Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Zakyyah Yasmin
"Kuantifikasi standar lemak jantung menggunakan citra nonkontras dapat menjadi suatu nilai prognostik tambahan dalam mengevaluasi penyakit jantung koroner. Metode otomatis berbasis deep learning memiliki kelebihan dari metode manual yaitu mengurangi waktu kuantifikasi, beban kerja dan user dependence. Pada penelitian ini, lemak jantung epikardial dan mediastinal dari dataset open source dan dari Rumah Sakit Mayapada Tangerang disegmentasi menggunakan segmentasi semantik berbasis CNN DeepV3+ Resnet18 dan dievaluasi. Volume dari lemak jantung diestimasikan menggunakan fitur regionprops Matlab 2021a. Sistem dapat segmentasi lemak jantung pada keakurasian tertinggi sebesar 98,8 % dan dice score sebesar 0,76 untuk lemak epikardial dan keakurasian 96,8% dan dice score sebesar 0,69 untuk lemak mediastinal dataset open source. Namun, pada data uji yaitu data CT jantung yang diambil dari rumah sakit menghasilan keakurasian tertinggi pada 28% untuk lemak epikardial. Secara kualitatif, struktur seperti lemak abdomen, otot jantung dan tulang belakang masih ikut tersegmen. Setelah melakukan penyesuaian citra antara data uji dengan data pelatihan, akurasi tertinggi pada lemak epikardial sebesar 97%. Namun, lemak epikardial dan mediastinal belum berhasil untuk dipisahkan. Volume lemak jantung untuk kedua dataset berhasil diestimasikan. Metode volume manual dengan metode otomatis menunjukkan korelasi yang kuat (R2= 0,9843) dengan standard error sebesar 3,86 namun terlihat bahwa terjadi eror sistematik.

Standard quantification of cardiac fat using non-contrast images can be additional prognostic value in evaluating coronary heart disease. Automatic methods based on deep learning have advantages over manual methods, namely reducing quantification time, workload and user dependence. In this study, epicardial and mediastinal cardiac fat from open source dataset and Mayapada Hospital Tangerang were segmented using CNN DeepV3+ Resnet18-based semantic segmentation and evaluated. The volume of cardiac fat was estimated using the regionprops feature of Matlab 2021a. The system can segment cardiac fat at the highest accuracy of 98.8% and a dice score of 0.76 for epicardial fat and 96.8% accuracy and a dice score of 0.69 for mediastinal fat of the open source dataset. However, the test dataset, namely cardiac CT data taken from the hospital, yielded the highest accuracy at 28% for epicardial fat. Qualitatively, structures such as abdominal fat, cardiac muscle and spine are still segmented. After adjusting the image between the test data and the training data, the highest accuracy in epicardial fat was 97%. However, epicardial and mediastinal fat have not been successfully separated. Heart fat volumes for both datasets were successfully estimated. The manual volume method in respect to the automatic method showed a strong correlation (R2= 0.9843) with a standard error of 3.86, but it was seen that there was a systematic error."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Braverman, Eric R.
Jakarta : Gramedia, 2006
616.989 BRA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Apriyani S
"Pemeriksaan yang paling tepat dalam menentukan volume jaringan lemak visceral dilakukan dengan menggunakan modalitas CT-scan. Namun karena setiap slice citra memiliki bentuk dan lokasi lemak visceral yang berbeda-beda, maka penentuan volume menjadi tidak mudah. Sehingga, Computer Aided Diagnosis (CAD) dapat dijadikan salah satu solusi untuk membantu tenaga ahli dalam pembacaan citra dan menganalisa area lemak terutama area lemak visceral pada citra abdomen dengan lebih akurat. Dalam penelitian ini, sistem CAD dikembangkan dengan menggunakan metode segmentasi Thresholding, ekstrasi ciri berbasis Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan klasifikasi citra lemak visceral menggunakan Multilayer Perceptron (MLP). Penelitian ini mengolah data 665 citra CT-scan abdomen dari 38 pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Data tersebut dibagi menjadi 70% citra sebagai data pelatihan dan 30% citra sebagai data pengujian. Hasil performa sistem CAD yang direpresentasikan sebagai tingkat keakurasian dengan nilai sebesar 98.73% untuk data pelatihan dan 95.58% untuk data pengujian. Selain itu, juga diperoleh informasi bahwa hasil kalkulasi volume area jaringan lemak visceral dengan nilai terbesar yaitu sebesar 1238.89 dengan tebal slice sebesar 5 mm. Sedangkan ketebalan 10 mm diperoleh volume sebesar 1072.91 Sementara untuk hasil kalkulasi volume area jaringan lemak visceral terkecil sebesar 107.57 pada ketebalan 5 mm. Sedangkan ketebalan 10 mm diperoleh volume sebesar 47.43 . Evaluasi pada proses segmentasi dilakukan menggunakan metode SSIM dengan mengahasilkan nilai rata-rata SSIM untuk keseluruhan data sebesar 0.843 pada data latih dan 0.838 pada data uji. Dari hasil penelitian ini, sistem CAD berhasil dikembangkan untuk membantu dalam proses mengestimasi volume area jaringan lemak visceral. Namun, tingkat keakurasian antara kalkulasi volume lemak visceral menggunakan sistem CAD dan software CT-scan belum dapat diperoleh dengan baik.

The most precise examination in determining the volume of abdominal fat tissue is using a CT-scan modality. However, because each slice image has a different shape and location of visceral fat, it is not easy to determine the volume. So that, Computer Aided Diagnosis (CAD) can be used as a solution to assist experts in reading images and analyzing fat areas, especially visceral fat areas on abdominal images more accurate. In this study, a CAD system was developed using the Thresholding segmentation method, feature extraction based on Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) for the identification of abdominal fat. Next, in the classification process, the visceral fat area is separated from the subcutaneous fat area using Multilayer Perceptron (MLP). This study processed data from 665 abdominal CT-scan images from 38 patients obtained from Persahabatan Hospital. The data is divided into 70% images as training data and 30% images as test data. The results of the CAD system performance are represented as the level of accuracy with a value of 98.73% for training data and 95.58% for test data. In addition, information was also obtained that the calculation of the volume of visceral fat tissue areas with the largest value of 1238.89 with a slice thickness of 5 mm. While the thickness of 10 mm obtained a volume of 1072.91 Calculation of the volume of the volume area of ​​the smallest visceral fat tissue of 107.57 at 5 mm thickness. While the thickness of 10 mm obtained a volume of 47.43 . Evaluation of the segmentation process was carried out using the SSIM method by producing an average SSIM value for the entire data of 0.843 in the training data and 0.838 in the test data. From the results of this study, a CAD system was successfully developed to assist in the process of estimating the volume of visceral fat tissue area. However, the level of accuracy between the calculation of visceral fat volume using CAD systems and CT-scan software has not been obtained properly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidhik Permana Putra
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan merupakan jenis kelainan bawaan lahir paling umum, dan merupakan penyebab kematian tersering pada bayi. Sindrom curah jantung rendah masih merupakan masalah yang dihadapi pada subjek pediatrik pascaoperasi jantung terbuka. Deteksi sindrom curah jantung rendah dengan kriteria klinis dan indikator laboratorik masih dirasa belum cukup, yang terbukti dengan masih adanya angka morbiditas dan mortalitas. Peranan penanda biologis NT-proBNP diharapkan dapat digunakan untuk dapat mendeteksi sindrom curah jantung rendah pada pediatrik.
Metode: Penelitian pendahuluan kohort retrospektif dengan jumlah 47 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang menjalani pembedahan jantung terbuka paliatif; PA banding, Bidirectional cavopulmonary shunt, BT-shuntdan Fontan, pada periode Oktober 2019 hingga Maret 2020 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia. Data prabedah, intrabedah dan pascaoperasi termasuk kejadian sindrom curah jantung rendah dicatat. Kadar NT-proBNP akan diambil prabedah, 4 jam, 24 jam dan 72 jam pascaoperasi. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney.
Hasil: Kadar NT-proBNP pada prosedur palitif khususnya Fontan pada prabedah (137 pg/ml), 4 jam pascaoperasi (685 pg/ml), 24 jam pascaoperasi (5.715 pg/ml), dan 72 jam pascaoperasi (970 pg/ml). Kadar NT-proBNP prabedah, 4 jam pascaoperasi, 24 jam pascaoperasi, dan 72 jam pascaoperasi tidak berbeda bermakna dengan kejadian sindrom curah jantung rendah (nilai p >0,05).
Kesimpulan: Ditemukan peningkatan nilai NT-Pro BNP pada subjek pascaoperasi jantung paliatif khususnya Fontan dan bidirectional cavopulmonary shunt yang mengalami sindrom curah jantung rendah pada jam ke-24. Namun kesimpulan diatas masih berdasarkan jumlah sampel dengan kekuatan penelitian <80% sehingga hanya berlaku sebagai kesimpulan sementara berdasarkan studi pendahuluan.

Background: Congenital heart disease is the most common type of birth defects, and is the most common cause of death in infants. Cardiac syndrome is still a problem faced by pediatric patients after heart surgery. Detection of Low Cardiac Output Syndrome with clinical criteria and laboratory indicators is still considered insufficient, which is proven to still contain morbidity and mortality rates. The role of NT-proBNP biological markers is expected to be used to support the detection of low cardiac output syndrome in pediatrics.
Methods: A Preliminary retrospective cohort with 47 subjects fulfilling the inclusion and exclusion criteria who underwent palliative open heart surgery PA banding, Bidirectional cavopulmonary shunt, BT-shunt and Fontan from October, 2019 to March, 2020 at the Harapan Kita National Heart and Vascular Hospital, Indonesia. Preoperative, operative and postoperative data including the incidence of low cardiac output syndrome were recorded. NT-proBNP levels will be taken pre-surgery, 4 hours, 24 hours and 72 hours after surgery. Data analysis using the Mann-Whitney test.
Results: NT-proBNP levels in the cardiac palliative surgery especially Fontan procedure at pre-surgery (137 pg/mL), 4 hours after surgery (685 pg/mL), 24 hours after surgery (5,715 pg/mL), and 72 hours after surgery (970 pg/mL). NT-proBNP levels at pre-surgery, 4 hours after surgery, 24 hours after surgery, and 72 hours after surgery were not significantly different from the incidence of low cardiac output syndrome (p value> 0.05).
Conclusion: There is an increase in NT-Pro BNP values ​​in subjects with Fontan palliative heart surgery and bidirectional cavopulmonary shunt. However, the above conclusions are still based on the number of samples with research powers<80% and can only be taken as a provisional conclusion based on preliminary studies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ulwan Faqih
"Mata merupakan salah satu panca indra dan menjadi aset terpenting yang dimiliki oleh manusia dalam menjalani kehidupan sehari hari. Salah satu bagian terpenting dari mata adalah bagian kelopak karena terdapat sebuah kelenjar yaitu kelenjar meibom yang berfungsi untuk menyekresikan lipid dan berperan dalam menjaga kelembaban bola mata. Sehingga, permasalahan yang terjadi pada kelenjar meibom dapat menyebabkan suatu pernyakit yang disebut penyakit mata kering. Dikarenakan proses diagnosis yang dilakukan oleh dokter masih terbilang subjektif, disini penulis mengusulkan untuk menggunakan pendekatan deep learning untuk melakukan segmentasi pada citra kelenjar meibom atau citra meibography. Segmentasi dilakukan dengan membagi area kedalam 3 segmen (latar, kelenjar meibom, dan atrophy) yang diharapkan dapat membantu proses diagnosis tersebut. Metode deep learning yang digunakan dalam segmentasi ini adalah Metode SegNet yang merupakan salah satu model Convolutional Neural Network (CNN). Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari 35 pasien penyakit mata kering di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Departemen Kirana dengan total 139 data citra yang terbagi atas 35 citra kelopak mata pada masingmasing bagian kanan atas, kanan bawah, dan kiri bawah. Sedangkan 34 citra kelopak mata bagian kiri atas. Pada tahap persiapan data, dilakukan pembuatan ground truth dengan proses anotasi. Pada tahap pre-processing, dilakukan resize citra menjadi ukuran 224 x 224 yang kemudian data dibagi menjadi 80% data training dan 20% data testing. Dari 80% data training, diambil 10% untuk dijadikan data validation yang kemudian kedua data training dan validation diterapkan teknik augmentasi yaitu rotation dan flip horizontal agar dataset yang digunakan dalam proses modelling bisa menjadi lebih banyak. Setelah augmentasi, jumlah data training, validation, dan testing berturut-turut menjadi 300, 33, dan 28 data. Kemudian dilakukan stacking pada citra asli dan one hot encoding pada ground truth. Training model dilakukan menggunakan model SegNet dengan hyerparameter model yaitu batch size 32, learning rate 0.0001, dan epoch sebanyak 300. Model juga diterapkan fungsi optimasi yaitu Adam (Adaptive moment estimation) dan fungsi loss categorical cross entropy. Proses modelling dilakukan sebanyak 10 kali percobaan dan berhasil memperoleh nilai rata-rata kinerja training model sebesar 99,31% dan 92,01% pada akurasi training dan akurasi validation-nya, diperoleh nilai 27,45% dan 44,33% pada loss training dan loss validation. Sedangkan rata-rata kinerja testing model berhasil memperoleh akurasi testing sebesar 92,99%, testing loss sebesar 0,4265 dan Mean-IoU sebesar 70,03%.

Eyes is one of the five senses that play a role to see a things, eyes also one of the most important asset that humans have. One of the most important parts of the eye is the eyelids, because there is a gland, called meibomian gland. Meibomian gland has a function to secrete the lipids and plays a role at keeping our eyes moist. So therefore. The problems that may occur at meibomian gland can cause a disease called dry eye disease. Because a diagnosis process that performed by doctors is still fairly subjective, right now the writer propose to use deep learning approach by segmenting meibomian gland images. Segmentation is done by dividing the area itu 3 segments (background, meibomian gland, and atrophy) which is expected to help the diagnosis process. The deep learning method used in this segmentation is the Segnet method, which is one of the Convolutional Neural Network (CNN) models. The data used in this study were the secondary data derived from 35 dry eye patients at Ciptomangunkusumo Hospital, Kirana Department with a total of 139 images data divided into 35 eyelid images on each of the upper right, lower right, and lower left. And 34 images of the upper left eyelid. During the data preparation, a ground truth was made by the annotation process which the marking area of segmentation was given directly by the relevant opthalmologists. At the pre-processing, the images and ground truths were resize to a size of 224 x 224, then divided into 80% training data and 20% testing data. From 80% of the training data, 10% is taken to used as validation data. Then both training data and validation are applied augmentation techniques, namely rotation and horizontal flip so that the dataset used in the modeling process can become more numerous. After the augmentation, the number of data for training, validation, and testing respectively become 300, 33, and 28 data. Then, images data were applied a stacking and ground truth were applied an one hot encoding. Model training was carried out by using SegNet model with hyperparameter models were batch size of 32, learning rate of 0.0001, and epoch of 300. The model also applied an optimization function, named Adam (Adaptive moment estimation) and also applied loss function called categorical cross entropy. The modelling was done by 10 times trial and the training process succeeded reach the average performance value of 99,31% and 92,01% in training and validation accuracy, reach the average performace value of 27,45% and 44,33 % in loss training and loss validation. Meanwhile the testing process succeeded reach the average performace value of 92,99% in testing accuracy, 0,4265 in testing los, and Mean-IoU of 70,03%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusi Susilawati
"Latar Belakang: Harapan hidup pasien thalasemia bergantung transfusi bertambah baik karena transfusi darah dan terapi kelasi besi yang sesuai. Penyakit jantung akibat toksisitas besi tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien thalasemia bergantung transfusi. MRI T2* jantung dapat mendeteksi dini toksisitas besi di jantung dan dapat mengevaluasi hasil pengobatan dengan membandingkan nilai T2* pra dan pasca terapi kelasi besi.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan mendapatkan profil perbaikan toksisitas besi di jantung pada pasien thalasemia dewasa bergantung transfusi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum dan saturasi transferin.
Metode Penelitian: pre and post test dengan data sekunder retrospektif pada pasien dewasa thalasemia bergantung transfusi yang kontrol di poliklinik thalasemia Kiara dan poliklinik dewasa hematologi-onkologi medik RSUPN Cipto Mangukusumo. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2019. Data sekunder diperoleh dari rekam medis dan registri pasien thalasemia berupa riwayat medis, jenis obat kelasi besi, nilai T2* jantung satu tahun berturut-turut, kadar feritin serum dan saturasi transferin. Analisis data berupa data deskriptif dan uji marginal homogeneity serta uji kappa.
Hasil: Sebanyak 115 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Terdapat perbaikan T2* jantung sebanyak 7,0% dan menetap baik (T2* jantung tetap >20 milidetik) sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum (nilai kappa = 0,044) dan perbaikan nilai T2* jantung dengan saturasi transferin ( nilai kappa = 0,011).
Simpulan: Perbaikan toksisitas besi di jantung pasca terapi kelasi besi sebanyak 7,0% dan menetap baik sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan kadar feritin serum dan saturasi transferin.

Background: Life expectancy of the transfusion dependent thalassemia patients is getting better because of blood transfusion and appropriate iron chelation therapy. Heart disease due to iron toxicity remains the leading cause of death in thalassemia patients who need transfusion. MRI T2* can allow to detect premature iron toxicity in the heart and can evaluate the results by comparing myocardial T2* pre and post iron chelation therapy.
Objectives: This study aims to obtain a profile of improvement in cardiac iron toxicity in adult thalassemia patients who need transfusion. This study also supports to see aggrement between improvement in myocardial T2* with improved serum ferritin level and transferrin saturation.
Methods: pre and post test with retrospective secondary data in adult thalassemia patients requiring controlled transfusions in Kiara thalassemia clinic and hematology-medical oncology clinic Cipto Mangukusumo General Hospital. The study was conducted in July-Desember 2019. Data were obtained from medical records and thalassemia registry, which consisted of medical history, type of chelation, myocardial T2* within one year, serum ferritin level and transferrin saturation. Data analysis was performed in descriptive data and marginal homogeneity test and Kappa test.
Results: A total of 115 patients were included in this study. There was an improvement of a myocardial T2* in 7.0% patients and persistently good (myocardial T2* remains >20 milliseconds) in 72.2%. There was no agreement between improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level (kappa value 0.044) and improvement in myocardial T2* with transferrin saturation (kappa value 0.011).
Conclusion: Improvement of cardiac iron toxicity after iron chelation therapy was 7.0% and persistently good in 72.2%. There was no agreement between the improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level and transferrin saturation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Stephenson Tjeng
"Latar belakang : Infeksi daerah operasi (IDO) merupakan salah satu infeksi terkait perawatan di rumah sakit, dan meningkatkan morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan di rumah sakit. IDO pasca operasi jantung masih merupakan masalah serius. Prevalensi IDO pasca operasi jantung berkisar 0,25 sampai 6%. Banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian IDO. Baik faktor risiko pre-operatif, peri-operatif, intra-operatif maupun pasca-operatif. Faktor usia, status nutrisi, tindakan transfusi, lama rawat inap sebelum dilakukan tindakan dan ketepatan pemberian antibiotik profilaksis dapat menjadi faktor risiko yang memengaruhi kejadian IDO paska operasi jantung.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor risiko yang meningkatkan kejadian IDO operasi jantung anak dan kesintasan pada anak.
Metode : Penelitian kohort retrospektif dengan rancangan penelitian potong lintang yang mengalami IDO pada operasi jantung di RSCM. Data penelitian diambil dari rekam medis. Data yang dikumpulkan adalah usia, status nutrisi, tindakan transfusi, lama rawat inap pasien sebelum dilakukan tindakan operasi dan ketepatan pemberian antibiotik profilaksis terhadap kejadian IDO pasca operasi jantung. Data tersebut kemudian dianalisis dengan analisis univariat, bivariat dan analisis multivariat.
Hasil : Jumlah subyek yang direkrut sebesar 360 subyek, prevalensi IDO sebesar 13,8%. Faktor risiko usia tidak memengaruhi kejadian IDO dengan p=0,178 RR 0,54(0,217-1,327) pada kelompok umur 0-1 tahun, p=0,415 RR 0,72(0,331 – 1,578) pada kelompok usia 1-5 tahun dan p=0,205 RR 0,27(0,035 – 2,052) pada kelompok usia 5 – 10 tahun. Status nutrisi tidak memengaruhi kejadian IDO dengan p= 0,287 RR0,75(0,436-1,278). Lama rawat inap sebelum tindakan operasi tidak memengaruhi kejadian IDO dengan p=0,324 RR 0,772 (0,662-1,292). Ketepatan pemberian antibiotik profilaksis tidak memengaruhi kejadian IDO p=0,819 RR 1,011(0,918-1,114).
Simpulan : Faktor risiko usia, status nutrisi, lama rawat inap sebelum tindakan, ketepatan antibiotik profilaksis tidak memengaruhi kejadian IDO pada operasi jantung anak.

Background : Surgical site infection (SSI) is one of the hospital associated infections, and increases morbidity, mortality and hospital care costs. SSI Post cardiac surgery is still a serious problem. The prevalence of SSI post cardiac surgery ranges from 0.25 to 6%. Many risk faktors can increase the incidence of IDO. Faktors such as age, nutritional status, transfusion , length of hospitalization before surgery and accuracy of prophylactic antibiotik administration can be risk faktors that affect the incidence of IDO after cardiac surgery.
Aime : to investigate the risk faktors in pediatric cardiac surgery that will increase the incidence of SSI and to improve the survival of the child after cardiac surgery.
Method : Retrospective cohort study with cross-sectional research design that undergoes Surgical site infection in cardiac surgery at RSCM. The research data is taken from medical records. The data collected are age, nutritional status, transfusion procedure, length of hospitalization of the patient before surgery and accuracy of prophylactic antibiotik administration against the incidence of postoperative SSI cardiac surgery. The data were then analyzed by univariate, bivariate and multivariate analysis.Result : The number of subjects recruited was 360 subjects, the prevalence of SSI was 13.8%. Age risk factors did not affect the incidence of SSI with p=0.178 RR 0.54(0.217-1.327) in the age group 0-1 years, p=0.415 RR 0.72(0.331 – 1.578) in the age group 1-5 years and p=0.205 RR 0.27(0.035 – 2.052) in the age group 5 – 10 years. Nutrient status does not affect the incidence of SSI with p= 0.287 RR0.75(0.436-1.278). The length of hospitalization prior to surgery did not affect the incidence of SSI with p=0.324 RR 0.772 (0.662-1.292). The accuracy of prophylactic antibiotik administration did not affect the incidence of IDO p=0.819 RR 1.011(0.918-1.114).
Conclusion : risk faktors such as Age, nutritional status, length of hospitalization before treatment, accuracy of prophylactic antibiotiks do not affect the incidence of IDO in pediatric cardiac surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Aprilia Hariyani
"Kanker kandung kemih pada citra Computed Tomography Scanner (CT-Scan) memiliki bentuk, lokasi dan tekstur yang berbeda untuk setiap citra. Kandung kemih setiap orang memiliki ukuran yang berbeda saat pengambilan gambar. Gambar kontras dan non-kontras yang diambil pada CT scan kandung kemih dapat digunakan untuk menentukan struktur dan bentuk kandung kemih. Namun, perbedaan gambar kontras antara kelainan dan kandung kemih yang sehat seringkali tidak terlihat secara visual, sehingga sulit untuk mengevaluasi. Walaupun sudah banyak penelitian tentang deteksi kanker kandung kemih berdasarkan citra CT yang telah dilakukan, namun dilaporkan bahwa tingkat keberhasilan pendeteksian kanker kandung kemih masih tergolong rendah. Dalam penelitian ini, Computer-Aided Diagnosis (CAD) digunakan untuk membantu mengevaluasi kelainan kandung kemih menggunakan metode segmentasi berdasarkan algoritma Active Contour. Fitur citra berbasis Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) digunakan sebagai masukan dari Artificial Neural Network (ANN) untuk mengklasifikasikan citra normal dan citra abnormal. Penelitian CAD ini menggunakan MATLAB. Sampel yang digunakan berjumlah 320 citra dengan ketentuan 200 citra abnormal (25 pasien) dan 120 citra normal (8 pasien) digunakan sebagai data latih dan pengujian. Hasil pengujian berdasarkan Receiver Operating Characteristic (ROC) didapatkan akurasi pelatihan sebesar 90.2 ± 2.68% dan akurasi pengujian sebesar 89.2 ± 2.95%. Hasil ini berarti bahwa sistem CAD yang dikembangkan ini dapat mengenali citra kandung kemih yang normal dan abnormal.

Bladder cancer on a Computed Tomography Scanner (CT-Scan) image has a different shape, location and texture for each image. Each person's bladder is different in size when the image is taken. Contrast and non-contrast image captured on a CT scan of the bladder can be used to determine the structure and shape of the bladder. However, the difference in contrast images between an abnormality and a healthy bladder is often not visually obvious, making the evaluation is difficult. In this study, Computer-Aided Diagnosis (CAD) is used to help evaluating bladder abnormalities using the segmentation method based on an active contour algorithm. The Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM)-based features of the images are used as the inputs of the Artificial Neural Network (ANN) to classify the normal and abnormal images. The research CAD in this study using MATLAB. A total number of samples were 320 images with 200 abnormal (25 patient) and 120 normal (8 patient) images were used as training and testing data. The result based on Receiver Operating Characteristic (ROC) illustrated that the training accuracy was 90,2 ± 2.68% and the test accuracy was 89,2 ± 2,95%. These results mean that this developed CAD system can recognize normal and abnormal bladder images"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Tiera
"ABSTRAK
Pemeriksaan Urinary Bladder Cancer Antigen (UBC) merupakan salah
satupemeriksaan non invasive terbaru dalam mendeteksi karsinoma buli dengan
mengidentifikasi ekspresisito keratin 8 dan 18 di dalam urin. Tujuan dari
penelitian ini adalah uji diagnostic dari pemeriksaan Rapid UBC pada populasi
Indonesia dengan kecurigaan klinis tumor buli.Penelitian ini mengevaluasi 21
pasien secara prospektif di rumah sakit pusat rujukan nasional Indonesia
padatahun 2011-2012. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien usia diatas
18 tahun dengan gross hematuria dan hasil pemeriksaan imajing menunjukkan
adanya tumor buli, atau pasien KST buli dengan riwayat reseksi tumor buli habis
yang menjalani follow up sistoskopi rutin. Kriteria eksklusi meliputi pasien
dengan infeksi saluran kemih atau dengan hasil pemeriksaan bakteri tahan asam di
urin positif. Pemeriksaan Rapid UBC dilakukan sebelum sistoskopi dilakukan.
Hasil pemeriksaan selanjutnya dibandingkan dengan hasil sistoskopi dan
histopatologi. Analisa statistic dilakukan dengan perbandingan bivariat
menggunakan SPSS v.17.0. Mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki (71.4%).
Nilai rerata usia adalah 56.1± 15.4 tahun. Lima belas pasien (71.4%) memiliki
hasil UBC positif, dan 6 pasien (28.6%) memilikihasil UBC negatif. Diantara
pasien-pasien dengan hasil positif tersebut, 93.3% memiliki penemuan sistoskopi
positif tumor buli dengan hasil histopatologi menunjukkan positif karsinoma sel
transisional buli, dan 1 pasien memiliki hasil sistoskopi dan histopatologi negatif.
Diantara pasien-pasien denganhasil UBC negatif, 83.3% memiliki hasil sistoskopi
positif menunjukkan adanya tumor buli dan hasilhistopatologi karsinoma sel
transisional buli, dan 1 pasien memiliki hasil sistoskopi dan histopatologi negatif.
Nilai positif predictive value pemeriksaan rapid UBC dalam mendeteksi KST buli
adalah 93.3% dan nilai negative predictive value adalah 16.7%. Sensitivitas rapid
UBC dalam penelitian ini sebesar 73.7%, spesifisitas 50%, p=0.5 Pemeriksaan
rapid UBC memberikan nilai PPV yang cukup tinggi terkait temuan sistoskopi
tumor buli dan hasil histopatologi karsinoma sel transisional buli. Pada penelitian
awal ini, pemeriksaan Rapid UBC dapat menjadi pemeriksaan penunjang yang
menjanjikan dan berguna untuk evaluasi cepat pada kasus-kasus dengan dugaan
tumor buli. Dibutuhkan studi lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar
untuk mengevaluasi nilai diagnostik pemeriksaan Rapid UBC.

ABSTRAK
Urinary Bladder Cancer Antigen (UBC) test is a novel non-invasive detection
method of bladder cancer, which identifies the expression of cytokeratin 8 and 18
in the urine. This study objective is to evaluate the diagnostic performance of the
Rapid UBC urine test in Indonesian population with clinical bladder tumor. We
prospectively evaluated 21 subjects in the national referral hospital of Indonesia
from year 2011-2012. The inclusion criteria were patients older than 18 years old
with gross hematuria and imaging result suggestive of bladder cancer, or patients
with history of complete transurethral resection of bladder tumor who underwent
routine follow-up cystoscopy. The exclusion criteria were: active urinary tract
infection or positive acid fast bacilli urine test. Rapid UBC urine tests were
conducted prior to cystoscopy. The result was compared with cystoscopy and
histopatology findings. Statistics were analyzed by chi-square comparison, using
SPSS v17.0. Majority of the subjects were males (71.4%). The mean age was 56.1
± 15.4 years old. Fifteen patients (71.4%) had positive UBC result, and 6 patients
(28.6%) had negative UBC result. Among those with positive UBC result, 93.3%
had positive cystoscopy finding of bladder mass and histopatology report of
bladder TCC, while one subject had negative cystoscopy and histopatology
findings. Among patients with negative UBC result, 83.3% had positive
cystoscopy finding of bladder mass and positive histopatology report of bladder
TCC, whereas one subject had negative cystoscopy and histopatology findings.
The positive predictive value of rapid UBC test in detection of bladder TCC was
93.3%, and the negative predictive value was 16.7%. The rapid UBC test
sensitivity was 73.7% and, the specificity was 50%, overall p = 0.5.Rapid UBC
urine test were giving high positive predictive value associated with positive
cystoscopic and histopathologic findings of bladder cancer in our initial
evaluation. The UBC rapid test may be a promising additional test that might be
useful for quick clinical evaluation of suspected bladder cancer. Further studies
with larger samples are required to evaluate the diagnostic value of rapid UBC
urine test"
Jakarta: [Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Irtani Cahyadi
"Latar belakang: Aritmia jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada operasi jantung. Stroke merupakan komplikasi penting dari fibrilasi atrial pascaoperasi (FAPO). Lama rawat di rumah sakit bertambah dengan adanya FAPO. Terapi medikamentosa yang sudah ada untuk penanganan FAPO belum memuaskan hasilnya. Neuromodulasi saraf vagus menggunakan Transcutaneous Vagus Nerve Stimulation (TVNS) berpotensi untuk mengurangi FAPO dan inflamasi pascaoperasi jantung sehingga layak untuk diteliti.
Metodologi: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang dilakukan terhadap pasien dewasa yang menjalani operasi jantung pintas koroner dan katup elektif di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang pada bulan April-Juli 2023. Sebanyak 66 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dibagi secara acak menjadi dua kelompok secara tersamar. Kelompok pertama mendapat perlakuan TVNS dan kelompok kedua sham TVNS. Perekaman dan pengamatan EKG kontinyu selama 3 hari pasca operasi dan kadar IL-6 diukur 24 jam praoperasi dan 72 jam pascaoperasi. Uji statistik menggunakan Chi Square dan Mann Whitney.
Hasil penelitian: Pada luaran primer, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna durasi per episode FAPO (p=0,069) dan peningkatan kadar IL-6 pascaoperasi (p=0,64) pada kelompok TVNS dan sham TVNS. Demikian juga pada luaran sekunder, tidak didapatkan perbedaan bermakna pada durasi awal tanpa terapi standar fibrilasi atrial (p=0,64), kebutuhan vasopressor inotropik (p = 0,517 dan 0,619) dan beban fibrilasi atrial (p=0,07).
Kesimpulan: TVNS tidak memberikan perbedaan bermakna pada durasi per episode FAPO dan derajat inflamasi pascaoperasi bedah jantung dewasa.

Background: Postoperative arrhythmia is a frequent complication in cardiac surgery. Stroke is an important complication of postoperative atrial fibrillation (POAF). The length of hospital stay increases with POAF. Existing medical therapy for POAF has not shown satisfactory results. Vagus nerve neuromodulation using Transcutaneous Vagus Nerve Stimulation (TVNS) has a potential effect to reduce FAPO and inflammation after cardiac surgery, so it is beneficial to study.
Methodology: This study was a single-blind randomized control trial conducted on adult patients undergoing elective coronary bypass graft and heart valve surgery at Dr. Kariadi General Hospital in April-July 2023. A total of 66 subjects who met the inclusion criteria were randomly divided into two groups in a blinded manner. The first group received TVNS treatment and the second group received sham TVNS. Continuous ECG recording and reading for 3 days after surgery and IL-6 levels were measured 24 hours preoperatively and 72 hours postoperatively. Statistical analysis using Chi-Square and Mann-Whitney test.
Results: In the primary outcome, there was no significant difference in duration per episode of POAF (p=0.069) and the increase of postoperative IL-6 levels (p=0.64) in the TVNS and sham TVNS groups. Similarly in secondary outcomes, there were no significant differences in the initial duration without standard therapy of atrial fibrillation (p=0.64), the need for inotropic vasopressors (p = 0,517 and 0,619), and the burden of atrial fibrillation (p=0.07).
Conclusion: No significant difference in the duration per episode of FAPO and the degree of inflammation after adult cardiac surgery with TVNS treatment.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>