Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9661 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Newbury Park: Sage Publications , 1991
306.361 5 GEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mayes, Pat
London : Longman, 1986
305.309 MAY g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Ruth
"Ketidakadilan gender pada perempuan dan laki-laki sering terjadi di masyarakat. Ketidakadilan gender ini juga terjadi terhadap perempuan Papua dalam novel Isinga. Hal ini disebabkan karena budaya Papua yang menganut budaya patriarki. Bentukbentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel ini, yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban ganda. Kelima ketidakadilan gender tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Dari kelima ketidakadilan gender tersebut yang paling mendominasi adalah beban ganda dan kekerasan.

Gender inequality in women and men often occurs in community. Gender inequality also happens to women in Papua, as told in the novel Isinga. This is due to the patriarchal culture being adopted in Papuan culture. Types of gender inequality that can be found in this novel are marginalization, subordination, stereotype, violence, and double burden. All five of them are correlated with each other. The most pronounce gender inequality being double burden and violence."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eviota, Elizabeth Uy.
London: Zed Books, 1992
331.120 42 EVI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Scanzoni, Letha Dawson
New York: McGraw-Hill, 1981
306.8 SCA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wolf, Diane Lauren
London: University of California Press, 1992
331.4 WOL f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thousand Oaks: Sage Publications, 1999
R 306.3615 HAN
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Yose Daniel
"Konflik pekerjaan-keluarga merupakan konflik antar-peran seseorang di keluarga dan/atau pekerjaan yang dapat mengakibatkan penurunan performa hingga depresi. Petugas sampah Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur rentan mengalami konflik dengan bekerja hingga 8 jam sehari atau lebih dari 40 jam/minggu. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan lama kerja objektif dan masa kerja terhadap terjadinya konflik pekerjaan-keluarga pada Petugas Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur. Penelitian cross sectional dilakukan pada 61 petugas sampah di Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur melalui consecutive sampling dimana responden mengisi kuesioner konflik pekerjaan-keluarga untuk menentukan adanya konflik pekerjaan-keluarga pada subjek. Uji chi square dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara lama kerja objektif dan masa kerja dengan konflik pekerjaan-keluarga. Rata-rata lama kerja objektif pekerja yaitu 49,31 jam/minggu dan masa kerja 7 tahun. Prevalensi konflik pekerjaan-keluarga 29,5%. Pekerja dengan lama kerja objektif ≥ 49,5 jam/minggu mengalami kejadian konflik pekerjaan-keluarga lebih tinggi dibanding dengan lama kerja objektif ≤ 49,5 jam/minggu (p=0,015; OR 6,667; CI 95% 1,45 – 30,75). Masa kerja di bawah atau di atas 7 tahun tidak berhubungan bermakna dengan terjadinya konflik pekerjaan-keluarga (p=0,757; OR 0,74; CI 95% 0,2 – 2,7)
.Work-family conflict is an inter-role conflict on a person where either family interferes with work or work interferes family which in turn can cause performance decrement and depression due to the problems occuring. Trashbin crews at Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur work for 8 hours daily up to 40 hours/week which makes them vulnerable to work-family conflict. The aim of this study is to observe the interaction between working hours and organisational tenure to the occurrence of work-family conflict in trashbin crew at Dinas Lingkunan Hidup Jakarta Timur. This study uses 61 sample of trashbin crew using consecutive sampling by asking the respondent to fill out the work-family conflict questionnaire to determine the presence of work-family conflict in a subject. Chi-square test is used to find out the correlation between working hours and organisational tenure with work-family conflict. Mean of working hours of sample is 49,31 hours/week and organisational tenure of 7 years. Crew with working hours more than 49,5 hours/week experienced more work-family conflict than those who works less(p=0,015; OR 6,667; CI 95% 1,45 – 30,75). Organisational tenure above or below 7 years have no significant relation with the occurrence of work-family conflict (p=0,757; OR 0,74; CI 95% 0,2 – 2,7)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book brings together three decades of research by Albert J. Mills and his colleagues on the gendering of airline cultures over time. Inspired by feminist theory and drawing largely on archival research, it traces the way that gender discrimination develops, takes hold and changes in the formation of organizational cultures."
United Kingdom: Emerald, 2017
e20469548
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Indra Melani
"Pelecehan seksual diartikan sebagai perhatian atau tindakan seksual yang tidak diinginkan, yang dilakukan oleh orang lain dan menyebabkan ketidaknyamanan dan atau mengganggu pekerjaan. Akhir-akhir ini, pelecehan seksual telah menjadi salah satu fenomena yang sering terjadi di dunia kerja. Di dalam dunia kerja, pelaku kerja diharapkan untuk bersikap dan bertingkah laku profesional, tetapi pelecehan seksual, yang merupakan tindakan yang sangat tidak profesional, tetapi tetap saja terjadi. Akibat yang disebabkan oleh pelecehan seksual sangat merugikan bagi yang mengalaminya, baik secara psikologis maupun fisik, dan juga bagi perusahaan itu sendiri. Pelecehan seksual sendiri terdiri dari lima level bentuk pelecehan seksual, dimana setiap level memiliki karakteristik dan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Lima level tersebut adalah gender harassment (level 1), seduction (level 2), sexual bribery (level 3), sexual threat (level 4) dan sexual imposition (level 5).
Dalam kenyataannya, pelecehan seksual banyak dilakukan oleh pria terhadap wanita. Berdasarkan hasil survey, para pria yang melakukan tindakan pelecehan seksual, dimotivasi oleh alasan sepele, seperti menghangatkan suasana, bercanda dan sebagainya. Sementara itu, para wanita yang pada umumnya menjadi korban, merasa bahwa tindakan tersebut sangat melecehkan mereka. Kedua pendapat diatas, merupakan hal yang bertentangan dan menimbulkan dugaaan bahwa ada perbedaan pandangan terhadap tingkah Iaku yang dianggap pelecehan seksual antara pria dan wanita.
Salah satu kondisi yang mempengaruhi terjadinya pelecehan seksual adalah faktor sosial budaya, yaitu adanya sistem patriakal yang berlaku dalam masyarakat. Sistem ini berkembang karena adanya pembedaan peran jenis kelamin antara pria dan wanita sejak Iahir. Adanya pembedaan peran jenis kelamin yang diterapkan sejak Iahir ini, menyebabkan terjadinya stereotipe peran jenis kelamin, yang menjadi pola berpikir dan tingkah laku yang dipegang oleh masyarakat dan diterapkan dalam semua bidang kehidupan, termasuk pekerjaan. Hal ini mendorong terjadinya sex role spillover atau terbawanya peran jenis kelamin seseorang ke tempat kerja, dimana hal tersebut kurang sesuai untuk diterapkan dalam pekerjaan. Hal ini mendukung terjadinya pelecehan seksual di tempat kerja.
Adanya pembedaan peran jenis kelamin menyebabkan proses belajar dan perkembangan yang berbeda antara pria dan wanita. Stereotipe jenis kelamin mempengaruhi proses informasi dan tingkah laku serta bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Proses informasi dan tingkah laku individu didapat melalui proses persepsi, dimana dalam proses ini individu rnengorganisasikan, menginterpretsi dan memberi arti terhadap informasi yang diterima dari lingkungannya. Jadi adanya pembedaan jenis kelamin antara pria dan wanita mempengaruhi persepsi mereka tentang hal-hal yang menyangkut peran jenis kelamin, termasuk pelecehan seksual ini. Melalui persepsi, dapat terlihat gambaran mengenai tingkah laku pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja. Dalam hal ini, tingkah laku seperti apa saja yang dapat dikatakan pelecehan seksual. Jadi penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan persepsi antara pria dan wanita bekerja terhadap tingkah laku pelecehan seksual di tempat kerja.
Subyek yang dipilih dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang bekerja di perusahaan swasta, sudah bekerja pada perusahaan lersebut minimal setahun dan berpendidikan minimal D3. Subyek diambil melalui metode non-probability, dengan teknik incidental sampling, sebanyak 90 subyek pria dan 90 subyek wanita. Melihat tujuan dan subyek penelitian, maka penelitian ini berbentuk deskriptif. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat yang mengukur persepsi terhadap pelecehan seksual di tempat kerja. Alat ini diadaptasi dari SEQ (Sexual Experiences Questionnaire), alat yang dikembangkan oleh Fitzgerald dan Shullman berdasarkan lima level yang diajukan oleh Till. Alat ini terdiri dari 41 bentuk tingkah laku yang diperinci dari lima level tersebut, dan kemudian diberi skala model Likerl dari satu sampai dengan tujuh, yang berani dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju, untuk menilai tingkat persepsi subyek dalam mempersepsikan apakan tingkah laku tersebut dapat dikatakan pelecehan seksual di tempat kerja. Metode pengolahan data yang digunakan untuk menjawab pemasalahan dari penelitian ini adalah dengan t-test pada los .O5, untuk melihat signifikansi perbedaan antara pria dan wanita.
Dari penelitian ini, didapatkan hasil yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita bekerja dalam mempersepsi pelecehan seksual di tempat kerja. Secara terperinci didapat bahwa, ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita bekerja dalam mempersepsi level 1 (gender harassment) dan level 2 (seduction) clari pelecehan seksual di tempat kerja. Namun demikian, tidak dilemukan perbedaan yang signifikan antara pria dan wanila bekerja dalam mempersepsi level 3 (sexual bribery), level 4 (sexual threat) dan level 5 (sexual imposition) dari pelecehan seksual di tempat kerja. Selain itu, dari penelitian ini juga didapatkan bahwa urutan level dari pelecehan seksual mulai dari yang rendah sampai yang tinggi adalah level 1(gender harassment), level 2 (seduction), level 3 (sexual bribery), level 5 (sexual imposition) dan level 4 (sexual threat)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>