Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39039 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farah Salsabila
"Pemodelan farmakofor merupakan suatu metode perancangan obat dengan pendekatan komputasi (in silico) yang berperan penting untuk mengetahui aksi spesifik antara ligan dengan target makromolekul. Pemodelan farmakofor memiliki beberapa keterbatasan, seperti sering dihasilkannya senyawa positif palsu dan negatif palsu dalam rasio yang tinggi. Oleh sebab itu, pengembangan perlu dilakukan untuk memperoleh model farmakofor yang lebih prediktif. Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan model farmakofor yang diaplikasikan pada senyawa antagonis reseptor adenosin A2A menggunakan perangkat lunak LigandScout. Senyawa antagonis reseptor adenosin A2A diperoleh dari ChEMBL dengan nilai Ki ≤ 10 nM sebanyak 94 ligan digunakan sebagai training set dan nilai Ki > 10 nM sebanyak 3.556 ligan digunakan sebagai decoy set. Pembentukan model farmakofor dan optimasi dilakukan menggunakan training set dan divalidasi menggunakan test set yang merupakan gabungan dari training set dan decoy set. Kemudian, dilakukan analisis statistik melalui perhitungan beberapa parameter analisis berdasarkan kelompok klasifikasi biner. Dari penelitian ini, diperoleh empat fitur farmakofor dari model antagonis reseptor adenosin A2A yang mencakup 1 H (Hydrophobic Interaction), 2 HBA (Hydrogen Bond Acceptor), dan 1 HBD (Hydrogen Bond Donor). Selain itu, diperoleh nilai parameter validasi model yaitu AUC100% sebesar 0,65; EF1% sebesar 4,3; dan EF5% sebesar 3,6 serta nilai ketujuh parameter analisis statistik yaitu akurasi sebesar 0,3789; error rate sebesar 0,6211; sensitivitas sebesar 0,9894; spesifisitas sebesar 0,3684; presisi sebesar 0,0326; nilai prediksi negatif sebesar 0,9974; dan false discovery rate sebesar 0,9674. Nilai dari parameter-parameter tersebut diperoleh dari hasil optimasi model farmakofor yang berbeda-beda sehingga belum ditemukan satu model yang memiliki nilai terbaik untuk semua parameter.

Pharmacophore modeling is a drug design method with a computational approach (in silico) that represents the important role of ligand's specific actions with macromolecular targets. Pharmacophore modeling has several limitations, such as frequent false positives and false negatives in high ratios. Therefore, model development is needed to obtain a more predictive pharmacophore model. In this study, the development of a pharmacophore model was applied to the adenosine A2A receptor antagonist compound using LigandScout. The adenosine A2A receptor antagonist compound obtained from ChEMBL with Ki value ≤ 10 nM (94 ligands) was used as a training set and a Ki value > 10 nM (3,556 ligands) was used as a decoy set. The pharmacophore model and its optimization were formed from a training set, validated using a test set which is a combination of a training set and a decoy set. Then, statistical analysis is carried out by calculating several parameters based on the analysis of binary classification groups. From this study, four pharmacophore features of the adenosine A2A receptor antagonist model were obtained, consisting of 1 H (Hydrophobic Interaction), 2 HBA (Hydrogen Bond Acceptor), and 1 HBD (Hydrogen Bond Donor). In addition, the values of AUC100% (0.65); EF1% (4.3); and EF5% (3.6) were obtained from model validation parameters and the values of accuracy (0.3789); error rate (0.6211); sensitivity (0.9894); specificity (0.3684); precision (0.0326); negative predictive value (0.9974); and a false discovery rate (0.9674) were obtained from the seven statistical analysis parameters. The value of these parameters were obtained from the optimization results of different pharmacophore models. Accordingly, the model that has the best values for all parameters has not been determined."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Hanna Christina
"Pemodelan farmakofor adalah metode CADD (Computer-Aided Drug Design) berbasis ligan yang diketahui berperan penting dalam menjelaskan interaksi antara ligan dengan target makromolekul. Pemodelan farmakofor memiliki beberapa keterbatasan, seperti sering dihasilkannya positif dan negatif palsu. Oleh karena itu, pengembangan diperlukan untuk memperoleh model yang lebih prediktif. Pada penelitian ini, pengembangan model farmakofor dilakukan menggunakan program LigandScout dan diaplikasikan pada antagonis reseptor adenosin A2B. Senyawa antagonis reseptor adenosin A2B yang diperoleh dari ChEMBL dengan nilai Ki ≤ 10 nM sebanyak 88 ligan digunakan sebagai kontrol positif dan nilai Ki > 10 nM sebanyak 1.530 ligan digunakan sebagai kontrol negatif. Model farmakofor dibentuk dari kontrol positif yang dijadikan sebagai training set divalidasi menggunakan test set yang merupakan gabungan dari kontrol positif dan negatif. Kemudian dilakukan analisis statistik dengan mengelompokkan hasil berdasarkan klasifikasi biner untuk dihitung beberapa parameter analisis. Dari penelitian ini, diperoleh model farmakofor antagonis reseptor adenosin A2B yang memiliki fitur satu AR (cincin aromatik), satu H (interaksi hidrofobik), dan dua HBA (akseptor ikatan hidrogen). Nilai AUC100% sebesar 0,65; EF1% sebesar 6,9; EF5% sebesar 2,3 diperoleh sebagai parameter validasi model. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh akurasi sebesar 0,4067; error rate sebesar 0,5993; sensitivitas sebesar 0,8295; spesifisitas sebesar 0,3824; presisi sebesar 0,0717; tingkat penemuan palsu sebesar 0,9283; dan nilai prediksi negatif sebesar 0,9500. Dari hasil ini, model farmakofor dengan penurunan weight sebesar 0,1 pada fitur farmakofor AR didapatkan sebagai model yang memiliki hasil optimasi terbaik.

Pharmacophore modeling is a ligand-based CADD (Computer-aided Drug Design) method that is known to represent the important role of ligands interactions with macromolecular targets. Pharmacophore modeling has several limitations, such as often false positives and negatives values are generated. Thus, model development is needed to obtain a more predictive model. In this study, the development of a pharmacophore model was carried out using LigandScout and applied to adenosine A2B receptor antagonists. The adenosine A2B receptor antagonist compounds obtained from ChEMBL with Ki value ≤ 10 nM (88 ligands) were used as positive controls and Ki value > 10 nM (1.530 ligands) were used as negative controls. The pharmacophore model was formed from positive controls that were used as a training set, validated using a test set which is a combination of positive and negative controls, and statistical analysis was carried out by grouping the results based on binary classification and calculating several analytical parameters. From this study, a pharmacophore model of adenosine A2B receptor antagonist was obtained and had one AR (aromatic ring), one H (hydrophobic interaction), and two HBA (hydrogen bond acceptor) features. The values of AUC100% (0.65); EF1% (6.9); EF5% (2.3) were obtained from model validation parameters. In addition, the values of accuracy (0.4067); error rate (0.5993); sensitivity (0.8295); specificity (0.3824); precision (0.0717); false discovery rate (0.9283); and negative predictive value (0.9500) were obtained from statistical analysis. From these results, the optimized pharmacophore model with 0.1 feature Weight deduction on AR feature gave the best results."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bevinna Belanisa Prasetya
"Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif dan kronik yang bersifat progresif. Karakterisasi penyakit Parkinson yaitu adanya penurunan fungsi motorik akibat penurunan produksi dopamin pada basal ganglia. Terapi farmakologis utama dan efektif untuk mengembalikan kadar dopamin yaitu dengan prekursor dopamin (L-dopa). Namun, penggunaan L dopa pada jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek samping yang kronik seperti fluktuasi motorik dan diskinesia. Salah satu strategi baru terapi Parkinson yaitu dengan antagonis reseptor adenosin A2A. Pada penelitian ini dilakukan penapisan virtual berbasis farmakofor terhadap senyawa antagonis reseptor adenosin A2Ayaitu, Xantin dan Non-Xantin (Trisiklik, Bisiklik, dan Monosiklik) sebagai training set dengan tujuan mendapatkan senyawa-senyawa dari pangkalan data herbal Indonesia yang berpotensi menjadi antagonis reseptor adenosin A2A. Optimasi dan penapisan virtual berbasis farmakofor dilakukan menggunakan Ligandscout dan divalidasi dengan databaseyang didapatkan dari A Directory of Useful Decoys:Enhanced(DUD-E). Metode ini divalidasi dengan nilai Enrichment Factors(EF) dan Area Under Curves (AUC) dari kurva Receiver Operation Charateristics(ROC). Hasil optimasi yang didapatkan untuk penapisan virtual adalah dengan menggunakan kelompok training set monosiklik dengan farmakofor yaitu Aromatic Ring (AR),Hydrophobic Interaction(H) Hidrogen Bond Receptor(HBA), Hidrogen Bond Donor (HBD) danpenambahan Feature Tolarence sebesar 0,45 Å pada masing-masing farmakofor. Didapatkan senyawa kandidat (hits) yang memiliki kecocokan pada fitur farmakofor dengan senyawa aktif antagonis adenosin A2Ayaitu, lumichrome, mirabijaloneB, dan boeravinoneF.

Parkinson's disease is a chronic and neurodegenerative disorder that occur progressively. Parkinson's disease is characterized by deterioration of motor function due to loss production of dopamine in basal nuclei. The main and effective treatment for restoring dopaminergic neurotransmitter on patients with Parkinson's disease has been the dopamine precursor (L-dopa). However, after prolonged use of levodopa many patients start to experience chronic side effects such as motor fluctuations and dyskinesia. Adenosine A2a antagonist receptor is one of new strategies to treat Parkinson's disease that has been established as a promising target in Parkinson's disease. The aim of this study is to obtain adenosine A2a antagonist receptor's new compounds from Indonesia herbal database with pharmacophore-based virtual screening approach againts Xanthine and Non-Xanthine (Tricylic, Bicylic, Monocylic) as training sets. Pharmacophore-based virtual screening and optimization were done using Ligandscout and was validated by database from A Directory of Useful DecoyslEnhanced (DUD-E). Monocylic group that has 4 pharmacophores, namely Aromatic Ring (AR), Hydrophobic Interaction (H) Hidrogen Bond Receptor (HBA), Hidrogen Bond Donor (HBD) with addition 0,45 A of feature tolerance was used for virtual screening based on optimization result. Obtained hits compound that have a match on pharmacophore with active compound of adenosine A2a antagonist receptor are lumichorme, mirabijalone B, and boeravinone F."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S70483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Nurtika Salamah
"Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antagonis Adenosin A2A mengurangi fluktuasi motorik, diskinesia, melindungi dari kelainan neurodegeneratif pada penyakit Parkinson di dalam otak manusia yang bersifat progresif kronis dengan hilangnya neuron dopaminergik. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan senyawa herbal Indonesia sebagai inhibitor Adenosin A2A dengan menggunakan metode penapisan virtual.
Pada penelitian ini, dilakukan penapisan virtual senyawa dari basis data tanaman herbal Indonesia sebagai antagonis Adenosin A2A menggunakan AutoDock dan AutoDock Vina yang divalidasi menggunakan basis data Directory of Useful Decoys: Enhanced DUD-E. Metode ini divalidasi dengan menggunakan parameter Enrichment Factor EF dan Area Under Curve AUC dengan kurva Receiver Operating Characteristics ROC.
Berdasarkan hasil validasi, grid box yang digunakan untuk penapisan menggunakan AutoDock adalah grid box 60 x 60 x 60 dengan nilai EF1 sebesar 16,5869 dan AUC 0,8406. Terdapat dua senyawa Chitranone dan 3-O-Methylcalopocarpin dengan energi ikatan ndash;10,19 dan -9,55 kkal/mol, masing-masing menunjukkan interaksi dengan situs aktif Adenosin A2A pada residu ALA63, ILE66, ALA81, LEU85, PHE168, GLU169, MET177, TRP246, LEU249, ASN253, dan ILE274. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Chitranone dan 3-O-Methylcalopocarpin dapat diusulkan untuk dikembangkan sebagai antagonis Adenosin A2A.

Previous research found that Adenosine A2A antagonist allows to reduce motor fluctuations, dyskinesia, protect from neurodegenerative disorder in Parkinsons disease in the human brain which is chronic progressive of losing dopaminergic neurons. The aim of this study is to explore Indonesian herbal compounds as Adenosine A2A inhibitor using virtual screening method.
In this study, virtual screening of Indonesian herbal database as Adenosine A2A inhibitor was done by AutoDock and AutoDock Vina and was validated by database from A Directory of Useful Decoys Enhanced DUD E. The method was validated by Enrichment Factor EF and Area Under Curve AUC of Receiver Operating Characteristics ROC curve. Based on the validation results, grid box that was used in virtual screening using AutoDock is 60 x 60 x 60 with EF1 16.5869 and AUC 0.8406.
The two compounds Chitranone and 3 O Methylcalopocarpin with binding energy 10.19 and 9.55 kcal mol, respectively showing interaction with Adenosine A2A active site at residues ALA63, ILE66, ALA81, LEU85, PHE168, GLU169, MET177, TRP246, LEU249, ASN253, and ILE274. This study conclude that Chitranone and 3.O Methylcalopocarpin could be proposed to be developed as Adenosine A2A antagonist.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cressia Nauli Agustin
"Permasalahan penumpukan sampah menjadi isu global yang mendesak, memerlukan solusi inovatif untuk deteksi dan klasifikasi yang efisien. Dalam konteks ini, deteksi objek sampah menggunakan deep learning menawarkan potensi besar. Namun, pengembangan model neural network tunggal yang kompleks seringkali menghadapi tantangan keterbatasan kinerja, terutama ketika dihadapkan pada dataset yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model deep learning yang robust untuk deteksi objek sampah pada dataset terbatas (TrashNet) dengan memanfaatkan metode ensemble. Pendekatan ensemble, khususnya strategi weighted average, diimplementasikan untuk mengkombinasikan prediksi dari beberapa arsitektur Convolutional Neural Network (CNN) yang berbeda, seperti Xception, ResNet, dan VGG. Model-model dasar ini dilatih secara independen dan bobot optimal untuk setiap model ditentukan melalui proses validasi silang untuk memaksimalkan akurasi. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa model ensemble dengan weighted average secara signifikan meningkatkan performa deteksi objek sampah dibandingkan dengan model tunggal. Peningkatan ini ditunjukkan melalui metrik evaluasi seperti akurasi, presisi, recall, dan F1-score yang lebih tinggi. Analisis mendalam mengungkapkan bahwa metode ensemble efektif dalam mengatasi bias dan variasi yang mungkin ada pada model individual, menghasilkan prediksi yang lebih stabil dan akurat pada dataset terbatas. Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan ensemble meningkatkan akurasi klasifikasi menjadi 83.27%, atau meningkat ³ 3.35%.

The escalating problem of waste accumulation presents a pressing global issue, demanding innovative solutions for efficient detection and classification. In this context, waste object detection using deep learning offers significant potential. However, developing complex single neural network modelsnetworks often faces performance limitations, especially when confronted with limited datasets. This research aims to develop a robust deep-learning model for waste object detection on limited datasets (TrashNet) by leveraging an ensemble method. The ensemble approach, specifically the weighted average strategy, is implemented to combine predictions from several different Convolutional Neural Network (CNN) architectures, such as Xception, ResNet, and VGG. These base models are trained independently, and optimal weights for each model are determined through a cross-validation process to maximize accuracy. Experimental results demonstrate that the ensemble model with weighted averaging significantly improves waste object detection performance compared to single models. This improvement is shown through higher evaluation metrics such as accuracy, precision, recall, and F1-score. In-depth analysis reveals that the ensemble method is effective in mitigating biases and variations that may exist in individual models, leading to more stable and accurate predictions on limited datasets. This study demonstrates that the ensemble approach improves the classification accuracy to 83.27%, or an increase of ³ 3.35%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhani Dzaky
"Pandemi COVID-19 mendorong adanya transformasi kesehatan, terutama dalam praktik kedokteran gigi. Respon terhadap risiko penularan menggiring masyarakat menuju layanan telemedicine, khususnya teledentistry. Fenomena ini menciptakan paradigma baru dalam ortodonti, mendorong perkembangan teleorthodontic. Dukungan teknologi machine learning di bidang ortodonti menawarkan solusi inovatif untuk diagnosis dini dan peningkatan aksesibilitas layanan ortodontik. Penelitian ini akan membandingkan 3 model computer vision yaitu EfficientNet, MobileNet, dan ShuffleNet disertai dengan adanya penambahan model tabular yaitu TabNet. Implementasi model computer vision ini bertujuan untuk dapat memberikan analisis awal bagi pasien ortodonti dan akan dievaluasi menggunakan metrik F1-score dan interpretability ahli dengan bantuan LIME. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa model computer vision ShuffleNet memiliki rata-rata hasil nilai F1-score terbaik diikuti dengan EfficientNet dan terakhir MobileNet. Perbedaan nilai tersebut berkisar antara 1-5% antara EfficientNet dan ShuffleNet namun perbedaan melebar untuk MobileNet dan ShuffleNet yang berkisar antara 3-8%. Selain itu, penambahan TabNet dalam framework memberikan peningkatan rata-rata nilai F1-score sebesar 2.7% hingga 5% dibandingkan model yang tidak menggunakan TabNet.

The COVID-19 pandemic has driven health transformation, especially in dental practice. The response to the risk of transmission leads the public towards telemedicine services, especially teledentistry. This phenomenon creates a new paradigm in orthodontics, encouraging the development of teleorthodontics. The support of machine learning technology in orthodontics offers innovative solutions for early diagnosis and increased accessibility to orthodontic services. This study will compare 3 computer vision models, which are EfficientNet, MobileNet, and ShuffleNet, accompanied by adding a tabular model, which is TabNet. The implementation of this computer vision model aims to provide an initial analysis for orthodontic patients and will be evaluated using the F1-score metric and expert interpretability with the help of LIME. This study found that the ShuffleNet computer vision model has the best average F1-score, followed by EfficientNet, and finally MobileNet. The difference in value ranges between 1-5% between EfficientNet and ShuffleNet, but the difference widens for MobileNet and ShuffleNet, which ranges between 3-8%. In addition, adding TabNet to the framework provides an average increase in F1-score by 2.7% to 5% compared to models that do not use TabNet."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfina Azaria
"Pandemi COVID-19 mendorong adanya transformasi kesehatan, terutama dalam praktik kedokteran gigi. Respon terhadap risiko penularan menggiring masyarakat menuju layanan telemedicine, khususnya teledentistry. Fenomena ini menciptakan paradigma baru dalam ortodonti, mendorong perkembangan teleorthodontic. Dukungan teknologi machine learning di bidang ortodonti menawarkan solusi inovatif untuk diagnosis dini dan peningkatan aksesibilitas layanan ortodontik. Penelitian ini akan membandingkan 3 model computer vision yaitu EfficientNet, MobileNet, dan ShuffleNet disertai dengan adanya penambahan model tabular yaitu TabNet. Implementasi model computer vision ini bertujuan untuk dapat memberikan analisis awal bagi pasien ortodonti dan akan dievaluasi menggunakan metrik F1-score dan interpretability ahli dengan bantuan LIME. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa model computer vision ShuffleNet memiliki rata-rata hasil nilai F1-score terbaik diikuti dengan EfficientNet dan terakhir MobileNet. Perbedaan nilai tersebut berkisar antara 1-5% antara EfficientNet dan ShuffleNet namun perbedaan melebar untuk MobileNet dan ShuffleNet yang berkisar antara 3-8%. Selain itu, penambahan TabNet dalam framework memberikan peningkatan rata-rata nilai F1-score sebesar 2.7% hingga 5% dibandingkan model yang tidak menggunakan TabNet.

The COVID-19 pandemic has driven health transformation, especially in dental practice. The response to the risk of transmission leads the public towards telemedicine services, especially teledentistry. This phenomenon creates a new paradigm in orthodontics, encouraging the development of teleorthodontics. The support of machine learning technology in orthodontics offers innovative solutions for early diagnosis and increased accessibility to orthodontic services. This study will compare 3 computer vision models, which are EfficientNet, MobileNet, and ShuffleNet, accompanied by adding a tabular model, which is TabNet. The implementation of this computer vision model aims to provide an initial analysis for orthodontic patients and will be evaluated using the F1-score metric and expert interpretability with the help of LIME. This study found that the ShuffleNet computer vision model has the best average F1-score, followed by EfficientNet, and finally MobileNet. The difference in value ranges between 1-5% between EfficientNet and ShuffleNet, but the difference widens for MobileNet and ShuffleNet, which ranges between 3-8%. In addition, adding TabNet to the framework provides an average increase in F1-score by 2.7% to 5% compared to models that do not use TabNet."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Anifa
"Diagnosis COVID-19 dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan interpretasi citra medis rongga dada menggunakan machine learning. Namun, metode ini memiliki memerlukan waktu dan biaya yang besar, tidak ada standar dalam pengambilan gambar citra medis, dan pelindungan privasi pada data pasien. Model yang dilatih dengan dataset publik tidak selalu dapat mempertahankan performanya. Diperlukan metode pengklasifikasi berbasis multicenter yang dapat memiliki performa optimal pada dataset yang berbeda-beda. Skenario pertama dengan melatih model menggunakan arsitektur VGG-19 dan ConvNeXt dengan gabungan seluruh data dan masing-masing data. Lalu dilakukan fine tuning terhadap model yang dilatih pada gabungan seluruh data. Skenario kedua dengan Unsupervised Domain Adaptation berbasis maximum mean discrepancy dengan data publik sebagai source domain dan data privat sebagai target domain. Metode transfer learning dengan fine-tuning model pada arsitektur VGG-19 menaikkan train accuracy pada data Github menjadi 95% serta menaikkan test accuracy pada data Github menjadi 93%, pada data Github menjadi 93%, pada data RSCM menjadi 72%, dan pada data RSUI menjadi 75%. Metode transfer learning dengan fine-tuning model pada arsitektur ConvNeXt menaikkan evaluation accuracy pada data RSCM menjadi 73%. Metode unsupervised domain adaptation (UDA) berbasis maximum mean discrepancy (MMD) memiliki akurasi sebesar 89% pada dataset privat sehingga merupakan metode yang paling baik. Berdasarkan GRAD-CAM, model sudah mampu mendeteksi bagian paru-paru dari citra X-Ray dalam memprediksi kelas yang sesuai.

Diagnosis of COVID-19 can be done using various methods, one of which is by interpreting medical images of the chest using machine learning. However, this method requires a lot of time and money, there is no standard in taking medical images, and protecting patient data privacy. Models that are trained with public datasets do not always maintain their performance. A multicenter-based classification method is needed that can have optimal performance on different datasets. The first scenario is to train the model using the VGG-19 and ConvNeXt architecture by combining all data and each data. Then, the model trained using combined data is fine tuned. The second scenario uses Unsupervised Domain Adaptation based on maximum mean discrepancy with public data as the source domain and private data as the target domain. The transfer learning method with the fine-tuning model on the VGG-19 architecture increases train accuracy on Github data to 95% and increases test accuracy on Github data to 93%, on Github data to 93%, on RSCM data to 72%, and on data RSUI to 75%. The transfer learning method with the fine-tuning model on the ConvNeXt architecture increases the evaluation accuracy of RSCM data to 73%. The unsupervised domain adaptation (UDA) method based on maximum mean discrepancy (MMD) has an accuracy of 89% in private dataset making it the best method. Based on GRAD-CAM, the model has been able to detect parts of the lungs from X-Ray images in predicting the appropriate class."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Ameriazandy
"Berkedip merupakan fungsi regular dari badan manusia yang secara tidak sadar melakukan penutupan secara cepat terhadap kelopak mata. Berkedip biasanya dilakukan untuk membersihkan mata dengan mengeluarkan debu dan menjaga mata agar tetap lembab, kedipan mata juga dapat digunakan untuk menandakan kelelahan dari seseorang. Oleh karena itu pendeteksian kedipan mata menjadi salah satu cara yang paling efektif agar dapat mendeteksi kelelahan. Pada penelitian ini penulis mengklasifikasikan kedipan mata menggunakan metode convolutional neural network (CNN) dengan arsitektur Cascading MobileNet yang terdiri dari 2 arsitektur yaitu MobileNet dan MobileNetV2 yang digunakan untuk melatih model untuk mendeteksi keadaan mata seseorang. Dataset yang digunakan adalah Closed Faces in The Wild Dataset (CEW) yang dibuat oleh "Xiaoyang Tan" dari Nanjing University of Aeronautics and Astronautics. Hasil dari skripsi ini berhasil mendeteksi keadaan mata berupa mata terbuka dan mata tertutup, dengan nilai akurasi sebesar 96.18% untuk training dan 97.12% untuk validasi.

Blinking is a regular function of the human body which unconsciously closes the eyelids quickly. Blinking is usually done to clean the eyes by removing dust and keeping the eyes moist, blinking can also be used to signify tiredness of a person. Therefore, blink detection is one of the most effective ways to detect fatigue. In this study, the authors classify eye blinks using the convolutional neural network (CNN) method. with Cascading MobileNet architecture which consists of 2 architecture, MobileNet and MobileNetV2 that being used to train the model to detect eye condition. The dataset we used is Closed Faces in The Wild Dataset (CEW) created by “Xiaoyang Tan” from Nanjing University of Aeronautics and Astronautics. The result of this thesis has successfully detected eye condition in the form of open eyes and closed eyes, with an accuracy of 96.18% for training and 97.12% for validation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizh Rifqi Saputra
"Penelitian ini berfokus pada klasifikasi emosi menggunakan jaringan saraf buatan (Deep Learning) dengan memanfaatkan sinyal elektroensefalografi (EEG). Emosi manusia merupakan aspek penting dalam interaksi manusia-komputer, dan pengklasifikasian emosi secara akurat dapat meningkatkan kemampuan penerapan teknologi dalam berbagai aplikasi. Sampel sinyal EEG yang digunakan pada penelitian ini berasal dari dataset  SEED-V.  Sampel data memiliki 62 kanal elektroda dengan 5 jenis klasifikasi emosi yaitu Sedih, Senang, Netral, Jijik, Takut. Sinyal EEG kemudian diolah dan diurai menjadi 5 jenis band yaitu alpa, beta, teta,  delta, dan gamma. Sinyal terdekomposisi akan diolah untuk mengekstrak fitur menggunakan diferensial entropi yang kemudian ditransformasi menjadi data 2 dimensi. Model CNN digunakan sebagai algoritma klasifikasi untuk mendeteksi pola-pola kompleks dalam sinyal EEG. Dilakukan pengaturan beberapa parameter dari model hingga didapatkan hasil pengujian yang optimal. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa model CNN yang dikembangkan mampu mengklasifikasikan emosi dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan metode klasifikasi lainnya. Dari hasil evaluasi yang dilakukan model yang dikembangkan memiliki nilai akurasi sebesar 87.5%, tak hanya itu pada penelitian ini menampilkan efek ketidakseimbangan jumlah kelas serta teknik penyeimbangan yang dilakukan.

This research focuses on emotion classification using artificial neural networks (CNNs) utilizing electroencephalography (EEG) signals. Human emotions are an important aspect of human-computer interaction, and accurately classifying emotions can improve the applicability of technology in various applications. The EEG signal samples used in this study come from the SEED-V dataset.  The data sample has 62 electrode channels with 5 types of emotion classifications, namely Sad, Happy, Neutral, Disgust, Fear. The EEG signal is then processed and decomposed into 5 types of bands alpha, beta, theta, delta, and gamma. The decomposed signal will be processed to extract features using Differential Entropy and then transformed into 2-dimensional data. CNN model is used as a classification algorithm to detect complex patterns in EEG signals. Tunning is done for several parameters of the model until optimal test results are obtained. The test results show that the CNN model developed is able to classify emotions with a fairly high level of accuracy compared to other classification methods. From the evaluation results, the developed model has an accuracy value of 87.5%, Furthermore, this study shows the effects of class size imbalance and the balancing techniques used. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>