Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Houben, Vincent J.H.
Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003
959.82 HOU k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tristanti Dyan Anggraini
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriska Fitria Mafliyanti
"ABSTRAK
Kunjungan wisatawan menuju daerah tujuan wisata didasari oleh dua hal, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Salah satu faktor pendorongnya yaitu motivasi. Motivasi memiliki 4 tipe, yaitu fisik, budaya, interpersonal, dan status. Keempat motivasi ini menjadi dasar dalam perbedaan kunjungan wisatawan di tiap-tiap atraksi yang jenis kawasannya berbeda, yaitu homogen dan heterogen. Kawasan homogen dalam penelitian ini yaitu kawasan Candi Prambanan dan kawasan heterogennya yaitu kawasan Keraton Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuota sampling dan wawancara. Data yang diambil berupa motivasi wisatawan. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis data, motivasi di tiap-tiap atraksi pada kawasan yang jenisnya berbeda kemudian menghasilkan perbedaan bentuk pola pergerakan di antara kedua kawasan.

ABSTRACT
Tourist arrival to the tourist destinations is based on two things, the push and pull factors. One of the push factor is tourist motivation. Tourist motivation has 4 types, physical motivation, cultural motivation, interpersonal motivation, and status motivation. These four types of motivation become the basic of the tourist arrival differences in each attraction of different types of areas, such as homogeneous and heterogeneous. The homogeneous area in this research is Candi Prambanan area and the heterogenous area in this research is Keraton Yogyakarta area. To collect the data, this research is used quota sampling along with interview method. The data that is collected is tourist motivation. Based on the data collecting and data analysist, motivation in each of attractions of different type of areas then lead to the difference in forming the tourist travel pattern between the two regions that describe tourist movement. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zainal Abidin Al Ayaadi
"Mataram sebagai sebuah Kasultanan membagi wilayahnya menjadi beberapa bagian, yaitu Keraton, Kuthanegara, Nagaragung, Mancanagara, dan Pasisiran. Pembagian wilayah ini nampaknya diteruskan oleh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai salah satu penerus trah Mataram. Berdasarkan berbagai riwayat penelitian, agaknya telah disepakati bahwa pembatasan wilayah antara Keraton dan Kuthanegara dibatasi oleh Benteng Baluwarti, sementara Kuthanegara dengan Nagaragung ditandai dengan adanya Masjid Pathok Negoro yang berada di wilayah Kasultanan Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang dilakukan Kasultanan Yogyakarta terhadap wilayah kekuasaannya yang ditandai dengan fitur arkeologi melalui pendekatan Political Geography. Basis data yang akan digunakan adalah data arkeologi, sehingga analisis yang diterapkan adalah analisis arkeologi keruangan yang akan dipadu dengan pendekatan Political Geography. Berdasarkan hasil analisis, pembagian wilayah Kasultanan Yogyakarta memang mempertimbangkan aspek politik; power, politics, policy, dan aspek geografi; space, place, territory.

The Mataram sultanate divided its territory to severalzones, Keraton, Kuthanegara, Nagaragung, Mancanagara, and Pasisiran. This zonale division is replicated by one of Mataram’s descendent polity, the Scholars agree that boundaries between Keraton and Kuthanegara is bordered by the Baluwarti Fort, while boundaries between Kuthanegara and Nagaragung is bordered by the Pathok Negoro Mosques. What is less clear, however, is how these physical markers articulate with the broader spatial and political landscape of Central Java. Utilizing archaeological dataset focusing on the four historic Pathok Negoro Mosques, this research utilizes space-geographical and analysis to answer the question of how these imagined territories are made real through the use of archaeological features. Specifically, this research examines how boundaries are placed through a historically sensitive, political geographic lens. Based on analysis results, the territory division of Yogyakarta Sultanate’s indeed considering political aspects; power, politics, policy, and geographical aspects; space, place, and territory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah
"Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman adalah benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan merupakan benda-benda yang pada umumnya selalu dikenakan oleh raja untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya. Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman ini terdapat pada bangunan Museum benda_benda Pusaka yang berada pada masing-masing keraton tersebut. Penelitian sebelum ini hanya membahas mengenai fisik bangunan keraton dan beberapa pusaka tertentu dan kedua keraton tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dari segi jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan wrna, dan penggunaan motif hias. Dan jika terdapat persamaan dan atau pun perbedaan, maka hal tersebut merupakan kesimpulan dari penelitian ini. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, dilakukan langkah kerja yang dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan studi pustaka dan studi lapangan. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data (pembahasan) yang dilakukan dengan jalan melakukan tabulasi dan perbandingan terhadap jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias pada regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Langkah terakhir adalah menafsirkan hasil pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya.
Setelah penelitian dilakukan, maka dapat diketahui bahwa regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan mempunyai jenis dan jumlah yang lebih banyak. Begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan menggunakan bahan, warna, dan motif bias yang lebih bervariasi dibandingkan regalia yang dimiliki oleh Keraton Kanoman. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebuah pusat pemerintahan yang lebih tua (besar) dalarn hal ini Keraton Kasepuhan memiliki jenis dan jumlah regalia yang lebih banyak, begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, dibandingkan regalia yang dimiliki oleh sebuah pusat pemerintahan yang lebih muda (kecil), dalam hal ini Keraton Kanoman. Dan hal ini secara implisit menunjukkan bahwa Keraton Kasepuhan mempunyai tingkat kekuasaan yang lebih tinggi dari Keraton Kanoman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Argi Arafat
"Studi ini menjelaskan tentang Benteng Vredeburg dan Keraton sebagai representasi dan relasi kuasa yang berada di daerah Yogyakarta pada abad ke XVIII – XX Masehi dengan menerapkan teori Michel Foucault tentang kuasa (power). Dalam konsep kuasa terdapat representasi kuasa, relasi kuasa dan panoptikon. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui representasi dan relasi kuasa dapat ditimbulkan dari suatu kebudayaan, lalu mengetahui bagaimana cara kerja benteng Vredeburg sebagai panoptikon dalam kaitannya dengan representasi dan relasi kuasa kolonial Belanda dan Kesultanan di Yogyakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini berasal dari oleh K.R Dark, bahwa dalam penelitian arkeologi setiap benda harus dilihat sebagai data yang memuat informasi arkeologis. Hasil dari penelitian ini adalah Kebudayaan yang terjadi akibat adanya relasi kuasa antara Kolonial Belanda dan Kesultanan direpresentasikan dengan adanya bangunan pihak Keraton Yogyakarta yang mengadaptasi arsitektur yang berasal dari orang-orang Eropa. Akibat dari relasi kuasa tersebut tidak hanya mempengaruhi pihak Keraton Yogyakarta, tapi mempengaruhi pihak Belanda juga. Berdirinya Benteng Vredeburg dan Keraton merupakan tanda dari kedua belah pihak memiliki kekuasaannya masing-masing.

This study explains the Fort Vredeburg and the Keraton as representations and power relations in the Yogyakarta area in the XVIII - XX century AD by applying Michel Foucault's theory of power. In the concept of power, there is a representation of power, power relations and panopticon. The purpose of this study is to determine the representation and power relations that can be generated from a culture, then to find out how the Vredeburg fort as a panopticon works in relation to the representation and relations of Dutch colonial power and the Sultanate in Yogyakarta. The method used in this study comes from K.R Dark, that in archaeological research every object must be seen as data that contains archaeological information. The result of this research is that the culture that occurs due to the power relation between the Dutch colonial and the Sultanate is represented by the building of the Yogyakarta Palace which adapts the architecture that comes from the European people. The result of this power relationship did not only affect the Yogyakarta Palace, but also influenced the Dutch. The establishment of Vredeburg Fort and the Keraton is a sign that both parties have their respective powers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Houben, Vincent J.H.
Jogyakarta: Bentang Budaya, 2002
959.82 Hou k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990
394.4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rahyono, 1956-
"ABSTRAK
Ujaran secara garis besar dibentuk oleh dua unsur, yakni unsur segmental dan unsur supraseginental atau prosodi. Unsur suprasegmental merupakan unsur nonsegmental yang menyertai realisasi pengujaran unsur-unsur segmental itu. Hadirnya unsur nonsegmental dalam pengujaran unsur-unsur segmental itu menunjukkan bahwa unsur segmental dan unsur supraseg__nental bersama-lama membentuk makna sebuah ujaran. Intonasi sebuah ujaran_Vyang merupakan salah satu perwujudan prosodi_Vmemiliki pola-pola tertentu dalam menampilkan ""makna"" tertentu pula, antara lain menyatakan modus kalimat. Perbedaan intonasi modus-modus kalimat direalisasikan dengan perbedaan yang tipis atau sebaliknya direalisasikan dengan kontras intonasi yang sangat mencolok. Bahasa Jawa, yang merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia, kiranya merupakan objek penelitian intonasi yang sangat menarik. Penelitian intonasi bahasa Jawa ini berpeluang untuk mengambil peran dalam pengembangan penelitian fonetik bahasa Indonesia maupun bahasa-bahasa daerah lain di Indonesia. Tujuan pertama penelitian ini adalah menemukan pola intonasi kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif dalam ragam bahasa Jawa yang digunakan di dalam keraton Yogyakarta. Tujuan kedua penelitian ini adalah untuk menemukan ciri signifikan yang menandai kontras modus-modus kalimat itu. Penemuan ciri-ciri yang menandai kontras modus ini diharapkan memberikan gambaran yang menunjukkan bahwa sebuah pola"
2003
D1590
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
572.926 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>