Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146759 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Ani Iryani
"Kualitas udara di wilayah industri pada umumnya menunjukkan kecenderungan meningkatnya polusi yang disebabkan adanya emisi gas dari aktivitas industri dan transportasi. Jenis dan jumlah emisi atau pencemar udara bergantung pada jenis dan atau jumlah industri yang ada di wilayah itu. Pada umumnya pencemar udara yang berasal dari industri dan transportasi berupa partikel debu dan gas-gas seperti oksida nitrogen (NOx), oksida belerang (SOx), karbonmonoksida (CO), dan hidrokarbon (HC).
Emisi gas dari udara dapat langsung masuk ke badan air atau terbawa oleh air hujan dan meresap melalui tanah ke badan air. Gas-gas buang yang mengandung oksida nitrogen dan oksida sulfur (NOx dan SOx) dapat bereaksi dengan molekul-molekul air di udara membentuk asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) kemudian turun ke bumi sebagai hujan asam. Melalui sistem rembesan dalam tanah (ground wafer cycle), hujan asam ini berpengaruh terhadap kualitas air sumur.
Daerah Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dengan luas wilayah 36,42 km2 merupakan contoh wilayah industri yang padat transportasi dan banyak aktivitas industrinya. Terdapat lebih dari 13.748 kendaraan bermotor dan 228 industri berskala besar dan sedang yang ada di Kecamatan Cibinong-Citeureup dan Gunung Putri (BPS Kab. Bogor, 2000). Jenis industri yang ada meliputi industri rumah tangga, farmasi dan obat-obatan, tekstil, kimia, otomotif, dan semen.
Berdasarkan data sebelumnya (tahun 1999), pH rata-rata air hujan di wilayah Cibinong-Citeureup adalah 5,07. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi hujan asam di wilayah tersebut. Kualitas air sumur penduduk di wilayah Cibinong-Citeureup juga rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diperoleh data bahwa pH rata-rata air sumur di wilayah Cibinong-Citeureup 5,09 (tahun 1995) dan turun menjadi 4,63 pada tahun 1999.
Untuk mengetahui apakah kualitas udara berpengaruh pada kualitas air hujan dan apakah kualitas air hujan memang berpengaruh pada kualitas air sumur, maka dilakukan penelitian dengan mengukur parameter-parameter kunci. Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengetahui kualitas air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dan wilayah pembanding, dengan mengukur konsentrasi ion nitrat (NO3-), ion sulfat (S042 ), dan keasaman (pH);
(b) mengetahui kualitas air sumur penduduk wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dan wilayah pembanding, dengan mengukur konsentrasi ion nitrat (NO3-), ion sulfat (SO42), keasaman (pH), logam Fe, dan kesadahan/CaCO3;
(c) mengetahui hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur; dan (d) mengetahui pengaruh pencemaran udara yang berasal dari kualitas air hujan terhadap kualitas air sumur.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat: (a) memberikan informasi mengenai kualitas air hujan dan air sumur di wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri terutama kepada PEMDA setempat, industri yang mencemari, dan masyarakat/penduduk di wilayah itu; (b) memberikan informasi mengenai bahaya pencemaran terhadap badan air terutama air sumur yang digunakan untuk keperluan rumah tangga kepada masyarakat/penduduk di wilayah penelitian, serta memberikan solusi untuk pengolahan air agar dapat dipakai untuk air minum.
Hipotesis yang diajukan adalah: (a) terdapat perbedaan kualitas air hujan dari wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dengan wilayah pembanding; (b) terdapat perbedaan kualitas air sumur penduduk dari wilayah industri Cibinong Citeureup-Gunung Putri dengan wilayah pembanding, dan (c) terdapat hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur.
Penelitian dilakukan dengan metode survei dan expost facto, dimana sampel air hujan diambil dari 14 titik lokasi penelitian dan air sumur diambil dari sumur-sumur penduduk yang berada pada lokasi yang sama dengan pengambilan air hujan.
Parameter pH (derajat keasaman), daya hantar listrik (DHL), dan Total Dissolved Solids/total padatan terlarut (TDS) diukur langsung di lapangan, sedangkan pengukuran konsentrasi N03 (nitrat), S042 (sulfat), logam Fe (besi), dan kesadahan (CaCO3) dilakukan di Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA-Universitas Pakuan Bogor.
Data penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan dan di laboratorium. Data sekunder diperoleh dari penelitian sebelumnya, studi pustaka, instansi terkait, dan dari sumber-sumber lain. Data primer dan sekunder ini kemudian dianalisis secara deskrptif dan dilakukan uji statistik Two-Independent-samples Test untuk menguji perbedaan kualitas air hujan dan air sumur di wilayah industri dan wilayah pembanding, dan uji Bivariate correlation, utuk melihat hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
(a)Air hujan untuk wilayah industri mempunyai nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 4,47; kadar nitrat (NO3) 3,3302 mg/L; sulfat (SO42) 3,5806 mg/L, sedangkan untuk wilayah pembanding, nilai rata-rata derajat keasaman (pH) adalah 6,13; kadar nitrat (NO3) 0,0283 mg/L dan sulfat (SO42-) 0,0079 mg/L. Jadi pada tingkat kepercayaan 95% secara statistik diperoleh nilai Z hitung (-2,58 untuk pH, -2,575 untuk S042-, dan -2,569 untuk N03), sehingga terdapat perbedaan kualitas air hujan dari wilayah industri dengan wilayah pembanding untuk parameter derajat keasaman (pH), kadar nitrat (NO3), dan sulfat (SO42-);
Air sumur penduduk di wilayah industri mempunyai nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 4,11; kadar nitrat (NO3-) 6,19 mg/L; sulfat (SO42) 5,44 mg/L, besi (Fe) 0,27 mg/L, dan kesadahan (CaCO3) 30,10 mg/L sedangkan untuk wilayah pembanding, nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 6,70; kadar nitral (NO3-) 0,4011 mg/L; sulfat (SO42) 1,6599 mg/L, besi (Fe) 0,3508 mg/L, dan kesadahan (CaCO3) 34,30 mg/L. Jadi pada tingkat kepercayaan 95% secara statistik diperoleh nilai Z hitung (-2,569 untuk pH, -2,260 untuk S042-, -2,569 untuk N03, -0,584 untuk Fe dan -0,857 untuk Ca C03), maka terdapat perbedaan kualitas air sumur penduduk dan wilayah industri dengan wilayah pembanding untuk parameter derajat keasaman (pH), kadar nitrat (NO3-), dan sulfat (S042), tetapi tidak terdapat perbedaan untuk parameter kandungan besi (Fe) dan kesadahan (CaCO3);(c} Nilai koefisien korelasi (r) antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) adalah sebesar -0,976. Jadi terdapat hubungan negatif yang cukup erat antara pH dengan konsentrasi besi (Fe) dalam air sumur. Makin rendah pH (makin asam), konsentrasi besi makin tinggi.
Jadi kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: Pencemaran udara yang berasal dari air hujan berpengaruh terhadap kualitas air sumur.
Selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian lanjutan untuk menentukan besarnya persentase distribusi dari sumber bahan pencemar (industri/pertanian), kepadatan penduduk, jenis/kondisi tanah dan akibat yang berpengaruh terhadap kualitas air sumur. Hal ini penting untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas air sumur dan menentukan prioritas dalam pengendalian pencemaran air sumur. Untuk sumur-sumur yang mempunyai derajat keasaman tinggi (nilai pH rendah), maka untuk menaikkan nilai pH bisa diberikan CaO (kapur). Hal ini pemah diteliti sebelumnya dimana untuk menaikkan pH satu liter air sumur dari 5,732 menjadi 7,00 (pH netral), jumlah CaO yang diperlukan adalah 0,0204 gram.

The Influence of Air Pollution To The Quality Of Well Water(Case Study: Well Water Used by Population of the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri Industrial Districts)Generally, the air quality in the industrial districts indicates the increase of pollution due to the existence of gas emission coming from industrial and transportation activities. The type and the number of emission or air pollutant will depend on the type and or the quantity of industries located in respective district. In general, air pollutant which comes from industry and transportation consists of dust particles and gasses such as nitrogen oxides (NOx), sulfur oxides (SOx), carbon monoxide (CO), and hydrocarbons (HC).
Gas emission from the air could directly come to the body of water or be brought by rainwater and then absorbed to the body of water through the ground. The exhausts that contain nitrogen oxides and sulfur oxides (NOx and SOx) could react with water molecules in the air to form sulfuric acid (H2SO4) as well as nitric acid (HNO3), afterwards they fall to earth as an acid rain. Through the ground water cycle system, this acid rain influences the quality of well water.
The Cibinong-Citeureup-Gunung Putri districts with area of 36.47 km2 are the example of industrial districts that have massive transportation and have many industrial activities. There are more than 13,748 motor vehicles and 228 large as well as medium scale industries which are located in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri sub-districts (BPS [Central Bureau of Statistics] of Bogor Regency, year 2000). The industries available are including household, pharmaceutical and medicines, textile, chemical, automotive, and cement industries.
Base on previous data year of 1999, the average of the acidity (pH) of rainwater in Cibinong-Citeureup districts was 5.07. This indicates that there has been an acid rain occurred on these districts. The quality of well water used by population of Cibinong-Citeureup becomes worst. Based on the previous research, the average of acidity (pH) of well water in the Cibinong-Citeureup districts was 5.09 (year 1995) and it decreased to 4.53 in 1999. In order to find out whether the air quality gives influence to the quality of rainwater and whether the quality of rainwater really gives influence to the well water, a research it needed by measuring the key parameters.
This research has purposes to: (a) find out the quality of rainwater in the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts as well as in the reference district by measuring the concentration of nitrate ion (NO3-), sulfate ion (SO42'), and acidity (pH); (b) find out the quality of well water used by population in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts as well as the quality of well water in the reference district by measuring the concentration of nitrate ion (N03), sulfate ion (SO42-), acidity (pH), Fe metal, and hardnesslCaCO3; (c) to find out the corelation between degree of acidity (pH) and concentration of iron metal (Fe) in the well water; and (d) to find out the influence of air pollution which comes from the quality of rainwater to the quality of well water.
The output of research hopefully could: (a) gives information about the quality of rainwater and the quality of well water in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts to the respective local government (PENIDA), all industries who tend to create pollution as well as society / population of those districts; (b) gives information to the society / population in the research location regarding the danger of pollution to the body of water, mainly the domestic well water, and also gives a solution about the treatment for the water that would use as a drinking water.
The proposed hypothesis was: (a) there is difference between the quality of rainwater in the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts and that of the reference district; (b) there is difference between the quality well water of population in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts and that of the reference district; (c) there is a correlation between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) in the well water.
Research is carried out by using a survey and ex post facto methods where the samples of rainwater were collected from 14 research locations, while sample of well water were collected from the residential wells at the same location whit that of samples of rainwater were collected.
Degree of acidity (pH), electric conductivity (DHL), and total dissolved solids (TDS) parameters were measured directly on the spot, while concentration of N03 (nitrate), SO4 (sulfate), Fe (iron), and hardness (CaCO3) were analyzed at the Laboratory of Chemical, Faculty of Mathematics and Natural Sciences (MlPA) University of Pakuan, Bogor. Research data consist of primary and secondary data. Primary data were obtained by direct measurement on the spot and at the laboratory. Secondary data were obtained from previous research, bibliography (references), related institutes, as well as other sources of information. These primary .and secondary data were, then analyzed descriptively and statistically with Two-Independent-Samples Test to examine the difference of rainwater and well water quality in the industrial districts and the reference district. One more test called Bivariate Correlation is done in order to see the correlation between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) in the well water.
Research conclusions were:
(a) Rainwater in the industrial districts has average value of acidity degree (pH) of 4.47; nitrate (NO3-) content of 3.3302 mg/L; sulfate (SO42-) content of 3.5806 mg/L, while rainwater in the reference district has the average value of acidity degree (pH) of 6.13; nitrate (NO3) content of 0.0283 mg/L and sulfate (SO42-) content of 0,0079 mg1L. Thus, at 95% level of confidence, statistically it was obtained the calculated Z value (-2.58 for pH, -2.575 for S042-, and -2.569 for N03-), so that there was a difference between the quality of rainwater in the industrial districts and that the reference district for the parameter of degree of acidity (pH), nitrate (NO3-), and sulfate (SO42') content;
(b)Well water used by population of the industrial districts has average value of acidity degree (pH) of 4.11; nitrate (NO3') content of 6.19 mg/L; sulfate (50422') content of 5.44 mg/L,; iron (Fe) content of 0.27 mg/L; and hardness (CaCO3) of 30.10 mg/L, while well water in the reference district has the average value of acidity degree (pH) of 6.70; nitrate (NO3-) of 0.3508 mg/L; and hardness (CaCO3) of 4.30 mg/L. Thus, at 95% level of confidence, statistically it was obtained the calculated Z value (-2.569 for pH, -2.260 for 5042-, -2.569 for NC3-, -0.584 for Fe and -0.857 for CaCO3). So that there was a difference between the quality of well water of the industrial districts and that of the reference district for the parameter of degree of acidity (pH), nitrate (NO3-) content and sulfate (SC42..) content, but there is no significant difference for the parameter of iron (Fe) content and hardness (CaCO3);
(c) the value of correlation coefficient (r) between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) is -0.976. Hence, there is a close negative correlation between pH and concentration of iron (Fe) in the well water. The lower (the more acid) the pH, the higher the concentration of iron (Fe).
The general conclusion of this research is: Air pollution which come from rainwater affected to the quality of well water. For the next step, it is suggested to conduct a further research to determine the distribution percentage of the source of pollutant materials (industry/agriculture), population density, type/condition of soil and aquifer that influence to the quality of well water. This is important to be done to find out the most influencing factor to the quality of well water, and to determine the priority in reference ling the well water pollution. To increase the pH value for the wells that have high degree of acidity (low pH value), it could be added with CaO (quick lime). It has been examined previously, where 0,0204 gram of CaO was needed to increase the pH of one liter of well water from 5.732 to 7.00 (neutral pH)."
2002
T3039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devianty Moeshar
"Adanya kadmium dalam air yang digunakan sebagai sumber air minum akan menimbulkan gangguan kesehatan. Kadmium bersifat kumulatif di dalam tubuh sehingga masuknya cadmium ke dalam tubuh walaupun dalam dosis yang rendah dapat menyebabkan tingginga kandungan kadmium dalam tubuh. Pada konsentrasi tertentu akhirnya akan menyebabkan gangguan kesehatan khususnya gangguan fungsi tubular ginjal. Critical organ pada pemajanan yang lama dengan konsentrasi rendah adalah ginjal. Ini dapat dilihat dari studi-studi yang pernah dilakukan di beberapa negara. Sebuah studi pada tikus dimana kadmium chloride di berikan dalam air minum sefama 12 bulan menunjukkan retensi pada ginjal dan liver kurang dan 1 % total kadmium yang dimakan (Decker et al., 1978). Dan studi-studi epidemiologi yang dilakukan oleh Japanese Kadmium Research Commitee Japanese Environmental Agency di 8 Provinsi, dari tahun 1976-1984, dinyatakan bahwa polusi kadmium di lingkungan berhubungan dengan adanya disfungsi tubular ginjal bagian proksimal. Selain itu studi yang dilakukan di Belgium tahun 1979, tidak membuktikan hipotesa yang menyatakan bahwa polusi kadmium di lingkungan mempengaruhi fungsi ginjal, keliru ataupun tidak benar. Penelitian yang dilakukan oleh Barltrop & Strechlow di desa Shipham di Inggris tahun 1982. menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0.03) antara konsentrasi kadmium dalam urine dari penduduk yang daerahnya terpajan kadmium dengan konsentrasi kadmium dalam urine dari penduduk yang daerahnya tidak terpajan kadmium.
Di DKI Jakarta, sebagian rnasyarakat kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari karena di beberapa wilayah air tanahnya sudah tercemar baik oleh limbah rumah tangga maupun limbah industri. Data tahun 1995 yang terdapat dalam Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta menunjukkan bahwa sekitar 54 % rnasyarakat DKI masih menggunakan air minum dari sumur pompa atau sumur biasa yang berarti menggunakan sumber air tanah dangkal. Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta (KP2L) dengan teratur melaksanakan kegiatan pemantauan kualitas air tanah dangkal.
Lokasi pemantauan ditentukan secara acak dan diutamakan daerah-daerah yang belum memperoieh pelayanan PDAM. Hasil pemantauan tahun 1995/1996, separuh dari kelurahan yang dipantau di wilayah Jakarta Pusat, konsentrasi kadmium dalam air tanah melebihi baku mutu yang ditetapkan sesuai peruntukkannya dalam Permenkes No.416 tahun 1990, sedang di wilayah lain hanya pada satu atau dua kelurahan saja yang kadmiumnya melebihi baku mutu yang ditetapkan. Baku mutu yang ditetapkan adalah 0.005 ppm sedangkan konsentrasi kadmium dalam sumber air minum di kelurahan-kelurahan yang dipantau berkisar dari 0.006 ppm sampai dengan 0.830 ppm."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Mochamad Ramdhany
"Pemanfaatan air tanah oleh penduduk wilayah Bandung saat ini masih penting dan utama. Cara umum pengambilannya adalah dengan sumur bor atau sumur gali. Tetapi wilayah-wilayah pemukiman padat di Bandung menghadapi kecenderungan gangguan terhadap kualitas air tanah dan Iimbah domestik yang tinggi, karena tidak memiliki sistem sanitasi dan pengolah ekskreta yang baik dan terintegrasi (Komunal).
Wilayah Desa Citeureup dengan kepadatan penduduk 82 jiwa/ha pada tahun 2003, berada di sekitar sempadan Sungai Cikapundung hilir yang tercemar oleh limbah cair domestik hasil kegiatan manusia berupa sampah dan Iimbah tinja. Sumur-sumur air tanah masyarakat Desa Citeureup mempunyai risiko tercemar oleh koli-fekal yang merupakan bakteri indikator limbah ekskreta karena beberapa kemungkinan yaitu kondisi lingkungan (hidrogeologi dan sanitasi Iingkungan), dan sosial-budaya yang berkaitan. Ekskreta merupakan pembawa utama bagi penyakit bawaan air sepeti diare berdarah, Cholera, dan sebagainya.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat pencemaran bakteri koli-fekal pada air sumur gall penduduk di wilayah Desa Citeureup yang berada di sekitar sempadan Sungai Cikapundung hilir, kondisi lingkungan (sanitasi dan hidrogeologi), dan kondisi lingkungan sosial yang berhubungan. Hasil kajian diharapkan bermanfaat sebagai masukan untuk pengelolaan Iimbah domestik (sanitasi Iingkungan) dan penyediaan air bersih di wilayah pemukiman yang rawan terhadap pencemaran jenis ini.
Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode yang dipakai adalah metode survei yang dilakukan sebagai benkut:
1. Survei kandungan koli-fekal pada air sumur gall secara purposive sampling dan teknik pengambilan contoh air secara grab sampling.
2. Survei kondisi hidrogeologi dan kondisi unit sumur
3. Survei kondisi sosial yang bersifat kross-seksional tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku sanitasi dan pemeliharaan air
Hasil analisis peta sebaran koli-fekal pada sumur gall dan penampang aliran sistem sungai-air tanah adalah bahwa di wilayah kajian terdapat beberapa pola hubungan aliran air tanah-air sungai, yaitu pola arah aliran air sungai mengisi air tanah, air sungai mengisi dan diisi air tanah, dan pola aliran ke sungai dengan air sungai mengisi air tanah. Tingkat pencemaran koli-fekal telah jauh di atas persyaratan air minum yang ditetapkan pemenntah, yaitu antara 1500-93000 MPNImI. Kondisi yang berhubungan dengan tingkat pencemaran koli-fekal yang tinggi adalah penyerapan koli-fekal dari sungai yang tercemar koli-fekal karena arah aliran air dari sungai ke sistem air tanah, kepadatan tangki septik dan resapan saluran limbah domestik (ekskreta) terbuka pada segmen dengan arah aliran dari air tanah ke sungai. Kondisi bangunan fisik beberapa sumur yang tidak baik menyebabkan pencemaran kolifekal secara vertikal juga terjadi.
Hasil uji statistika deskriptif terhadap aspek sosial yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku penduduk tentang pemeliharan sumber air dan cara sanitasi adalah:
1. Sebaran pengetahuan responden adalah: 33,8% responden berpengetahuan kurang, 38,2% cukup, dan 28,0% baik. Sebaran sikap adalah: 25% responden bersikap kurang, 60,3% cukup. dan 14,7% balk. Sebaran perilaku adalah: 36,8% responden berperilaku kurang, 55,9% cukup, dan 7,3% balk.
2. Hubungan antar subvariabel hanya signifikan antara pengetahuan dengan sikap. Sedangkan perilaku penduduk tentang sanitasi dan pemeliharaan air tidak berhubungan dengan sikap dan pengetahuan.

The use of ground water among Bandung inhabitants is still prevalent. The technigues of drawing groundwater were through dug-wells and artesians. The densely populated settlements in the Bandung at the moment are facing problems about groundwater quality and the big amount of domestic waste, due to the poor sanitary system and management of faeces which are not integrated.
The desa of Citeurep area has a population density of 82 people/ha in the year of 2003, locates at the downstream riverbank of Cikapundung river has been contaminated by domestic waste water as results of public activities. The groundwater wells of the community at desa Citeurep has the risk to be contaminated by coliform bacilli which is the faeces indicator of contamination due to several factors i.e., the factor of environment (hydrogeology and environmental sanitation) as well as behavioral factors. Faeces is the major source of agents of water borne diseases such as diarrhea, cholera etc.
The aim of this study was to identify the level of groundwater contamination due to Fecal-Coli in the dug wells of community in the riverbank of Ckapundung river , desa Citeurep, Bandung and the relations of several factors such as the sanitation and hydrogeological factors as well as socio behavioral factors of community. The results of study hopefully could be benefit as input information to manage the domestic waste/ environmental sanitation and clean water supply in high risk areas in the outskirts of any river.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Mulyana
"Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa sumber air bersih yang banyak digunakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan adalah air tanah dangkal berupa sumur gali (47,40%). Hal ini karena pembuatan sumur gali mudah, murah, dan sederhana. Sumur gali yang baik harus memenuhi syarat kesehatan baik dari segi konstruksi maupun kualitas airnya. Hanya 35,50% sumur gali yang digunakan masyarakat terlindung dalam arti dilengkapi konstruksi, dan hanya 47,75% berjarak lebih dari 10 meter dari jamban.
Untuk mengetahui tingkat risiko pencemaran pada sumur gali, dilakukan surveilans kualitas air melalui kegiatan Inspeksi Sanitasi (IS). Sedangkan untuk mengetahui kualitas bakteriologik air dilakukan pemeriksaan sampel air di laboratorium. Permasalahannya adalah apakah tingkat risiko pencemaran hasil IS sesuai dengan kualitas bakteriologik air sumur gali. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil pengukuran tingkat risiko pencemaran dengan IS dan hasil pemeriksaan bakteriologik pada sumur gali.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi diagnostik, yaitu untuk mengetahui kesesuaian antara hasil pengukuran tingkat risiko pencemaran dengan IS dan hasil pemeriksaan kualitas bakteriologik pada bersih sumur gali. Diharapkan adanya kesesuaian yang baik dengan nilai Kappa antara 0,40 sampai dengan 0,75. Populasi penelitian adalah sumur gali yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rancabungur, Kabupaten Bogor pada tahun 2003 dengan sampel sebanyak 88 yang diambil secara bertingkat di 3 desa (21 RW) di Rancabungur. Data yang dikumpulkan dengan melakukan pengamatan menggunakan formulir IS dan pemeriksaan bakteriologik sampel air sumur gali.
Hasil analisis, menunjukkan bahwa dari 10 variabel IS ada 1 variabel yang tidak reliable, dan tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan tingkat risiko pencemaran, yaitu dinding sumur sedalam 3 meter tidak diplester. Seluruh variabel tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan kelas kualitas bakteriologik. Kesesuaian antara tingkat risiko pencemaran dan kualitas bakteriologik, sangat rendah (Kappa 0,009 untuk 2 katagorik dan Kappa 0.006 untuk 4 katagorik).
Dapat disimpulkan bahwa formulir IS tidak seluruhnya reliable untuk mengukur tingkat risiko pencemaran. Tingkat risiko pencemaran dengan mempergunakan IS tidak dapat dipergunakan untuk dapat menduga kualitas bakteriologik air. Disarankan perlu evaluasi kembali formulir IS dengan memperhatikan variabel apa saja. yang berhubungan dengan kelas kualitas bakteriologhik air, pembobotan yang berbeda untuk masing-masing dan penetapan titik potong untuk menetapkan tingkat risiko dan/atau kualitas bakteriologik air sumur gali. Instrumen IS harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam diteksi dini kualitas air oleh masyarakat.
Daftar Pustaka, 30 (1983 - 2002)

Compatibility Between Measurement Results of Pollution Risk Level from Sanitary Inspection and Bacteriological Assessment Results of Dug-Wells at Puskesmas Rancabungur, Bogor District, 2003The results of National Socio-Economy Survey 2001 indicated that most rural community (47,40%) utilized dug-wells as clean water source, due to low cost, simplicity and not complicated in the construction. A good dug-wells should meet health standard, both in its construction and water quality as well. From 47,40% of dug-wells, it was found that only 35,50% of those possessed complete construction or met health standard. In addition, only 47,75% of those had a 10-meter distance from latrine.
In order to find out pollution risk level of dug-wells, water quality surveillance was conducted through sanitary inspection (SI). Whereas, to find out bacteriological water quality, this study also carried out water sample analysis in the laboratory. The problem of this research tried to find an answer whether pollution risk level from the SI results was compatible with bacteriological quality of dug-wells based on colrfarm number. This research was implemented to find out the compatibility between the measurement results of pollution risk level from the SI and the results of bacteriological analysis of dug-wells.
In the effort to assess compatibility between measurement results of pollution risk level from the SI and the results of bacteriological analysis of dug-wells, research design used diagnostic study with expected Kappa compatibility from 0,40 up to 0,75 and classified as a good grade. The research population was dug-wells which existed in the working area of Puskesmas (health center) Rancabungur, Bogor District in the year 2003. This research used stratified sampling method with a total of 88 samples, taken from 3 villages (21 RW) in Rancabungur. Data were compiled through observation and using the SI forms. In addition to data collection, it also took water samples of dug-wells for bacteriological quality analysis.
Statistical results showed that from 10 variables of the SI only 1 variable was statistically unreliable and not significant with pollution level risk. This variable was the line/wall of dug-wells without 3-meter ring of Ferro-cement. All of the SI variables statistically revealed no significant association with bacteriological quality level. The research also revealed that the compatibility between pollution risk level and water quality class was very low, where Kappa 0,009 for 2 categories and Kappa 0,006 for 4 categories.
Based on the results, it may be concluded that not all of SI forms were reliable to measure pollution risk level. The SI forms could not be used to predict and assess class of bacteriological water quality. Eventually, it is recommended that the utilization of SI forms should be reevaluate with taking into account on certain variables which may potentially influence on bacteriological water quality class. Moreover, every variable should be treated with different weight (score) and a cutting point should be determined to measure pollution risk Level and/or bacteriological water quality of dug-wells. Finally it is expected that the SI can be used as early warning method, particularly for water quality control in the community.
Bibliography, 30 (1983 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alloysius Pamurda Dhika Mahendra
"Mikroplastik merupakan pencemar emerging contaminant yang terdegradasi dari produk plastik tekstil, petroleum, dan peralatan kosmetik dengan ukuran kurang dari 5 mm. Terdapat lebih dari 70.000 pemukiman yang berada di bantaran Sungai Ciliwung di DKI Jakarta yang menggunakan air sungai tersebut sebagai sumber air bersih. Sungai Ciliwung saat ini sudah dapat ditemukan adanya pencemaran mikroplastik yang memberikan dampak adanya paparan terhadap makhluk hidup di sungai. Adapun permasalahannya adalah adanya paparan terhadap 75% ikan kepala timah (Aplocheilus sp.) sebanyak 1,97 partikel per ikan dengan ukuran 300 sampai dengan 500 μm. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis jumlah timbulan dan variabilitas mikroplastik di air dan sedimen Sungai Ciliwung, material komposisi mikroplastik, simulasi fluktuasi pencemaran mikroplastik, dan skenario minimasi mikroplastik pada air Sungai Ciliwung. Metode yang digunakan untuk mengambil sampel air mengikuti SNI dan untuk sampel mikroplastik mengikuti metode NOAA. Prinsip yang digunakan untuk simulasi fluktuasi dan skenario intervensi minimasi adalah kesetimbangan massa. Jika ditinjau dari ketujuh titik yang merepresentasikan Sungai Ciliwung bagian hilir sampai dengan hulu di Provinsi DKI Jakarta, jumlah mikroplastik berada di rentang 320-741 partiklel/L. Untuk bentuk yang mendominasi dapat dianalisis bahwa mayoritas bentuk mikroplastiknya adalah fragmen (97%), diikuti dengan fiber (2.9%) dan pellet (0.1%). Sedangkan pada sedimen, jumlah mikroplastik pada sedimen Sungai Ciliwung berada di rentang 6560-10630 partikel/kg. Pada air saluran drainase, jumlah mikroplastiknya adalah 365-822 partikel/L dengan persentase fragmen sebesari 98% dan fiber 2%. Material penyusun komposisi mikroplastik di air dan sedimen Sungai Ciliwung di antaranya adalah: tencel, PVFM, Polyacetylene, PES, PEI, PEEK, , PVAL, Polivinyl-Pyrrolidone, Polyacrylmide, dan PVB. Pemodelan pencemaran mikroplastik di air Sungai Ciliwung memiliki tingkat akurasi ± 70%. Skenario yang diusulkan untuk meminimasi pencemaran mikroplastik di air Sungai Ciliwung adalah dengan menerapkan revitalisasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Berbasis Pengolahan Air Limbah Sederhana dengan Menerapkan Sistem Wetland dan Corn Straw and Hardwood Biochar Filter dengan persentase minimasi 49-95%.

Microplastics are emerging contaminants that are degraded from textile, petroleum and cosmetic plastic products with a size of less than 5 mm. There are more than 70,000 settlements on the banks of the Ciliwung River in DKI Jakarta that use river water as a source of clean water. The Ciliwung River can now be found microplastic pollution which has an impact on exposure to living things in the river. The problem is exposure to 75% of tinhead fish (Aplocheilus sp.) with as many as 1.97 particles per fish with a size of 300 to 500 μm. The purpose of this study was to analyze the amount of generation and variability of microplastics in the water and sediments of the Ciliwung River, the material composition of microplastics, simulations of fluctuations in microplastic pollution, and scenarios for minimizing microplastics in Ciliwung River water. The method used to take water samples follows SNI and for microplastic samples follows the NOAA method. The principle used for the fluctuation simulation and minimization intervention scenario is mass balance. If viewed from the seven points representing the downstream to upstream Ciliwung River in DKI Jakarta Province, the amount of microplastics is in the range of 320-741 particles/L. For the dominating form, it can be analyzed that the majority of microplastic forms are fragments (97%), followed by fiber (2.9%) and pellets (0.1%). Whereas in sediments, the amount of microplastic in Ciliwung River sediments is in the range of 6560-10630 particles/kg. In drainage water, the number of microplastics is 365-822 particles/L with a fragment percentage of 98% and 2% fiber. The materials that make up the composition of microplastics in the water and sediments of the Ciliwung River include: Tencel, PVFM, Polyacetylene, PES, PEI, PEEK, , PVAL, Polivinyl-Pyrrolidone, Polyacrylmide, and PVB. Modeling microplastic pollution in Ciliwung River water has an accuracy rate of ± 70%. The proposed scenario to minimize microplastic pollution in Ciliwung River water is to implement a revitalization of Child-Friendly Integrated Public Spaces (RPTRA) Based on Simple Wastewater Treatment by Implementing a Wetland System and Corn Straw and Hardwood Biochar Filter with a minimum percentage of 49-95%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Hayu Pratiwi
"Studi-studi terdahulu menyebutkan bahwa TPA atau manajemen pengelolaan sampah yang tidak tertangani dengan baik merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kontaminasi nitrit, nitrat, dan logam berat pada pada air tanah. Sebanyak 70% penduduk Kota Bekasi masih sangat tergantung terhadap penggunaan air tanah, salah satunya adalah penduduk di Kelurahan Sumur Batu yang berbatasan langsung dengan 2 TPA, yaitu TPA Bantar Gebang yang merupakan TPA terbesar di Indonesia dan TPA Sumur Batu. Penelitian ini menganalisis kualitas air tanah Kelurahan Sumur Batu, memetakan sebaran spasial pencemar, dan menganalisis risiko kesehatan yang ditimbulkan dari air tanah yang mungkin telah tercemar nitrit, nitrat, dan logam berat yang digunakan sebagai sumber air minum oleh penduduk. Pengolahan data dilakukan sesuai kelompok usia yaitu usia bayi, usia anak-anak, dan usia dewasa. Hasil penilaian status mutu air di Kelurahan Sumur Batu dengan metode Water Quality Index (WQI) menunjukkan bahwa hanya 41,6% sampel air dari sumur penelitian yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. Pemodelan geostatik menunjukkan tidak ada korelasi antara konsentrasi NO2 dan NO3 pada air tanah di Kelurahan Sumur Batu dengan jarak sumur ke TPA, hal ini mungkin dipengaruhi oleh adanya sumber pencemar lain yang lebih dominan seperti tanki septik yang berjarak < 10 meter dari sumur dan adanya titik-titik pembuangan liar di sekitar rumah warga. Hasil analisis risiko kesehatan menunjukkan adanya risiko non kanker NO2 dari paparan oral pada semua kelompok usia dan risiko kanker oleh paparan oral di kelompok usia dewasa di Kelurahan Sumur Batu. Besarnya potensi pencemaran menjadikan pentingnya monitoring kualitas air tanah secara berkala selama belum ada layanan akses air yang aman dan terjamin di Kelurahan Sumur Batu. Penambahan sumur artesis dengan treatment awal yang sesuai bisa menjadi solusi yang patut dipertimbangkan.

Previous studies state that unproperly managed landfill or waste management that is not handled properly is one of the main causes of nitrite, nitrate and heavy metal contamination in groundwater. In Bekasi City, Indonesia, 70% of the population depend on groundwater for daily use, including the resident of Sumur Batu Village. Sumur Batu Village is located adjacent to 2 landfills, namely the Bantar Gebang landfill which is the largest landfill in Indonesia and Sumur Batu landfill. This research analyzed the groundwater quality of Sumur Batu Village, maping the spatial distribution of pollutants and analyze the health risks of groundwater consumption as drinking water that may have been contaminated by nitrite, nitrate, and heavy metals in Sumur Batu village. Data processing was performed according to age groups: infant, children, and adult. The results of the assessment of water quality status in Sumur Batu Village using the WQI method show that only 41.6% of water samples can be used as raw water for drinking water. Geostatic modeling shows that NO2 and NO3 concentration was not influenced by landfill, this may be influenced by the presence of other dominant pollutant sources such as septic tanks that are <10 meters from well and the presence of illegal waste points around the residents' house. The results of health risk analysis indicate non-cancer risk of NO2 from oral exposure in all age groups in the Sumur Batu Village. A large amount of pollution potential makes the importance of monitoring groundwater quality regularly as long as there is no safe and guaranteed water access service in Sumur Batu Village. The addition of artesian wells with appropriate initial treatment can be a solution worth considering."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Groundwater recharge technology is the effort to reduce execcive surface runoff and to conserve the groundwater as well. However, runoff can disperse the pollutants which then accumulate in water bodies...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>