Ditemukan 93851 dokumen yang sesuai dengan query
Mestika Zed, 1955-
Jakarta: LP3ES, 2005
355.095 98 MES g
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Nasution, Abdul Haris, 1918-2000
Jakarta: Seruling Masa, 1970
991.035 5 NAS t I
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Nasution, Abdul Haris, 1918-2000
Jakarta: Seruling Masa, 1971
991.035 5 NAS t
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Nasution, Abdul Haris, 1918-2000
Jakarta: Seruling Masa, 1968
355.0991 NAS t
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Nasution, Abdul Haris, 1918-2000
"Buku ini ditulis pada masa liberalisme, pada masa itu diakhiri dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Namun buku TNI tersebut sama sekali tidak mengalami perubahan isi, karena titik tolak, titik pandangan dan kewajiban serta tujuan ABRI/TNI yang digambarkan pengarang adalah atas dasar Pancasila -- UUD 1945. Dalam buku TNI II ini dimuat pula hal-hal agar pembaca dapat mengerti urutan kejadian dari perang kemerdekaan pertama, persiapan dalam menghadapi perang kemerdekaan kedua dan penumpasan pemberontakan PKI - Madiun (1948)."
Djakarta: Seruling Masa, 1968
K 355.009 598 NAS t
Buku Klasik Universitas Indonesia Library
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5479
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ajeng Putri Pratiwi
"
ABSTRAKKekuatan Jepang yang semula ofensif menjadi defensif di wilayah Pasifik, kekalahan Jepang oleh tentara Sekutu yang terjadi berturut-turut pada perang Pasifik mengakibatkan berkurangnya kekuatan militer Jepang. Hal tersebut menyebabkan Jepang membutuhkan tentara bantuan dari wilayah jajahannya termasuk Indonesia. Untuk Indonesia, Pada tanggal 3 Oktober 1943 melalui Undang-undang Bala Tentara Jepang atau Osamu Seirei, Jepang membentuk dan melatih Tentara Peta atau Tentara Sukarela Pembela Tanah Air. Pembentukan Peta dan pelatihan militer merupakan cita-cita bangsa Indonesia untuk membela tanah air dan mempercepat kemerdekaan. Sedangkan, Tujuan Jepang membentuk Tentara Peta semula untuk menambah kekuatan militer Jepang jika sekutu mendarat di Indonesia. Namun, pada akhirnya Tentara Peta berbalik melakukan perlawanan terhadap Jepang dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Karena menerima bantuan Jepang dalam bentuk pelatihan militer bukan berarti berkolaborasi untuk melawan Sekutu memenangkan perang Pasifik. Selanjutnya mantan prajurit Peta bergabung dan mayoritas menjadi pemimpin BKR Badan Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi cikal bakal pertahanan militer Indonesia sebagai Tentara Nasional Indonesia.
ABSTRACTDue to the originally offensive Japanese strength that became defensive in the Pacific region, also with their defeat against allied forces which occurred respectively in the Pacific War, Japan reduced their own military strength. It causes the Japanese army needed help for additional human resources from their own colonized territory including Indonesia. For Indonesia, on October 3, 1943 through the legislation of Japanese army or Osamu Seirei, Japan established and trained Peta Army or Tentara Sukarela Pembela Tanah Air homeland defense soldier . For Indonesia, the military training establishment and peta army represents the nation rsquo s aim to defend the homeland and accelerate for independence. Whereas, the Japanese original goal of forming Peta army was to increase the strength of the Japanese military to get set whenever the allies landed in Indonesia. But in the end, the Peta Army turned out to fight and set a war against Japan and strived for the independence. Receiving Japanese aid in the form of military training did not mean collaborating for allies to win Pacific War. Furthermore, the ex member of Peta army joined and became a leader of the Badan Keamanan Rakyat Citizenry Security Agencies who later became the forerunner of the military defense of Indonesia as the Indonesia National Army."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Agus Subagyo
"Sumatra merupakan habitat bagi tujuh spesies Felidae. Ancaman utama terhadap Felidae di Sumatra adalah hilangnya habitat dan perburuan liar. Data ekologi dan dukungan masyarakat sekitar merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan konservasi Felidae di dalam kawasan konservasi. Tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan data ekologi dan mengetahui bagaimana dukungan masyarakat lokal terhadap konservasi Felidae di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Data ekologi meliputi keanekaragaman spesies, kelimpahan relatif, distribusi, pola aktivitas, dan interaksi dikumpulkan dengan memasang perangkap kamera pada area seluas 480 km2 yang dibagi dalam tiga blok sampling. Untuk mengetahui bagaimana dukungan masyarakat lokal terhadap konservasi Felidae, dilakukan wawancara terstruktur terhadap 395 responden yang tinggal di 19 desa sekitar taman nasional. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman spesies Felidae di TNWK lebih rendah dibandingkan dengan survei sebelumnya. Hanya empat spesies Felidae yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorota) dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis). Dua spesies Felidae lainnya yaitu kucing emas (Pardofelis temincki) dan kucing dampak (Prionailurus planiceps) tidak ditemukan. Ekologi keempat spesies Felidae di taman nasional ini secara umum serupa dengan literatur dan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Sumatra. Meskipun pengetahuan masyarakat tentang taman nasional dan Felidae tergolong rendah, namun mereka memiliki persepsi dan sikap yang positif terhadap konservasi Felidae. Data ekologi hasil penelitian ini merupakan masukan yang penting dalam pengelolaan Felidae di TNWK terutama dalam aspek perlindungan, monitoring, dan restorasi habitat. Agar dukungan masyarakat sekitar terhadap konservasi Felidae semakin baik, perlu upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang taman nasional dan Feliade melalui pendidikan konservasi, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dengan mempertimbangkan karakteristik sosial, demografi, dan pengalaman interaksi mereka dengan taman nasional.
Sumatra is home to at least six species of wild felids. Habitat loss and poaching are the main threat to the wild felids in Sumatra. Management strategy based on solid information and local community support are important factors for the success of wild felids conservation. The purposes of this study are to collect ecological data and to reveal local communities support for wild felids conservation in the Way Kambas National Park (WKNP). Ecological data were collected by placing camera traps in an area of 480 km square which is divided into three blocks of sampling. Data of local communities support to wild felids conservation were collected using structured interviews to 395 respondents living in 19 villages around the park. The results showed that wild felids species diversity in this stydy is lower compared to those of previous surveys. Only four wild felids were found in this study i.e., sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae), clouded leopard (Neofelis diardi), marbled cat (Pardofelis marmorota) and leopard cat (Prionailurus bengalensis). Two other species i.e., golden cat (Pardofelis temincki) and flat-headed cat (Prionailurus planiceps) were not found. In general, ecology of the four species of wild felids in this park is in accordance with literature and several earlier studies in Sumatra. Despite the low level of local communitie’s knowledge both on the parks and wild felids, their perception and attitude towards wild felids conservation are positive. Ecological information resulted from this study serve as important input to develop the wild felids management plan especially in terms of species protection, monitoring and habitat restoration. To ehance the local community support toward wild felids conservation, it is essential to improve the level of local community knowledge towards national parks and wild felids conservation through conservation education, socialization, and community empowerment by considering social and demographic characteristics of the local people, including their experience in interacting with the park."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Gultom, Ronald Partogi
"Skripsi ini membahas peran pemerintah dalam penyelesaian kemelut di wilayah pertambangan minyak di Sumatra Utara 1949-1957. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan pemerintah dalam upaya penyelesaian dan memperbaiki wilayah pertambangan ini pasca penandatangan perjanjian KMB. Dimasa setelah penandatanganan persetujuan muncul dua pandangan besar ketika itu, yakni yang pro-nasionalisasi dengan yang pro-pengembalian. Sejak saat itulah status wilayah pertambangan ini menjadi kemelut dan timbul berbagai konflik di wilayah pertambangan ini.
Di masa parlementer, setiap kabinet mengeluarkan berbagai kebijakan guna mengatasi permasalahan di wilayah pertambangan. Akan tetapi berbagai kebijakan yang diterapkan tidak berkelanjutan, hal ini menyebabkan masalah pertambangan tidak kunjung usai dan menjadi terkatung-katung. Pergantian kabinet nantinya juga mempengaruhi timbulnya konflik diantara kalangan pegawai tambang.
Untuk mengakhiri ini semua, maka setelah dibatalkannya perjanjian dalam KMB, pemerintah memutuskan untuk tidak mengembalikan tambang ini kembali kepada Shell dan memilih untuk mengelolanya sendiri, yang kemudian diserahkan kepada Militer. Dengan pengangkatan militer ini, kemelut di wilayah pertambangan ini dapat segera di atasi, dan keberhasilan yang dicapai adalah dengan pendirian PT. ETMSU. Para pemimpin daerah turut dilibatkan dalam jajaran direksi sebagai jawaban dari tuntutan mereka terkait penyelesaian masalah di wilayah pertambangan ini. Pada tanggal 10 Desember 1957, dikeluarkanlah akta pendirian PT PERMINA yang sebelumnya adalah PT ETMSU. Sejak penetapan ini secara resmi Bangsa Indonesia memiliki maskapai perusahaan minyak sendiri.
This undergraduate thesis analyzes the role of the Government in the solution of the oil crisis in the mining area of Northern Sumatra, 1949-1957. The objective of this study is to show the actions of the Government in effort to improve the area of mining settlement and subsequent to the signing of this agreement in the Round Table Conference. Two perspectives appears after tihe signing of the agreement, the pro-nationalization and the pro-reembolso perspective. Since then the situation of the mining region is in the chaos and conflictive.During parliamentary era, Cabinet of Ministers issues variety of policies to address problems in mining areas. Nevertheless, various policies that applied are not sustainable, it caused problems and a drift of production proceeds. Replacement of the Cabinet would also affect the frequency of conflicts between mine worker later on.The government decided not to return the field back to Shell and choose to manage it themselves, yet they handed it over to the military to bring the problem to an end, after the cancellation of the deal in the Round Table. As the government appointed the military, the chaos in the mining area can be quickly resolved, and the success achievement is by establishing PT. ETMSU. Local leaders involved in the board of directors in response to their demands associated with solving problems in mining areas. On December 10, 1957, The Act of Formed certificate formerly PT PERMINA is PT ETMSU was issued. Since this designation The Indonesian Republic officially announce their own airlines oil copmpany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S498
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Semiarto Aji Purwanto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library