Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223425 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fivianty Wijaya
"ABSTRAK
Perhatian pada sumber daya manusia mendukung dan mendorong diberikannya
perhatian khusus bagi anak-anak yang berbakat. Anak berbakat adalah mereka yang
karena kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi.
Namun tidak semua anak berbakat dapat berprestasi setara dengan potensinya. Mereka
disebut anak berbakat yang berprestasi kurang (ABPK) atau underachiever, yaitu
seseorang yang berprestasi dibawah taraf kemampuannya. Bahkan di antara mereka
ada yang putus sekolah.
Faktor-faktor penyebab seseorang menjadi ABPK dapat ditinjau dari keadaan
kelas di sekolah, latar belakang lingkungan keluarga, dan kepribadiannya. Pada
karakteristik kepribadiannya, yang paling sering ditemukan adalah anak yang
mempunyai harga diri (self-esteem) yang rendah (Fine & Pitts, 1980, Rimm, 1983,
Whitmore, 1980 dalam Davis & Rimm, 1985). ABPK tidak percaya bahwa dirinya
mampu melaksanakan apa yang diharapkan orang tua dau guru mereka. Berkaitan
dengan hal ini, mereka mempunyai kontrol terhadap diri yang rendah. Bila gagal,
mereka akan menyalahkan kurangnya kemampuan mereka., dan bila berhasil mereka
akan mengatribusikannya sebagai keberuntungan. Berbeda dengan anak berbakat yang
berprestasi (ABP), mereka mempunyai kontrol terhadap diri secara internal. Mereka merasa bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan mereka dan merasa
mampu mengontrol nasib sendiri (Milgrain & Milgram, 1976; Weiner, 1980 dalam
Utami Munandar, 1995).
Weiner dkk (1979) menjelaskan adanya tiga dimensi atribusi kausal yaitu
dimensi fokus (internal-eksternal), dimensi stabilitas (stabil-tidak stabil) dan dimensi
kontrolabilitas (terkontrol-tidak terkontrol). Ia juga menyatakan bahwa harapan
seseorang tentang keadaan yang akan datang dapat ditentukan oleh bagaimana
kestabilan dari atribusi kausal seseorang. Misalnya seseorang gagal dalam suatu ujian.
Bila ia mengatribusikan kegagalannya stabil, maka untuk ujian berikutnya ia akan
memperkirakan gagal lagi. Tetapi bila ia mengatribusikannya kegagalannya tidak stabil,
maka untuk ujian berikutnya ia akan mengharapkan berhasil.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah ?Bagaimana gambaran atribusi kausal
atas keberhasilan dan kegagalan dari anak berbakat yang berprestasi (ABP) dan yang
berprestasi kurang (ABPK) pada SMU Unggulan?"
Dari penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab
permasalahan yaitu Gambaran atribusi kausal atas keberhasilan dari ABP adalah
internal, tidak stabil dan terkontrol. Gambaran atribusi kausal atas keberhasilan dari
ABPK adalah internal, tidak stabil dan terkontrol. Gambaran atribusi kausal atas
kegagalan dari ABP adalah internal, tidak stabil dan terkontrol. Gambaran atribusi
kausal atas kegagalan dari ABPK adalah internal, tidak stabil dan terkontrol. Bila
dilihat kemungkinan penyebab yang dikemukakan Weiner, adalah usaha yang
dilakukan untuk tugas-tugas tertentu. Misalnya, tugas untuk nilai rapor, guru yang
memberi tugas pemarah, ada hukuman yang diberikan dan sebagainya."
1996
S2562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Respati Winedar
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Manurung, Novi Ernalita
"Sekolah, sebagai salah satu Iingkungan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk mengembangkan individu dalam aspek kognitif dan afektif, yang penting sesuai dengan tuntutan masa sekarang ini sebagai masa pembangunan. Salah satu petunjuk bahwa seorang siswa berhasil mengembangkan aspek kognitif dan afektifnya di sekolah adalah prestasinya. Tetapi prestasi belajar siswa inilah yang menjadi masalah dalam jenjang pendidikan SMU. Jenjang pendidikan dimana siswa yang dididik adalah individu usia remaja, yang merupakan usia transisi dimana individu mengalami perubahan baik secara fisik dan psikologis dari anak-anak menjadi dewasa. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang diajarkan di SMU. Ia berperan mempersiapkan siswa masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, menjadi pemikiran yang melandasi semua ilmu pengetahuan dan filsafat.
Salah satu komponen vital di sekolah yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, termasuk prestasi belajar matematika adalah guru, dalam hal ini guru matematika melalui harapannya yang dikomunikasikan dalam tingkahlakunya selama interaksi guru-siswa di dalam kelas. Tingkahlaku guru yang mengindikasikan harapannya terhadap siswa dapat muncul dalam empat kategori, yaitu Umpan Balik, Interaksi Verbal, Interaksi Interpersonal dan Strategi Instruksional yang operasionalisasinya terbagi menjadi 16 jenis tingkahlaku. Tingkahlaku guru matematika menjadi penting untuk diteliti karena dapat menjadi faktor yang meningkatkan sekaligus menghambat siswa untuk menyukai dan berprestasi dalam mata pelajaran matematika. Mengingat besarnya pengaruh tingkahlaku guru tersebut, maka timbul pertanyaan apakah ada perbedaan harapan guru matematika yang dikomunikasikan melalui tingkahlakunya terhadap siswa yang dipersepsi prestasi belajar matematika yang berbeda, antara siswa yang berprestasi belajar matematika tinggi dan berprestasi belajar matematika rendah.
Alasan peneliti untuk rnembatasi penelitian hanya pada siswa SMU karena peneliti melibat bahwa siswa SMU sudah cukup dewasa untuk dapat menangkap dan mengerti harapan guru yang dikomunikasikan melalui tingkahlakunya selama interaksi guru-siswa di dalam kelas. Selain itu, mata pelajaran matematika yang menjadi pelajaran utama di semua jenjang pendidikan, dianggap lebih penting perannya terhadap siswa SMU untuk mempersiapkan siswa masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 24 orang siswa kelas 2 SMU yang diambil dari 2 kelas yang berbeda (27:12) dan 2 orang guru matematika SMU yang diambil dari SMU Negeri 21, Jakarta. Subyek ini untuk tiap-tiap kelas kernudian dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok siswa yang dipersepsi oleh guru memiliki prestasi matematika tinggi dan kelompok siswa yang dipersepsi oleh guru memiliki prestasi matematika rendah. Untuk mengukur perbedaan harapan guru matematika terhadap kedua kelompok siswa tersebut, digunakan metode wawancara guru dan observasi natural perbedaan tingkahlaku guru matematika terhadap siswa yang dipersepsi berprestasi matematika tinggi dan berprestasi matematika rendah. Untuk mengontrol pengaruh inteligensi terhadap prestasi belajar matematika siswa, digunakan tes Advanced Progressive Matrices dari Raven. Analisa terhadap hasil wawancara guru dan observasi di dalam kelas dibagi menjadi 4 macam. Pertama, menghitung reliabilitas observasi dengan menghitung kesepakatan antar pengamat. Kedua, adalah menghitung signifikansi perbedaan tingkah laku masing-masing guru terhadap siswa di kelas yang ia ajar dengan menggunakan metode statistik nonparametrik, tes tanda (sign test). Ketiga adalah analisa terhadap hasil observasi tingkahlaku guru terhadap siswa di dalam kelas yang berbentuk deskripsi hasil observasi dan yang terakhir adalah analisa terhadap hasil wawancara dengan guru berupa harapan guru terhadap prestasi belajar matematika siswa serta tingkahlakunya terhadap siswa selama interaksi guru-siswa di dalam kelas.
Hasil analisa menunjukkan untuk Bapak A, ada perbedaan yang signifikan dalam tingkahlaku 6 (mengajukan pertanyaan kepada siswa), tingkahlaku 10 (berinteraksi dengan siswa di depan umum), tingkahlaku 11 (berinteraksi dengan siswa tidak di depan umum) dan tingkahlaku 14 (mengajarkan strategi belajar yang efektif) terhadap kelompok siswa yang dipersepsi berprestasi matematika tinggi dan berprestasi matematika rendah. Sedangkan tingkahlaku Bapak A tidak berbeda secara signifikan terhadap kedua kelompok tersebut dalam jenis tingkahlaku lainnya. Analisa terhadap Bapak B menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam tingkahlaku 9 (melakukan kontak mata dengan siswa), tingkahlaku 10 (berinteraksi dengan siswa di depan umum), tingkahlaku ll (berinteraksi dengan siswa tidak di depan umum) dan tingkahlaku 16 (mengabaikan untuk memberi bantuan ketika siswa mengerjakan tugas mandiri terhadap kelompok siswa yang dipersepsi berprestasi matematika tinggi dan berprestasi matematika rendah. Sementara itu hasil analisa terhadap hasil wawancara dengan kedua guru ditemukan bahwa untuk Bapak A ada perbedaan harapan terhadap prestasi belajar siswa yang dipersepsi berprestasi matematika tinggi dan berprestasi matematika rendah. Sedangkan Bapak B tidak memiliki harapan yang berbeda terhadap kedua kelompok siswa tersebut.
Untuk penelitian lanjutan disarankan penelitian pada guru dan siswa dengan jumlah yang lebih besar, agar diperoleh gambaran yang lebih kaya lagi. Selain itu dapat pula dilakukan penelitian yang sama dengan membandingkan harapan dari guru yang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda terhadap prestasi belajar siswa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2563
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Besti Erfina
"Penelitian ini dilatarbelakangi dengan semakin bertambahnya jumlah anak jalanan yang berusia remaja yang identik dengan pencarian jati diri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pembentukan konsep diri pada anak jalanan dan siswa SMU yang berusia remaja. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif perbandingan. Populasi pada ppenelitian ini adalah remaja anak jalanan dan siswa SMU. Siswa SMU diambil dari SMU 65 Jakarta Barat, sedangjean anak jalanan yang berusia remaja diambil secara incidental dengan syarat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Jumlah sampel pada penelitian sebanyak 87 orang. Data diperoleh melalui instrument berupa kuisioner yang dibagikan dan diisi oleh setiap responden. Kuisioner dibagi menjadi pertanyaan data demografi dan pertanyaan mengenai konsep diri. Data dianalisa dengan statistic univariat dan bivariat Pengujian ada tidaknya perbedaan dilakukan uji hipotesa dua arah dengan derajat kemaknaan 0.05. hasil hipotesa didapatkan perbedaan yang bermakna. Hal tersebut berarti ada perbedaan konsep diri remaja yang bermakna antara kelompok responden anak jalanan dan siswa SMU yang berusia remaja."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5638
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasiatun Israini
"Individu harus memiliki keterampilan melakukan pemecahan masalah untuk mengatasi masalahnya sehari-hari. Agar dapat melakukan pemecahan masalah secara efektif dan efisien seseorang hams menguasai tingkahlaku-tingkahlaku tertentu yang disebut sebagai tingkah laku inteligetL Pendidikan bertujuan akhir mengajarkan siswa untuk mampu melakukan pemecahan masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Namun saat ini, hasil pendidikan belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan tersebut.
Selama ini metode pengajaran yang paling sering diterapkan adalah metode ceramah Metode ini teibukti kurang efektif untuk meningkatkan keterampilan siswa memecahkan masalaL Oleh karena itu perlu diterapkan metode pengajaran lain yang lebih efektif. Belajar dalam kelompok (belajar secara kolaboratit) yang mengajak siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses belajar diyakim dapat memberikan hasil yang lebih baik. Dalam kegiatan belajar kolaboratif mi tingkah laku inteligen, yang menentukan keterampilan seseorang memecahkan masalah, dapat berkembang lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara kegiatan belajar kolaboratif dengan keterampilan siswa melakukan pemecahan masalah melalui gambaran tingkah laku inteUgen yang tampil selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif. Selain itu, ingin dilihat pula hal-hal yang kiranya beipengamh pada tingkah laku inteligen yang ditampilkan siswa selama berlangsungnya proses kegiatan belajar kolaboratif.
Untuk itu satu kelompok siswa diminta melakukan kolaborasi untuk memecahkan masalah Selama berlangsungnya proses tersebut dilakukan perekaman terhadap percakapan-percakapan yang teijadi antar siswa, Percakapan yang terekam itu kemudian dikategorisasi ke dalam indikator tingkah laku inteligen yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama berlangsungnya kegiatan belajar kolaboratif, tingkah laku inteligen yang paling sering tampil adalah tingkah laku bertanya, mendengar, dan keinginan imtuk mencapai hasil keija yang akurat. Sementara itu, kreativitas siswa hampir tidak muncul selama berlangsungnya kegiatan tersebut Situasi tertentu, yaitu kehadiran pakar, guru, dan jangka waktu pelaksanaan sesi kegiatan belajar kolaboratif tampak memepengaruhi pola tampilnya tingkah laku inteligen siswa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianti Endang Kusumawardhani
"Pengertian konsep siswa tentang belajar adalah pandangan siswa mengenai belajar. Apa yang dilakukan siswa dalam proses belajar dan bagaimana siswa mengatur kegiatan belajarnya dipengaruhi oleh konsep terhadap arti belajar itu bagi dirinya. Pengertian akselerasi secara singkat adalah percepatan. Sebagai Salah satu alternatif pelayanan pendidikan bagi siswa berbakat, akselerasi perlu diikuti dengan eskalasi. Siswa program akselerasi, yang termasuk siswa berbakat akademik ini, diharapkan mamandang belajar sebagai kegiatan “pemahaman" dan memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya melalui proses pembelajaran ke dalam kehidupan nyata, Lebih dari sekedar memandang belajar sebagai “tahu lebih banyak”.
Program akselerasi di tingkat SMU di Indonesia mulai diselenggarakan pada tahun-1998 dengan mengacu pada Undang-Undang No.2-Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan dilaksanakan dengan mempercepat waktu belajar dan tiga tahun menjadi dua tahun. Pemadatan waktu belajar ini menyebabkan siswa cl dituntut untuk belajar mandiri. Belajar mandiri memerlukan suatu motivasi belajar yang timbul dari diri siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang melandasi siswa SMU program akselerasi dalam melakukan kegiatan belajarnya, kemudian dibandingkan dengan konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang dimiliki siswa SMU program reguler. SMU yang menyelenggarakan program akselerasi setelah menerima~SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai Penyelenggara Akselerasi Belajar adalah SMU Labschool Jakarta (1998), SMU AL Azhar Cikarang (1998), dan SMU Negeri 8 Jakarta (1999). Subjek penelitian ini berjumlah 70 yang terdiri dan siswa SMU Negeri 8 Jakarta (17 siswa program akselerasi dan 25 siswa program regular) dan SMU Labschool Jakarta (14 siswa program akselerasi dan 14 siswa program reguler) yang memiliki prestasi akademlk di atas rata-rata siswa-siswa lain di sekolahnya masing-masing. Dalam penelitian ini subyek memiliki renang nilai rata-rata rapor 7.23-8.62.
Lima jenis konsep siswa tentang belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dipandang sebagai kegiatan “akumulasi atau menyerap pengetahuan, membentuk antar pengetahuan, menggunakan atau memanfaatkan pengetahuan, melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru atau sekolah, dan bekerja sama dengan siswa lain". Jenis-jenis konsep tentang belajar tersebut mengacu pada hasil penelitian Marton, dkk. (1993), Purdie, dkk.
(1996), dan Vemlunt dan Van Rijswijk (1996). Lima jenis motivasi belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dilandaskan pada dorongan untuk “memperoleh nilai atau kelulusan, melanjutkan pendidikan, menguji kemampuan din, memenuhi minat pribadi, dan belajar yang dilandasi keragu-raguan ambivaIen”.
Alat ukur penelitian ini adalah skala “konsep siswa tentang belajar” yang terdiri dari lima jenis konsep dan skala “motivasi belajar siswa” yang terdiri dari lima jenis motivasi, dengan teknik uji coba terpakai. Dari skala “konsep siswa tentang belajar” diperoleh konsep secara umum (<»=.8278) dan skala masing-masing jenis konsep siswa bentang belajar (cr=.5798-.9178). Dari skala “motivasi belajar siswa" diperoleh motivasi secara umum (a=.8825) dan skala masing-masing jenis motivasi belajar siswa (a=.7433-.8227). Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah uji-t untuk /Independent- samples dan paired-samples. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai konsep tentang belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Konsep siswa tentang belajar yang mendominasi siswa program akselerasi dan siswa program reguler adalah belajar dipandang sebagai melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru/sekolah, belajar dipandang sebagai pembentuk kaitan antara pengetahuan, dan belajar dipandang sebagai kegiatan bekerja sama dengan siswa Iain.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan mengenai motivasi belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Dibandingkan dengan siswa program akselerasi, siswa program reguler lebih memiliki motivasi belajar untuk memperoleh nilai/kelulusan dan untuk melanjutkan pendidikan. Dibandingkan dengan siswa program reguler, siswa program akselerasi Iebih memiliki renovasi belajar untuk memenuhi minat pribadi. Motivasi belajar yang mendominasi siswa program akselerasi adalah orongan untuk memenuhi minat pribadi, menguji kemampuan diri, dan melanjutkan pendidikan. Belajar oleh siswa program reguler, dilandaskan pada dorongan untuk menguji kemampuan diri, melanjutkan pendidikan, memenuhi minat pribadi, dan memperoleh nilai/kelulusan. Sebagai hasil Tambahan diperoleh bahwa Siswa program akselerasi dan siswa program reguler, memiliki motivasi belajar internal yang lebih tinggi dan motivasi belajar eksternal.
Motivasi belajar internal diperoleh dan jenis motivasi memenuhi minat pribadi dan menguji kemampuan diri, sedangkan motivasi belajar eksternal diperoleh dari jenis motivasi memperoleh nilai/kelulusan dan melanjutkan pendidikan. Untuk penelirian lebrh Ianjut, disarankan menggunakan desain peneliiian pretest-po tepatnya desain kompromi (compromise design), untuk memperoleh gambaran mengenai “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program akselerasi sebelum dan setelah memperoleh pembelajaran program akselerasi, kemudian dibandingkan dengan “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program reguler."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi
"ABSTRAK
Harga diri akademis memainkan peran penting di dalam
prestasi akademis. Hubungan antara harga diri akademis
dengan prestasi akadamis bersifat resiprok. Artinya anak
yang berprastasi di sekolah akan mengembangkan harga diri
akademis yang tinggi dan anak yang memiliki harga diri
akademis yang tinggi memiliki kepercayaan diri untuk menca-
pai kesuksesan. Sebagai akibatnya harga diri akademis yang
tinggi akan menghasilkan prestasi akademis yang baik. Harga
diri akademis berkembang sebagai hasil interaksi dengan
orang-orang yang bermakna di dalam kehidupan individu.
Setelah memasuki usia sekolah guru dan taman sebaya mempan-
garuhi persepsi anak terhadap dirinya. Di dalam kelas tradi-
sional, guru berperan sebagai otoritas tunggal dalam hal
menentukan hegiatan belajar dan penyampaian pengetahuan. Hal
ini menyebabkan anak didik menjadi pasif dan kurang mendapat
pengalaman belajar yang menarik. Untuk itu perlu diadakan
perubahan metode mengajar agar siswa tertantang untuk bela-
jar dan memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan.
Banyak ahli yang menawarkan Metode Belajar Kolaboratif
sebagai satu metode belajar yang akan memberi dampak positif
pada pembelajaran siswa. Metode Belajar Kolaboratif memberi
siswa kesempatan untuk saling berbagi pengetahuan, keteram-
pilan dan tanggung jawab di antara siswa sendiri maupun
dengan guru. Situasi belajar kolaboratif memungkinkan siswa
untuk terlibat aktif di dalam pengkonstruksian pengetahuan
dan mempeouleh pengalaman berhasil mengerjakan suatu tugas.
Dengan demikian siswa akan termotivasi untuk belajar dan
mengembangkan rasa kompeten di dalam dirinya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Metode
Belajar Kolaboratif terhadap harga diri akademis anak usia
15-18 tahun. Subyek penelitian adalah 15 anak usia 15-18
tahun yang berada pada tahap perkembangan formal operasio-
nal. Mereka adalah siswa kelas I SMU Islam Dian Ilmu. Untuk
mengetahui apakah metode belajar kolaboratif mempengaruhi
harga diri akademis subyek, sebelum dan sesudah mengikuti
kegiatan belajar kolaboratif subyek diminta untuk mengisi
Skala Harga Diri Akademis. Gain Scare diolah dengan teknik
statistik non parametrik.
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa Metode Belajar
Kolaboratif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
harga diri akademis subyak. Secara keseluruhan tidak ada
peningkatan skor karena pengaruh metode belajar kolaboratif
tetapi dengan melihat skor harga diri akademis masing-masing
subyek terlihat adanya peningkatan skor yang dihubungkan
dengan jumlah sessi kehadiran subyek. Subyek yang selalu
hadir memperoleh kesempatan untuk mengkunstruksi pengetahuan
dan saling memberi penjelasan. Hal ini berpengaruh terhadap
peningkatan harga diriakademis. Sedangkan subyek yang tidak
mengikuti keseluruhan kegiatan belajar kolaboratif tidak
memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan menimbulkan
perasaan kpmpeten di bidang akademis. Selain itu diperoleh
hasil bahwa kehadiran subyek di dalam kegiatan belajar
kolaboratif tidak akan meningkatkan harga diri akademis bila
subyek tidak terlibat aktif di dalamnya misalnya hanya
memainkan peran sebagai pencatat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan sumbangan-sumbangan teoritis bagi peneliti lain
yang ingin melakukan penelitian mengenai harga diri akademis
terutama di dalam situasi belajar yang menggunakan Metode
Belajar Kolaboratif. Dari segi praktis, diharapkan hasil
penelitian ini memberikan informasi khususnya bagi guru
mengenai Metode Belajar Kolaboratif agar guru dapat
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan anak akan
termotivasi untuk belajar. Dengan demikian mereka menunjuk-
kan prestasinya secara optimal."
1998
S2513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>