Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
H.M. Laily Mansur
Jakarta: RajaGrapindo Persada, 1999
297.4 LAI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Al-Jailani rah.a., Syaikh Abdul Qadir
Jakarta: Buku Kita, 2016
297.4 ALJ k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Juri
"Tesis ini membahas urgensi ajaran maqâmât dalam tasawuf terhadap Pembentukan moral politik di indonesia. Latar belakang pengambilan judul ini didasarkan pada fakta adanya dekadensi moral politik yang semakin meningkat di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Fenomena tersebut menjadi keresahan penulis, sebab tasawuf sebagai cabang ilmu keislaman mengajarkan moral melalui penyucian hati dan pengisian raga dengan nilai-nilai yang baik.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif-analitik. Penelitian kualitatif merupakan penelitian khusus tentang objek yang tidak dapat diteliti secara statistik atau kuantifikasi. Deskriptif berarti menguraikan fakta secara sistematis. Penulis menguraikan data-data itu setelah dilakukan klasifikasi sesuai dengan objek penelitian, yaitu ajaran maqâmât dalam tasawuf dan moral politik di Indonesia. Selanjutnya, penulis melakukan analisis terhadap data-data tersebut berdasarkan teori etika dan teori qalb Al-Ghazali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara ajaran maqâmât dalam tasawuf dengan moral politik di Indonesia yang terkandung dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa terletak pada sifat dasar moralnya, sama-sama memiliki maksud untuk menciptakan elit politik dan pejabat negara yang baik dan bersih serta aspek legalitasnya secara konstitusi. Sedang ajaran maqâmât dapat dijadikan moral dalam mendekatkan diri kepada Tuhan dan juga moral dalam berinteraksi sesama manusia utamanya dalam bidang politik. Sebagai moral kepada Tuhan, ajaran maqâmât dapat menghadirkan kondisi psikologis yang bersifat spiritual (ahwâl) seperti ketentraman dan ketenangan hati (al-thuma’nînah) serta dapat melahirkan sikap sosial-politik yang baik. Sedang ajaran maqâmât sebagai konsep moral politik dapat diaktualisasikan oleh para elit politik dan pejabat penyelenggara pemerintahan dengan menggunakan reinterpretasi konsep ajaran maqâmât.

This thesis discusses the urgency stages (maqâmât) teachings of Sufism to the Formation of moral politics in Indonesia. The background of this research is based on the fact of political decadence that is increasing in Indonesia, which is predominantly Muslim. This phenomenon is a concern to the authors, because Sufism as a branch of Islamic knowledge taught morals through the purification of the heart and soul filling with good values​​.
This research is qualitative descriptive-analytic design. Qualitative research is a specialized study of history that can not be studied statistics or quantification. Descriptive means systematically outlines the facts. The author outlines the data after classification in accordance with the object of research, ie the teachings of Sufism and moral maqamat in Indonesian politics. Furthermore, the authors conducted an analysis of these data based on the theory of ethics and the theory of qalb al-Ghazali.
The results showed that the relationship between the teachings of Sufism with moral maqamat in Indonesian politics is contained in Decree No. VI/MPR/2001 on Ethics life of the nation lies in the nature of the moral, both have the intention to create the political elite and state officials good and clean as well as the aspects of legality in the constitution. Medium can be used as a moral teachings in stages draw closer to God and also moral human beings interact primarily in the field of politics. As a moral form of God, the teachings stages can bring spiritual psychological condition (states) such tranquility and peace of mind (al-thuma'nînah) and can generate socio-political attitudes are good. Stages teachings as being a political moral concepts can be actualized by the political elite and government administration officials using the reinterpretation of the concept of stages teachings.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi Ubaidillah
"Dari seluruh ciptaan yang telah diciptakan Tuhan, manusia merupakan makhluk yang memiliki nilai spesial. Karena ia adalah makhluk yang secara khusus mengemban tugas sebagai wakil Tuhan (khalifah). Tugas ini merupakan beban yang sangat berat, karena mengemban amanat Tuhan adalah kewajiban melaksanakan kebaikan dan meninggalkan keburukan yang tujuannya untuk mencapai rido-Nya. Untuk itu tentu ada hubungan yang harus dilakukan antara manusia dengan Tuhan agar manusia selalu dibimbing dalam setiap pelaksanaan amanat yang telah diberikan-Nya.
Maka pertanyaanya adalah kenapa manusia yang diberikan sifat kebaikan untuk dijadikan pengemban tugas wakil Tuhan (khalifah). Dalam hal ini sufisme yang diwakili Ibn Al-'Arabi dan kebatinan yang diwakili Ranggawarsita berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Menurut. pemikiran kedua tokoh dan aliran ini, manusia dijadikan sebagai pengemban tugas wakil Tuhan (khalifah), karena dalam kejadiannya manusia memiliki nilai kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Ia merupakan pengejawantahan nama-nama Tuhan secara keseluruhan, sehingga ia adalah cermin bagi Tulis yang bersih dan bening. Tuhan dapat melihat citra Diri-Nya dengan sempurna melaluinya. Maka manusialah yang dapat dijadikan wakil Tuhan di bumi untuk melaksanakan kewajiban syari'at dan mengelola alam. Akan tetapi tidak semua manusia berhasil menjadikan dirinya sebagai wakil Tuhan (khalifah), karena tidak semua orang dapat mengejawantahkan nama-nama Tuhan. Dalam anti bahwa, bagi manusia yang tidak dapat melaksanakan kebaikan dan tidak bisa menjauhkan segala hal yang buruk, ia adalah manusia yang tidak dapat menggunakan nama-nama Tuhan secara proprosional, yang menurut bahasa Ibn Al-`Arabi tidak berakhlak dengan akhlak Allah. Manusia seperti ini adalah manusia hewan atau hamba nalar, Sedangkan manusia yang dapat melaksanakan kebaikan dan manjauhkan keburukan dengan baik, ia akan mendapatkan pengetahuan hakikat segala realitas dan mejadikan diri-Nya dekat dengan Tuhan. Manusia seperti ini menurut Ibn Al-`Arabi dinamakan insan kamil, sedangkan menurut Ranggawarsita dinamakan manusia pilihan atau manusia golongan klas. Bagi manusia yang ingin mencapai derajat insan kamil atau golongan khusus terlebih dahulu ia harus menjalani mujahadah, yaitu serangkaian pendekatan diri kepada Tuhan secara intensif dengan melalui berbagai ujian dan cobaan. Untuk itu tidaklah mudah dalam mencapai apa yang diharapkan. Dengan hati yang suci dan konsekuenlah manusia yang dapat mencapai kesempurnaan tujuan.
Dua pemikiran yang masing-masing mewakili golongannya tersebut secara garis besar memiliki persamaan mendasar. Walaupun terdapat perbedaan dalam sebagian keterangan, tetapi perbedaan itu bukanlah sesuatu yang prinsipil. Perbedaan hanya didasari dari pola pemikiran. lbn Al-'Arabi menclasarkan pemikirannya atas pengetahuan intuitif atau pengalaman batin, yang dalam dunia sufisme pemikiran ini melalui ciri khan khusus. Sedangkan Ranggawarsita memiliki pola pikir kebatinan berdasakan prinsip " sangkan paraning dumadi."
Adapun Persamaan pemikiran kedua tokoh ini diakibatkan pemikiran yang satu telah mepengaruhi pemikiran yang lain. Dalam hal ini pemikiran Ibn Al-`Arabi, semenjak abad ke 16 telah masuk dalam dunia pemikiran Islam Nusantara, sehingga pemikiran Ranggawarsita pun terpengaruh dalam menelurkan konsepnya tentang manusia. Maka tidaklah heran jika kedua pemikiran ini memiliki persamaan pemikiran yang cukup mendasar.
Human Being on the Perspective of Sufism and Mysticism: a Comparative Study on the Thoughts of lbn Al-Arabi and Ranggawarsita Compared to the other Gods' creatures man has more special values. He is especially relied on to be the representative of God (khalifah) in the earth. A very heavy duty he must carry out is to do goodness; instead of to prohibit badness, its goal is only to obtain the favor of God. Therefore there must be a relationship established between roan and God. So that, man is always guided in doing the mandate God has given.
Now, the question is why human is given the goodness in order to be a caretaker of tasks of khalifah. In this case, Sufism which is represented by Ibn Al-`Arabi and the Mysticism represented by Ranggawarsita, all at once, attempts to answer that question. According to both of those authors and credos, man is chosen as the caretaker of the mandate of khalifah because he is created with the special perfection that the other creatures do not have. He is a manifestation of the names of God on the whole. So, man is a kind of a clear mirror for God to see well about the image of Him-self. That is why; man is elected to be God's representative in the earth to do the obligation of Islamic law (syariah) and to manage the nature. Yet, some people cannot treat themselves as the God's representative successfully. Because, some people can only manifest the names of God. It means that the man who is not able to do the kindness and to prevent the badness cannot employ the names of God suitably that is so-called by Ibn Al-Arabi as the man who does not behave based on the moral of God. This kind of man is the Animal Man or the slave of reasoning. Whereas, the man being able to conduct the goodness and to forbid the badness will achieve the nature of knowledge reality and will make him-self get closer to God. According to Ibn Al-Arabi, this kind of man is called as the Perfect Man (insan kamil), though the man is regarded as the Elected Man (golongan khas) by Ranggawarsita. Those who are interested in becoming the Perfect Man or the Elected Man must follow mujahadah first. Mujahadah is a set of personal approach to God intensively through various efforts and ordeals. Then, it is not easy to gain what is hoped. People can only reach the perfection of goal with the pure hearth and consistency.
The two of thoughts represented by each of authors have the fundamental similarity in general. Although there is distinction in some of their thought explanations, it is not a principle difference. The difference is only based on the pattern of thought. Ibn Al-Arabi refers his thought to the intuitive knowledge or soul experience that has a special character in the circle of Sufism thought. Whereas, Ranggawarsita has his own Mysticism thought according to the principle of where is man from and where will he be back, "sangkan paraning dumadi."
Because one thought influences another one, both of the authors come to their similarity each other. The thought of Ibn Al-Arabi have entered the Islamic thought in Indonesian archipelago since the 16 centuries. So that, Ranggawarsita is also affected by `Arabi particularly in producing his concept of human. Then, it is not a strange matter that both of the above thoughts have the fundamental similarity.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anizar Abdurahman Yulino
"Latar belakang penulisan tesis: Masyarakat di pesisir pantai pantai utara Pulau Jawa, sejak berabad lalu sudah melakukan interaksi dalam kontak sosial dan budaya dengan dunia luar. Para pedagang sebagai pendatang, mereka khususnya membawa juga pemahaman-pemahaman ajaran agama Islam. Proses pembentukan ajaran tersebut sangat terpengaruh oleh tradisi-tradisi setempat.
Tujuan penelitian: ingin mengetahui bagaimana pemahaman para pengamal Tharekat Sholawat Wahidiyah,di desa tersebut. Serta bagaimana pola-pola dari gagasan-gagasan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang diwujudkan mereka dalam sehari-harinya. Metode Penelitian: dilakukan berdasarkan metode dan pendekatan kualitatif, pendekatan ini kemudian dianalisis dengan gejala-gejala sosial dan budaya, dengan menggunakan kebudayaan masyarakat setempat. Kemudian dengan melakukan pengamatan, mengenai gejala-gejala yang ada dalam masyarakat tersebut. Gejala-gejala tersebut berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan, sehingga merupakan satu kesatuan yang bulat dan menyeluruh. Pendekatan ini dinamakan pendekatan Holistik. Teknik pengambilan data dengan melakukan wawancara, secara formal, informal dan kasual.
Hasil penelitian: Aturan-aturan Tharekat Sholawat Wahidiyah adalah bersumber dari ajaran-ajaran Agama Islam sebagai gejala sosial yang merupakan ikatan bersama yang mampu menyatukan anggota, pengikut menjadi suatu kelompok, di bawah seorang pimpinan. Sehingga kelompok ini adalah kelompok yang eksklusiv.
Saran: upacara-upacara yang dilakukan oleh kelompok ini, mampu membina rasa solidaritas sosial, khususnya untuk kehidupan mereka sehari-hari, sebagai kelompok masyarakat yang penuh dengan nilai-nilai sosial dan budaya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyimas Umi Kalsum
"Kesalahpahaman terhadap penafsiran doktrin wujudiyyah menimbulkan kontroversi terhadap doktrin tersebut. Hal ini telah terjadi sejak munculnya tasawuf dalam Islam. Beberapa pendapat ada yang pro dan kontra tergantung dari sisi mana mereka melihat.
Untuk itu dalam penelitian ini, penulis mengangkat inti pokok doktrin wujudiyyah yang terdapat di dalam teks TRBHIM kemudian menyatakan penafsiran al- Palimbani mengenai doktrin tersebut. Sehingga ditemukan adanya unsur menghujat alau mendukung doktrin tersebut dengan berdasarkan Quran, Hadis dan teks-teks yang terkait unsur tasawuf seperti Risdlah karya Sihabzeddin dan Alukhtasar karya Kemas Fakhruddin. Sedangkan untuk suntingan teksnya penulis mengambil salah satu dari 3 naskah yang ada. Pemilihan teks ini berdasarkan atas kelayakannya untuk dijadikan edisi teks.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa naskah TRBHIM merupakan karya al- Palimbani dan mengenai penafsirannya terhadap doktrin tersebut ia berada sebagai juru damai; menyetujui doktrin ini, jika aspek tasybih dilihat dengan kacamata tanzih; dan menolaknya jika dilihat aspek tasybihnya saja. Selain itu teks ini juga membuktikan telah dimulainya penekanan terhadap ajaran neo-sufisme di Palembang shad ke-18. Sedangkan naskah MS A, yaitu naskah koleksi perpustakaan Nasional dengan kode v.d.w 37 yang dianggap layak untuk dijadikan suntingan teks."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sunyoto
Yogyakarta: Pustaka sastra LKiS, 2004
297.4 AGU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyati
Jakarta: Kencana, 2004
297.409 598 SRI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Kholil
Malang: UIN-Maliki Press, 2014
297.4 AHM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>