Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4901 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rachmat Basuki
"ABSTRAK
Seklor informal sebagai salah satu cara mencari nafkah di sebuah kota menjadi sebuah atau bahkan satu-satunya pilihan bagi kaum migran ataupun para pengangguran di Jakarta yang semakin bertambah.Kemudahan untuk memasuki, kecilnya modal yang diperiukan, serta rendahnya tingkat ketrampilan yang dibutuhkan 1,» it di sektor ini ngapjadikan sgktQr¢ini5sebpah¢ pIIihan yang menarik.
Keberadaan pedagang kaki lima, sebagai bagian dari sektor ekonomi informal semakin menjamurdi Jakarta. Hampir di setiap ruang publik yang diisi oleh pedagang kaki lima. Pertambahan ruang publik yang hampir tidak ada, serta semakin banyaknya pedagang kaki lima telah membuat Jakarta menjadi sebuah kota yang semrawut.
Kinilah saatnya kita merenungkan kembali mengapa pedagang kaki lima timbul di sebuah kawasan ? Bagaimana keadaan sebuah ruang publik setelah kedatangan pedagang kaki lima ?"
2000
S48221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmen
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fahry
"Terdapat dua lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga keija yaitu sektor formal dan informal. Karena tingginya tuntutan kualifikasi pada sektor formal membuat para pendatang yang berkemampuan terbatas lebih memilih masuk pada sektor informal. Ada berbagai macam usaha yang masuk pada sektor informal yaitu yang bergerak di bidang perdagangan seperti perdagangan kaki lima dan di bidang jasa seperti usaha bengkel kaki lima. Karena keterbatasan kemampuan dalam soal modal membuat para pengusaha bengkel kaki lima cenderung untuk menggunakan trotoar dan pinggiran jalan sebagai tempat usahanya. Begitu juga dengan perekrutan tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang sudah terampil (mahir), karena dengan keterbatasan modal yang dimilikinya para pengusaha ini tidak dapat membayar upah yang tinggi. Oleh karena itu pilihan jatuh kepada tenaga kerja yang berasal dari ligkungan keluarga (kerabat), pada hal belum tentu tenaga kerja yang diterima sudah terampil. Dimana sebagai suatu usaha bengkel kaki lima ini membutuhkan suatu skill yang cukup dan juga tempat usaha yang di pinggiran jalan yang melanggar karena menggunakan sarana umum sebagai tempat usaha maka kemampuan bertahan usaha bengkel kaki lima ini sangat menarik. Pada dasamya kelangsungan usaha kaki lima ini dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal yang merupakan faktor yang berasal dari kemampuan wirausaha pengusaha dan faktor ekstemal yaitu faktor yang berasal dari luar diri pengusaha seperti kondisi pasar dan lain-lain. Tetapi pada penelitian ini batasan internal difokuskan pada pola hubugan keija dan ekstemal pada kondisi pasar Penelitian ini bersifat deskiiptif dimana berusaha menggambarkan fenonema yang ada dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di daerah Tebet Timur, Jakarta Selatan dengan menggunakan tehnik wawancara mendalam dan observasi non partisipan maka dengan data yang di dapat mencoba melihat bentuk pola hubungan keija yang ada pada bengkel kaki lima di jalan Tebet Timur Dalam Raya. Pinggiran jalan Tebet Timur Dalam Raya telah digunakan sebagai tempat usaha bengkel sejak tahun 1994, terdapat enam buah pengusaha bengkel kaki lima yang berada di sepanjang jalan Tebet Timur dimana keenam bengkel ini bergerak di bidang perbaikan body kendaraan bermotor. Yang menarik dari usaha bengkel kaki lima ini adalah kesemua pengusaha yang ada berasal dari satu daerah yang sama yaitu Surabaya. Karena keterbatasan modal yang dimiliki pengusaha bengkel kaki lima sehingga untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil sangatlah sulit. Maka para pengusaha harus menerima tenaga kerja yang belum terampil dengan keharusan dilatih terlebih dahulu. Oleh karena itu pengusaha harus mempertahankan tenaga keija yang sudah terlatih, cara mempertahankan tenaga kerja dilakukan melalui pola hubungan kerja yang terjalin karena di dalam pola hubungan kerja yang terjalin terdapat suatu hubungan pertukaran dimana pengusaha sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan lebih dibanding dengan tenaga kerja memberikan fasilitas berupa tempat tinggal, pengurusan surat-surat keterangan KTP) dan lain-lain. Dengan pemberian fasilitas ini membuat tenaga kerja lebih merasa terjamin dan aman sehingga dapat bekerja secara optimal selain itu tenaga kerja juga merasa betah sehingga untuk meninggalkan pengusaha adalah suatu hal yang tidak mudah. Adanya kesamaan latar belakang seperti ikatan keluarga juga membantu memperkuat hubugan kerja yang terjalin. Dengan terjalinnya hubungan yang demikian membuat kelangsungan usaha kaki lima ini dapat dipertahankan karena dengan adanya tenaga kerja pekerjaan dapat terus berlangsung. Selain faktor internal faktor yang berpengaruh pada kelangsungan usaha bengkel kaki lima ini adalah kondisi pasar dimana kondisi pasar pada saat ini membantu peningkatan jumlah pelanggan yang menggunakan jasa usaha bengkel kaki lima ini. Pada saat seperti ini bengkel kaki lima ini menjadi alternatif bagi pengguna jasa bengkel untuk memperbaiki mobilnya karena murahnya ongkos yang ditawarkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S10596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramudita Darmabrata
"Studi yang membahas masalah pedagang kaki lima telah banyak dilakukan baih oleh negara-negara berkembang maupun oleh para ahli dari negara maju. Namun masih banyak juga kaki lima menjadi masalah sosial perkotaan di negara-negara berkembang, Indonesia termasuk diantaranya mengemban masalah ini.
Permasalahan sesungguhnya oleh para ahli dikemukakan karena kesalahan cara melihat PKL. Mereka dianggap sebagai masalah sosial yang perlu diberantas. Selain itu mereka juga dipisahkan dari sektor perekonomian modern dan di labelkan sebagai sektor ekonomi informal. Mereka adalah komunitas tersendiri yang masih menjalankan sistem perekonomian tradisional, yang mereka jalankan tanpa modal yang besar untuk memulainya. Ini berjalan bukan tanpa sebab. Modus ekonomi tradisional ini berjalan alas dasar latarbelakang kultur adat asal mereka masing-masing. Kedua adalah karena latar belakang ekonomi mereka yang rendah, hanya dapat menyediakan modal kecil, dan dapat mengandalkan sistem kekerabatan mereka yang erat untuk menjalankan usahanya.
Studi ini bertujuan mencari alternatif pemecahan masalah penataan kaki lima dengan perspektif pendekatan sosiologi perkotaan dan planologi perkotaan, dengan memilih lokasi penelitian di Pasar Baru Kota Bekasi. Yang dipelajari, sebagaimana seharusnya untuk tiap proses membuat kebijakan seharusnya diawali dengan assesment seperti berikut, adalah bagaimana karakteristik sosioekonomi PKL, untuk menganalisa apa yang menjadi kebutuhan, hambatan dan potensi mereka Kemudian meninjau, apa konsep yang dimiliki pemda kota, sebagai penyelenggara publik kota, dalam menangani PKL.
Bagaimana strategi, perencanaan tata ruang kota dan pelaksanaan kebijakan-kebijakannya dilapangan?.
Metade yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif, dengan penekanan analisa secara kualitatif. Analisa kuantitatif digunakan sebagai dukungan data profil PKL yang nyata dalam menganalisa temuan-temuan penelitian. Profit PKL dan karakteristik sosioekonominya dalam penelitian ini hanya sebatas untuk menemukan kebutuhan, potensi dan pola kehidupan aktivitas mereka Sedangkan untuk analisa tingkat makro, yaitu. tinjauan perkotaannya, lebih efektif dianalisa dengan metode kualitatif Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk 50 pedagang kaki di Pasar Baru Bekasi. Penelitian kualitatif adalah dengan melakukan indept interview dengan beberapa pejabat pemkot Bekasi terkait. Termasuk pula di tingkat camat dan kelurahan. Ditambah wawancara dengan beberapa konsumen pasar dan warga kota untuk mendapatkan opini dan aspirasi mereka.
Dari penelitian ditemukan bahwa karakter pedagang tradisional, termasuk PKL, berasal dari latarbelakang kultural rnereka masing-masing yang embedded dalam kehidupan mereka, bahkan dalam organisasi perniagaan mereka Sedangkan pedagang di Pasar Baru Bekasi berasal dari bermacam etnis. Ini menjadi hal yang unik sekaligus rumit yang menjadikan warna kemasyarakatan di pasar itu. Untuk pengelolaannya diperlukan konsep bottom up untuk efektivitas manajemennya di tingkat mikro maupun makro.
Pola berdagang ekonomi subsisten yang "menjemput" konsumen dengan berdagang di tempat-tempat strategis dan terbuka, mengakibatkan mereka memadati bahu jalan, bahkan sampai sebagian dari badan jalan, menghambat lalu lintas kota dan memperburuk pemandangan kota. Maka perlu strategi untuk dapat mengakomodasi keberadaan mereka disertai dengan regulasi-regulasi yang perlu disepakati stakeholder kota dalam masalah ini.
Hans Dieter Evers memberikan perspektif untuk jalan pemecahan masalah perkotaan dari segi sosiologi perkotaan, yang menjadi problem klasik negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Evers memberikan teori Image of the City yang dikemukakan Kevin Lych untuk melihat kembali kepada pikiran mendasar sederhana, yaitu dengan mengurai analisa elemen-elemen dasar kota. Sedangkan di tingkat kebijakan perkotaan penulis merekomendasikan langkah-langkah yang di ajukan oleh John M Bryson untuk menyepakati kembali visi untuk dapat membuat perencanaan strategis untuk mengorganisasi PKL menjadi pedagang tradisional di pasar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiastyo
"ABSTRAK
Sektor Informal merupakan fenomena yan0 muncul di ba -
nyak kota di negara Dunia ke 3 Sektor mi beikembang, akibat
banyaknya migran yang tidak tertampung pada pekerjaan
di Sektor formal Sektor foimal yiitu pekerjaan bergaji dan
berpensiun dari sektor negara dan swasta* -
Skripsi ini mencoba melihat fenomena Pedagang naki Lima
dan Koperasi, sebagai salah satu pekeijaan di sektor Informal
di sekitar Pasar Jatinegara, dan kebijaksanaan pemerintahan
terhadap dua fenomena tersebut Kesemuanya itu dilihat
dalam kerangka interaksi sosial Peter L Berger untuk melihat
mstitusionalisasi koperasi Pedagang kaki lima Interak
si yang terjadi pada fenomena perdagangan kaki lima, bisa ju
ga dilihat sebagai fenomena pertukaran sosial dan ekonomi
Dalam kerangka Blau, usaha
perdagangan k iki lima dan usaha pembentukan koperasi, bisa
menurut kerangka Peter M Blau
dilihat sebagai usaha mstitusionalisasi untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh institusi yang ]ama (dari
para migran) Hal mi berkaitan dengan Revolusi Hijau yang
terjadi, terutama di pedesaan P Jawa (Tirtosudarmo, 1985)»
sehingga terkait pada masalah pertanahan (Ever, 1982) dan
penjelasan tentang lokasi lingkaran atas dan lingkaran bawah
yang berpengaruh terhadap tingkat produksi dan konsumsi
(Santos 1975)
Penelitian ini mengambil sample survey 5% (90 Orang)
dari populasi (+. 1800 orang) untuk menjelaskan realitas obyektif
Pedagang Kaki Lima, 10% dan sample untuk menjelaskan
realitas subyektif Realitas subyektif pejabat pemerintah,
pengurus koperasi, juga dilihat
Penjelasan tentang "Lokasi11, ternyata cukup menggambar
kan fenomena di sekitar perdagangan kaki lima"
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M Bagja Baidhowi
"Dalam pendefinisiannya, ruang publik merupakan suatu ruang yang berfungsi sebagai wadah untuk masyarakat melakukan kegiatan yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Namun kadang terdapat ruang publik yang tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan kadang mengabaikan kebutuhan masyarakat akan ruang  tersebut. Sehingga muncul ruang publik yang bersifat sementara untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya tersebut. Namun fenomena kemunculan ruang publik sementara ini perlu dicermati dan dianalisis lebih lanjut, apakah bentuk kesementaraan yang dibentuk oleh pedagang kaki lima Stasiun KRL Tebet sehingga membentuk ruang publik sementara. Penulisan ini bermaksud untuk mencari tahu bentuk kesementaraan tersebut.

In its definition, public space is a container for a community in conducting of variety activities regardless of their social, economic, and cultural status. But sometimes there are public spaces that cannot meet the needs of the community and sometimes ignore the community's needs for that space. Consequently, there is a temporary public space to meet the needs of the community that. However, the phenomenon of the emergence of this temporary public space needs to be examined and analyzed further, such as the form of temporary that is formed by pedagang kaki lima of Tebet Station thus forming a temporary public space. This writing intends to find out that form of temporary."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harijono Jonggowisastro
"ABSTRAK
Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian Indonesia yang tercermin dalam berbagai indikator ekonomi antara lain dengan dapat dicapainya Pendapatan Nasional Bruto sebesar 6,5% pada tahun 1989 merupakan hasil dari rencana pembangunan lima tahun kita dan sekaligus memberikan implikasi tersendiri dalamindustri perhotelan. Seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan perekonomian Indonesia, peningkatan modal asing atau domestik merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan permintaan akan kamar hotel khususnya kamar hotel berbintang lima di Jakarta.
Pada sekitar awal kwartal keempat tahun 1990 di Jakarta bagi tamu-tamu yang akan bermalam di suatu hotel bintang lima harus mengadakan pemesanan satu bulan dimuka pada. hal bukan saat musim ramai (peak season) demikian yang diberitakan oieh harian Pelita tanggal 19 Nopember 1990. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan untuk menambah hotel baru semakin terasa. Melihat adanya peluang usaha yang baik ini PT PAH tidak mau melewatkan begitu saja melainkan ikut berlomba-lomba dengan investor lain untuk menginvestasikan dananya dalam pembangunan hotel bintang lima di Jakarta dengan orientasi tamu yang maksud kedatangannya untuk usaha. Oleh karena investasi dalam usaha perhotelan ini memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perseroan dalam jangka panjang , make keputusan investasi ini harus di buat secara teliti dan hati-hati. Untuk itu maka penulis mencoba melakukan evaluasi rencana investasi hotel bintang lima di Jakata oleh PT PAH tersebut dengan pendekatan teoritis dan praktis yang menitik beratkan pada analisa aspek pasar dan keuangan terbatas pada investasinya sendiri (bukan perseroan secara keseluruhan) Serta dibahas sedikit mengenai aspek teknis,manajemen dan ekonomis/sosial. Dari hasil analisa pasar, didapat kesimpulan bahwa hotel bintang lima masih memiliki potensi pasar yang baik dicerminkan dengan perkiraan tingkat penghunian kamar hotel (TPKH) pertahunnya lebih dari 65% yaitu mencapai 75% mulai tahun 1997
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tricia Lelonowati Sumarjanto
"ABSTRAK
Kebijakan Pemerintah pada periode tahun 1980-an telah memberi peluang yang sangat luas pada perkembangan pariwisata di Indonesia. Dengan Tap MPR No 11/MPR/1988 telah memberikan dimensi yang lebih luas pada pembangunan, pembinaan dan pengembangan pariwasata. Hasil dari kebijaksanaan pemerintah terlihat dalam peningkatan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia dalam kurun waktu Pelita V dan periode 1989- 1999. Tahun 1990-an jumlah kedatangan wisatawan meningkat secara dramatis, bahkan pernah melewati 30% per tahunnya.
Berbagai kemudahan diberikan pemerintah untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang datang, seperti negara yang diberikan kebebasan visa kunjungan yang sebelumnya hanya 29 negara pada tahun 1983, meningkat hingga 46 negara di tahun 1995. Perkembangan kunjungan wisatawan yang cukup mencolok ini membuat perkembangan industri perhotelan di Indonesia pada masa itu juga meningkat cukup signifikan.
Namun semua pembangunan itu terhenti pada saat Indonesia dihantam krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997. Krisis ini telah menyebabkan multi krisis, termasuk krisis kepercayaan dan politik. Akibat semua itu, kinerja perekonomian pada hampir semua aktivitas ekonomi mengalami penurunan drastis yang belum pernah terjadi sebelumnya, ditambah dengan berbagai kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia, akhirnya pariwisata juga mengalami penurunan.
Dampak krisis ini berpengaruh pada hotel semua kelas, dari kelas melati hingga bintang lima. Salah satunya adalah, Hotel Dharmawangsa yang mulai dibangun tahun 1996 dan baru mulai beroperasi di Indonesia tahun 1997 tepat saat krisis terjadi. Hotel ini adalah anggota jaringan internasional Rosewo9d Group, sebuah grup internasional yang terkenal di bidang hotel, resort eksekutif.
Dengan jumlah wisatawan yang menurun drastis, berarti pangsa pasar Dharmawangsa yang memang sudah tidak besar semakin berkurang. Sementara hotel-hotel lain sekelasnya terus melakukan berbagai macam strategi yang tidak saja menjaring pasar asing, tapi juga wisatawan lokal. Salah satu strategi yang dilakukan oleh kebanyakan hotel adalah menurunkan standard harga kamar dengan penghematan di berbagai pos.
Berbeda dengan hotel lain, Hotel Dharmawangsa yang hanya memiliki 100 kamar, memposisikan dirinya sebagai hotel bintang lima plus, strategi yang dilakukan tidak sama dengan strategi hotel-hotel berbintang lainnya. Eksklusifitas hotel dan privacy tamu selalu dijaga. Target market yang sangat selected membuat Hotel Dharmawangsa harus memiliki strategi yang jitu dan mengena sasaran, tanpa merusak image I citra.
Salah satu faktor yang menjadi keunggulan Hotel Dharmawangsa ini adalah lokasinya di daerah pemukiman elit, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sementara "' kebanyakan hotel bintang 5 lainnya berada di pusat kota atau dekat dengan pusat bisnis dan perbelanjaan. Faktor lainnya adalah layanan personal, jaringan internasional serta Bimasena Club & Spa yang memberikan berbagai layanan dan fasilitas olah raga.
Dalam Nine Cell Matrik GE, Hotel Dharmawangsa memiliki market attractiveness yang tinggi (high). Sedangkan untuk business strengthnya berada di antara medium dan weak akibat krisis, sehingga Hotel Dharmawangsa harus build selectively dengan mencapai strategi yang tepat untuk penetrasi ke pasar yang sangat selected dan jika kondisi politik terguncang kembali lebih baik menunggu saat yang tepat.
Sedangkan dalam Competitive Position, Hotel Dharmawangsa termasuk dalam question mark, karena masih relatif baru dalam industri perhotelan di Jakarta. Hotel Dharmawangsa masih terus berusaha menempatkan posisi sebagai hotel kelas papan atas di Jakarta. Hal ini relatif lebih mudah dilakukan di luar Indonesia, terutama di negara-negara yang telah memiliki hotel dari jaringan Rosewood, seperti Jepang dan Amerika.
Strategi dasar yang digunakan Hotel Dharmawangsa untuk bisa bersaing dalam industri perhotelan yang begitu ketat adalah menggunakan strategi fokus diferensiasi, yaitu dengan narrow target dan uniqueness.
Hotel Dharmawangsa dengan pertumbuhan pasar yang masih lambat namun memiliki posisi persaingan yang kuat, melakukan strategi concentric diversification. Dimana strategi ini mengembangkan produk yang tetap berhubungan dengan produk lama, lebih kepada product development.
Sambil menunggu kondisi market membaik, Hotel Dharmawangsa terus melakukan berbagai usaha untuk memperkuat posisinya di pasar hotel bintang lima. Jika hotel lain memiliki kamar paling tidak 400-an, Hotel Dharmawangsa yang hanya memiliki 1 00 kamar mau tidak mau melakukan pengembangan layanan atau diversifikasi dari produk yang ada selama ini disesuaikan antara visi grup Rosewood dan kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya.
Mengingat kondisi industri perhotelan dan pariwisata yang lesu, Hotel Dharmawangsa harus lebih proaktif dalam melihat peluang yang ada secara internal. Terutama melihat bahwa membidik wisatawan lokal tidaklah mudah, akibat berbagai faktor (harga, lokasi, fasilitas, dll). Penduduk Jakarta lebih dapat dioptimalkan melalui restauran dan club & spa. Bagi kalangan tertentu, bisa bersantap di Hotel Dharmawangsa adalah suatu prestis dan menunjukkan golongan mereka. Sayangnya hal ini tidak ditunjang dengan pilihan makanan atau promo di restauran, terutama dalam hal pilihan makanan dan rasa."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Tri Hardjanto
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>