoside yang terkandung dalam ekstrak kulit jengkol pada waktu ekstraksi 60 menit. Analisis ANOVA menunjukkan signifikasi dengan nilai F sebesar 201, 807, nilai Fcritical sebesar 2,759, dan P-value sebesar 1,22 e-18(F > Fcritical), dimana dapat diartikan perbedaan nyata atau signifikasi antara variasi waktu ekstraksi terhadap nilai TFC ekstrak kulit jengkol.

Indonesia, as an agricultural country, has a variety of agricultural products that are often used as food ingredients, one of which is jengkol. The production and consumption of jengkol continues to increase every year. It was recorded that Indonesian consumed jengkol with a total of 0.68 kg/capita/year in 2020. In general, jengkol is utilized without the skin. While the skin of jengkol contains many secondary metabolites that have many uses, such as pest control or bioinsecticide. One of the compounds in jengkol skin waste that is toxic to insects is flavonoids. Flavonoids work to inhibit taste receptors in the mouth area of ​​insects as well as inhibit their growth. Calculation of flavonoid levels in the extract of jengkol peel waste can be shown as TFC (Total Flavonoid Content). One of the first steps taken to process jengkol skin into bioinsecticide is extraction. In this research, ultrasonic extraction method with ethanol solvent, frequency 53 kHz and temperature 40℃ was used. In this study the effect of sonication time on total flavonoid content was observed by varying the sonication time to 20 minutes; 30 minutes; 45 minutes; 60 minutes; and 75 minutes. TFC analysis was carried out using UV-Vis spectrophotometry and a standard solution of quercetin. The highest TFC value was obtained when the extraction time was 60 minutes, which was 1,595 mg QE/g dried jengkol peel. Based on the results of the LCMS test which was used to identify compounds with insecticides function, there were vanillic acid, linoleic acid, cynaroside, and quercetin pentoside contained in the jengkol peel extract at an extraction time of 60 minutes. ANOVA analysis showed a significance with an F value of 201, 807, an Fcritical value of 2,759, and a P-value of 1.22 e-18 (F > Fcritical), which can be interpreted as a real or significant difference between the variation of extraction time and the TFC value of the skin extract. jengkol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Wulan Alindi
"Indonesia sebagai negara agrikultural tentunya memiliki permasalahan mengenai serangan hama dan limbah organik. Salah satu jenis hama yang tersebar di Indonesia adalah spesies baru ulat grayak (Spodoptera frugiperda) yang baru muncul pada Maret 2019. Limbah organik menjadi permasalahan besar karena jumlahnya yang memenuhi 60% total sampah Indonesia. Salah satu limbah organik yang banyak ditemukan di Indonesia adalah durian yang kulitnya diperkirakan menghasilkan limbah sekitar 556.360 ton per tahunnya. Durian mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, alkaloid, triterpenoid, dan tannin yang bersifat racun terhadap hama. Pengambilan senyawa bioaktif kulit durian dilaksanakan menggunakan metode ultrasonic-assisted extraction yang merupakan metode ekstraksi maserasi yang dimodifikasi berbantukan gelombang ultrasonik dengan variasi polaritas pelarut yaitu etanol absolut, 70%, 50%, 30%, dan akuades. Proses ekstraksi dilaksanakan pada suhu 40oC, 53 kHz, dan waktu 20 menit. Variasi pelarut tersebut memberikan pengaruh yang berbeda terhadap yield ekstrak kasar dan persentase mortalitas ulat grayak. Yield tertinggi dihasilkan oleh pelarut akuades dengan persentase sebesar 87,05 ± 1,56%. Dilakukan pula uji efikasi dari seluruh ekstrak dan diperoleh hasil bahwa ekstrak kulit durian terbukti memiliki kemampuan sebagai bioinsektisida dengan persentase mortalitas tertinggi sebesar 27% untuk pelarut etanol 30%. Uji GC-MS dilaksanakan pada ekstrak terbaik dan diperoleh senyawa kolekalsiferol sebagai senyawa berpotensi sebagai pestisida tertinggi dengan peak area sebesar 23,68%. Senyawa identifikasi GC-MS diuji dengan docking molekuler dengan asetilkolinesterase sebagai salah satu reseptor insektisida dan diperoleh nilai docking tertinggi sebesar -6,8 kkal/mol untuk senyawa asam palmitat dan 1-Oktadekena serta persen kemiripan interaksi dengan ligan kontrol tertinggi dimiliki oleh 1-Oktadekena sebesar 80%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Emilia
"Jengkol (Pithecellobium jiringa) merupakan tanaman hortikultura dengan jumlah selalu meningkat setiap tahunnya. Kulit jengkol diduga mengandung senyawa bioaktif alkaloid, flavonoid, dan tanin yang bersifat toksik terhadap hama. Penelitian ini menguji senyawa flavonoid yang terkandung pada kulit jengkol beserta yield ekstrak dengan perbandingan simplisia dan pelarut sebesar 1:25gr/mL. Ekstraksi dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasonik (Ultrasound-Assisted Extraction) dengan variasi pelarut yang digunakan merupakan akuades, etanol 30%, 50%, 70%, dan etanol absolut. Hasil penelitian menunjukkan yield ekstrak terbanyak didapatkan dengan menggunakan pelarut etanol 50% yaitu sebesar 25.51±1.82%b/b. Kandungan TFC ekstrak terbaik didapatkan dengan pelarut etanol 70% yaitu sebesar 1,643±0,026 mg QE/g kulit jengkol kering, dan senyawa yang teridentifikasi dengan LC-MS yaitu asam fenolat, asam lemak, flavonoid, fitoaleksin, dan kumarin. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan dengan ANOVA (α = 5%) dan dilanjutkan dengan uji LSD menunjukkan bahwa variasi pelarut berpengaruh secara signifikan terhadap yield dan nilai TFC ekstrak. Ekstrak kulit jengkol dengan pelarut etanol 70% lebih disarankan untuk pembuatan bioinsektisida. Hal ini disebabkan jumlah flavonoid yang terkandung ±73% lebih besar dibanding ekstrak menggunakan pelarut etanol 50%.

Jengkol (Pithecellobium jiringa) is a horticultural plant whose number always increases every year. Jengkol skin is thought to contain bioactive compounds of alkaloids, flavonoids, and tannins which are toxic to pests. This study tested the flavonoid compounds contained in the skin of jengkol along with the extract yield with a ratio of simplicia and solvent of 1:25gr/mL. Extraction is carried out with the help of ultrasonic waves (Ultrasound-Assisted Extraction) with a variety of solvents used are distilled water, ethanol 30%, 50%, 70%, and absolute ethanol. The results showed that the highest extract yield was obtained using 50% ethanol as a solvent, which was 25.51±1.82%w/w. The best extract TFC content was obtained with 70% ethanol solvent, which was 1.643±0.026 mg QE/g dry jengkol skin, and the compounds identified by LC-MS were phenolic acids, fatty acids, flavonoids, phytoalexins, and coumarins. Based on statistical analysis carried out by ANOVA (α = 5%) and followed by LSD test, it showed that solvent variation had a significant effect on the yield and TFC value of the extract. Jengkol peel extract with 70% ethanol solvent is recommended for the manufacture of bioinsecticides. This is due to the number of flavonoids contained ± 73% greater than the extract using 50% ethanol solvent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Kartika Dewi
"Nanas merupakan buah dengan produktivitas yang tinggi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan jumlah produksinya yang selalu meningkat dan pada tahun 2019 Indonesia menempati posisi kelima sebagai produsen nanas terbesar di dunia. Nanas mengandung senyawa tanin, saponin, flavonoid, fenol, dan enzim bromelain yang bersifat toksik terhadap hama sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai insektisida nabati. Saat ini, di Indonesia hanya daging buah nanas saja yang umum dimanfaatkan dan belum banyak penelitian yang mengkaji terkait manfaat dari bagian lain tanaman nanas seperti bagian mahkota nanas. Penelitian ini menguji efektivitas ekstrak limbah mahkota nanas terhadap mortalitas kutu putih (Dysmicoccus neobrevipes). D. Neobrevipes, merupakan hama yang menyebabkan penyakit layu PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus) pada tanaman nanas. Pada penelitian ini, mahkota nanas diekstraksi secara bertingkat menggunakan metode Ultrasound-assisted extraction (UAE) dengan menggunakan variasi jenis pelarut yaitu etanol sebagai pelarut polar, kloroform sebagai pelarut semipolar, dan PE sebagai pelarut nonpolar. Hasil uji ANOVA ekstrak limbah mahkota nanas terhadap mortalitas D. Neobrevipes dengan dosis 25 mg/mL menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara ekstrak etanol dan ekstrak kloroform. Hasil uji variasi dosis ekstrak etanol menunjukkan bahwa peningkatan variasi dosis berbeda signifikan ketika ditingkatkan 3 kali lipat. Dari hasil analisis kandungan senyawa ekstrak limbah mahkota nanas, terdapat golongan senyawa yang berpotensi sebagai insektisida nabati dan terdapat kandungan senyawa aktif pada ekstrak yang sudah diaplikasikan sebagai insektisida.

Pineapple is a fruit with high productivity in Indonesia. Proven by the increasing amount of production where in 2019, Indonesia ranked fifth as the largest pineapple producer in the world. Pineapple contains tannins, saponins, flavonoids, phenols, and bromelain enzymes that are toxic to pests, making them potential to be extracted as insecticides. Currently, in Indonesia, only pineapple flesh is commonly used, and not much research has examined the benefits of other parts of the pineapple plant, such as the crown. This study aimed to test the effectiveness of pineapple crown waste extract on the mortality of mealybugs (Dysmicoccus neobrevipes). D. neobrevipes is a pest that causes PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus) on pineapple plants. The pineapple crowns were extracted in multistages extraction using the Ultrasound-assisted extraction (UAE) method with various solvents, namely ethanol as a polar solvent, chloroform as a semi-polar solvent, and PE as a non-polar solvent. The ANOVA test results of the pineapple crown waste extract on the mortality of D. neobrevipes at a dose of 25 mg/mL showed a significant difference between the ethanol extract and the chloroform extract. The variation in dose of the ethanol extract showed a significant difference when increased three times. From the analysis of the compound content in the pineapple crown waste extract, there are groups of compounds that have the potential as bioinsecticides and there are active compounds in the pineapple crown waste extract which have been applied as insecticides."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abyan Shiddiiq
"Indonesia merupakan salah satu pemeran utama dalam industri tuna di dunia dengan rata rata output sebesar 289 metrik ton per tahun. Salah satu efek yang disebabkan besarnya output tuna di indonesia adalah jumlah limbah tulang tuna yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama ekstraksi kolagen. Kolagen merupakan bahan biopolymer yang memiliki banyak aplikasi dalam kehidupan sehari hari serta bidang biomedis. Beberapa penelitian telah melakukan ekstraksi kolagen pada skala lab. Penelitian ini akan membuat simulasi ekstraksi kolagen dengan metode ASC dari limbah tuna pada skala industri. Untuk membuat simulasi tersebut aplikasi utama yang digunakan adalah SuperPro Designer. Simulasi dijalankan menggunakan 4 masukan yaitu 50kg, 100kg, 500kg dan 1000kg. hasil dari simulasi menunjukkan bahwa variasi 1000kg merupakan yang terbaik scara keekonomian dengan dengan nilai NPV, IRR, dan PBP berturut-turut sebesar USD 3,848,000, 35,55%, 46,36%. Analisis secara keekonomian juga menunjukkan bahwa kapasitas produksi harus dimaksimalkan, namun jumlah limbah tuna yang tersedia menjadi hambatan hal tersebut. Terlebih, metode yang lebih optimal perlu dikaji lagi untuk memaksimalkan output kolagen

Indonesia is one of the main players in the tuna industry in the world with an average output of 289 metric tons per year. One of the effects caused by the large output of tuna in Indonesia is the amount of tuna bone waste produced. The resulting waste can be used as the main raw material for collagen extraction. Collagen is a biopolymer material that has many applications in everyday life and biomedical fields. Several studies have carried out collagen extraction on a lab scale. This research will simulate the extraction of collagen using the ASC method from tuna waste on an industrial scale. To make the simulation, the main application used is SuperPro Designer. The simulation is run using 4 inputs, namely 50kg, 100kg, 500kg and 1000kg. the results of the simulation show that the 1000kg variation is the best economically with the NPV, IRR, and PBP values ​​of USD 3,848,000, 35.55%, 46.36%, respectively. Economic analysis also shows that production capacity must be maximized, however the amount of tuna waste available is an obstacle to this. Moreover, more optimal methods need to be studied again to maximize collagen output"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitriana
"Sampah makanan memiliki kecenderungan timbulan semakin besar dan apabila tidak dikelola dengan tepat maka menimbulkan masalah kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan. Salah satu upaya mengolah dan menambah nilai sampah tersebut yaitu pengomposan. Dengan campuran daun kering dari halaman Fakultas Teknik Universitas Indonesia, sampah makanan yang berasal dari kantin fakultas tersebut dikomposkan secara in vessel. Karena rasio C/N bahan baku kompos penting maka didisain 18, 20, dan 22, dengan perbandingan sampah makanan terhadap daun berturut-turut sebesar 3:1, 1:1, dan 1:3. Pengomposan selama 60 hari menunjukkan rasio C/N memengaruhi salinitas, konduktivitas, kadar air, volatile solids, karbon, nitrogen, volume lindi, dan warna kompos, secara signifikan. Berdasarkan kualitas kompos pada SNI 19-7030-2004, rasio C/N sebesar 20 optimal digunakan.

Food waste has an increasing trend line in generation and if it is not managed properly, it will make problem in public health and environment clean. One of action to treat and add its value is composting. By mixing dry leaves from yard in Engineering Faculty Universitas Indonesia and food waste from canteen in the same faculty, they were composted in vessel. Because of ratio C/N feedstock is important, so it was designed into 18, 20, and 22, with ratio of the food waste to dry leaves in a path were 3:1, 1:1, and 1:3. Composting during 60 days showed that the ratio C/N affected salinity, electric conductivity, water content, volatile solids, carbon, nitrogen, leachate volume, and colour of compost, significantly. Based on compost quality in SNI 19-7030-2004, ratio C/N feedstock in 20 is optimal to use."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tulus Sukreni
"Proses elektrolisis plasma yang merupakan bagian dari Advanced Oxidation Process (AOP) sangat efektif digunakan untuk degradasi limbah pewarna tekstil. Energi yang dihasilkan selama proses tersebut dapat membentuk oksidan-oksidan yang sangat reaktif, terutama radikal hidroksil, yang dapat mendegradasi senyawa-senyawa dalam limbah pewarna tekstil. Namun, proses ini membutuhkan konsumsi energi yang tinggi untuk pembentukan plasma. Selain itu radikal hidroksil (●OH) yang dihasilkan merupakan oksidator yang bersifat non selektif. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi proses, pada penelitian ini dilakukan variasi beberapa parameter yang berpengaruh terhadap proses elektrolisis plasma seperti konsentrasi dan suhu larutan, posisi kedalaman anoda, serta laju alir volume udara injeksi. Penambahan kedalaman posisi anoda dari 5 mm ke 65 mm menunjukkan peningkatan konsumsi energi sebesar 41,95%. Sementara injeksi udara dengan laju alir volume 6 L/menit dapat menurunkan energi pembentukan plasma sebesar 33,48% bila dibandingkan dengan energi pembentukan plasma tanpa injeksi udara. Variasi parameter-parameter tersebut juga berpengaruh terhadap produksi radikal hidroksil. Peningkatan jumlah radikal hidroksil diperoleh pada posisi anoda yang semakin dalam, serta laju alir udara yang rendah yaitu kurang dari 2 L/menit. Pada laju alir volume yang tinggi, penurunan konsumsi energi yang terjadi berdampak pada penurunan produksi radikal hidroksil dimana semakin tinggi laju injeksi udara, radikal hidroksil yang dihasilkan semakin rendah. Proses degradasi Remazol Red sebagai pewarna tekstil juga dipengaruhi oleh laju alir volume udara injeksi. Pada kondisi laju alir volume udara yang optimum, yaitu 0,05 L/menit, diperoleh degradasi pewarna tekstil sebesar 96,04%, meningkat 39,76% jika dibandingkan dengan proses degradasi tanpa injeksi udara.

The plasma electrolysis process which is part of the Advanced Oxidation Process (AOP) is effectively used for the degradation of textile dye waste. The energy generated during the process can form highly reactive oxidants, especially hydroxyl radicals, which can degrade the compounds in textile dye wastes. However, this process requires high energy consumption for plasma formation. In addition, the hydroxyl radicals (●OH) produced are non selective oxidizer. Therefore, to improve the efficiency of the process, the variation of several parameters in this research which influenced the plasma electrolytic processes were carried out such as concentration and temperature of the solution, the depth of the anode, and the volume flow rate of air injection. The addition of the anode position depth from 5 mm to 65 mm showed an increase in energy consumption of 41.95%. While air injection with a volume flow rate of 6 L/minute can reduce plasma formation energy by 33.48% when compared to the energy of plasma formation without air injection. The variation of these parameters also affected the production of hydroxyl radicals. Increasing the amount of hydroxyl radical was obtained at the anode deeper position and the lower air flow rate which was less than 2 L/minute. At a high volume flow rate, the decrease in energy consumption that occured impacted on the production of hydroxyl radicals in which the higher rate of air injection, hydroxyl radicals generated were lower. The degradation process of Remazol Red as a textile dye was also influenced by the flow rate of injected air. In condition of optimum air flow volume of 0.05 L/minute, textile dye degradation was 96.04%, increased by 39.76% compared to the degradation process without air injection.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
D2688
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faishal Fakhri Muhtadi
"Limbah cair amonia merupakan salah satu polutan yang mencemari sungai. Salah satu sumber limbah cair amonia di sungai ialah dari perusahaan pupuk, salah satu contohnya adalah limbah dari PT. Pupuk Iskandar Muda (PT. PIM) Lhokseumawe sebesar 282,722 ppm, perlu dilakukan reduksi amonia agar tidak mencemari linkungan perairan. Teknologi elektrolisis plasma udara merupakan green technology yang dapat mendegradasi limbah amonia menjadi pupuk nitrat cair dengan dihasilkannya spesies unik yang bersifat reaktif, seperti radikal OH. Mekanisme degradasinya ialah limbah amonia tersebut akan teroksidasi menjadi pupuk nitrat cair oleh radikal OH yang dihasilkan dari elektrolisis plasma. Dengan menggunakan teknologi ini selain bisa mereduksi kadar amonia agar aman bagi lingkungan, bisa juga menjadikan limbah tersebut sebagai keuntungan karena dikonversi menjadi pupuk nitrat yang sangat bermanfaat bagi tanaman dan memiliki nilai jual di pasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses degradasi limbah amonia dan sintesis pupuk nitrat cair melalui teknologi Air Plasma Electrolysis dengan pengaruh penambahan ion Fe2+, pH larutan, tegangan serta diameter anoda. Metode ini dilakukan pada reaktor batch menggunakan penambahan ion Fe2+ dengan variasi konsentrasi 10 ppm; 30 ppm; 50 ppm, pH larutan dengan variasi 9,3; 10,3; 11,3, tegangan operasi dengan variasi 850 V; 900 V; 950 V, dan diameter anoda dengan variasi 1 mm; 1,6 mm. Hasil penelitian pada kondisi maksimum yaitu degradasi limbah amonia sebesar 57,23% atau sebanyak 14,65 mmol amonia dan produksi nitrat yaitu 1334 ppm atau 27,97 mmol menggunakan larutan amonium sulfat 300 ppm, pH awal 11,3 pada daya 285 Watt, laju alir udara 1 lpm, diameter anoda 1,6 mm, suhu operasi 50 oC, kedalaman anoda 2,5 cm, penambahan ion Fe2+ 50 ppm serta dilakukan dalam waktu 90 menit.

Amonia liquid waste is one of the pollutants that pollute rivers. One source of amonia liquid waste in rivers is from fertilizer companies, one example is waste from PT. Iskandar Muda (PT. PIM) Lhokseumawe fertilizer is 282,722 ppm, it is necessary to reduce amonia so as not to pollute the aquatic environment. Air plasma electrolysis technology is a green technology that can degrade amonia waste into liquid nitrate fertilizer by producing unique reactive species, such as OH radicals. The degradation mechanism is that the amonia waste will be oxidized into liquid nitrate fertilizer by OH radicals generated from plasma electrolysis. By using this technology, besides being able to reduce amonia levels to be safe for the environment, it can also make the waste an advantage because it is converted into nitrate fertilizer which is very beneficial for plants and has a selling value in the market. This study aims to determine the process of degradation of amonia waste and the synthesis of liquid nitrate fertilizer through Air Plasma Electrolysis technology with the effect of adding Fe2+ ions, solution pH, voltage and anode diameter. This method was carried out in a batch reactor using the addition of Fe2+ ions with a concentration variation of 10 ppm; 30 ppm; 50 ppm, the pH of the solution with a variation of 9.3; 10.3; 11.3, operating voltage with a variation of 850 V; 900 V; 950 V, and anode diameter with a variation of 1 mm; 1.6 mm. The results of the study at the maximum condition that the degradation of amonia waste was 57.23% or as much as 14.65 mmol amonia and nitrate production was 1334 ppm or 27.97 mmol using a 300 ppm ammonium sulfate solution, initial pH 11.3 at 285 Watts, the rate of air flow 1 lpm, anode diameter of 1.6 mm, operating temperature 50 oC, anode depth of 2.5 cm, addition of 50 ppm Fe2+ ions and carried out within 90 minutes"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris
"Industri tekstil, khususnya batik menghasilkan limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan. Limbah cair batik, selain mengandung senyawa pewarna yang kompleks, tetapi juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut dan terurai dalam air. Banyak cara yang telah diteliti untuk mendapatkan proses pengolahan yang paling optimal, salah satunya adalah dengan mengkombinasikan pengolahan fisik, kimia, dan biologi. Proses pengolahan biologis sangat membutuhkan proses pendahuluan, yaitu untuk mendapatkan kondisi rasio BOD/COD = 0,6 yang menyatakan bahwa air limbah mempunyai biodegradabilitas yang cukup baik.
Tujuan dari studi ini adalah menguji jenis dan dosis optimum dari koagulan untuk mencapai rasio BOD/COD = 0,6 serta menguji apakah pengolahan dengan proses oksidasi dan adsorbsi karbon aktif efektif untuk menurunkan warna limbah cair batik. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah koagulasi-flokulasi dengan FeSO4 dan PACl, adsorbsi karbon aktif granular dari tempurung kelapa, dan oksidasi dengan KMnO4.
Limbah batik yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai COD sebesar 1936 ppm, BOD sebesar 667,5 ppm (rasio BOD/COD= 0,34), pH sebesar 9,95, TSS 4200 ppm, dan warna 8660 PtCo. Rasio BOD/COD = 0,6 berhasil dicapai saat dosis koagulan FeSO4 sebesar 3 g/L dan PACl sebesar 1,5 g/L. Oksidasi dengan KMnO4 menunjukan nilai removal warna yang semakin membaik saat kondisi limbah cair batik semakin asam. Kondisi optimal dicapai saat dosis KMnO4 sebesar 60 mL/L dengan tingkat removal warna sebesar 83,11% pada pH 3. Adsorbsi karbon aktif dinilai tidak cukup efektif karena perbandingan 1 gram karbon aktif berbanding 10 ml sampel limbah hanya dapat menurunkan warna sebesar 18%.

The textile industry, especially produce wastewater that comes from dyeing process. The wastewater from Batik, not only containing dye complex compounds, but also contain synthetic ingredients that difficult to dissolve and decompose in water. Many ways that has been studied to gain the optimal processing, one of which is to combine the processing of physical, chemical, and biological. Biological treatment process requires the pre-processing to get the condition of the BOD / COD ratio = 0.6 which states that the biodegradability in the wastewater is good enough.
The purpose of the study is to test the optimal type and dose from the coagulant to get the ratio BOD/COD = 0,6 and also to test whether the processing with oxidation process and adsorption of activated carbon are effective to lower batik’s wastewater. The process used in this study is a coagulation-flocculation with FeSO4 and PACl, adsorption with granular activated carbon of coconut shell, and oxidation with KMnO4.
Batik's wastewater that used in this study has a value of COD at 1936 ppm, BOD at 667.5 ppm, pH about 9.95, TSS at 4200 ppm, and color at 8660 PtCo. The ratio of BOD/COD = 0.6 was gained when the dose of coagulant, FeSO4 at 3 g/L and PACl at 1.5 g/L. Oxidation with KMnO4 showed greater values of color removal when the condition of batik’s wastewater are more acidic. Optimal condition is gained when the dose of KmnO4 at 60 ml /L with color removal rate of 83.11%. Activated carbon adsorption is not effective enough because of the ratio of 1 gram of activated carbon versus 10 mL samples of wastewater can only remove the color by 18%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>