Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3767 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Duong, Thu Huong
Magelang: Indonesiatera , 2003
899.221 3 DOU nt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Strout, Elizabert
New York: Random House, 2016
813.54 STR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hilton, James
London: Macmillan, 1949
823.9 HIL k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fitriany
"Dalam penelitian ini, penulis menganalisis tentang perjalanan Pendekar Tanpa Nama dalam novel Nagabumi I. Penulis menganalisis pengembaraan Pendekar Tanpa Nama berdasarkan unsur objektif karya sastra, yaitu alur, tokoh, dan latar. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif. Setelah melalui penelitian dan pengkajian, diperoleh hasil bahwa cerita silat dalam novel ini ditunjang oleh aspek alur dalam hal perjalanan pengembaraan Pendekar Tanpa Nama. Selain itu, aspek tokoh dan penokohan juga memperkuat keutuhan cerita silat ini. Dengan berbagai pendekar yang muncul, keunggulan tokoh PendekarTanpa Nama dalam hal bertarung diperlihatkan. Latar dalam novel ini juga berfungsi sebagai titik-titik pengembaraan seorang pendekar yang berdasarkan pada abad ke-7.

In this thesis, the authour tries to analize how the Pendekar Tanpa Nama (The Anonymous Knight) wanders based on novel Nagabumi I. The analysis involves objective aspects of literature such as plot, characterization, dan setting, where qualitative method and descriptive approach are used. After several research and analysis, it is concluded that in terms of the journey the story is supported by the plot. Moreover, the aspect of characterization strenghten the whole story in terms of lighting scene. The setting in this novel functions as the milestones of his journey in the 7th century. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S421
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Thackeray, W.M. (William Makepeace)
New York: Random House, 1890
823.8 THA v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Henning Ayunda Putri Hapsari
"Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki senantiasa ingin mengadopsi sifat-sifat maskulin. Oleh karena itu, laki-laki cenderung memiliki gengsi untuk terlihat feminin. Gengsi yang dimiliki oleh laki-laki terkait gender dan stereotipe ini kemudian melahirkan istilah maskulinitas beracun, yaitu istilah yang merujuk pada maskulinitas yang dapat membahayakan laki-laki maupun perempuan. Penelitian ini membahas bentuk-bentuk maskulinitas beracun yang terdapat dalam novel The Name of the Game karya Adelina Ayu serta pengaruhnya pada tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Bentuk-bentuk maskulinitas beracun yang terdapat dalam novel ini meliputi stigmatisasi terhadap laki-laki yang menunjukkan karakteristik feminin, yaitu merawat diri, menunjukkan kesedihan dan kekecewaan, dan tidak melakukan kegiatan maskulin. Selain itu, maskulinitas beracun dalam novel ini juga ditunjukkan lewat kesiapan untuk menggunakan kekerasan. Pengaruh maskulinitas beracun terhadap tokoh-tokoh dalam novel ini adalah ketakutan untuk menjadi diri sendiri. Rasa takut untuk menjadi diri sendiri tersebut dipicu oleh keinginan mereka untuk dinilai sebagai laki-laki sejati.

In daily life, men always want to adopt masculine traits. Therefore, men tend to have prestige to look feminine. This prestige owned by men related to gender and stereotype then give birth to the term toxic masculinity, which is a term that refers to masculinity that can harm both men and women. This study discusses the forms of toxic masculinity depicted in 'The Name of the Game' novel by Adelina Ayu and their effects on the novel characters. This study is a qualitative study with descriptive analysis method. The forms of toxic masculinity depicted in this novel include stigmatizations of men who exhibit feminine characteristics, which are taking care of themselves, showing sadness and worries, and don’t do masculine activities. Beside that, this novel also shows toxic masculinity through the readiness to resort to violence. The effects of toxic masculinity on the novel characters is a fear to be themselves. This fear is triggered by their desire to be valued as real men."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vinny Shoffa Salma
"Deiksis adalah istilah dalam kajian pragmatik (dalam bahasa Yunani) pada hal yang penutur dan mitra tutur lakukan melalui tuturan atau ungkapan. Deiksis artinya ‘penunjukan’ melalui sistem bahasa dan dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukan’ dalam ilmu linguistik yang disebut dengan ungkapan atau bentuk deiksis. Pada tulisan ini, terdapat lima deiksis yang muncul, yaitu deiksis persona, tempat, waktu, wacana, dan sosial. Deiksis persona merupakan kata ganti yang merujuk orang atau pelaku, yaitu kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga. Deiksis penunjuk tempat bersinggungan pada arah dan tempat. Deiksis penunjuk waktu bersinggungan dengan struktur temporal atau struktur waktu dan bersinggungan dengan penuturan jarak waktu yang dilihat dari tuturan yang dituturkan penutur. Deiksis wacana berkaitan dengan anafora dan katafora dalam tuturan. Deiksis sosial memandang unsur honorifik atau kesopanan dalam berbahasa. Rumusan masalah pada tulisan ini adalah apa saja bentuk deiksis persona, tempat, waktu, wacana, dan sosial pada novel Laut Bercerita. Tujuan tulisan ini untuk menjelaskan penggunaan dan jenis kata ganti deiksis persona, tempat, waktu, wacana, dan sosial pada novel Laut Bercerita. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik sumber pustaka. Tahapan penelitian dalam pengumpulan data adalah mencatat data yang mengandung deiksis melalui observasi atau pencarian langsung dari novel Laut Bercerita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan deiksis dalam novel Laut Bercerita digunakan dengan lengkap dan efektif karena penempatannya yang sesuai konteks wacana untuk menunjang penggambaran tokoh, latar, alur, dan tema dalam novel.

Deixis is a term in pragmatic studies (in Greek language) on what speakers and speech partners do through speech or expressions. Deixis means 'designation' through the language system and is used to complete the 'designation' in linguistics which is called the expression or form of deixis. In this paper, there are five deixis that appear, namely person, place, time, discourse, and social deixis. Personal deixis is a pronoun that refers to a person or actor, namely the first, second, and third person pronouns. Deixis indicates the place tangent to the direction and place. Time indication deixis intersects with the temporal structure or time structure and intersects with the narration of the time distance seen from the speech spoken by the speaker. Discourse deixis is related to anaphora and cataphora in speech. Social deixis views honorific elements or politeness in language. The formulation of the problem in this paper is what are the forms of persona, place, time, discourse, and social deixis in the novel The Sea Speaks His Name. The purpose of this paper is to explain the use and types of personal deixis pronouns, place, time, discourse, and social in the novel The Sea Speaks His Name. Qualitative methods are used in this study. Data collection is done by using library resources techniques. The research stage in data collection is to record data containing deixis through direct observation or searching from the novel The Sea Speaks His Name. The results of the study indicate that the use of deixis in the novel The Sea Speaks His Name is used completely and effectively because of its placement in the context of the discourse to support the depiction of characters, settings, plots, and theme in the novel."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2011
823.92 BOO b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Thackeray, W.M. (William Makepeace)
London: Everyman's Library, 1991
823.8 THA v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Arivia Effendi
"Di permukaan novel, The Name of The Rose menceritakan suatu cerita detektif yang menegangkan, karena menyajikan liku-liku pengungkapan pembunuhan di biara Melk, sebelah utara Itali, dan sekaligus menyuguhkan latar belakang abad Pertengahan lengkap dengan polemik agama dan politiknya. Namum ketika kita te rus mengikuti diskusi yang terjadi di antara tokoh-tokoh utama di dalam novel seperti William of Baskerville (seorang biarawati) dan Adso (muridnya), kita segera mengerti bahwa terdapat diskusi yang lebih fundamental dari sekadar ingin menyuguhkan suatu cerita, akan tetapi terdapat suatu diskusi semiotik yang intens. Jadi, bukan suatu kebetulan Eco membangun ceritanya lewat cerita detektif-kriminal yang penuh dengan tanda- karena dengan cerita yang demikian nalar abduktif dalam model abduktif-detektif, yang seluruh pembahasannya berada di wilayah filsafat. Penalaran abduktif diperkenalkan oleh filsuf Amerika, abad XX, Charles Sanders Peirce dalam teori tandanya. Pada dasarnya teori semiotik yang disuguhkan Eco dalam novelnya adalah upayanya untuk memperlihatkan penerapan semiotik dalam memecahkan pembunuhan yang terjadi dan upaya untuk mengerti pemikiran kaotis abad pertengahan yang otoriter dan statis. _ Kita berpikir dalam tanda_, demikian Peirce mengatakan, dan hanya melalui proses pertandaan, manusia masuk dalam ritme semiosis _ yang menjawab pertanyaan _bagaimana manusia berpikir?_ dan implikasi epistemologisnya dari _ Bagaimana kita mengetahui realitas?_. Upaya untu menjawab pertanyaan _ Bagaimana kita mengetahui realitas?_ adalah pada dasarnya untuk memperlihatkan akar dari tanda. Eco di sini memulai diskusinya dari para filsuf Yunani dan para filsuf abad Pertengahan yang pada dasarnya memulai pertanyaan dengan _ Apakah sebenarnya realitas itu?_ Diskusi ini membawa kita pada persoalan substansi universalisme, nominalisme, dan realisme. Diskusi ini juga memperkenalkan kita pada pemikiran-pemikiran Aristoteles, Ockham, Abelard, dan Bacon. Namun pada diskusi selanjutnya kita mengerti kemudian bahwa Eco bukan saja ingin mempertanyakan _Bagaimana kita mengetahui realitas?_ (lewat perdebatab semiotik) dan _apakah realitas itu?_ (lewat perdebatan filsafat). Eco meneruskan pertanyaannya pada _Apakah realitas itu sendiri ada?_ Bagi Eco sendiri realitas merupakan suatu sistem pertandaan yang mempunyai keterkaitan teks antar teks, di sini Eco sibuk dengan perdebatan-perdebatan Postmodern."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S16186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>