Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67847 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fairuz Syifa Hanan
"Permukiman Nelayan Muara Angke (PNMA) merupakan salah satu kawasan pesisir Jakarta Utara dan terletak di Kelurahan Pluit yang setiap tahunnya selalu terkena dampak banjir. Tidak terlepas dari itu banyak masyarakat nelayan dari berbagai daerah di Indonesia memilih permukiman ini sebagai kawasan tempat tinggal yang strategis untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Banjir mereka hadapi dengan berbagai cara mulai dari mengurangi resiko-resiko banjir yang dapat menimbulkan keresahan dimulai dari aspek mikro dengan mengubah perilaku individu hingga aspek makro seperti mengubah beberapa aspek di lingkungan sekitarnya yang dapat menimbulkan banjir. Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa berpengaruhnya bentuk adaptasi masyarakat dalam menghadapi banjir sehingga dapat mengurangi kerentanan tiap warga. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengobservasi lingkungan secara langsung maupun tidak langsung dengan mewawancarai beberapa responden yang terdampak banjir paling tinggi hingga tidak terdampak. Sehingga dapat ditemukannya strategi yang paling efektif untuk mendorong terciptanya PNMA yang berkelanjutan.

Muara Angke Fisherman Settlement (MAFS) is one of the coastal areas of North Jakarta and is located in Pluit Village, which is always affected by floods every year. Apart from that, many fishing communities from various regions in Indonesia choose this settlement as a strategic residential area to meet various needs. They face floods in various ways, starting from reducing flood risks that can cause unrest starting from the micro aspect by changing individual behavior to macro aspects such as changing several aspects of the surrounding environment that can cause flooding. This study aims to determine how influential the adaptation of the community in dealing with flooding is so that it can reduce the vulnerability of each citizen. This research was conducted by observing the environment directly or indirectly by interviewing several respondents who were most affected by floods and were not affected. So that the most effective strategy can be found to encourage the creation of a sustainable MAFS."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Terdapat sekelompok masyarakat yang terkena dampak akibat adanya perubahan ekosistem .Mereka adalah sekelompok masyarakat yang tinggal di Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap,Propinsi Jawa Tengah....."
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sidah Fahira
"Keterikatan tempat merupakan konsep multidimensi yang dalam penelitian ini dikaji melalui aspek identitas tempat dan ketergantungan tempat. Kedua aspek tersebut dinilai sebagai konsep tempat yang berbeda dan mengacu pada persepsi subjektif individu yang dihasilkan dari adanya interaksi dengan lingkungannya. Kehadiran dan ingatan akan bencana alam beserta risiko lingkungan juga menjadi penanda adanya hubungan manusia dengan lingkungannya. Terjalinnya hubungan sosial dari waktu ke waktu membuat manusia akan membentuk keterikatan dengan lingkungannya hingga dapat membentuk identitas diri. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui keterikatan tempat yang terbentuk di lingkungan masyarakat berdasarkan tingkat ancaman banjir dan mengetahui hubungannya terhadap perilaku adaptasi masyarakat dalam menghadapi ancaman banjir di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta. Untuk mengetahui hal tersebut, digunakan metode pengukuran indeks keterikatan tempat dengan analisis keruangan dan deskriptif kuantitatif. Hasilnya didapatkan bahwa keterikatan tempat yang terbentuk di ketiga wilayah dengan tingkat ancaman banjir berbeda (rendah, sedang dan tinggi) di Kelurahan Kampung Melayu tergolong tinggi sampai sangat tinggi. Keterikatan yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lama tinggal, kondisi sosial, ekonomi, hingga karakteristik fisik lokasi tempat tinggal yang mendorong masyarakat untuk tetap tinggal di wilayah ancaman banjir berulang. Dari hasil tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan antara keterikatan tempat dengan perilaku adaptasi yang dibuktikan dengan adanya tindakan dan kecenderungan yang baik untuk mencegah dan mengurangi risiko melalui pilihan-pilihan adaptasi yang dilakukan masyarakat di Kelurahan Kampung Melayu untuk tetap dapat mempertahankan lingkungannya.

Place attachment is a multidimensional concept which in this study is examined through aspects of place identity and place dependence. These two aspects are considered as different place concepts and refer to the individual's subjective perception resulting from interactions with their environment. The presence and memory of natural disasters and environmental risks are also markers of the relationship between humans and their environment. The establishment of social relations from time to time makes humans will form attachments with their environment so that they can form self-identity. The purpose of this study was to determine the attachment of places formed in the community based on the level of flood threat and to determine its relationship to community adaptation behavior in dealing with the threat of flooding in Kampung Melayu Village, Jakarta. To find out this, the method of measuring the attachment index of the place with spatial analysis and quantitative descriptive is used. The results show that the place-bounds formed in the three areas with different levels of flood threat (low, medium and high) in Kampung Melayu Village are classified as high to very high. High attachment is influenced by several factors including length of stay, social, economic conditions, to the physical characteristics of the location of residence that encourage people to stay in areas with repeated flood threats. From these results it is known that there is a relationship between place attachment and adaptive behavior as evidenced by the existence of good actions and tendencies to prevent and reduce risk through adaptation choices made by the community in Kampung Melayu Village to maintain their environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sepanie Putiamini
"Peningkatan aktivitas budidaya di pantai utara Jawa secara signifikan menurunkan fungsi ekologis mangrove sebagai pelindung alami pantai dari pasang naik dan naiknya permukaan laut, sehingga menyebabkan kerentanan pantai terhadap banjir rob dan genangan berulang. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1). pengkajian karakteristik fisik pesisir dan kerawanan sosial masyarakat nelayan terhadap banjir rob, (2). membuat peta zonasi kerentanan, dan (3). membangun model ketahanan pantai. Penelitian ini menggunakan metode indeks kerentanan pesisir (CVI) dan indeks kerentanan sosial (SoVI). Hasil penelitian menyajikan 22,13 persen dan 24,56 persen garis pantai di wilayah penelitian masing-masing memiliki nilai CVI tinggi dan sangat tinggi. Selain itu, nilai SoVI +1,76 juga menunjukkan kerentanan sosial tinggi terhadap banjir Rob. Berdasarkan analisis nilai kerentanan tersebut, penelitian ini mengusulkan  model strategi penanaman mangrove dengan wanamina tipe komplangan selebar 100 m sepanjang pesisir Kecamatan Indramayu untuk ketangguhan pesisir berkelanjutan. Hasil simulasi model menunjukkan strategi ini dapat menurunkan kerentanan dan meningkatkan pendapatan tambak secara signifikan. Penelitian ini berkontribusi pada konsep 'kerentanan' dan 'ketangguhan', dengan menyoroti kapasitas adaptif lokal. Temuan memberi masukan bagi pembuat kebijakan untuk memberi dukungan mitigasi dan adaptasi yang relevan dalam mengaktivasi kapasitas adaptasi komunitas penambak.

Increased aquaculture activity on the north coast of Java significantly decreases the ecological function of mangroves as natural protectors of the coastal from high tides and sea-level rise, therefore causing coastal vulnerability to tidal flooding and repeated inundation. The objectives of this study were: (1). assessment of the physical coastal characteristic and social vulnerability of fishing communities to Rob flooding, (2). create a vulnerability zoning map, and (3). build a coastal resilience model. This study uses the coastal vulnerability index (CVI) and the social vulnerability index (SoVi) methods. The results showed that 22.13 percent and 24.56 percent of the coastline in the study area had high and very high CVI values, respectively. In addition, the SoVI value of +1.76 also indicates a high social vulnerability to Rob floods. Based on the analysis of the vulnerability value, this study proposes a strategic model of mangrove planting with silvofishery (Komplangan) with a width of 100 m along the coast of Indramayu District for sustainable coastal resilience. The model simulation results show that this strategy can significantly reduce vulnerability and increase pond income. This research contributes to the concepts of 'vulnerability' and 'resilient', by highlighting local adaptive capacities. The findings provide input for policymakers to relevant mitigation and adaptation support to activate the adaptive capacity of fishing communities."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wibi Hanif Wibowo
"Abstrak Berbahasa Indonesia/Berbahasa Lain (Selain Bahasa Inggris):
Banjir rob merupakan salah satu ancaman bagi wilayah pesisir terutama pesisir utara Pulau Jawa. Wilayah pesisir Kabupaten Tangerang sendiri memiliki riwayat tentang kejadian banjir rob yang setiap tahun terjadi. Tingkat bahaya banjir rob dapat diukur berdasarkan karakteristik banjir yang meliputi tinggi banjir, lama banjir, dan frekuensi banjir. Tingkat kerentanan didapatkan berdasarkan tingkat bahaya banjir rob dan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi suatu wilayah. Kondisi tersebut meliputi kepadatan bangunan, kepadatan penduduk, persentase penduduk usia balita, persentase penduduk usia tua, persentase penduduk wanita, dan persentase lahan produktif. Dalam menentukan tingkat bahaya banjir digunakan metode overlay dan metode rata-rata setimbang untuk menentukan tingkat bahaya pada setiap desa/kelurahan. Kemudian tingkat kerentanan diperoleh dengan metode pengelompokan K-Means Clustering. Kabupaten Tangerang didominasi oleh tingkat bahaya kelas tidak bahaya dengan luas 9.727 hektar atau 75 % dari luas total wilayah pesisir Kabupaten Tangerang. Tingkat bahaya tinggi dapat diindikasikan dengan wilayah dengan adanya sungai yang ada di dekat laut beserta ketinggian yang rendah. Berdasarkan analisis menggunakan K-Means Clustering, kerentanan wilayah terhadap banjir rob pada wilayah pesisir Kabupaten Tangerang didominasi oleh tingkat kerentanan kelas rendah dengan jumlah 15 desa/kelurahan atau 65 % dari jumlah total desa/kelurahan pada wilayah pesisir Kabupaten Tangerang.

Tidal flood is one of the threats to the coastal areas, especially the north coast of Java. The coastal area of ​​Tangerang Regency itself has a history of tidal flood events that occur every year. The level of tidal flood hazard can be measured based on the flood characteristic which includes flood height, flood duration, and flood frequency. The level of vulnerability is obtained based on the level of tidal flood hazard and the physical, social and economic conditions of it’s area. These conditions include building density, population density, percentage of under-five population, percentage of old-age population, percentage of female population, and percentage of productive land area. In determining the level of flood hazard, an overlay method and a balanced average formula are used to determine the level of hazard in each village. Then the level of vulnerability is obtained by the K-Means Clustering clustering method. The level of tidal flood hazard in the coastal area of ​​Tangerang Regency is dominated by the level of tidal flood hazard with a non-hazard class. Based on the analysis using K-Means Clustering, the vulnerability of the area to tidal floods in the coastal area of Tangerang Regency is dominated by the level of low-class vulnerability with 15 villages 65 % of the total number of village in the coastal area of ​​Tangerang Regency.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indah Kurniasari
"Permukiman Nelayan Muara Angke merupakan permukiman yang dibangun atas dasar perencanaan sebelumnya oleh pemerintah DKI Jakarta. Tujuan pembangunannya adalah untuk memukimkan kembali nelayan-nelayan yang sebelumnya menempati kawasan yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan bermukim seperti muara sungai atau tepi laut dari beberapa tempat di DKI Jakarta dan mewujudkan perumahan yang yang sehat, aman, nyaman sesuai dengan pola penghidupan mereka. Tipe rumah tinggal yang telah dibangun adalah rumah tidak bertingkat (rumah), rumah panggung dan rumah susun. Dalam perkembangannya, perumahan nelayan turut memberikan pengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan Permukiman Nelayan Muara Angke. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana keberlanjutan Permukiman Nelayan Muara Angke ditinjau dari pengaruh rumah tinggal terhadap peningkatan kualitas sosial budaya nelayan dan lingkungannya. Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah mengidentifikasi pengaruh rumah tinggal nelayan terhadap kualitas sosial budaya penghuninya, mengidentifikasi pengaruh rumah tinggal terhadap kualitas lingkungan dan mengidentifikasi keberlanjutan Permukiman Nelayan Muara Angke ditinjau dari kontribusi yang diberikan oleh rumah tinggal di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kondisi rumah tinggal nelayan berupa rumah, rumah panggung dan rumah susun. Perubahan kondisi rumah disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama, kondisi hidrologi berupa banjir dan pasang surut; kedua, peralihan kegiatan ekonomi dari nelayan penangkap ikan menjadi nelayan pedagang. Banjir dan pasang surut yang semakin sering melanda tempat tinggal mereka telah mengubah persepsi terhadap banjir dari semula sebagai hal yang biasa menjadi hal yang tidak menyenangkan (buruk). Persepsi ini telah menimbulkan motivasi penghuni rumah, rumah panggung dan rumah susun untuk melakukan perlawanan terhadap lingkungan. Motivasi perlawanan terhadap lingkungan memacu tindakan-tindakan mengubah rumah tinggal berupa pengurugan tanah dan melapisi permukaannya dengan perkerasan.
Peralihan kegiatan ekonomi dari nelayan penangkap ikan menjadi nelayan pedagang disebabkan oleh penurunan kualitas penangkapan ikan karena penggunaan teknologi yang sederhana. Penurunan kualitas penangkapan ikan berpengaruh langsung terhadap penurunan penghasilan nelayan. Kondisi ini menyebabkan perubahan persepsi mereka tehadap kegiatan penangkapan ikan dari semula sebagai profesi yang dapat menghidupkan menjadi kegiatan yang tidak menguntungkan dan membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Persepsi ini menimbulkan motivasi nelayan untuk mengubah mata pencaharian kepada kegiatan yang dianggap lebih dapat memberikan kehidupan. Berdasarkan pengamatan keberhasilan orang lain dan pengalaman yang dialaminya, nelayan memilih menjadi pedagang ikan. Perubahan kegiatan ekonomi telah memotivasi mereka untuk menyesuaikan komposisi rumah tinggal yang semula terdiri dari bangunan rumah tinggal dan ruang terbuka sebagai tempat penyimpanan alat-alat perikanan menjadi seluruhnya digunakan untuk bangunan rumah tinggal. Motivasi penyesuaian bentuk rumah tinggal menimbulkan tindakan mengubah penataan ruang rumah untuk menampung kegiatan menetap sekaligus tempat berusaha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah dan rumah panggung memberikan empat pengaruh positif terhadap kecenderungan potensi peningkatan kualitas sosial budaya penghuninya yaitu kemampuan rumah tinggal dalam memberikan dukungan terhadap pemenuhan kegiatan ekonomi, mengakomodasi perkembangan keluarga, mendukung peranan perempuan dalam pengasuhan anak dan memenuhi kebutuhan pencapaian privacy penghuninya. Sedangkan rumah susun hanya memberikan satu pengaruh positif terhadap kualitas sosial budaya penghuninya yaitu kemampuan rumah tinggal dalam memberikan dukungan terhadap kegiatan ekonomi penghuninya. Rumah, rumah panggung dan rumah memberikan satu pengaruh negatif terhadap kualitas sosial budaya penghuninya berupa kecenderungan penurunan interaksi sosial diantara sesama anggota masyarakat lainnya karena penataan ruang rumah tinggal berorientasi ke dalam dan lebih mementingkan pencapaian privacy. Ditinjau dari kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun dalam memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap penghuninya maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi rumah tinggal nelayan cenderung berpotensi meningkatkan kualitas sosial budaya penghuninya.
Hasil temuan penelitian menunjukkan kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun memberikan lima pengaruh negatif terhadap kecenderungan penurunan kualitas lingkungan yaitu pertama, kontruksi bangunan yang tidak tepat dengan kondisi tanah rawa sehingga mengakibatkan penurunan permukaan tanah; kedua, penggunaan lahan yang secara maksimal untuk rumah tinggal dan melapisi seluruh permukaan tanah dengan perkerasan sehingga menghalangi peresapan air ke dalam tanah; ketiga peningkatan konsumsi listrik sebagai akibat penyaluran air bersih dan penerangan alami yang tidak optimal serta peningkatan penggunaan peralatan listrik sebagai sarana untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga ataupun pencarian informasi/hiburan; ketiga pengelolaan sampah yang kurang tepat dimana tempat sampah dibiarkan terbuka sehingga mencemari udara di dalam rumah; keempat, kepemilikan septic tank pribadi justru menyebabkan pengelolaan limbah kotoran manusia menjadi tidak efisien dan manambah kecenderungan pencemaran air tanah; kelima, penyaluran air hujan secara langsung ke saluran lingkungan berpotensi meningkatkan jumlah air di dalamnya sehingga mempercepat terjadinya banjir terutama pada musim penghujan. Kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun hanya memberikan satu pengaruh positif bagi peningkatan kualitas lingkungan yaitu dalam hal pengelolaan air kotor. Penghuni rumah, rumah panggung dan rumah susun menyalurkan air kotor ke saluran lingkungan dan melakukan kegiatan kerja bakti secara rutin membersihkan saluran-saluran di sekitar rumah mereka sehingga mengurangi genangan air dan timbunan sampah yang terbawa saat air pasang. Ditinjau dari kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun dalam memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap kualitas lingkungan maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi rumah tinggal nelayan cenderung berpotensi menurunkan kualitas lingkungan.
Hasil penelitian dan perhitungan menunjukkan bahwa kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun lebih besar memberikan pengaruh negatif dibandingkan pengaruh positifnya terhadap kualitas Permukiman Nelayan Muara Angke. Keberadaan perumahan nelayan di dalamnya cenderung berpotensi menurunkan kualitas lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa Permukiman Nelayan Muara Angke tidak berkelanjutan. Kondisi ketidakberlanjutan terjadi karena upaya peningkatan kualitas sosial budaya penghuni diiringi dengan penurunan kualitas lingkungan. Jika kondisi penurunan kualitas lingkungan terus terjadi pada akhirnya dapat membahayakan penghuni yang tinggal dan berkegiatan di dalamnya terutama mereka dari generasi yang akan datang.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Permukiman Nelayan Muara Angke menunjukkan kecenderungan potensi tidak berlanjut karena menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Berkenaan dengan hal tersebut maka saran-saran yang disampaikan agar Permukiman Nelayan Muara Angke dapat terus berlanjut sebagai berikut pertama, keberadaan nelayan penangkap ikan di DKl Jakarta perlu diiringi dengan peningkatan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju sehingga kegiatan penangkapan ikan menjadi profesi yang menguntungkan dan menjanjikan penghidupan; kedua, upaya masyarakat mengatasi banjir yang terns menerus perlu diimbangi dengan intervensi pemerintah berupa penanggulan kawasan; ketiga perencanaan pembangunan perumahan nelayan di masa mendatang sebaiknya disesuaikan dengan karakter masyarakat nelayan yang terdiri atas sub-sub kelompok sesuai mata pencaharian mereka yaitu nelayan penangkap ikan, nelayan pembuat sarana, nelayan pengolah ikan dan nelayan pedagang/pemodal; ketiga, pengadaan rumah tinggal nelayan di perkotaan harus berhadapan dengan masalah keterbatasan lahan, sehingga kecenderungan tipe huniannya diarahkan ke rumah susun, dalam perlu diperhatikan adalah luas bangunan dan penataan ruang rumah agar dapat mengakomodasi perkembangan kondisi sosial budaya keluarga nelayan.

The Fisherman Settlement of Muara Angke is in fact a settlement constructed upon previous planning designed by the government of DKI Jakarta. The purpose of the construction itself is to resettle fishermen who previously inhabited areas not destined for settlement activity such as estuary or sea shores in several locations in DKI Jakarta and also in realize healthy, sale, and eolulnrtable housing suitable to their living pattern, The types of residence built are rumah tidak bertingkat (rumah), rumah panggung, and rumah susun. Within the development, fisherman housing has given influences in the diminution of environmental qualities of the Muara Angke Fisherman Settlement. This, of course, questions the probability of the continuation of Muara Angke Fisherman Settlement observed from the influences of residences to the socio-cultural quality augmentation of the fishermen and their environment. The purpose of the research which is about to be achieved is to identify the influences of the fishermen's residences towards the socio-cultural qualities of the inhabitants, to classify the influences of the residences towards the environmental qualities, and to identify the continuance of the Muara Angke Fisherman Settlement regarded from the contributions donated the residences within.
Research reveals that there have been changes in the fishermen's housing conditions in terms of rumah, rumah panggung, and rumah susun. The alteration of housing conditions is caused by two main factors; the hydrological conditions in terms of floods and tide, and the shift of economical activities from becoming fishing fishermen to merchant fishermen. Floods and tide striking their residences have amended the perception towards floods from what was enjoyable to now unpleasant. This perception has generated motivations to the residents of rumah, rumah panggung, and rumah susun to commit a fight against the environment. This battling motivation against the environment triggers acts of transforming residences in terms of levering the soil and coating the surface solidly.
The transformation of economical activities from being fishing fishermen to merchant fisherman is caused by the diminution of fishing quality due to the simple technological usage. The downgrade of fishing quality affects immediately in decreasing the fishermen's income. This condition triggers the change of their perception towards fishing activity from what was life-supporting profession to non-profit action that needs high operational costs. This perception sets off fishermen's motivation to change their living to activities considered to be able to give more income.
Based on the observations of other people's success and the undergone experiences, fishermen tend to choose to become merchant fishermen. The alteration of economical activities has motivated them to adjust the housing composition that was based upon residential structure and open spaces for storing fishing equipment to become residential structure completely. This motivation of adjusting the residence makes them to alter the house space arrangement so that it would be possible to accommodate settling activities and workplace at the same time.
Research findings reveal that conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun has given six negative influences to the environmental quality diminution, which are first of all, building construction inappropriate for the swamp condition so that it causes the decline of land surface; second, maximum land usage for residence thus having solid covering that prevent water absorption by the soil; third, the increase of electricity as a consequence of clean water distribution and non-optimal natural illumination and the increase of electrical appliances either as a mean to help finishing household chores or as a source of information and entertainment; fourth, the mismanagement of garbage where trash containers are left open thus contaminating the air within the house; fifth, the possession of personal septic tanks which in fact makes human waste management inefficient and add up water pollution; sixth, the distribution of precipitation directly onto the waterway creates the potential to increase water volume thus accelerating floods, especially during rainy season. The condition of rumah, rumah panggung, and rumah susun seems to only contribute one positive impact to the augmentation of environmental quality, which is in terms of filthy water management. The inhabitants of rumah, rumah panggung, and rumah susun distribute filthy water to the waterways and perform routine joint environmental cleaning by cleaning surrounding waterways in order to decrease puddle and garbage pile carried away by tide. Observed from the conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun in contributing positive as well as negative impacts to the environmental qualities, it can be generally said that fishermen's housing conditions tend to downgrade environmental qualities.
Research indicates that the conditions of rumah and rumah panggung give four positive effects to the augmentation of socio-cultural qualities of the inhabitants, which are the ability of the house to provide support to the fulfillment of economical activities, to accommodate family development, to support the role of women in child care, and to fulfill the need of privacy achievement of the inhabitants. On the other hand, rumah susun only gives one positive impact to the socio-cultural qualities of the inhabitants, which is the ability of the house to provide support to the economical activities of the inhabitants. rumah, rumah panggung, and rumah susun donates one negative outcome towards the socio-cultural quality of the inhabitants, which is in terms of a tendency to decrease social interaction among society members because the space management of the housing is oriented inward and aimed more to the privacy achievement. Observing the condition of rumah, rumah panggung, and rumah susun in presenting positive and negative impacts for the inhabitants, therefore it can be concluded in general that the condition of Fishermen's housing tends to augment the socio-cultural qualities of the inhabitants.
Research and calculations indicate that the conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun give more negative influences rather than positive ones to the quality of the Muara Angke Fisherman Settlement. The existence of fishermen's housing there tends to downgrade the environmental qualities so that it can be said that the Muara Angke Fisherman Settlement is not in continuation. This condition of non-continuance happens due to the efforts to increase socio-cultural qualities of the inhabitants followed by the diminution of environmental qualities. If this condition of quality diminution keep on occurring, in the end, it can jeopardize the inhabitants living and doing activities inside, specially those of future generation.
Based on the above explanation. it can be interred that the Muara Angke Fisherman Settlement doesn't show the continuance tendency as it causes environmental quality diminution. Concerning the matter, the suggestions so that the Muara Angke Fisherman Settlement can stay exist are; first, the existence of fishing fishermen in MI Jakarta needs to be followed by the augmentation of fishing technology far more advance so that fishing can be lucrative and promising; second, the ceaseless efforts of the society in dealing with floods needs to be balanced with government intervention in terms of barricading the area; third, the construction design of fisherman housing in the future should be adjusted with the characters of the fisherman society which is based on sub groups according to their methods of living, which are fishing fishermen, facility producers fishermen, fish processing fishermen, and mercantile fishermen; fourth, the establishment of fisherman housing in urban areas has to be able to deal with the problem of land inadequacy, so that the tendency of the settlement type is aimed to rumah susun, and what needs to be noted is the width of the building and the spatial arrangement in order to accommodate the development of socio-cultural conditions of fisherman families.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajrin
"ABSTRAK
Kota Padang diketahui rawan terhadap bencana alam banjir, berdasarkan kejadian banjir tahun 2012 yang berdampak luas di Kota Padang. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan respon masyarakat yang berkaitan dengan banjir dengan wilayah studi Tabing Banda Gadang Kota Padang. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis strategi adaptasi masyarakat terhadap dampak peristiwa alam ekstrim khususnya banjir, yang termasuk permasalahan serius di Kota Padang. Rumah tangga disurvei dengan teknik wawancara mendalam dan kuesioner yang dilakukan di wilayah terdampak banjir.
Hasil penelitian menunjukkan masyarakat wilayah studi melakukan adaptasi terhadap banjir meliputi strategi adaptasi struktural dan non struktural yaitu penggunaan kembali barang yang tidak rusak, memindahkan barang ketempat yang lebih tinggi, gotong royong, pinjaman keuangan informal, meninggikan rumah. Selain itu terdapat kendala dalam adaptasi struktural dan non struktural untuk kemungkinan perulangan banjir masa depan, hal ini dipengaruhi berbagai hambatan untuk beradaptasi antara lain adalah keuangan, teknologi konstruksi untuk terhindar dari dampak banjir, oleh karena itu untuk adaptasi struktural dan non struktural di anggap masih rendah. Selanjutnya relokasi sebagai strategi menghindari banjir didukung oleh masyarakat terutama yang berada pada bekas aliran sungai yang dianggap zona bahaya tinggi. Pengalaman banjir, tingkat kerusakan, dan persepsi bahaya terhadap banjir juga memainkan peran penting dalam strategi adaptasi ini.

ABSTRACT
Padang city has long been known to be at risk from flood hazard, based on the 2012 flood events that have a wide impact in the Padang city. This study is intended to gather public response and local knowladge relating to flood the study area in Tabing Banda Gadang. The main objective of this thesis is to analyze the adaptation strategy of local community against extreme natural events, especially the impact of the floods, which belong amongst the most serious problem in Padang city, especially in Tabing Banda Gadang. A households were surveyed by using in-depth interviews and questionnaires carried out in the flood affected areas.
The result of the study area various adaptation strategies have been adopted by the local community, structural and non structural adaptations include re-use material left undamaged, moving household equipment to higher place, mutual cooperation, informal financial loans and raise level of home. Meanwhile as for changes to the possibility future of flooding, the majority of respondents said their communities are unlikely to perform structural and non structural change to the possibility future of flooding, because it is influenced by a variety of barriers to change and adapt, among others, finance, construction technology to avoid the impact of flooding. Therefore, adaptation strategies to the structural and non-structural considered is remain low. On the other side of the relocation as a strategy to avoid flooding is supported by the communities, especially household those located are the former river channel that are considered high hazard zones. Flood experience, the level of damage, and individual flood danger perception also played an important role.
"
2016
T45240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kusuma Wardhani
"Proyek reklamasi Pesisir Utara Jakarta telah meresahkan para perempuan nelayan yang hidupnya sangat bergantung pada perairan itu. Proyek reklamasi Teluk Jakarta telah menyebabkan turunnya pendapatan para perempuan nelayan. Dampak reklamasi secara langsung pada perempuan nelayan adalah penurunan pendapatan karena wilayah laut sumber penghasilan mereka disubstitusi menjadi daratan dan proses pembangunannya sangat merusak ekositem laut. Setidaknya terdapat 16.998 rumah tangga nelayan akan tergusur dari wilayah pesisir Jakarta, Banten dan Bekasi akibat proyek reklamasi ini. Dalam struktur masyarakat masyarakat perkotaan, nelayan umumnya adalah kelompok miskin dan marginal, sementara dalam rumah tangga posisi perempuan nelayan berada pada kelas kedua setelah suami, dan memiliki beban ganda baik dalamkerja produksi maupun reproduksi. Sehingga adanya proyek reklamasi ini bagi para perempuan nelayan adalah sebuah proses double marginalization.
Metodologi penelitian ini bersifat kualitatif berperspektif feminis. Teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam kepada sepuluh perempuan nelayan dari berbagai lapisan, studi dokumen, dan observasi di lapangan. Lokasi penelitian bersifat purposif, yaitu di Kampung Akuarium, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya reduksi kerja-kerja perempuan nelayan dan beban ganda yang semakin besar. Karenanya para perempuan melakukan adaptasi dengan cara mengurangi pengeluaran sehari-hari dan melakukan jenis-jenis kerja berupah rendah. Kemudian mereka memformulasikan beberapa strategi untuk dapat bertahan hidup di lokasi mereka tinggal saat ini. Agensi yang dilakukan perempuan nelayan adalah dengan memanfaatkan momentum tingginya perhatian publik pada mereka untuk mempertegas identitas mereka sebagai nelayan yang hidupnya sangat tergantung pada wilayah pesisir.

The reclamation project of Jakarta Northern Coastal has been troubling the female fishermen whose life depends on the waters. The impact to woman fisherman is the decrease of income because the sea area of their income source is substituted to land and its development process is very damaging to marine ecosystem. There will be at least 16,998 fishermen households evicted from the coastal area of Jakarta and Banten as a result of this reclamation project.
This is a qualitative research methodology using feminism perspective. In the structure of urban society, fishermen are generally poor and marginalized, while in the household the position of women fishermen is second class after husband, and has double burden both in production and reproduction. So the existence of this reclamation project for the women of fisherman is a process of double marginalization. The gigantic project costing more than five hundred trillion rupiah is a manifestation of massive masculine narratives that marginalize poor fishermen women from social and economic activity. Techniques for data collection are in depth interviews with 10 female fishermen, documents studies, and observations. The research location is purposive, namely Kamal Muara and Kampung Akuarium, Penjaringan village, Penjaringan sub district, North Jakarta.
The results of this study indicate a reduction in the work of women's fishermen and the increasingly their double burden. Women therefore adapt by reducing their daily expenditures and undertaking low wage types of work. Then they formulate some strategies to survive in their current location. The fishermen's fishing agency is using the momentum of high public attention on them to reinforce their identity as fishermen whose lives are highly dependent on coastal areas.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>