Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maghfirah Syafitri Tiham
"Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah hasil pengolahan kelapa sawit yang mengandung lignoselulosa yang terdiri dari 55,75% selulosa, 28,93% hemiselulosa dan 15,32% lignin. Secara kimawi, selulosa terikat dengan hemiselulosa dan lignin sehingga diperlukan delignifikasi untuk memisahkan selulosa dari komponen lignoselulosa lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan α-selulosa dari TKKS melalui proses delignifikasi dengan DES (Deep Eutectic Solvent), mendapatkan informasi mengenai pengaruh pretreatment asam oksalat dan natrium hidroksida, penambahan air, dan penggunaan Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) pada proses delignifikasi. Pelarut DES pada penelitian ini menggunakan Hydrogen Bond Acceptor (HBA), yaitu; kolin klorida (ChCl) dan Hydrogen Bond Donor (HBD), yaitu asam laktat, urea, gliserol, dan asam oksalat yang dikombinasikan pada rasio molar HBA dan HBD 1:1, 1:2, dan 1:3. Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Wet Chemistry dan Chesson-Data. Identifikasi α-selulosa dilakukan dengan pengamatan organoleptis, analisis Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX), X-Ray Diffraction (XRD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar α-selulosa tertinggi, yaitu 89,16% diperoleh dari delignifikasi menggunakan ChCl:asam laktat (1:1) dengan penambahan air 15%. Waktu optimal pada penggunaan UAE adalah 30 menit dengan kadar α-selulosa 92,96%. α-selulosa yang dihasilkan berwarna kuning pucat dengan karakteristik yang mirip dengan standar sehingga TKKS berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai eksipien sediaan farmasi.

Oil Palm Empty Fruit Bunches (OPEFB) is a waste generated from palm oil processing that contains lignocellulosic biomass, which consists of 55.75% cellulose, 28.93% hemicellulose and 15.32% lignin. Chemically, cellulose is bound to hemicellulose and lignin so that delignification is needed to separate cellulose from other lignocellulosic components. This study aims to obtain α-cellulose from OPEFB through the delignification process of DES (Deep Eutectic Solvent), to find out information about the effect of oxalic acid and sodium hydroxide pretreatment, the addition of water, and the use of Ultrasound-Assisted Extraction (UAE). DES solvent in this study used Hydrogen Bond Acceptor (HBA) choline chloride and Hydrogen Bond Donor (HBD), namely lactic acid, urea, glycerol, and oxalic acid which would then be combined at 1:1, 1:2, and 1:3 molar ratios. Quantitative analysis of α-cellulose content was carried out using Wet Chemistry and Chesson-Data methods. Identification of α-cellulose by organoleptic observation, Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) and Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX) and X-Ray Diffraction (XRD) analysis. The results showed that the highest α-cellulose content, which was 89.16%, was obtained from delignification using ChCl:lactic acid (1:1) with 15% water. Furthermore, the optimal time for using UAE was 30 minutes with α-cellulose 92,96%. The resulting α-cellulose has yellow pale color. The identification results showed similar characteristics to the standard so that has the potential to be further developed as pharmaceutical excipients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Illyin Abdi Budianta
"Seiring meningkatnya produksi kelapa sawit Indonesia, produksi limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) nasional diperkirakan mencapai 42 juta ton per tahun pada tahun 2022. TKKS yang mengandung hemiselulosa dapat dikonversi menjadi furfural melalui reaksi degradasi dan dehidrasi dengan katalis asam mineral dan reaksi hidrolisis langsung dengan katalis metal klorida. Penelitian yang menggunaan biphasic system pada produksi furfural dari biomassa telah banyak dilakukan dengan menggunakan campuran deep eutectic solvent (DES) dan pelarut nonpolar, seperti MIBK. AlCl3, katalis yang paling efektif dalam hidrolisis hemiselulosa menjadi furfural, dapat dimanfaatkan menjadi DES [ChCl][AlCl3.6H2O] yang bersifat homogen dengan reaktan. Penambahan air juga dapat meningkatkan yield proses hidrolisis. Penelitian ini menerapkan palarut DES [ChCl][AlCl3.6H2O], dan pelarut nonpolar MIBK yang dapat meningkatkan yield furfural. Konversi furfural dari xylan (hemiselulosa) dilakukan untuk memperoleh kondisi optimum, yaitu suhu (100-200oC), waktu (20-40 menit), rasio biphasic (0,1 – 0,3 v(DES)/v(MIBK), dan rasio pengenceran (1-2 v(air)/v(DES)). Kondisi operasi optimum yang diperoleh adalah suhu 113oC, waktu reaksi 25 menit, rasio biphasic 0,21 (vDESSol/vMIBK) dan rasio pengenceran 1.45 (vAir/vDES) dengan yield 45,25%mol (28,99 %massa). Perolehan yield furfural dari TKKS yang diberikan praperlakuan pada kondisi optimum adalah 34,27 %mol (7,05 %massa). Penelitian ini menghasilkan kondisi proses yang relatif rendah dengan yield yang tinggi sehingga dapat diterapkan pada skala industri.

Increasing of Indonesian palm oil production, the national production of palm oil empty fruit bunch (POEFB) waste is estimated to reach 42 million tons per year in 2022. POEFB containing hemicellulose can be converted to furfural through degradation and dehydration reactions with mineral acid catalysts and direct hydrolysis reactions with metal chloride catalysts. Many studies using a biphasic system in the production of furfural from biomass have been carried out using a mixture of deep eutectic solvents (DES) and nonpolar solvents, such as MIBK. AlCl3, the most effective catalyst in hydrolysis of hemicellulose to furfural, can be utilized to produce DES [ChCl][AlCl3.6H2O] which is homogeneous with the reactants. The water addition can also increase the yield of the hydrolysis process. This study applied the solvent DES [ChCl][AlCl3.6H2O], and nonpolar solvent MIBK which can increase furfural yield. Furfural conversion from xylan (hemicellulose) was carried out to find the optimum conditions, such as temperature (100-200 oC), duration (20-40 minutes), mixture ratio (0,2-0,3 v(DES)/v(MIBK), and dilution ratio (1-2 v(water)/v(DES)). Respond surface methodology applied in this study to get optimum process condition. Optimum operating condition from this study are temperature 113 oC, reaction time 25 min, biphasic ratio 0,21 (vDESSol/vMIBK) and dilution ratio 1,45 (vWater/vDES) with yield 45,25%mol (28,99 %mass). Yield furfural from pretreated POEFB at optimum condition is 34,27 %mol (7,05 %mass). This research resulted mild operating conditions for furfural production from POEFB with high yields and so that it can be applied on an industrial scale."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Nur Hayati
"ABSTRACT
Umumnya, Industri gas menggunakan amina sebagai absorben untuk memisahkan CO2 dari gas asam. Namun, degradasi dari amina memiliki efek buruk terhadap lingkungan selain itu regenerasi amina membutuhkan energi yang besar. Deep Eutectic Solvent DES merupakan absorben alternatif yang ramah lingkungan yang dapat dijadikan pelarut CO2. Dalam penelitian ini, kelarutan CO2 menggunakan DES yang disintesis dari kolin klorida dan 1,4-butanadiol diamati pada 30oC, 40oC, dan 50oC pada tekanan mencapai 25 bar. Rasio mol kolin klorida dan 1,4-butanadiol yang digunakan adalah 1:2, 1:3, dan 1:4. Penelitian absorpsi CO2 menggunakan metode volumetrik. Rasio antara mol CO2 yang mampu diabsorpsi oleh setiap mol DES dan tekanan gas dihitung dari data kelarutan. Kelarutan CO2 menggunakan DES menurun dengan kenaikan suhu dan meningkat seiring dengan kenaikan tekanan absorpsi. DES dengan komposisi kolin klorida: 1,4-butanadiol 1:2 memiliki kapasitas absorpsi CO2 terbesar yaitu 0,085 mol CO2/mol DES pada suhu 25 bar dan 30oC dengan nilai parameter yaitu 0,0034 mol CO2/mol DES per bar.

ABSTRACT
Nowadays, Gas industry use amines technology to separate CO2 from the natural gas but the degradation of amines have some bad effects to environmental and the regeneration of amines consumed much enegy. Deep Eutectic Solvent DES have recently been considered as alternative solvent and have been proved its ability to absorp CO2. In this research, the solubility of CO2 in DES which is syntezsized by choline cloride and 1,4 butanadiol was determined at 30oC, 40oC, dan 50oC under pressure up to 25 bar. The mole ratios of choline chloride and 1,4 butanadiol selected were 1 2, 1 3, and 1 4. This research uses volumetric method. The ratio of moles from CO2 which can be absorbed per mole DES and the pressure of gas is calculated from the solubility data. The solubility of CO2 in DES decreased by with increasing temperature and increased by increasing pressure. The best composition to absorp CO2 is choline cloride 1,4 butanadiol 1 2 which can absorp 0,085 mol CO2 mol DES at 25 bar and 30oC with constant is 0,0034 mol CO2 mol DES per bar."
2017
S67896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felita Irene Sumarli
"Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) semakin banyak menarik perhatian sebagai alternatif ramah lingkungan pengganti pelarut organik konvensional yang toksik dan berbahaya bagi lingkungan. NADES memiliki volatilitas yang dapat diabaikan pada suhu ruang, solubilitas tinggi, toksisitas rendah, dan selektivitas yang dapat diatur. Pada studi ini, NADES dievaluasi kemampuannya untuk ekstraksi senyawa bioaktif α-mangostin dari buah manggis (Garcinia mangostana L.). Buah manggis dipilih karena kandungan senyawa bioaktifnya yang bermanfaat tinggi bagi kesehatan dan ketersediaannya yang cukup melimpah di Indonesia. NADES dibuat dengan mencampurkan garam ammonium kuartener dengan pendonor ikatan hidrogen dari berbagai senyawa yang terdapat di alam dalam berbagai variasi rasio. Pada NADES dilakukan uji polaritas, uji viskositas, analisa struktur kimia, dan analisa perilaku termal, untuk mengetahui karakteristik fisika dan kimianya. Ekstraksi dilakukan dengan metode shaking pada suhu ruang dan metode ultrasonikasi. Hasil ekstraksi diuji dengan high performance liquid chromatography (HPLC). Senyawa α-mangostin berhasil diekstrak dengan NADES, dengan hasil tertinggi diperoleh menggunakan NADES campuran kolin klorida dan 1,2-propanediol. Metode ultrasonik memberikan hasil lebih tinggi dalam waktu lebih singkat dibandingkan metode shaking, namun metode shaking memberikan reprodusibilitas lebih baik. Studi ini memperlihatkan potensi NADES untuk aplikasi di bidang ekstraksi senyawa bioaktif dari alam.

Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) have received considerable attention due to their potential as green solvent substituting conventional organic solvents which are high in toxicity and harmful to the environment. NADES have unique properties, such as negligible volatility at room temperature, high solubility for wide range of compounds, low toxicity profile, and adjustable selectivity. In this study, NADES were being evaluated for their application as extraction solvents for bioactive compound, α-mangostin, from mangosteen (Garcinia mangostana L.). Mangosteen is chosen as object of study due to its highly beneficial bioactive compounds for health and its high availability in Indonesia. NADES were made by mixing quaternary ammonium salt with hydrogen bond donor (HBD) in various ratios. Physiochemical properties of NADES are being investigated, including polarity test, viscosity test, chemical structure analysis, and thermal behavior analysis. Extraction was done by shaking in room temperature and ultrasonikation. The extracts were analysed by High Performance Liquid Chromatography (HPLC). α-mangostin successfully extracted by NADES, with highest yield obtained by NADES composed of choline chloride and 1,2-propanediol. It was also observed that ultrasonikation gives high extraction yield in shorter period of time compared to shaking method, although shaking method gives better reproducibility. This study shows the potential of NADES for application in extraction of bioactive compounds from natural sources.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Magdalena Lois Immanuela
"Urea dalam lingkungan perairan memiliki tingkat kadar yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan makhluk hidup di sekitar lingungan tersebut. Sehingga, diperlukan penyelidikan konsentrasi urea pada sampel bersifat klinis dan lingkungan. Tujuan umum pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sensitivitas dan kecepatan sensor elektroda Cu (tembaga) yang dilapisi Sn-Bi alloy hasil Sintesis elektrodeposisi menggunakan pelarut DES (Deep Eutectic Solvent) berbasis ChCl-Gliserol untuk mengoksidasi urea dalam berbagai sampel larutan urea dalam NaOH. Dalam penelitian ini, Bi-Sn alloy disintesis dengan metode elektrodeposisi menggunakan elektroda Cu (tembaga) sebagai elektroda kerja alternatif untuk mengoksidasi urea. Hasil Bi-Sn alloy dari sintesis berbagai rasio molar dikarakterisasi menggunakan XRD, XRF, dan SEM-EDX. Elektroda Cu yang sudah dihinggapi Sn-Bi alloy pada permukaannya dapat digunakan sebagai katalis untuk mengetahui sensitivitas dan membantu memberikan kecepatan elektroda dalam mengoksidasi urea dalam sampel.

Urea in the aquatic environment has levels that greatly affect the health of the environment and living things around the environment. Thus, it is necessary to investigate the concentration of urea in clinical and environmental samples. The general objective of this research is to determine the sensitivity and speed of the Cu (copper) electrode sensor coated with Sn-Bi alloy resulting from the electrodeposition synthesis using ChCl-Glycerol-based DES (Deep Eutectic Solvent) solvent to oxidize urea in various samples of urea solution in NaOH. In this research, Bi-Sn alloy was synthesized by electrodeposition method using Cu (copper) electrode as an alternative working electrode to oxidize urea. Bi-Sn alloy results from the synthesis of various molar ratios were characterized using XRD, XRF, and SEM-EDX. Cu electrodes that have been deposited with Sn-Bi alloy on the surface can be used as a catalyst to determine the sensitivity and help provide electrode speed in oxidizing urea in the sample."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fahrul Rizal
"Natrium Carboxymethylcellulose (Na-CMC) merupakan bahan baku yang berfungsi sebagai pengental pada sediaan topikal, oral, dan parenteral serta pengikat dan penghancur pada sediaan padat oral. Kebutuhan Na-CMC dalam negeri Indonesia yang tinggi tidak diiringi oleh produksinya yang tinggi sehingga Indonesia perlu memanfaatkan bahan alam mengandung lignoselulosa sebagai solusi alternatif dalam pembuatan Na-CMC, seperti serat TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) dengan kandungan selulosa sekitar 30 – 40 %. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh Na-CMC dari alfa-selulosa serat tandan kosong kelapa sawit dengan pelarut Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) dan membandingkan karakteristiknya dengan Na-CMC di pasaran. Serbuk serat tandan kosong kelapa sawit dilakukan delignifikasi dengan NADES kolin klorida-gliserol 1 : 2, dilanjutkan oleh delignifikasi dengan acid-chlorite dan hidrogen peroksida menghasilkan alfa-selulosa. Kemudian, alfa-selulosa disintesis menjadi Na-CMC melalui proses alkalisasi dan karboksimetilasi. Terakhir, karakteristik Na-CMC dibandingkan dengan standar Na-CMC. Hasil penelitian yang diperoleh adalah alfa-selulosa berwarna putih kekuningan dengan yield 95,52 % serta Na-CMC berupa serat halus berwarna putih dan tidak berbau, spektrum IR dengan ciri khas 3650-3200 cm1, 3000-2850 cm1, 1465 cm1, 1000-1260 cm1, dan 1200-980 cm1, pH 7,63, viskositas 20,7 cP, susut pengeringan 9,7 %, derajat subtitusi 0,61, XRD menghasilkan fase kristal yang dominan, dan SEM menghasilkan serabut panjang tipis. Sampel Na-CMC dibandingkan dengan standar Na-CMC memiliki kemiripan pada organoleptis, spektrum IR, susut pengeringan, dan XRD serta memiliki perbedaan pada pH, viskositas, derajat subtitusi, dan SEM.

Sodium Carboxymethylcellulose (Na-CMC) is a raw material that functions as a thickener in topical, oral, and parenteral preparations, and a binder and disintegrant in oral solid dosage forms. Indonesia's high domestic need for Na-CMC is not accompanied by high production, so Indonesia needs to use natural materials containing lignocellulose as an alternative solution in the manufacture of Na-CMC, such as Oil Palm Empty Fruit Bunches (OPEFB) with a cellulose content of about 30-40 %. This study aims to obtain Na-CMC from alpha-cellulose fiber from oil palm empty fruit bunches by Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) and compare its characteristics with Na-CMC on the market. Oil palm empty fruit bunch fiber powder was delignified with NADES choline chloride-glycerol 1: 2, followed by delignification with acid-chlorite and hydrogen peroxide to produce alpha-cellulose. Then, alpha-cellulose was synthesized to Na-CMC by alkalization and carboxymethylation. Finally, characteristics of Na-CMC were compared with Na-CMC standard. The results obtained were yellowish white alpha-cellulose with a yield of 95.52% and Na-CMC in the form of white and odorless fine fibers, IR spectrum with characteristics 3650-3200 cm1, 3000-2850 cm1, 1465 cm1, 1000 – 1260 cm1, and 1200-980 cm1, pH 7.63, viscosity 20.7 cP, drying shrinkage 9.7%, degree of substitution 0.61, XRD produces the crystalline phase, and SEM produces long thin fibers. The Na-CMC samples compared with standard Na-CMC had similarities in organoleptic, IR spectrum, drying shrinkage, and XRD and had differences in pH, viscosity, degree of substitution, and SEM."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Rahmah Diah Nur Fitri
"Sebelum studi ini, telah dibuktikan beberapa tanaman herbal berpotensi sebagai gastroprotektif. Tetapi penggunaannya sebagai obat di Indonesia masih terbatas secara empiris. Sementara, NADES merupakan campuran eutektik dengan 2 atau 3 komposisi penyusun yang terdiri dari metabolit primer. Selain sebagai pelarut alternatif dalam ekstraksi herbal, NADES memiliki potensi meningkatkan bioavailabilitas suatu senyawa. Studi ini bertujuan untuk membandingkan efek gastroprotektif yang dimiliki oleh senyawa xantorizol pada ekstrak etanol temulawak dan ekstrak etanol temulawak dalam NADES. Hewan uji yang digunakan adalah mencit galur swiss webster berusia ± 4 bulan. Dalam pengujiannya, studi ini menggunakan dosis xantorizol sebesar 10 mg/KgBB dan 25 mg/KgBB. Perlakuan pada 7 kelompok (n=4) dilakukan selama 7 hari sebelum induksi ± 12 jam setelahnya dengan etanol 50%-HCl 0,3M (10 uL/gramBB). Efek gastroprotektif ditentukan berdasarkan hasil pengujian indeks ulkus, pH isi lambung, dan kadar mukus lambung. Pada uji indeks ulkus, kelompok ekstrak etanol dengan 25 mg/KgBB dosis xantorizol memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok negatif (p<0.05). Secara umum, perbaikan ulkus terlihat meningkat sesuai dosis terhadap kelompok kontrolnya. Sementara, pada uji kadar mukus, empat kelompok perlakuan (pelarut NADES, EE XTZ dosis 10 mg/KgBB, EE XTZ dosis 25 mg/KgBB, dan EEN XTZ dosis 10 mg/KgBB) memiliki peningkatan kadar mukus yang signifikan terhadap kontrol negatif (p<0,05). Kemudian, pada uji pH, kelompok kontrol positif dan kelompok ekstrak etanol memiliki kemampuan mempertahankan pH mendekati pH normalnya dengan kisaran pH 2,48-2,88. Hal ini menunjukkan xantorizol memiliki potensi gastroprotektif pada dosis 10 mg/KgBB dan pada 25 mg/KgBB. Namun, tidak ada perbedaan antara ekstrak etanol dalam NADES dengan ekstrak etanol.

Before, there were already several candidates for herbal medicine with gastroprotective effects. However, in Indonesia, herbal medicines were mostly used empirically. A NADES is a eutectic mixture of 2 or 3 primary metabolites. Besides being an alternative solvent for extraction, NADES can potentially improve a compound's bioavailability. This study compares the gastroprotective effect of xanthorrhizol within Javanese turmeric rhizomes ethanol extract and the same ethanol extract dissolved in NADES. This study used ± 4 months old Swiss Webster mice. Xanthorrhizol administered at 10 mg/Kg and 25 mg/Kg. Seven groups of mice (n=4) were pre-treated for seven days and then induced with ethanol 50%-HCl 0.3M(10 uL/gram) ± 12 hours later. Gastroprotective effects were then measured with three parameters: ulcer index, gastric content pH, and mucus content. The result of index ulcers shows a significant difference between ethanol extract with 25 mg/Kg xanthorrhizol and negative control (p<0,05). Overall, there is an improvement in ulcer healing for all treatment groups with a dose-dependent trend compared with the control group. For gastric mucus content, four treatment groups (NADES, EE XTZ 10 mg/Kg, EE XTZ 25 mg/Kg, and EEN XTZ 10 mg/Kg) have shown a significant increase compared with negative control (p<0,05). In gastric pH parameters, groups administered with ethanol extract and positive control can maintain their pH within normal acidic pH, which is 2.48-2.88. Thus, xanthorrhizol does have a gastroprotective effect at 10 mg/Kg and 25 mg/Kg. However, ethanol extract dissolved within NADES did not show any significant effect difference compared with ethanol extract."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca
"Pelarut organik memiliki beberapa masalah seperti toksisitas terhadap manusia dan beban lingkungan. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) adalah pelarut yang lebih ramah lingkungan untuk mengekstraksi senyawa biomarker tanaman dibandingkan dengan pelarut organik. Dalam penelitian ini, NADES digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi kulit kayu manis Cinnamomum burmannii yang mengandung biomarker trans-cinnamaldehyde dan kumarin. Optimalisasi ekstraksi untuk mendapatkan kandungan trans-cinnamaldehyde optimal dilakukan dengan menentukan jenis NADES (asam betaine-laktat, asam betain-malat, asam betain-malat dengan perbandingan 1: 1), penambahan air NADES (20) %, 40% dan 60%), waktu ekstraksi (10 menit, 30 menit, dan 50 menit) menggunakan Ultrasonic-Assisted Extraction (UAE), dan rasio pelarut sampel adalah 1:10. Sebagai perbandingan, ekstraksi konvensional dilakukan dengan metode soxhlet menggunakan etanol 96%, rasio sampel-pelarut 1: 10, dan ekstraksi 5 jam (3 siklus). Penentuan trans-cinnamaldehyde dan coumarin dilakukan dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisis kondisi optimal untuk kadar trans-cinnamaldehyde dan kumarin dilakukan dengan metode ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NADES asam betaine-laktat dengan penambahan air 40% dan waktu ekstraksi 30 menit menghasilkan kandungan trans-cinnamaldehyde tertinggi, yaitu 8,76 mg / g dan kadar kumarin 9,52 mg / g. Dalam metode ekstraksi soxhlet, hasil trans-cinnamaldehyde yang diperoleh adalah 0,71 mg / g dan kandungan kumarin adalah 4,25 mg / g. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi asam laktat UAE-NADES dapat mengekstraksi trans-cinnamaldehyde lebih baik daripada metode soxhlet dengan etanol 96%.

Organic solvents have several problems such as toxicity to humans and the environmental burden. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) is a more environmentally friendly solvent for extracting plant biomarker compounds compared to organic solvents. In this study, NADES was used as a solvent for the extraction of Cinnamomum burmannii cinnamon bark containing trans-cinnamaldehyde and coumarin biomarkers. Optimization of extraction to obtain optimal trans-cinnamaldehyde content is done by determining the type of NADES (betaine-lactic acid, betain-malic acid, betain-malic acid in a ratio of 1: 1), addition of NADES water (20)%, 40% and 60%) , extraction time (10 minutes, 30 minutes, and 50 minutes) using Ultrasonic-Assisted Extraction (UAE), and the solvent ratio of the sample was 1:10. As a comparison, conventional extraction was carried out using the Soxhlet method using ethanol 96%, a sample-solvent ratio of 1: 10, and extraction of 5 hours (3 cycles). The determination of trans-cinnamaldehyde and coumarin was carried out using the High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method. Analysis of the optimal conditions for trans-cinnamaldehyde and coumarin levels was performed by the ANOVA method. The results showed that NADES betaine-lactic acid with the addition of 40% water and 30 minutes extraction time produced the highest trans-cinnamaldehyde content, which was 8.76 mg / g and coumarin levels 9.52 mg / g. In the soxhlet extraction method, the yield of trans-cinnamaldehyde obtained is 0.71 mg / g and the coumarin content is 4.25 mg / g. Based on the results of the study, it can be concluded that the UAE-NADES lactic acid extraction method can extract trans-cinnamaldehyde better than the soxhlet method with 96% ethanol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Yongky Jayadi
"Pengembangan pelarut ramah lingkungan baru merupakan salah satu subjek kunci dalam kajian kimia ramah lingkungan. Cairan ionik dan pelarut eutektik dalam, telah mendapatkan perhatian besar untuk menggantikan pelarut organik keras yang sekarang digunakan dan telah diterapkan pada banyak proses seperti ekstraksi dan sintesis. Pada penelitian ini, digunakan senyawa betain dan gliserol. Penelitian secara langsung di laboratorium tanpa studi awalan (in silico) akan menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya, oleh karena itu, dalam rangka untuk mempersingkat waktu eksperimen di laboratorium, dilakukan suatu percobaan melalui simulasi dinamika molekuler dengan menggunakan komputer berspesifikasi tinggi dan perangkat lunak Amber.
Simulasi dilakukan dengan tujuan untuk menemukan komposisi terbaik dari pelarut dan mencari interaksi asam palmitat dengan pelarut. Simulasi dilakukan dengan mencampur betain dan gliserol dengan perbandingan tertentu (1:1, 1:2 dan 2:3) pada suhu kamar (298 K) dan waktu simulasi selama 40 ns, kemudian membuat simulasi campuran antara betain, gliserol dan asam palmitat.
Setelah dilakukan beberapa simulasi didapatkan hasil bahwa antara betain dan gliserol dapat terbentuk ikatan hidrogen bercabang dua. Komposisi terbaik berada pada komposisi betain:gliserol 1:2 atau 2:3. Campuran pelarut ini (terutama betain) juga terbukti mampu mengikat asam Palmitat dengan adanya ikatan hidrogen bercabang dua yang terbentuk.

Developing new green solvents is one of the key subjects in green chemistry. Ionic Liquid and Deep Eutectic Solvents, have been paid great attention to replace current harsh organic solvents and have been applied to many chemical processing such as extraction and synthesis. In this research, Betaine and Glycerol are being used. Direct research at laboratory without simulation (in silico) studies will expensed many time, effort and money, so in the hope of reducing the time used to research at laboratory, the molecular dynamic simulation is used with the tools of supercomputer and Amber Molecular Dynamic software.
The simulation is aimed at finding the best ingredients of the solvents and find the interaction between solvents and palmitic acid. Simulation is conditioned with some composition of betaine and glycerol (1:1, 1:2, and 2:3) being run at 298K temperature and for 40 ns time. Simulations with composition of betaine, glycerol and palmitic acid are also performed.
After some simulations being done, the results gives indication that betaine and glycerol can make bifurcated hydrogen bonds. The best results came from betaine:glycerol composition of 1:2 and 2:3. This mixed solvent is also gives indication that it (especially betaine) can make bifurcated hydrogen bonds with Palmitic Acid.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S59909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refi Syahreza Wisamputra
"Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia. Salah satu obat yang digunakan untuk pengobatan TB adalah rifampisin. Namun, rifampisin memiliki masalah terkait kelarutannya yang rendah dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan rifampisin dalam air dengan memformulasikannya menjadi nanosuspensi. Selanjutnya nanosuspensi rifampisin dikeringan dengan metode semprot kering untuk membentuk nanokomposit dengan tujuan meningkatkan stabilitasnya. Nanosuspensi dibuat menggunakan metode presipitasi pelarut-antipelarut dengan bantuan ultrasonik menggunakan probe sonicator. Pelarut yang digunakan adalah metanol sedangkan antipelarut yang digunakan adalah aquademineralisata. Penstabil yang digunakan adalah polivinil alkohol (PVA), poloxamer 188 atau kombinasi PVA dan poloxamer 188. Proses pengeringan dilakukan dengan metode semprot kering dengan penambahan manitol sebagai eksipien pembentuk matriks. Formulasi menggunakan PVA 0,4% memiliki ukuran partikel terendah, yaitu 306±14,01 nm (sebelum pengeringan) dan 326±102,73 nm (setelah pengeringan). Kombinasi PVA dan poloxamer 188 tidak menghasilkan ukuran partikel nanosuspensi yang lebih kecil dibandingkan formula yang hanya menggunakan salah satu penstabil. Namun, ukuran partikel setelah pengeringan tetap terjaga dibandingkan formula yang hanya menggunakan poloxamer 188. Kelarutan jenuh nanokomposit meningkat 21,48 kali dibandingkan dengan bentuk obat murni. Nanokomposit mampu melepaskan 79,15±1,87% obat saat disolusi di dalam HCl 0,1N selama 45 menit. Selain itu, stabilitas nanokomposit lebih baik dibandingkan nanosuspensi setelah disimpan pada suhu 4°C dan 25°C selama 30 hari.

Tuberculosis (TB)is one of the leading causes of death globally. One of the drugs used for the treatment of TB is rifampicin. However, rifampicin has problem regarding its low solubility in water. This research aims to increase rifampicin solubility in water by formulating it into a nanosuspension. The nanosuspension was dried using spray drying method to form a nanocomposite with the intention of increasing its storage stability. Nanosuspension was prepared using solvent-antisolvent precipitation assisted with sonication. Methanol was used as solvent while demineralized water was used as antisolvent. Polyvinyl alcohol (PVA), poloxamer 188 or combination of PVA and poloxamer 188 were used as stabilizer. The drying process is done using the spray drying method with addition of mannitol as a matrix forming excipient. Formulation using PVA 0.4% has the lowest particle size, which is 306±14.01 nm (before drying) and 326±102.73 nm (after drying). Combination of PVA and poloxamer 188 did not produce lower sizes compared to the formulation using only one of the stabilizers. However, the particle size remained unchanged compared to the formula which used only poloxamer 188. The saturated solubility of the nanocomposite increases 21.48 times compared to the pure drug form. The nanocomposite released 79.15±1.87% of the drug after dissolution in HCl 0.1N for 45 minutes. The stability of nanocomposite is also higher than that of the nanosuspension after 30 days of storage in cold (4°C) and room (25°C) temperature."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>