Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202150 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edwin Goutama
"ABSTRAK
PENDAHULUAN: Teknik motor imagery diketahui berpengaruh terhadap fungsi motorik anggota gerak atas pasien stroke iskemik kronik. Meskipun demikian, belum diketahui pengaruh teknik motor imagery terhadap neuroplastisitas secara molekular pada pasien stroke iskemik kronik. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh teknik motor imagery terhadap fungsi anggota gerak atas dan neuroplastisitas pasien stroke iskemik kronik.
METODE: Kami melaporkan 3 kasus stroke iskemik kronik. Kasus pertama wanita usia 40 tahun dengan stroke pertama awitan 5 tahun dan komorbid systemic lupus erythematosus (SLE). Kasus kedua wanita usia 53 tahun dengan stroke pertama awitan 3 tahun, komorbid hipertensi dan diabetes mellitus tipe 2. Kasus ketiga pria usia 51 tahun dengan stroke berulang ketiga awitan 1 tahun, komorbid hipertensi dan hiperlipidemia. Kami melakukan intervensi teknik motor imagery 1 sesi per minggu selama 12 minggu, dengan durasi 20 menit per sesi, menggunakan panduan elektroensefalografi (EEG) elektroda tunggal portabel. Luaran fungsional dinilai dengan Chedoke Arm and Hand Activity Inventory-13 (CAHAI-13) sebelum dan sesudah intervensi. Parameter neuroplastisitas diukur dari kadar Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) serum yang dinilai pada pra-intervensi, minggu ke-6, dan pasca-intervensi minggu ke-12
HASIL: Pemulihan fungsi anggota gerak atas yang bermakna secara klinis didapatkan pada kasus kedua dengan peningkatan skor CAHAI-13 sebesar 21 poin disertai peningkatan kadar BDNF serum pada minggu ke-6 yang relatif menetap pada pengukuran minggu ke-12. Pada kasus ketiga didapatkan peningkatan skor CAHAI-13 yang tidak bermakna secara klinis, sementara pada kasus pertama tidak didapatkan perubahan. Kadar BDNF pada kasus pertama dan ketiga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu meningkat pada minggu ke-6, dan turun kembali pada minggu ke-12 dengan kadar yang masih lebih tinggi dibandingkan kadar pra-intervensi.
KESIMPULAN: Teknik motor imagery 1 sesi per minggu selama 12 minggu, durasi 20 menit per sesi, terbukti berpengaruh terhadap neuroplastisitas pasien stroke iskemik kronik, dan terhadap pemulihan motorik anggota gerak atas pasien stroke iskemik kronik serangan pertama awitan 3 tahun.

ABSTRACT
INTRODUCTION: Motor imagery is known to affect motor function of upper limbs in chronic ischemic stroke patients. However, the effect of motor imagery on molecular neuroplasticity in chronic ischemic stroke patients is not yet established. This study aims to determine the efect of motor imagery on upper limb function and neuroplasticity of chronic ischemic stroke patients.
METHODS: We reported 3 cases of chronic ischemic stroke. The first case was a 40-year-old woman with stroke onset 5 years and comorbid systemic lupus erythematosus (SLE). The second case was a 53-year-old woman with a first strokte of 3 years onset, comorbid hypertension and diabetes mellitus type 2. The third case was a 51-year-old with third recurrent stroke of 1 year onset, comorbid hypertension and hyperlipidemia. We performed motor imagery 1 session per week for 12 weeks, with a duration of 20 minutes per session, using single electrode portable electroencephalograph (EEG) guidance. Functional outcomes were assessed using the Chedoke Arm and Hand Activity Inventory-13 (CAHAI-13) before and after intervention. Neuroplasticity parameters were measured from serum Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) levels which were assessed at pre-intervention, week 6, and week 12 post-intervention.
RESULTS: Clinically significant recovery of upper limb function was found in the second case with an increase in the CAHAI-13 score of 21 points, accompanied by an increase in serum BDNF levels at week 6 which was relatively stable at week 12. In the third case, there was an increase in the CAHAI-13 score which was not clinically significant, while in the first case there was no change. Serum BDNF levels in the first and third cases had the same tendency, which increased at week 6 and decreased at week 12, with the levels still higher than pre-intervention levels.
CONCLUSION: Motor imagery 1 session per week for 12 weeks, with the duration of 20 minutes per session, has been shown to have an effect on neuroplasticity of chronic ischemic stroke patients, and on motor recovery of limbs in patient with first chronic ischemic stroke of 3 years onset."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florencia Wirawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rehabilitasi berbasis Realitas Virtual Imersi Penuh pada pemulihan motorik anggota gerak atas pasien stroke iskemik kronik dengan hemiparesis. Penelitian ini merupakan studi serial kasus pada pasien stroke yang datang berobat ke Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan dengan pengambilan data baseline berupa nilai Fugl-Meyer Upper Extremity (FM-UE) dan Chedoke Arm, Hand Activity Inventory (CAHAI), dan Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Pasien mendapat perlakuan reahabilitasi fisik selama 18 kali pertemuan, 3 kali seminggu, 30 menit per sesi selama 6 minggu. Pasca tindakan, dilakukan kembali pengambilan data FM-UE, CAHAI dan BDNF ulang untuk melihat fenomena pemulihan motorik atas. Subjek penelitian terdiri dari 2 pria dan 3 wanita dengan rentang usia 45 – 59 tahun, 4 hemiparesis kiri dan 1 hemiparesis kanan, rentang Brunnstrom IV – VI. Setelah diberikan intervensi, terdapat peningkatan pada ketiga parameter FM-UE (median difference: 2, min – max: 1 – 19 MCID: 5,25), CAHAI (median difference: 2, min – max : 1-18, MCID: 6,3), dan BDNF (median difference: 16.68, min – max : 9,76 - 46,8). Kesimpulan penelitian ini adalah rehabilitasi berbasis realitas virtual imersi penuh menunjukan fenomena peningkatan positif yang menjanjikan pada pemulihan motorik anggota gerak atas pasien stroke iskemik kronik setelah 6 minggu intervensi.

This study aims to determine the effect of Full Immersion Virtual Reality-based rehabilitation on upper limb motor recovery in chronic ischemic stroke patients with hemiparesis. This research is a case series study in stroke patients who come for treatment at the Medical Rehabilitation Polyclinic of Cipto Mangunkusumo General Hospital. Patients were examined by taking baseline data in the form of Fugl-Meyer Upper Extremity (FM-UE) and Chedoke Arm, Hand Activity Inventory (CAHAI), and Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) values. Patients received physical rehabilitation treatment for 18 meetings, 3 times a week, 30 minutes per session for 6 weeks. After the action, FM-UE, CAHAI and BDNF data were collected again to see the phenomenon of upper motor recovery. The study subjects consisted of 2 men and 3 women with an age range of 45 – 59 years, 4 left hemiparesis and 1 right hemiparesis, Brunnstrom IV – VI range. After the intervention was given, there was an increase in all three parameters FM-UE (median difference: 2, min – max: 1 – 19, MCID: 5.25), CAHAI (median difference: 2, min – max: 1-18, MCID: 6 .3), and BDNF (median difference: 16.68, min – max: 9.76 - 46.8). The conclusion of this study is that full immersion virtual reality-based rehabilitation shows a promising positive improvement phenomenon in upper limb motor recovery in chronic ischemic stroke patients after 6 weeks of intervention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Sudirman Parningotan
"Latar Belakang: Disfungsi skeletal yang terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK mengakibatkan menurunnya kemampuan fungsi tangan terutama dalam menggengam dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari AKS . Latihan tanpa tumpuan pada anggota gerak atas telah terbukti dapat memperbaiki disfungsi skeletal pada PPOK. Metode latihan yang dapat diberikan yaitu dengan metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF dan metode abduksi. Sampai saat ini belum terdapat bukti dalam menentukan metode yang terbaik dalam memperbaiki disfungsi skeletal pada PPOK. Pada penelitian ini akan membandingkan 2 bentuk metode latihan tanpa tumpuan pada anggota gerak atas antara metode PNF dan metode abduksi terhadap fungsi tangan pada program rehabilitasi paru.
Metode: Penelitian dengan desain eksperimental dengan consecutive sampling. Terdapat 32 subyek dengan PPOK derajat B,C dan D stabil secara medis yang datang ke RSUP Persahabatan yang memenuhi kriteri inklusi dan eksklusi. Penilaian kekuatan genggaman tangan dengan Jamar handgrip dynamometer dan kemampuan dalam melakukan AKS dinilai dengan Uji Glittre yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Subyek dibagi dalam kelompok metode PNF dan metode abduksi. Kedua kelompok mendapatkan program rehabilitasi paru. Intervensi diberikan sebanyak 20 sesi latihan selama 8 minggu.
Hasil : Terdapat 21 subyek yang menyelesaikan program latihan sebanyak 20 sesi. Pada analisis kedua kelompok terdapat peningkatan yang bermakna secara statistik pada handgrip dynamometer, dan hanya pada kelompok metode PNF yang memberikan peningkatan bermakna secara statistik pada uji Glittre. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok metode PNF dan metode abduksi terhadap peningkatan handgrip dynamometer dan uji Glittre, namun didapatkan perbedaan peningkatan yang bermakna secara klinis antara metode PNF dan metode abduksi terhadap uji Glittre.
Simpulan : Latihan tanpa tumpuan pada angggota gerak atas dengan metode PNF dapat memberikan peningkatan yang lebih baik secara klinis dibandingkan dengan latihan dengan metode abduksi pada program rehabilitasi paru untuk meningkatkan fungsi tangan dalam melakukan AKS.

Background: Skeletal dysfunction that occurs in Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD resulted in diminishing ability in hand function especially in hand grasp and activities of daily living ADL performance. Unsupported upper extremity exercise had proven to be useful in treating skeletal dysfunctions on COPD. The recommended exercise that can be prescribed is the Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF method and abduction method. Until the recent time, there has been no evidence in determining the best method to improve skeletal dysfunction in COPD. This study will attempt to compare the two methods Unsupported upper extremity exercise between PNF and abduction for the hand function in pulmonary rehabilitation program.
Methods: This is an experimental study with consecutive sampling. There were 32 subjects with COPD of grades B, C, and D all are medically stable who came to Persahabatan General Hospital, after fulfilling all inclusion and exclusion criteria. Hand grip strength was graded by using the Jamar handgrip dynamometer, while the grading of ADL performance were assessed with Glittre Test that was done before and after intervention. Subjects were divided to two groups, the PNF method and abduction method. Both groups were given pulmonary rehabilitation program. Interventions consist of 20 exercise sessions for 8 weeks.
Results: There were 21 subjects that successfully completed 20 exercise sessions. In the analysis of both groups, there were significant increase in handgrip dynamometer, and only PNF method significantly improved ADL performance in Glittre Test. There was no statistically significant difference in between both groups on the increase of handgrip dynamometer and Glittre test, however there was clinically significant increase PNF method and abduction method on the Glittre test.
Conclusions: Unsupported upper extremity exercise with PNF methods give better clinically significant improvement on hands function for ADL compare to abduction methods in pulmonary rehabilitation program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basith Halim
"Menurut World Health Organization (WHO) ada sekitar 46,6 juta penderita stroke yang mengalami disabilitas. Selama ini dalam menentukan program rehabilitasi medik yang tepat dengan memperhatikan dominansi tangan pasien pasca stroke masih belum dilakukan, sehingga penentuan dominansi tangan ini penting untuk dilakukan. Berbagai studi meneliti mengenai hubungan lateralisasi otak dan dominansi tangan namun masih jarang yang meneliti hubungan sisi hemiparesis pada pasien stroke dengan dominansi tangan dan menghubungkannya dengan pemulihan fungsi anggota gerak atas. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan mengetahui variasi perubahan dominansi tangan pasca stroke yang diukur dengan Edinburgh Handedness Inventory - Short Form (EHI-SF) dan fungsi anggota gerak atas pasca stroke yang diukur dengan Fugl-Meyer Upper Extremity (FMA-UE) dan Chedoke Arm and Hand Activity Inventory (CAHAI). Penelitian observasional prospektif dengan desain cross sectional ini dilakukan di Poli Rehabilitasi Medik Neuromuskular RSCM pada bulan September 2021 sampai Oktober 2022. Populasi subjek adalah pasien stroke iskemik fase subakut dan kronik dengan hemiparesis yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Dominansi tangan ditentukan dengan EHI-SF, sedangkan fungsi anggota gerak pasca stroke diukur dengan FMA-UE dan CAHAI. Penelitian ini melibatkan 62 orang subjek yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dominan ipsilateral (n=27) dan dominan kontralateral (n=35). Didapatkan hubungan bermakna antara sisi hemiparesis dengan dominansi tangan (p < 0,001). Selain itu, didapatkan hubungan bermakna antara pemulihan fungsi anggota gerak dengan dominansi tangan pasca stroke. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pemulihan fungsi anggota gerak dengan sisi hemiparesis. Kesimpulan penelitian ini adalah dominansi tangan berhubungan dengan sisi hemiparesis dan pemulihan fungsi anggota gerak, dan pemulihan fungsi anggota gerak tidak berhubungan dengan sisi hemiparesis.

According to the World Health Organization (WHO) there are around 46.6 million stroke sufferers who experience disability. So far, determining the right medical rehabilitation program based on hand dominance in post-stroke patients has not been carried out. Various studies have examined the relationship between brain lateralization and hand dominance, but the relationship between the side of hemiparesis in stroke patients with hand dominance and their correlation with the recovery of upper limb function has not been established. This study aims to answer this question by knowing the variations in post-stroke hand dominance as measured by the Edinburgh Handedness Inventory - Short Form (EHI-SF) and post-stroke upper limb function as measured by Fugl-Meyer Upper Extremity (FMA-UE) and Chedoke Arm and Hand Activity Inventory (CAHAI). This prospective observational study with cross-sectional design was conducted at the Neuromuscular Medical Rehabilitation Polyclinic, Cipto Mangunkusumo Hospital from September 2021 to October 2022. The study population was subacute and chronic ischemic stroke patients with hemiparesis who met the inclusion and exclusion criteria. Hand dominance was determined by EHI-SF, while post-stroke limb function was measured by FMA-UE and CAHAI. This study involved 62 subjects who were divided into two groups, namely the dominant ipsilateral group (n=27) and the dominant contralateral group (n=35). A significant relationship was found between the side of the hemiparesis and hand dominance (p <0.001). In addition, a significant relationship was found between the recovery of limb function and hand dominance after stroke. No significant relationship was found between the recovery of limb function and the side of the hemiparesis. The conclusion of this study is hand dominance is associated with the side of the hemiparesis and recovery of limb function, and recovery of limb function is not associated to the side of hemiparesis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saridian Satrix Wawo
"Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan data perubahan kadar vitamin C plasma dan faktor-faktor yang berhubungan pasien stroke iskemik
Tempat Penelitian
Ruang rawat inap B Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo
Desain Penelitian
Penelitian dengan desain cross sectional dilakukan pada 29 pasien stroke iskemik dengan onset kurang dari 48 jam. Pengambilan subyek penelitian dengan Cara consecutive sampling. Pemeriksaan vitamin C dengan metode spektrofotometri. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik demografi, faktor risiko, pola makan, asupan nutrisi berdasarkan recall I x24 jam, food frequency amount (FFA) dan food record, pemeriksaan antropometri (BB, TB), pemeriksaan klinis dengan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
Subyek Penelitian
Jumlah subyek penelitian 29 orang (22 laki-laki dan 7 perempuan). Rerata usia 60 ± 10,1 tahun. Sebanyak 56,7% mempunyai pola makan kurang. Asupan vitamin C selama observasi di bawah angka yang dianjurkan (55,8 ± 15,4 mg/dL ; 54,2 ± 14,2 mg/dL ; 56,1 ± 15,6 mg/dL ; 53,8 ± 16,7 mgldL) Berdasarkan FFA dan recall terdapat korelasi positif bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan asupan vitamin C (r:1,42 - 0,43, p<0,05). Berdasarkan food record terdapat korelasi positif cukup antara kadar vitamin C plasma dengan asupan energi (r--0,33 - 0,35 p>0,05 ), dan asupan protein (r3,32 - 0,35, p>0,05)_ Korelasi positif bermakna antara kadar vitamin C plasma dengan asupan vitamin C (r- 0,39 - 0,43, p<0,05). Kadar vitamin C plasma perokok lebih rendah dibandingkan non perokok. Perubahan kadar "vitamin C plasma tidak berbeda menurut jenis kelamin (p-0,05). Demikian pula kadar kadar vitamin C plasma menurut usia (p > 0,05). Tidak terdapat perubahan bermakna nilai NIHSS ( 9,8 ± 6,9 ; 9,8 ± 7,1 ; 9,5 ± 7,1 ; 9,3 ± 7,6 ). Antara kadar vitamin C plasma dengan nilai NIHSS terdapat korelasi negatif (r 0,28 - -0,34, p>0,05).
Hasil Penelitian
Penelitian ini menunjukkan terdapat perubahan kadar vitamin C plasma pasien stroke iskemik. Penurunan bermakna kadar vitamin C plasma Mari ke 3 dan 5 terhadap kadar vitamin C plasma hari pertama. Persentase asupan energi, protein, serat dan vitamin C masih di bawah kebutuhan. Terdapat korelasi negatif antara kadar vitamin C plasma dengan nilai NIHSS.

Objective
To investigate the changes of vitamin C plasma level and associated factors in stroke ischemic paitents.
Place IRNA B, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta
Methods
A cross sectional study was carried out among 29 patient with ischemic stroke of recent onset (< 48 hours). Consecutive sampling method was used to obtain the subject. Plasma vitamin C level was measured using spectrofotometry. Data collected were demographic characteristics include, risk factors, pattern food, nutrition intake using 24 hours recall, FFA and food record food, antropometri assessment, neurology examination using NIHSS.
Result
The subject consist of 29 patients (20 males and 6 females) with mean of age was 60 ± 10,1 years. There were 56,7% have less dietary profile. Vitamin C intake during observation was under recommendation (55,8 ± 15,4 mg/di. ; 54,2 + 14,2 mg/dL ; 56,1 ± 15,6 mg/dL ; 53,8 f 16,7 mg/dL). Based on FFA and recall, there was significant positive correlation between vitamin C plasma level with intake of vitamin C (r = 0,42 - 0,43 p<0,05). Based on record, there was positive correlation between the level of vitamin C plasma level with energy intake (r = 0,33 - 0,35 p50,05 ), and protein intake (r=0,32 - 0,35 p>0,05). There was significant correlation between level of vitamin C plasma with vitamin C intake (r=0,39 - 0,43, p<0,05) The plasma vitamin C Ievel of smoker lower than non smoker patients. There was no relationship between vitamin C plasma level and sex (p>0,05), age (p>0,05). During the observation there were no significant difference in score of NIHSS (9,8 ± 6,9 ; 9,8 ± 7,1 ; 9,5 ± 7,1 ; 9,3 ± 7,6 ). There was negative correlation between the level of vitamin C plasma and NIHSS score, as follows (r = -0,28 - -0,34, p>0,05).
Conclusion
This study showed that there were changes in the level of the vitamin C plasma of ischemic stroke patient. There was significant decrease in plasma vitamin C level between the third and fourth days and at admission The percentage of energy, protein, fiber and vitamin C intake under the recommendation. There was negative correlation between NIHSS and vitamin C plasma level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Fahriyani
"Pendahuluan: Hipertensi dan diabetes adalah faktor risiko termodifikasi dari stroke, yang merupakan penyakit degeneratif penyebab disabilitas. Salah satu disabilitas tersebut adalah kelainan fungsi kognitif, yang dapat diidentifikasi oleh Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk meneliti ada/tidaknya hubungan antara hipertensi dan diabetes dengan skor MoCA-Ina. Metode: Subjek penelitian yang merupakan pasien Departemen Rehabilitas Medik RSCM. Studi dilaksanakan menggunakan metode observasi cross-sectional. Penilaian skor MoCA-Ina dilakukan oleh petugas kesehatan, sedangkan riwayat hipertensi dan diabetes mellitus diperoleh dari status rekam medik. Hasil: Didapati 28 subjek penelitian. Terdapat perbedaan median nilai MoCA-Ina antara kelompok hipertensi dan tidak 24,5 12-30 vs 20 29-21 p=0,226 , antara kelompok diabetes dan tidak 20,5 17-23 vs 25 12-30 p=0,037 , serta antara kelompok hipertensi disertai diabetes, dibandingkan dengan yang hanya memiliki salah satu atau tidak keduanya 20 17-23 vs 25 12-30 p=0,049 . Kesimpulan: Diabetes memiliki hubungan yang signifikan secara klinis maupun statistik terhadap skor MoCA-Ina, sedangkan hipertensi tidak. Terdapat hubungan yang juga berbeda bermakna antara kelompok pasien hipertensi disertai diabetes, dibandingkan dengan yang hanya memiliki salah satu atau tidak sama sekali.

Introduction Hypertension and diabetes are modifiable risk factors of stroke, a degenerative disease that cause disabilities. One of the disabilities is cognitive function impairment, which could be identified by using Montreal Cognitive Assessment Indonesia version. Aim This research aims to study whether there is any association between hypertension and diabetes with MoCA Ina score. Method The subjects in the study are patients of Physical Medicine and Rehabilitation Department of RSCM. This study was conducted using observational cross sectional study design. MoCA Ina assessment was done by the health workers, the hypertension and diabetes status information was derived from medical status. Result There was difference in MoCA Ina score median between group with and without hypertension 24,5 12 30 vs 20 19 20 p 0,226 , between group with and without diabetes 20,5 17 23 vs 25 12 30 p 0,037 , and also between groups that have both hypertension and diabetes, compared to the group that only have one or none of them 20 17 23 vs 25 12 30 p 0,049 . Conclusion Diabetes have significant association with MoCA Ina score, both statistically and clinically, while hypertension does not. There was also significant association between group that has both hypertension and diabetes, compared to group that has only one or none of them.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarti
"TUJUAN: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara pola jalan dengan pemulihan motorik berdasarkan stadium Brunnstrom pada penderita pasca stroke
METODE: Subjek penelitian adalah penderita stroke fase subakut dan fase kronis ( onset > 2 minggu) yang non hemiparesis, hemiparesis kanan dan hemiparesis kiri. Dilakukan pemeriksaan fisik dan penilaian pemulihan motorik berdasarkan stadium Brunnstrom. Diberikan penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan penelitian. Subjek berjalan pada lintasan sepanjang 10 meter sehingga didapatkan kecepatan berjalannya. Selanjutnya subjek berjalan pada alat gait analyser selama 2 menit, dengan memasukkan kecepatan tiap subjek di alat gait analyser. Didapatkan nilai step length sisi sehat, step length sisi sakit, stride length dan cadence tiap-tiap subjek.
HASIL: Terdapat 30 subjek dalam penelitian ini. Rerata nilai step length sisi sehat 29,69 + 12,65 cm, step length sisi sakit 32,36 + 10,75 cm, stride length 61,85 + 16,89 cm, cadence 71 + 21,66 langkah/menit. Frekuensi subjek dengan pemulihan motorik Brunnstrom 2 terdapat 2 orang (6,7%), Brunnstrom 3 terdapat 6 orang (20%), Brunnstrom 4 terdapat 5 orang (16,7%) pada Brunnstrom 5 terdapat 8 orang( 26,7%) dan Brunnstrom 6 terdapat 9 orang (30%).
SIMPULAN: Terdapat korelasi lemah sampai sedang antara step length sisi sehat, step length sisi sakit, stride length, cadence dengan pemulihan motorik berdasarkan stadium Brunnstrom.

OBJECTIVE: The purpose of this research is to find out correlation between gait pattern with motor recovery based on Brunnstrom stages for stroke patient.
METHODS: The subject of these research are stroke patient in subacute and chronic phase ( onset > 2 weeks) non hemipharetic, right and left hemipharetic. Physical examination and scoring motor recovery based on Brunnstron stage. The patient were given the explanation of the procedure for the research. The subject walks on 10 metres track to get walking speed. Next, subject walks on the gait analyzer for 2 minutes, with walking speed installed to gait analyzer. The outcome measurements consist of step length on unaffected and affected side, stride length and cadence for every subjects.
RESULTS: There are 30 subject in this research. Average step length score on unaffected 29,69 + 12,65 cm, step length on affected side 32,36 + 10,75 cm, stride length 61,85 + 16,89 cm, cadence 71 + 21,66 step/minutes. Frequent subject with motor recovery Brunnstrom 2 are 2 subjects ( 6,7%), Brunnstrom 3 are 6 subjects (20%), Brunnstrom 4 are 5 subjects ( 16,7 %), Brunnstrom 5 are 8 subject (26,7%) and Brunnstrom 6 are 9 subject (30%).
CONCLUSIONS: There is a mild until moderate correlation between step length on unaffected and affected, stride length, cadence and motor recovery based on Brunnstrom stages."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Fitriyani
"ABSTRAK
Pendahuluan:
Stroke iskemia menyebabkan cedera pada otak yang dapat menyebabkan malnutrisi dan disfagia. Risiko stroke meningkat jika ditemukan hipertensi dan dislipidemia. Tujuan tata laksana nutrisi adalah mencegah malnutrisi, menurunkan faktor risiko, dan mencegah risiko stroke berulang dan komplikasi pada pasien dengan faktor risiko.
Presentasi Kasus:
Pasien dalam serial kasus terdiri dari tiga pasien laki-laki dan satu pasien perempuan berusia antara 39-54 tahun yang didiagnosis stroke iskemia. Kasus pertama dan kedua memiliki faktor risiko hipertensi, sedangkan kasus kedua dan keempat memiliki faktor risiko dislipidemia. Hasil skrining gizi dengan MST pada pasien pertama adalah skor 2 dan diagnosis khusus, sedangkan tiga kasus lain termasuk dalam diagnosis khusus. Kebutuhan nutrisi dihitung dengan persamaan Harris-Benedict dengan faktor stres 1,5 pada kasus pertama karena terdapat ulkus dekubitus, sedangkan faktor stres tiga kasus lain adalah 1,3. Target pemberian protein adalah 1,3-1,5 g/kg BB/hari. Selama pemantauan, pemberian protein mencapai 1,3-1,4 g/kg BB/hari. Kasus kedua dan keempat mengalami disfagia, tetapi terdapat perbaikan disfagia pada pasien keempat sehingga jalur nutrisi diubah melalui oral, sedangkan pada kasus kedua tidak terdapat perbaikan disfagia sehingga pasien pulang dengan NGT. Terdapat riwayat hiponatremia berulang pada kasus pertama, sehingga dilakukan koreksi natrium dan restriksi cairan.
Hasil:
Terdapat perbaikan klinis pada keempat kasus dan perbaikan kapasitas fungsional, kecuali kapasitas fungsional kasus pertama.
Kesimpulan:
Tata laksana nutrisi adekuat pada pasien stroke iskemia dengan mempertimbangkan komorbiditas dapat menunjang perbaikan klinis dan kapasitas fungsional pasien.

ABSTRACT
Background:
Ischemic stroke cause cerebral insult results in malnutrition and dysphagia. Risk factors of stroke are hypertension and dyslipidemia. The aim of nutrition management is malnutrition prevention, lowering the risk factors, and preventing of recurrent stroke and complication.
Case Presentation:
The four patients included in this serial case were three males and one female, 39-54 years old, diagnosed with ischemic stroke. The first and second case had history of hypertension and the third and fourth case had dyslipidemia. The result of MST score of first case was 2 and special diagnosed, whereas the other three cases were special diagnosed. Energy needs was based on Harris-Benedict equation with 1,5 of factor stress for first case (with pressure ulcers) and 1,3 for the other three cases. The target of protein needs is 1,3-1,5 g/kg. The protein intake during monitoring were 1,3-1,4 g/kg. Dysphagia were found at second and fourth case, but then the fourth case had recovery of dysphagia and nutrition route was transitioned to oral, while the second case did not had recovery of dysphagia during monitoring and discharged with NGT. Natrium correction and fluid restriction were done at first case due to history of repeated hyponatremia.
Result:
There were improvement of clinical outcome and functional capacity, except functional capacity of first case.
Conclusion:
Adequate nutritional management for ischemic stroke patients could support the recovery of clinical outcome and functional capacity and should consider patients? comorbidities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Aryanti
"Kejadian disfagia ditemukan 19% sampai 81% pada pasien stroke. Perawat merupakan salah satu dari tenaga kesehatan yang memegang peranan penting dalam manajemen disfagia Keterlambatan manajemen disfagia akan mengakibatkan terjadinya komplikasi disfagia. Komplikasi akibat disfagia adalah terjadinya pneumonia, malnutrisi, dehidrasi bahkan kematian. Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk menganalisis kegiatan pemberian intervensi oral motor exercise pada Tn. R dengan stroke iskemik yang mengalami paresis NVII sinistra sentral dan paresis NXII sinistra sehingga terganggu dalam proses menelan. Oral motor exercise merupakan latihan pergerakan lidah, bibir, dan rahang. Skrining yang digunakan menggunakan format Massey Bedside Swallowing Screen (MBSS) dan evaluasi intervensi menggunakan format Royal Adelaide Prognostic Index for Dysphagic Stroke (RAPIDS). Latihan oral motor exercise dilakukan sehari sekali dalam 10 menit selama 6 hari. Hasil dari karya ilmiah ini menunjukan adanya peningkatan fungsi menelan yang dinilai dengan Tes RAPIDS (Royal Adelaide Prognostic Index for Dysphagic Stroke). Skor RAPIDS sebelum dilakukan intervensi adalah 79, dan skor RAPIDS setelah dilakukan intervensi menjadi 91. Karya ilmiah ini diharapkan dapat digunakan menjadi salah satu dasar untuk dijadikan panduan dalam pembuatan Standar Prosedur Operasional latihan menelan untuk pasien disfagia oral.

Incidence of dysphagia found 19% to 81% in stroke patients. Nurses are one of the health workers who play an important role in the management of dysphagia. Delay in the management of dysphagia will result in complications of dysphagia such as pneumonia, malnutrition, dehydration and even death. The purpose of this paper to analyze the activities of oral motor exercise intervention in stroke patients in restoring swallowing function. Mr. R with ischemic stroke who has central NVII sinistra paresis and NXII sinistra paresis so that it is disturbed in the swallowing process. Oral motor exercise is an exercise in the movement of the tongue, lips, and jaw used for swallowing exercises. Oral motor exercise is done once a day in 10 minutes for 6 days. Screening used Massey Bedside Swallowing Screen (MBSS) and evaluation of intervention using royal Adelaide Prognostic Index for Dysphagic Stroke (RAPIDS). The results showed an improvement in swallowing function assessed by the RAPIDS Test (Royal Adelaide Prognostic Index for Dysphagic Stroke). The RAPIDS score before the intervention was 79, and the RAPIDS score after the intervention was 91. This paper expected to be used as one of the bases to be used as a guide in the creation of Standard Operating Procedures for swallowing exercises for patients with oral dysphagia."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herry
"

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas latihan Graded Repetitive Arm Supplementary Program (GRASP) dengan modified Constraint-Induced Movement Therapy (mCIMT) terhadap fungsi anggota gerak atas pada pasien stroke iskemik fase subakut. Desain penelitian ini adalah randomized controlled trial dengan subjek penelitian adalah pasien stroke iskemik fase subakut serangan pertama yang mengalami hemiparesis satu sisi. Total 18 subjek yang dibagi 9 subjek per kelompok latihan; GRASP-Group (GG) dan mCIMT-Group (CG). Latihan dilakukan di rumah selama 4 minggu. Fungsi anggota gerak atas dinilai menggunakan Fugl-Meyr Assessment Upper Extremity (FMA-UE) dan Chedoke Arm and Hand Activity Inventory (CAHAI). Analisa statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok setelah 2 minggu latihan (T1), perbaikan mean difference (MD) nilai FMA-UE GG= 3,67±1,94 dan CG= 3,11±1,54 (p= 0,510); perbaikan MD nilai CAHAI pada GG= 5,33±3,46 dan CG= 3,11±1,27 (p= 0,050). Setelah 4 minggu latihan (T2) antara kedua kelompok juga tidak terdapat perbedaan bermakna dengan perbaikan MD nilai FMA-UE pada GG= 8,67±4,47 dan CG= 8,56±2,07 (p= 0,489); perbaikan MD nilai CAHAI pada GG= 13,44±4,85 dan CG= 10,11±2,62 (p= 0,088). Disimpulkan bahwa latihan GRASP sama efektifnya dengan latihan mCIMT dalam meningkatkan fungsi anggota gerak atas.


The purpose of this study was to compare the effectiveness of the Graded Repetitive Arm Supplementary Program (GRASP) exercise with modified Constraint-Induced Movement Therapy (mCIMT) on upper limb function in subacute ischemic stroke patients. This is randomized controlled trial with recruitment of subacute phase first attack ischemic stroke patients who had one-sided hemiparesis. A total of 18 subjects were divided into 9 subjects per exercise group; GRASP-Group (GG) and mCIMT-Group (CG). Exercise was done at home for 4 weeks. Upper limb function was assessed using the Fugl-Meyr Assessment Upper Extremity (FMA-UE) and Chedoke Arm and Hand Activity Inventory (CAHAI). Statistical analysis showed no significant differences between two groups after 2 weeks of training (T1), mean difference improvement (MD) FMA-UE GG=3,67±1,94 and CG=3,11±1,54 (P= 0,510) and MD improvement CAHAI on GG=5,33±3,46 and CG=3,11±1,27 (P= 0,050). After 4 weeks of training (T2) between the two groups there were also no significant differences with MD improvement FMA-UE on GG=8.67 ± 4.47 and CG=8.56 ± 2.07 (P= 0.489); MD improvement CAHAI score on GG=13.44 ± 4.85 and CG=10.11 ± 2.62 (P= 0.088). It was concluded that GRASP exercise was as effective as mCIMT exercise in improving upper limb function.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>