Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24369 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Andayani S.
Bandung: Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional,Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2004
307 RIA k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Banjarmasin: Departemen Sosial Kalimanta Selatan bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat, 1995
306.6 KEH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Ferdy Malonda
"Hasil penulisan yang dikemukakan dalam disertasi ini, tersusun berdasarkan penelitian tentang kebudayaan dan perilaku reproduksi masa bumilincalin (ibu hamil, bersalin, dan pascasalin) masyarakat; terfokus pada pengaruh faktor-faktor sosial-budaya reproduksi dan faktor-faktor sosial lainnya terhadap para ibu hamil mengalami gangguan emosi (dalam ansietas) dan fisik, yang mempersulit persalinan, serta kondisi pascasalin mereka berdasarkan kondisi faktor-faktor tersebut.
Penelitian ini telah dilakukan di Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat sejak awal tahun 1996 sampai awal tahun 1997, dilanjutkan secara formal terjadual (berkesinambungan) mulai awal bulan September tahun 1998 sampai bulan Juni tahun 1999.
Penelitian ini didasarkan pada bagan kerangka berpikir, sebagai arah kajian yang dibentuk penulis; yang dipengaruhi beberapa pandangan teori yaitu 1) pandangan teoritis Stres Interaktif, dari Charles 1. Sheridan dan Sally A. Radmacher, 2) proposisi Perubahan Dalam Interaksi Sistem Budaya dan Sistem Medis, dari Paul D. Benjamin, 3) proposisi Hubungan antara Harapan-harapan Budaya Reproduksi dengan Ansietas Para Ibu Hamil dan Gangguan Persalinan, dari Margaret Mead, 4) pandangan teoritis antropologi tentang Hubungan Antara Uterus yang Bersifat Negatif dengan Kondisi Emosi Para Wanita Hamil Yang Terganggu, dari Emily Martin, dan 5) pendirian teori secara antropologi tentang Stresstres Akibat Peranan dan Nilai Yang Bersumber dari Sistem-sistem Sosial-Budaya, dari A.F.C. Wallace.
Penelitian dilakukan dengan mengutamakan penggunaan metode kualitatif, dibantu dengan metode kuantitatif untuk memvalidasi data (dalam uji analisis Ylsq dan analisis diskriminan). Sasaran pengumpulan data yaitu para informan umum (sebagai tokoh-tokoh masyarakat dan para ibu yang telah pernah bersalin), serta para informan khusus (para ibu) yang sedang menjalani masa bumilincalin.
Hasil penelitian ini sebagai berikut:
Pertama. Secara umum warga masyarakat Sunda Sumedang memadukan pengetahuan budaya reproduksi / kedokteran moderen dengan pengetahuan budaya reproduksi tradisional atau etno-obstetri Sunda, dalam kepentingan kesehatan bumilincalin; sungguhpun, memang belum semua warga masyarakat setempat sekaligus memanfaatkan pengetahuan moderen tersebut sampai tahap persalinan. Bagian terbesar warga masyarakat setempat masih mementingkan paraji (dukun bersalin) dalam kepentingan penanganan persalinan, berdasarkan peran secara bio-psiko-sosio-budayanya (masa bumilincalin).
Kedua. Para ibu yang ditemukan memiliki kondisi fisik sehat yang juga tidak mengalami hariwang (ansietas) saat hamil, tidak mengalami kesulitan ngajuru (bersalin), dan memiliki kondisi emosi serta fisik sehat saat pascasalin; karena berdasarkan kondisi segi-segi positif faktor-faktor sosial budaya reproduksi serta faktor-faktor sosial lainnya, seperti: (a) memiliki pandangan ada kebebasan dan ketenteraman tinggal di desa sendiri, terikat secara sosial-budaya dan memiliki rasa diri berharga; termasuk memiliki pandangan hidup (premis), yaitu kehamilan merupakan suatu kewajiban yang harus diterima menurut keinginan Tuhan dan berkaitan dengan pemberianNya akan kesuburan bisa hamil; kesulitan bersalin harus diatasi sebagaimana seorang wanita harus menjalani kodrat; sebagai wanita ingin merasakan bagaimana pengalaman sebagai bagian hidup dalam hal hamil/bersalin; dan tidak takut hamil / bersalin, berdasarkan pandangan ibu kandung mengalami hal yang sama (berdasarkan pandangan semua wanita harus hamil dan harus menerima / mengatasi kehamilan dan persalinannya); (b) memiliki hubungan yang serasi dengan suami / keluarga suami; (c) adanya kebiasaan pengaturan keuangan keluarga yang longgar, dan tidak tergantung secara penuh kepada suami; (d) mematuhi semua anjuran dan larangan makanan, anjuran gerak dan latihan fisik, larangan metaforik, dan yang berhubungan dengan kepercayaan lainnya; (e) melaksanakan semua upacara seputar bumillincalin sesuai tradisi asli dan berdasar agama Islam; (f) memfungsikan paraji untuk berbagai kepentingan dari masa hamil, bersalin, dan pascasalin; (g) "mengutamakan" dan memanfaatkan pengetahuan kesehatan moderen dalam fungsi tenaga kesehatan repraduksi moderen; dan (h) sebagai umat Islam sungguh-sungguh pasrah kepada Gusti Allah demi keselamatan dari masa hamil, bersalin, dan pascsalin.
Ketiga. Ada beberapa kelompok faktor sosial budaya dan faktor-faktor sosial lainnya yang mempengaruhi para bumilincalin mengalami hariwang saat hamil dan mengalami kesulitan ngajuru. Hal tersebut dirumuskan sebagai berikut: "Kondisi adanya para ibu saat hamil mengalami hariwang dipengaruhi oleh kelompok faktor PRUBS dan PUHIH"; dan "Kondisi adanya para ibu yang mengalami kesulitan ngajuru dipengaruhi oleh kelompok faktor PRUBS, PUHIH, dan faktor P2". Faktor PRUBS merupakan gabungan faktor, yaitu faktor HPIS (kondisi kepemilikan pengetahuan budaya tentang kritis-tidaknya masa kehamilan dan persalinan), faktor HREN (kondisi kepemilikan pengetahuan dan sikap merencanakan suatu kehamilan), dan faktor HSOS (kondisi wujud perilaku hubungan / pergaulan sosial). Faktor PUHIH merupakan gabungan faktor, yaitu faktor HADIL (kondisi kepemilikan harapan budaya ideal terhadap suatu kehamilan), faktor MKMB (kondisi kepemilikan pengetahuan budaya dan kemampuan maternal dalam mengurus kehamilan dan bayi), dan faktor HUBK (kondisi ikatan hubungan antara pars ibu hamil dengan suami serta keluarga suami). Sedangkan faktor P2 sebagai faktor tunggal yaitu kondisi para ibu mengalami hariwang saat hamil.
Keempat. Para ibu yang telah berpendidikan SLTA sampai perguruan tinggi, dan memiliki status ekonomi baik, cenderung saat hamil mengalami hariwang, serta berprilaku mencari-cari pengobatan / penyembuhan untuk pemeliharaan kehamilan mereka secara berlebihan (tak normal) dengan berpindah-pindah dari satu penyembuh ke penyembuh lainnya (dari bidan ke paraji, ke dokter umum, dan ke dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan); yang kemudian mengalami kesulitan ngajuru."
2001
D231
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Masyarakat multikultur adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam perbedaan seperti suku bangsa, kebudayaan, agama, RAS dan lain sebagainya yang tinggal dalam sebuah permukiman tertentu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur dengan kemajemukan masyarakat serta mengakui adanya perbedaan dalam upaya mewujudkan persamaan dan kebersamaan dari masing-masing suku yang ada."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Usaha galian C pada dasarnya memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat di sekitar proyek galian tersebut. Kegiatan ini membuka lapangan kerja bagi mereka sehingga dapat menambah penghasilan untuk meningkatkan ekonomi keluarganya. Berbagai jenis pekerjaan tersedia seperti mengumpulkan batu, pasir, koral, ngosek (meratakan pasir dengan truk), dan sebagainya yang dapat dilakukan oleh laki-laki ataupun para wanita. Hasilnya dapat dirasakan secara langsug, karena pada saat itu juga jasa dari kerjanya dapat diterima. Di sisi lain, kegiatan galian C di desa Peringsari dan desa Sebudi membawa dampak yang sangat luas terhadap kehidupan masyarakat setempat. Positifnya sangat dirasakan dalam bentuk peningkatan ekonomi keluarga, negatifnya hancurnya lingkungan hidup di lokasi galian dan rusaknya jalan yang dilalui truk-truk pengangkut material mengakibatkan rawan kecelakaan bagi pengguna kendaraan kecil seperti mobil dan sepeda motor. Terjadinya ekspansi atau perluasan penggalian ke lahan-lahan yang masih produktif dan hilangnya nuansa pedesaan yang identik dengan ketenangan berubah menjadi kebisingan akibat lalu-lalangnya truk-truk besar pengangkut material."
JNANA 19:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Saragih, Tumpal P.
"Otonomi Masyarakat desa sebagai jalan tengah bagi kebuntuan perdebatan antara otonomi asli dimaknai sebagai otonomi adat dan otonomi yang diberikan. Otonomi masyarakat desa berarti masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur desa bukan pemerintahan desa.
Setelah lebih dari 3 tahun pelaksanaan UU No 22 tahun 1999, otonomi masyarakat desa belum terwujud. Hal ini berkaitan erat dengan dua faktor utama yaitu 1) faktor internal meliputi kandungan kapital manusia, fisik, ekonomi dan sosial yang tersedia dalam sistem serta 2) faktor eksternal yaitu pengaturan birokrat diaras desa.
Sebagai panduan penentuan arah studi peneliti merumuskan 3 hipotesis kerja pertama, intervensi birokrat diaras desa sangat tinggi. Kedua, kapital yang dimiliki Pemerintahan Desa lebih tinggi dibandingkan kapital Civil Society dan Pelaku Ekonomi dan Ketiga distribusi Kapital ke dalam governance desa bersifat elitis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil desa Hegarmanah dan Cikeruh, Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang sebagai lokasi dimana kasus dipelajari. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi jenis, bentuk dan pola pengaturan desa oleh birokrasi diaras desa dan mempelajari jenis, bentuk dan ketersediaan kapital governance desa (village governance). Hasil penelitian digunakan untuk merumuskan strategi pemberdayaan elemen governance desa guna mewujudkan otonomi masyarakat desa. Strategi yang dimaksud adalah alternatif cara agar ketiga governance desa mampu melakukan swa organisasi dan pengaturan desa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi masyarakat desa belum terwujud disebabkan perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa setelah kebijakan otonomi daerah dilaksanakan belum memberikan peluang bagi governance desa untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh 1) masih kuatnya pengaturan desa oleh birokrat diaras desa baik berupa Peraturan Daerah yang tidak partisipatif maupun melalui Surat Keputusan Bupati yang sangat rinci sehingga penyeragaman desa tidak lagi secara nasional melainkan di lingkup kabupaten 2) Civil society yang ada ditingkat kabupaten mayoritas Tipe I Horizontal dimana kegiatannya terutama dibidang pendidikan sehingga kontrol terhadap pemerintahan daerah (Bupati dan DPRD) tidak ada. Civil society tipe II vertikal kondisinya masih tahap konsolidasi karena baru dibangun tahun 2002.
Kuatnya pengaturan birokrat Kabupaten ini sesungguhnya dimulai dari pedoman pengaturan desa yang diterbitkan pemerintah, baik dalam bentuk Keputusan Menteri, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Presiden. Perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa ada juga yang mendorong terwujudnya otonomi masyarakat desa yaitu 1) ditetapkannya peraturan daerah tentang perimbangan keuangan kabupaten dan desa, 2) pelimpahan kewenangan sebagian dari kewenangan Bupati pada Camat sehingga Camat bukan atasan Kepala desa, 3) terbukanya peluang desa untuk membangun kemandirian keuangannya melalui kelembagaan baru yang disebut Badan Usaha Milik Desa. Perubahan di desa juga terjadi misalnya 1) kelembagaan masyarakat di desa semakin berkurang , 2) munculnya kelembagaan baru seperti BPD dan LPM 3) pergeseran hubungan desa dengan birokrat diaras desa 4) meningkatnya pengaturan desa oleh pemerintahan desa.
Kandungan kapital governance desa sangat beragam baik jenis maupun jumlahnya. Kandungan kapital ini sangat menentukan pola interaksi diantaranya. Kandungan kapital manusia pemerintah desa lebih rendah dibanding kapital manusia BPD. Namun kandungan kapital lainnya seperti fisik, ekonomi dan sosial lebih kuat pemerintah desa. Hanya saja posisi BPD secara normatif menempatkan BPD sebagai pengawas pemerintah desa sehingga hubungan diantara keduanya bukan sejajar. BPD sedikit lebih tinggi diatas Pemerintah desa.
Kandungan kapital pelaku ekonomi organisasi standar lebih rendah dibandingkan kapital pelaku ekonomi organisasi sukarela. Sikap kemandirian pelaku ekonomi sukarela lebih tinggi disbanding pelaku ekonomi standar. Hai ini disebabkan dalam pelaku ekonomi sukarela telah terbangun sistim akumulasi kapital internal dan sistem distribusi kapital eksternal yang merata bagi komponen pendukungnya khususnya untuk Koperasi Persatuan Wanita Jatinangor (KPWJ). Sementara itu, pelaku ekonomi organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah dan mekanisme swa organisasinya belum berjalan.
Kapital Civil society organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah. Organisasi ini memperoleh kucuran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBdes) sementara kapital organisasi sukarela bersifat lebih mandiri dibandingkan organisasi standar. Meskipun kurang mendapat perhatian pemerintah, civil society jenis ini tetap melaksanakan kegiatannya namun tersendat-sendat akibat belum optimalnya akumulasi kapital internalnya terutama kapital ekonomi.
Pemerintah desa sebagai saluran bertemunya kepentingan negara (kabupaten) dengan masyarakat sehingga pemerintah desa merupakan saluran bagi perolehan kapital diluar sistem elemen governance desa. Namun distribusi kapital melalui saluran ini khususnya kapital ekonomi seperti dana perimbangan kabupaten dan desa dan proyek masuk desa masih sangat elitis. Kapital eksternal terutama digunakan oleh pemerintah desa, BPD dan organisasi standar yang dekat dengan pemerintahan desa seperti Kelompok Tani (KIN), Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna (KT). Otonomi masyarakat desa yang digagas dalam thesis ini mencakup otonomi masyarakat desa dalam hal memilih pemimpinnya, kemampuan pemerintahan desa dalam melaksanakan fungsinya, otonomi masyarakat desa dibidang pembangunan dan otonomi masyarakat desa dibidang keuangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>