Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151750 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alya Putri
"Transfersom adalah agregat yang sangat mudah beradaptasi dan elastis. Piroksikam sebagai salah satu NSAID merupakan pilihan yang sangat layak dalam mengobati nyeri. Namun penggunaan piroksikam sering dikaitkan dengan sejumlah efek samping, terutama pada gastrointestinal, dan termasuk dalam sistem klasifikasi biofarmasetika obat dengan kelarutan yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formulasi transfersom piroksikam menggunakan Tween 20 dan Tween 80 sebagai edge activator dan membandingkan penetrasi in vitro transfersom piroksikam dengan Tween 20 dan Tween 80 dalam sediaan gel. Pembuatan transfersom menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Transfersom piroksikam dengan Tween 20 menghasilkan ukuran partikel sebesar 170,5 nm, PDI sebesar 0,357, zeta potensial sebesar -28,7 mV, efisiensi penjerapan 32,442%, dan indeks deformabilitas sebesar 0,429, sementara transfersom piroksikam dengan Tween 80 menghasilkan ukuran partikel sebesar 133,6 nm, PDI sebesar 0,260, zeta potensial sebesar -30,6 mV, efisiensi penjerapan sebesar 34,3041%, dan indeks deformabilitas sebesar 0,269. Uji penetrasi sediaan gel transfersom piroksikam dengan Tween 20 menghasilkan jumlah kumulatif 1769,2085 ± 406,226 μg/cm2 dengan persen penetrasi sebesar 47,6434 ± 9,644 % dan fluks sebesar 191,8 ± 51,84 μg/cm2.jam sementara dengan Tween 80 jumlah kumulatif yang dihasilkan sebesar 1500,8199 ± 297,983 μg/cm2 dengan persen penetrasi sebesar 40,6249 ± 7,43 % dan fluks sebesar 186,12 ± 42,85 μg/cm2.jam. Kedua formulasi tranfersom memberikan hasil yang baik dan uji penetrasi secara in vitro menunjukkan bahwa formulasi gel transfersom piroksikam dengan surfaktan Tween 20 memberikan hasil yang lebih baik dibanding Tween 80.

Transfersomes are highly adaptable and elastic aggregates. Piroxicam as an NSAID is a very feasible option in treating pain. However, the use of piroxicam is often associated with a number of side effects, especially gastrointestinal, and piroxicam is included in the biopharmaceutical classification system with low solubility. This study aimed to obtain a formulation of piroxicam transfersome using Tween 20 and Tween 80 as edge activator and to compare in vitro penetration of piroxicam transfersome with Tween 20 and Tween 80 in a gel preparation. Transfersome making used thin layer hydration. The piroxicam transfersome with Tween 20 resulted a particle size of 170,5 nm, a PDI of 0,357, a zeta potential of -28,7 mV, an entrapment efficiency of 32,442%, and a deformability index of 0,429, while the piroxicam transfersome with Tween 80 resulted a particle size of 133,6 nm, PDI of 0,260, zeta potential of -30,6 mV, entrapment efficiency of 34.3041%, and deformability index of 0,269. The penetration test for transfersome piroxicam gel preparations with Tween 20 resulted in a cumulative amount of 1769,2085 ± 406,226 μg/cm2 with a percent penetration of 47,6434 ± 9,644% and a flux of 191,8 ± 51,84 μg/cm2.hour, meanwhile the cumulative amount with Tween 80 resulted 1500,8199 ± 297,983 μg/cm2 with a percent penetration of 40,6249 ± 7,43% and a flux of 186,12 ± 42,85 μg/cm2.hour. Both tranfersome formulations given good results and in vitro penetration tests showed that the formulation of piroxicam transfersome gel with surfactant Tween 20 gave better results than Tween 80."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Tasyah
"Kulit pisang pada umumnya hanya dibuang dan pemanfaatannya masih sangat rendah padahal memiliki kandungan pati sebesar 27,7% yang dapat dimanfaatkan sebagai superdisintegran. Superdisintegran merupakan bahan yang sangat penting dalam pembuatan tablet cepat hancur. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah kulit pisang kepok untuk menghasilkan tepung kulit pisang dan mengkarakterisasinya sebagai superdisintegran serta membandingkan karakteristik tablet cepat hancur piroksikam yang menggunakan tepung kulit pisang dengan yang menggunakan croscarmellose sodium sebagai superdisintegran. Dalam penelitian ini, dibuat 4 formula tablet cepat hancur dengan perbedaan konsentrasi tepung kulit pisang sebagai superdisintegran yaitu 3%, 5% dan 9% serta satu formula pembanding menggunakan superdisintegran croscarmellose sodium. Tablet diuji mutu fisiknya meliputi organoleptis, keseragaman ukuran, keseragaman kandungan, kekerasan, keregasan, waktu hancur, waktu pembasahan, penetapan kadar dan profil disolusi. Tepung kulit pisang yang dihasilkan berwarna putih kecoklatan, kadar air 7,79%, pH 6,12, kandungan amilosa 20,23%, swelling power 4 g/g dan indeks kelarutan dalam air 0,87%. Tepung kulit pisang dengan konsentrasi 3% memiliki waktu hancur 14,02 detik dimana kurang dari yang menggunakan croscarmellose sodium tetapi dapat hancur kurang dari 30 detik sesuai persyaratan. Dapat disimpulkan limbah kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai tepung kulit pisang dan karakteristiknya sebagai superdisintegran baik serta dapat dijadikan sebagai superdisintegran pada tablet cepat hancur piroksikam.

Banana peels are generally just thrown away and their utilization is still very low even though it has a starch content of 27.7% which can be used as a superdisintegrant. Superdisintegrant is a very important ingredient in the manufacture of fast disintegrating tablets. This study aimed to utilize kepok banana peel waste to produce banana peel flour and to characterize it as a superdisintegrant and to compare the characteristics of piroxicam fast disintegrating tablets using banana peel flour with croscarmellose sodium as a superdisintegrant. In this study, 4 formulas of fast disintegrating tablets were made with different concentrations of banana peel flour as superdisintegrant, which is 3%, 5% and 9% and one comparison formula used the superdisintegrant croscarmellose sodium. The tablets were tested for physical quality including organoleptic, size uniformity, content uniformity, hardness, friability, disintegration time, wetting time, piroxicam content and dissolution profiles. The banana peel flour produced was brownish white, water content 7.79%, pH 6.12, amylose content 20.23%, swelling power 4 g/g and water solubility index 0.87%. Banana peel flour with a concentration of 3% had a disintegration time of 14.02 seconds which is less than the fast disintegrating tablets using croscarmellose sodium but could be disintegrated in less than 30 seconds according to the requirements. It was concluded that banana peel waste can be used as banana peel flour and its characteristics as a superdisintegrant was good and can be used as a superdisintegrant in piroxicam fast disintegrating tablets."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Rizki Maharani
"Kulit pisang yang menjadi limbah industri dan rumah tangga dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi bahan tambahan pada sediaan farmasi. Kulit pisang dapat memiliki kandungan kadar pati sebesar 70-80% pada keadaan belum matang. Hal ini menunjukkan bahwa kulit pisang berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai superdisintegran alami dalam formulasi sediaan tablet cepat hancur. Penelitian ini bertujuan memperoleh tepung dari limbah kulit pisang, mengkarakterisasi superdisintegran dari tepung kulit pisang, serta membandingkan karakteristik tablet cepat hancur yang menggunakan tepung kulit pisang dan croscarmellose sodium sebagai superdisintegran. Tepung kulit pisang dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional. Tablet cepat hancur yang menggunakan tepung kulit pisang diformulasikan dengan konsentrasi yang bervariasi, yaitu konsentrasi 3%, 5%, dan 9%. Tablet cepat hancur dengan konsentrasi croscarmellose sodium sebanyak 5% dijadikan sebagai pembanding dalam penelitian. Tepung kulit pisang yang dihasilkan berupa serbuk halus berwarna putih hampir cokelat muda, berbau khas aroma pisang, tidak berasa, memiliki nilai swelling power sebesar 4 kali dibanding volume awal, indeks kelarutan dalam air sebesar 0,87%, kadar air 7,79%, ukuran partikel 125-355 Î¼m, sifat alir buruk, dan kandungan amilosa sebesar 22,23%. Evaluasi tablet cepat hancur yang menggunakan superdisintegran dari tepung kulit pisang menghasilkan waktu hancur cepat selama 5-10 detik dan waktu pembasahan selama 2-5 detik untuk semua formula. Dapat disimpulkan bahwa, tablet cepat hancur yang menggunakan tepung kulit pisang memenuhi persyaratan waktu hancur dan dapat menyamai karakteristik tablet cepat hancur yang menggunakan croscarmellose sodium sebagai superdisintegran, serta tablet cepat hancur yang menggunakan formulasi tepung kulit pisang sebanyak 3% menghasilkan waktu hancur yang paling cepat.

Banana peels as industrial and household waste can be processed and used as additives in pharmaceutical preparations. Banana peels can contain 70-80% of starch levels in an immature state. It shows that banana peel has the potential to be used as a natural superdisintegrant in the formulation of fast disintegrating tablets. This study aims obtain to characterize the flour from banana peel waste and also compare the characteristics of fast disintegrating tablets using banana peel flour and croscarmellose sodium as super disintegrants. Banana peel flour has been characterized physically, chemically, and functionally. The fast disintegrating tablets with banana peel flour has formulated in varying concentrations such as 3%, 5%, and 9%. Align with that, Fast disintegrating tablets with 5% of croscarmellose sodium concentration have been used as comparisons in the study. The banana peel flour produced is in the form of a white and almost light brown fine powder. It has a distinctive banana aroma, tasteless, has a swelling power value of 4 times compared to the initial volume, and has a 0.87% for solubility index in water, 7.79% of water content, a particle size of 125-355 Î¼m, poor flowability, and has 22.23% of amylose content. Evaluation of fast disintegrating tablets using superdisintegrant from banana peel flour resulted in a quick disintegration time of 5-10 seconds and wetting time of 2-5 seconds for all formulas. It concluded that the fast disintegrating tablets using banana peel flour fulfilled the disintegration time requirements. Fast disintegrating tablets using banana peel flour has similar characteristics to the fast disintegrating tablets using croscarmellose sodium as a super disintegrant. Fast disintegrating tablets with concentration of banana peel flour of about 3% have the fastest disintegration time."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetti Farichati
"Masaiah disolusi. zat. aktif obat dalam sediaan: padat
oral banyak mendapat perhatian mengingat bahwa laju disolusi
obat memegang peranan yang penting daiwa merainaikan
" bi6avajlabjljtas dan bioekivalensi " obat secara in vitro.
Banyak metoda yang telah dilakukan dalam usaha menin
katkan laju disolusi dan obat, khususnya yang mernpunyai k
larutan yang rendah dalam air atau cairan lambung...
Dari sekian banyak metoda-metoda, kami memilih untuk me
mat pengaruh polisorbat. 80, dioktil sodium sulfo suksinat
dan glismn terhadap laju disolusi piroksikam dan kioramfe -
nikol..
Metoda yang kami lakukan dalam penelitian mi adaiah
metoda kristalisasi, metodapenambahan langsung dan metoda
granulasi basah. Adapun uji laju disolusi dilakukan dengan
metoda It basket ' pada kecepatan rotasi 100 rpm, sebagai m
dia disolusi digunakan HC1 0,1 N, pada temperatur 37°C
0,5°C. Sampel diambil pada menit ke 5, 10 1, 15, 20 9, 25, 30,
£4.5 dan 60 setelah percobaari dimulaTL. Jumlah obat yang me -
larut dalam media disolusi ditentukan dengan spektrofoto
meter u.v. pada panjang gelombang maksimumnya, dimana untuk
piroksikam pada A 334 nm, dan kloramfenikol pada A 278
mm diban.dingkan terhadap larutan standar pembanding.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh adanya..
polisorbat 80 pada piroksikam balk dengan metoda kristalisasi
dengan kadar 2,5 % atau metoda granulasi basah dan
pencampuran langsung dengan kadar 2,0 % meningkatkan laju
disolusinya, demikian pula metoda granulasi basah .glisin
kadar 2,,0 %.
Metoda kristalisasi kioramfenikol dalam larutan polisorbat
80 2 9 5 % maupun polisorbat 80, diokthl sodium sulfo suksi-
'nat dan glisin dengan kadar 17,5 % baik dengan metoda pencampuran
langsung maupun metoda granulasi basah tidak meningkatkan
laju disolusi kioramfenikol.

The problems in drug dissolution of solid, oral dosage
forms draw a. lot.. att.jxtion. because drug dissolution rate
plays important role in.predicting H bioavailabilty and
bioequivalent it of drug in vitro.
Many methods have been done to increase the drug
dissolution rate, especially for those which have slight
solubility in water or gastric liquid Amoung those me
thods, we chose to observe the effect of the addition of
polysorbate 80, dioctyl sodium sulfo succinate and glycine
in the increating the dissolution rate of piroxicam and
chioramphenicol.
The methods carried out in the experiment were crystallization
method, direct mixing method and wet granula -
tion method. Observation of the dissolution rate were done
using the U basket's method 11 on the rotation rate of 100
rpm, withHC1 0,1 N as medium at temperature of 370 LOV5°C
The sample were taken. on 5 th , 10tb , 15th , 20tb
1
25th
30th , kSth , and 60th minutes after the experiment had been
started The amount of drug that disolved in the dissolu -
tion medium were determined by using ultra violetspectrophotometer
at their maximum wave lenght, that is at 1 334
nm for piroxicam, and 278 nm for chioramphenicol by cog paring to the standard solution the original drug which
concentration had already been known.
The experiment showed that the addition of 2,5 %
solution of polysorbate 80 in the crystallization method
of piroxicam or 2,0 % concentration in wet granulation m
thod and direct mixing method could increase their dissolution
rate, and also the addition of glycine 2,0 % and
gave the same effect in wet granulation method.
While in chloram.phenicol the existence of surfactants
polysorbate 80 2,5 %, polysorbate 80, dioctyl sodium sulfa
succinate and glycine 17,5 % couldn't increase the disso -
lution rate in all three methods mentioned above
"
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S31691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Lia Anggreini
"Xanton merupakan antioksidan kuat yang memiliki sifat hidrofilik dan koefisien partisi yang kecil sehingga memiliki penetrasi ke dalam kulit yang buruk. Transfersom merupakan sistem pengahantar obat berbentuk vesikel yang dapat meningkatkan penetrasi Xanton karena memiliki kemampuan untuk berdeformasi. Transfersom tersusun dari fosfatidilkolin dan surfaktan. Formulasi transfersom Xanton dibuat dengan menggunakan surfaktan non-ionik lipofilik yang berbeda yaitu Span 20, Span 60 dan Span 80. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh formulasi gel transfersom Xanton dan membandingkan daya penetrasinya dengan gel kontrol.
Metode lapis tipis digunakan untuk pembuatan transfersom xanton. Lapis tipis yang terbentuk dihidrasi dengan air : etanol (3:2). Transfersom Xanton menggunakan span 20 memiliki karakteristik transfersom yang lebih baik daripada span 60 dan 80. Pembuatan gel transfersom dipilih menggunakan span 20 dan diuji penetrasinya secara in-vitro dengan sel difusi franz menggunakan abdomen tikus. Jumlah kumulatif penetrasi dari gel transfersom xanton yang menggunakan span 20 adalah 2084,56 ± 16,32 μg/cm2 atau 63,37 ± 0,50 % dengan fluks 260,57 ± 2,04 μg cm-2 jam-1; sedangkan jumlah kumulatif penetrasi dari sediaan gel kontrol adalah 912,93 ± 8,92 μg/cm2 atau 32,31 ± 0,32 % dengan fluks 114,12 ± 0,91 μg cm-2 jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa transfersom dapat meningkatkan daya penetrasi Xanton.

Xanthone is a strong antioxidant which has hydrophilic compound and a small partition coefficient that has a bad penetration into the skin. Transfersom is a drug delivery system shaped vesicles that can increase the penetration of Xanthone because it has deformable ability. Transfersom is composed by Phosphatidylcoline and Surfactant. Transfersom formulations made by using nonionic Surfactants, they are Span 20, Span 60 and Span 80 in order to shape liphopilic vesicles that can increase the penetration of hydrophilic Xanthone. The purpose of this study is to obtain formulation of Xanthone transfersome and compare the formulation Xanthone transfersom gel penetration to control gel.
Thin layer hydration method used to make transfersom Xanthone. Then thin layer is hidrated by water: ethanol (3:2). Transfersom Xanthone which uses Span 20 has better characteritics than Span 60 and Span 80. Gel is made by using span 20. Abdomen of rat is used to penetration test by franz difussion cel. The cumulative penetration of the Xanthone transfersom gel that uses Span 20 is 2084,56 ± 16,32 μg/cm2 or 63,37 ± 0,50 % and a flux 260,57 ± 2,04 μg cm-2 jam-1; while the cumulative penetration of control gel is 912,93 ± 8,92 μg/cm2 or 32,31 ± 0,32 % and a flux 114,12 ± 0,91 μg cm-2 jam-1. Based on these results it can be concluded that transfersom can increase penetration Xanthone.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Ramadhyanti
"Niasinamida merupakan salah satu komponen produk kosmetik yang memiliki banyak manfaat, namun memiliki kemampuan penetrasi kedalam kulit yang rendah. Etosom merupakan salah satu sistem pembawa obat berbentuk vesikel dengan konsentrasi etanol yang tinggi dan dapat meningkatkan penetrasi zat aktif.
Tujuan penelitian ini adalah memformulasikan sediaan gel etosom niasinamida dan mengetahui daya penetrasinya melalui kulit secara in vitro dibandingkan dengan sediaan gel kontrol. Etosom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis. Etosom yang di ekstruksi dengan membran Whatman 0,4 μm memberikan karakteristik dengan ukuran rata-rata 317,3 nm, indeks polidispersitas 0,266, potensial zeta 57,37 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 84,23%. Jumlah kumulatif niasinamida yang terpenetrasi dari gel etosom sebesar sebesar 8019,74 ± 409,99 g/cm2 dengan persentase sebesar 70,82 ± 3,62 % dan fluks 1002,47 ± 51,25 g/cm2.jam-1.
Hasil tersebut lebih besar dan menunjukkan penetrasi yang lebih baik dibandingkan gel kontrol yang memiliki jumlah kumulatif niasinamida sebesar 2506,23 ± 236,90 g/cm2 dengan persentase sebesar 22,13 ± 2,09 % dan fluks 313,28 ± 29,61 g/cm2.jam-1.

Niacinamide is one of the component of cosmeutical products which has a lot of benefits, but doesn?t have good penetration into skin. Ethosome is a system that carries drug in vesicles with high ethanol concentration and it can increase drug penetration.
The aims of this research are to formulate ethosomal gel containing niacinamide and to compare the in vitro penetration profile between ethosomal gel containing niacinamide and conventional niacinamide gel. The ethosome was made from thin layer hidration method. The ethosome which has extructed with 0,4 μm Whatman membrane has characteristic with average particle size 317,3 nm, polidispersity index 0,266, zeta potential 57,37, and entrapment efficacy 84,23%. Total cumulative amount of niacinamide that penetrated from ethosomal gel is 8019,74 ± 409,99 g/cm2 and the percentage is 70,82 ± 3,62 %, and its flux is 1002,47 ± 51,25 g/cm2.hour-1.
Those results give better results than the conventional gel which gives total cumulative amount 2506,23 ± 236,90 g/cm2 and the percentage is 22,13 ± 2,09 %, and the flux is 313,28 ± 29,61 g/cm2. hour-1.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noverra Mardhatillah Nizardo
"Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer emulsi. Polimer emulsi memiliki ukuran partikel antara 10 sampai dengan 1500 nm. Untuk aplikasi coating, dibutuhkan polimer emulsi dengan ukuran partikel yang kecil agar diperoleh hasil coating yang halus, kekuatan adhesi dan ketahanan terhadap air yang baik, serta kestabilan yang cukup lama. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh dari surfaktan natrium dodesil benzena sulfonat (SDBS) rantai lurus dan bercabang serta beberapa teknik polimerisasi emulsi terhadap ukuran partikel pada kopoli(stirena/butil akrilat/metil metakrilat) dengan menggunakan kombinasi surfaktan anionik dan nonionik (nonil fenol, EO10) dan inisiator ammonium persulfat.
Hasil pengukuran DSC, solid content, IR, dan berat molekul relatif rata-rata menunjukkan bahwa terbentuk kopoli(stirena/butil akrilat/metil metakrilat). Surfaktan SDBS rantai bercabang menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan surfaktan SDBS rantai lurus tetapi grit yang terbentuk lebih banyak. Teknik batch dapat menghasilkan solid content tertinggi yaitu 38,73% saat menggunakan surfaktan SDBS rantai lurus dan 38,47% saat menggunakan surfaktan SDBS rantai bercabang. Teknik semi kontinyu secara umum menghasilkan viskositas yang tinggi yaitu 168,5 mPas saat menggunakan SDBS rantai lurus dan 128 mPas saat menggunakan SDBS rantai bercabang."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardika Ardiyanti
"Magnesium askorbil fosfat (MAP) merupakan derivat dari asam askorbat yang lebih stabil dan berfungsi sebagai antioksidan. Dikarenakan sifatnya yang hidrofilik, MAP sulit berpenetrasi ke dalam kulit. Oleh karena itu, digunakan transfersom yang merupakan pembawa vesikel berbasis lipid yang memiliki kemampuan untuk berdeformasi sehingga dapat meningkatkan penetrasi dari MAP. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi transfersom magnesium askorbil fosfat (MAP) dengan menggunakan Tween 20 dan Tween 80 sebagai surfaktan, serta membandingkan daya penetrasi MAP dari sediaan gel transfersom dan sediaan gel konvensional. Pembuatan transfersom dilakukan dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Formula TMAP20 memiliki ukuran partikel rata-rata 588,37 nm, zeta potensial -25,8±4,19 mV, efisiensi penjerapan 68,276 % (metode ultrasentifugasi) atau 68,527 % (metode dialisis), dan indeks deformabilitas 759,869; sedangkan formula TMAP80 memiliki ukuran partikel rata-rata 582,68 nm, zeta potensial -22,3±5,01 mV, efisiensi penjerapan 66,830 % (metode ultrasentrifugasi) atau 60,734 % (metode dialisis), dan indeks deformabilitas 733,407. Jumlah kumulatif MAP yang terpenetrasi dari gel transfersom adalah 5293,575±9,99 μg/cm2 atau 35,271±0,76 % dengan fluks 618,53±2,57 μg cm-2 jam-1; sedangkan jumlah kumulatif MAP yang terpenetrasi dari sediaan gel konvensional adalah 632,441±6,23 μg/cm2 atau 4,316±0,05 % dengan fluks 56,83±0,43 μg cm-2 jam-1

Magnesium ascorbyl phosphate is a more-stable derivative of ascorbic acid that is used as antioxidant. Due to its hydrophiilicity, MAP is difficult to penetrate accross the skin. Therefore, it is used transfersome which is deformable lipid based vesicle carrier to enhance penetration of MAP. The purpose of this research is to obtain formulation of Magnesium ascorbyl phospate (MAP)-loaded tranfersome using Tween 20 and Tween 80 as surfactant; and to compare the penetration ability of MAP between tranfersomal gel and conventional gel. Preparations of transfersome is using thin film hydration method. Formula TMAP20 has average particle size 588,37 nm, zeta potential -25,8±4,19 mV, entrapment efficiency 68,276 % (ultracentrifugation method) or 68,527 % (dialysis method), and deformability index 759,869; meanwhile formula TMAP80 has average particle size 582,68 nm, zeta potential -22,3±5,01 mV, entrapment efficiency 66,830 % (ultracentrifugation method) or 60,734 % (dialysis method), and deformability index 733,407. Total cumulative penetration of MAP from transfersomal gel is 5293,575 ± 9,99 μg/cm2 which is equivalent to 35,271±0,76 % and its flux is 618,53±2,57 μg cm-2 hour-1; meanwhile total cumulative penetration of MAP from conventional gel is 632,441±6,23 μg/cm2 which is equivalent to 4,316±0,05 % and its flux is 56,83±0,43 μg cm-2 hour-1.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60449
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Choirunnisa
"Kulit banyak terpapar oleh stres oksidatif yang disebabkan oleh adanya spesies reaktif oksigen (SRO) yang bersumber baik dari endogen maupun eksogen. Hal ini dapat menyebabkan penuaan kulit. Pemakaian sediaan antioksidan topikal diharapkan dapat mencegah penuaan kulit ini. Salah satu minyak nabati yang kaya akan antioksidan adalah minyak biji anggur. Untuk menjaga stabilitas minyak biji anggur, pada penelitian ini dibuatlah mikroemulsi gel minyak biji anggur. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan gliserol dan propilenglikol. Sedangkan, basis gel yang digunakan adalah Carbopol.
Dalam penelitian ini diperoleh sediaan mikroemulsi gel minyak biji anggur yang memiliki warna kuning agak keruh (pantone 100) dan bau mirip dengan bau tween 80, dengan massa jenis 1,0829 g/ml. Sediaan ini memiliki sifat alir pseudoplastis dengan viskositas rata-rata 31002,86 cps.

Skin is highly exposed to oxidative stress that caused by reactive oxygen species (ROS), either from endogenous or exogenous. It can lead to skin aging. The use of topical antioxidant is expected to prevent skin aging. One of natural oil that rich of antioxidant is grape seed oil. To keep the stability of grape seed oil, microemulsion gel is prepared in this research. Microemulsion is prepared by using tween 80 as surfactant and glycerol and propylene glycol as cosurfactant. While gel base is prepared by using carbopol 940 as gelling agent.
This research is obtained gel microemulsion with these characteristics: yellow (pantone 100), smelled like tween 80, with density 1,0829 g/ml. The flow properties of this preparation is pseduoplastic with average viscocity 31002,86 cps.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Susilowati
"Nasalah bioavaiiabi.litas obat makin banyak mendapat perhatian. Bioekiválensi axitara produk-produk obat yang bersaing te1ah dikemukakan pula. Pembahasart mengena i bloavailabilitas dart bioekivalensi, antara lain menyebabkan perkembangan uji disolusi. IJji disolusi diterapkan pada perneriksaan bloekivalensi. obat, dart mempunyal potensi untuk digimakan lebih: luas dalam bidang industri farmasi. Banyak rnetoda disolusi telah dirancang dan dikembangkan untuk penetapan uji laju diso1usi obat. Dan sekiaia banyak metoda disolusi- yang ditujukan- untuk uji' in vitro dari bentuk sediaaii padat, kami memilih .untuk membandingkan metoda 'basket' dengan metoda 'paddle' pada kapsul Piroxicarn. Tetoda basket dart metoda paddle dilaukan pada kecepatan r&tasi 50 rpm dan 100 rprn. Sebagai medium disolu si digunakan HCI 0,1 N, yang kemudian digunakan pada tern peratur 37 + 0,5 °C. Sampel diambil pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 9 30, 45, 60, 75, 90, 105, dan 120 setelah per cobaan dimülai. Jurnl ah Pirocicam yang melarut dalam medi urn disolusi ditentukan dengan spektropbotometer u.v. pada panjang gelombang maksim'um 334 mm., dibandingkanterha dap larutan Piroxicaal yang telah diketahui kadarnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S31937
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>