Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138019 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Donny Ramdhon
"Dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah peminjam, Bank juga mewajibkan nasabah peminjamnya untuk memberikan jaminan kepada Bank guna menjamin pelunasan utangnya. Akhir-akhir ini pemberian kredit oleh Bank kepada pengusaha kecil dan menengah untuk membiayai sewa tempat usahanya berupa kios semakin berkembang. Hal ini dapat dimaklumi mengingat biaya untuk sewa kios, khususnya kios-kios yang lokasinya di gedung pusat perbelanjaan (mall/plaza) yang berada di tengah kota cukup tinggi, ditambah dengan jangka waktu sewa yang lama. Adapun pokok permasalahannya adalah bagaimanakah kedudukan hak sewa atas kios dan apakah dapat diperlakukan sebagai suatu hak kebendaan. Selain itu, apakah hak sewa atas kios dapat dijadikan obyek jaminan kredit yang diikat dengan suatu lembaga jaminan kebendaan serta dokumen-dokumen apa saja yang perlu diperhatikan oleh Bank sebagai kreditur untuk dapat menerima hak sewa atas kios sebagai jaminan. Metode penelitian hukum yang digunakan di dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, didukung dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta pengamatan/observasi di salah satu bank swasta nasional yang saat ini memberikan fasilitas pembiayaan untuk sewa kios. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak sewa atas kios merupakan hak perorangan, sehingga hak tersebut tidak dapat dijadikan obyek jaminan dalam bentuk gadai atau jaminan fidusia. Adapun praktek yang dilakukan selama ini untuk pengikatan jaminan hak sewa atas kios dalam bentuk lembaga jaminan fidusia tidak didukung dengan dasar hukum ataupun alasan yang kuat sehingga terdapat risiko ancaman pembatalan. Hak sewa atas kios tetap dapat dijadikan obyek jaminan dengan menggunakan media dalam bentuk perjanjian pemberian jaminan hak sewa atas kios meskipun perjanjian ini tidak dapat memberikan hak-hak kebendaan kepada kreditur sebagaimana layaknya jaminan kebendaan.

In respect on providing credit to the debtor, The Bank also requires the debtor to grant collateral to the Bank to ensure his/her payment. Lately, the credit facility given by the Bank to the small and medium enterprise for financing its business venue in a form of kiosk is become more developed. It is understandable considering the rental cost which is quite high, especially for kiosks located in mall/plaza in the central of the city, plus the long rental period. The main issue is how is the kiosk rental right standing, and is it possible to treat it as a property right. Moreover, is it possible to grant the kiosk rental right as credit collateral in a form of property security agreement and what kind of documents needs to be advised by the Bank as creditor to accept kiosk rental right as collateral. The legal research methodology used in this thesis is a normative research with analytical descriptive, supported by primary, secondary, and tertiary source of data also through observation in one of national private bank that granting banking facility for kiosk rental. Results of research shows that the kiosk rental right is an individual right, so that the said right can not be used as collateral object in the form of pawning or fiduciary security agreement. The practice carried out for security rights on the kiosks rental right in the form of a fiduciary security agreement is not supported with a strong legal basis or strong reason so that it may result a risk of nullification. Kiosk rental right can become a collateral object by using the security agreement on the kiosk rental right even though this agreement can not give property rights to the creditor like property security agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25866
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Parsaulian, Evi Linawaty
"Hak Cipta sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di negara-negara maju telah diperluas pemanfaatannya sebagai agunan untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari lembaga keuangan. Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah belum tersedianya suatu ketentuan tentang penggunaan Hak Cipta sebagai agunan dalam sistem penyaluran kredit perbankan serta belum tersedianya lembaga penilai yang memiliki kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap nilai ekonomi dari Hak Cipta.
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Tujuan memanfaatkan HKI sebagai agunan kredit adalah untuk membantu Pencipta maupun UKM dalam memenuhi kebutuhan modal kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi lembaga keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit melalui Hak Cipta sebagai agunan.
Meskipun Hak Cipta dapat dimanfaatkan sebagai agunan kredit, namun demikian kedudukannya dalam perjanjian penjaminan adalah bersifat perjanjian tambahan melengkapi suatu perjanjian pokok kredit. Hak Cipta memiliki prospek untuk dijadikan agunan kredit, karena Hak Cipta memiliki nilai ekonomi dan dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagaian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu, perjanjian penjaminan kredit, termasuk menggunakan Hak Cipta sebagai agunan pada umumnya diikat dengan akta notaris yang bersifat baku dan bersifat eksekutoral. Untuk lembaga jaminan yang paling memungkinkan dibebankan pada Hak Cipta sebagai obyek jaminan utang adalah lembaga Jaminan Fidusia mengingat pada jenis obyek jaminan yang berupa benda bergerak yang tidak berwujud dan mengenai penyerahan benda jaminan selama pembebanan fidusia bukan dilakukan kepada bendanya, tetapi kepada nilai ekonominya. Hak Cipta harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar dapat dijaminkan. Pendaftaran ini penting sebagai bukti bahwa pemberi fidusia adalah pemegang hak cipta dan pelaksanaan eksekusi terhadap nilai ekonomi Hak Cipta apabila wanprestasi dalam hal kredit macet melalui lembaga parate executie.

Copyright as a part of Intellectual Property Rights (IPRs) in developed countries have increased their use as collateral to obtain loans or financing from financial institutions. The problem faced in Indonesia is the unavailability of the provisions on the use of Copyright as collateral in loans, the banking system also yet the availability of appraisers that have the ability to provide assessment of the economic value of the Copyright.
The research methods used in the context of this research is normative legal research methods with qualitative data analysis. The purpose utilizes IPR as collateral loan is to assist author and UKM entrepreneurs in fulfill their working capital needs and provide legal protection for banking financial institutions in disbursing working capital loan through Copyright as a collateral. Although the Copyright can be used as loan collateral, but the position in the underwriting agreement to an additional agreement complements the primary credit agreement. Copyright has the prospect to be used on market prices, can be executed, can be transferred either wholly or partly by inheritance, grants, wills, written agreement or other causes that are justified by the law of rules.
In addition, the loan guarantee agreement, including the use of Copyright as collateral is generally associated with the raw action and executorial. To an institution the assurance that most allows charged on copyright as an object loan collateral is considering the fiduciary security on the type of an object the assurance that in the form of a moving object being intangible and on the surrender of security that copyright may be encumbered by fiduciary guarantee provided that the encumbrance be put nor over the copyrighted work, but on its economic value. In order to be secured under fiduciary claim, copyright must be registered with the Directorate General of Intellectual Property Rights. The registration is imperative as a proof that the fiduciary grantor is the holder of the copyright and the implementation of the execution of economic value copyright if breach of contract in terms of nonperforming loan through parate executie.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Subekti, 1914-
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
332.7 SUB j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Djoko Triwibowo
"Pembicaraan mengenai "Perjanjian Penanggungan" tidak lain bahwa ia merupakan bagian dari hukum jaminan yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang kreditur terhadap debitur.
Penggunaan istilah "penanggungan" atau "perjanjian penanggungan" sebagai terjemahan dari istilah borgtach t tidak memberikan kesan adanya benda tertentu sebagai jaminan dan ini memang panting ditekankan, agar tampak perbedaannya dengan jaminan kebendaan. Kata "penanggungan" mempunyai kaitan dengan soal "menanggung". yang berarti di sana ada sesuatu yang "ditanggung" akan terjadi dan ini menampilkan ciri eccesssair dari perjanjian penanggungan yang merupakan ciri khas perjanjian seperti itu.
Istilah "menanggung utang" juga digunakan untuk mereka yang menjamin perikatan orang lain dengan "benda tertentu" miliknya. Demikian pula. dengan istilah "jaminan pribadi" bisa menimbulkan kesan. seakan-akan "diri pribadi" penjamin yang dibenikan sebagai jaminan. yang demikian itu tidak betul. Sebab. kalau yang dimaksud dengan "menanggung" itu hanya diartikan bahwa prestasi debitur dijamin akan terlaksana. kalau perlu penjamin sendiri yang akan melakukannya tidaklah tepat karena prestasi yang berupa tindakan untuk melaksanakan sesuatu tidak selalu dapat digantikan oleh orang lain. Apalagi untuk prestasi yang berupa "tidak melakukan sesuatu". Padahal. kewajiban perikatan dengan isi seperti itu dapat dijamin dengan penanggungan.
Perjanjian garansi. pada intinya merupakan suatu perjanjian. dimana pemberi garansi (,.rant) menjamin bahwa seseorang pihak ketiga akan berbuat sesuatu. yang biasanya --tetapi tidak selalu dan tidak harus--berupa tindakan "menutup suatu perjanjian tertentu". Seorang pemberi garansi mengikatkan diri secara bersyarat untuk memberikan ganti rugi. kalau pihak ketiga--yang dijamin--tidak melakukan perbkatan. untuk mana ia memberikan garansinya dan nanti dalam tesis ini akan dapat dilihat. bahwa perjanjian penanggungan juga mengandung unsur menjamin pelaksanaan kewajiban perikatan tertentu dari seorang debitur sehingga seringkali sulit untuk membedakan antara keduanya.
Adapun yang dapat bertindak sebagai penanggung dalam perjanjian penanggungan bisa dilakukan oleh; perorangan (borotochtl, perusahaan tcorpor.fft9 guarantee!. bank (g-zrrzrnsi bank)_ perusehaen esrrran si (surety bond). den g a n membawa akibatFkonsekuensi yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagai penanggung dalam perjanjian penanggungan. Konsekuensinya. Isi prestasinya bisa bermacam-macam. tergantung dari apa yang--berdasarkan perikatan pokok yang dijamin--ditinggalkan debitur. tidak dipenuhi atau berupa janji ganti rugi senilai itu."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selly Febriani Karyadi
"Sebagai salah satu usaha pokok perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, maka pemberian kredit mempunyai prioritas yang cukup kuat. Jaminan dalam pemberian kredit, khususnya Kredit Sindikasi sangat diperlukan terutama untuk menjamin pelunasan hutang debitur apabila wanprestasi. Dan jaminan tersebut dapat berupa tanah yang diatur dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Lain yang Berkaitan dengan Tanah, dimana atas hasil penjualan jaminan apabila debitur wanprestasi akan dibagikan secara paripassu berdasarkan Perjanjian Pembagian Hasil Jaminan yang dibuat antara para kreditur, dan apabila pembagian tersebut tidak mencukupi , maka para kreditur dapat mengajukan sita ke Pengadilan yang diwakili oleh Agent. Peralihan piutang dapat saja terjadi dimana salah satu kreditur melakukan penjualan atas partisipasinya dalam kredit yang merupakan penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, disebut juga cessie. Dan terhadap persil yang dibebankan dengan Hak Tanggungan, dipasang suatu nilai tanggungan yang dapat membatasi pelunasan piutang apabila hutang debitur membengkak karena adanya piutang dikemudian hari."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T37738
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraha Medica Prakasa
"ABSTRAK
Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh bank dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat. Bank juga harus menetapkan jaminan pada setiap fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur. Oleh karena itu, bank wajib memperhatikan jaminan dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan dalam pemberian kredit pada bank adalah jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan. Seiring dengan perkembangan dunia perekonomian dan hukum, maka pada saat ini telah dimungkinkan bagi bank untuk menerima jaminan yang berupa hak merek. Nilai dan bentuk lembaga pengikatan hak merek tersebut adalah hal yang paling utama dan mendasar yang harus diperhatikan dalam menerima jaminan berupa hak merek tersebut. Nilai suatu hak merek dapat terlihat dari laporan keuangan
perusahaan pemilik hak merek tersebut. Berdasarkan sifat kebendaan hak merek sebagai benda tidak berwujud yang dapat dialihkan atau beralih, maka bentuk lembaga pengikatan jaminan atas hak merek tersebut adalah lembaga jaminan fidusia."
2007
T 17401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Sumardji Djaya
"Pemberian kredit erat kaitannya dengan pemberian jaminan/agunan, pemberian jaminan yang sering digunakan oleh bank adalah dengan menggunakan tanah, dengan telah terjadi univikasi dibidang hukum jaminan khususnya dengan tanah maka pengikatan jaminan yang aman menggunakan hak tanggungan yang lelah diamanatkan oleh pasal 51 UUPA maka terbentuk UU No:4 tahun 1996 mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan. UUHT mempunyai sifat Droite de suite dan Droite de preferen, juga masih ada pembaharuan lain dibanding hipotek misalnya untuk tanah-tanah yang dapat diikat dengan hak tanggungan seperti hak milik, hak atas usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, sedangkan untuk hipotek hanya tanah-tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan, dalam hal pengikatan dapat dilakukan oleh pejabat Notaris dan PPAT, pelaksanaan eksekusinya mudah dan pasti melihat uraian tersebut diatas kiranya UUITT dapat meminimalisasikan kerugian yang akan timbul dari nasabah yang wanprestasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Rosyidah
"ABSTRAK
Pada umumnya tanah dianggap sebagai jaminan yang
paling aman, oleh karena itulah tanah merupakan jaminan
yang paling disukai oleh kreditor. Pada umumnya apabila
masyarakat hendak menggunakan tanahnya sebagai jaminan
untuk suatu hutang / kredit pada suatu bank atau kreditur
lainnya, maka masyarakat tersebut harus mempunyai alat
bukti hak atas tanah yang ditetapkan oleh undang-undang
yaitu sertipikat. Namun masih banyak masyarakat menggunakan
girik atau kekitir atau petuk sebagai alat bukti hak atas
tanahnya. Hal ini tentu saja dapat menjadi hambatan dalam
pengajuan pinjaman kredit yang dibutuhkannya. Sejalan
dengan lahirnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang :
"Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah" disingkat dengan UUHT ini juga
memberi peluang bagi pemilik tanah yang belum bersertipikat
tetapi mempunyai girik, petuk dan lainnya yang sejenis
dapat dibukakan jalan untuk mengagunkan tanahnya tersebut
guna memperoleh kredit dengan jaminan Hak Tanggungan.
Pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah yang belum
bersertipikat yang dijadikan jaminan kredit pada suatu bank
maupun kreditur lainnya merupakan hal yang menarik untuk dikaji karena dalam prakteknya banyak PPAT yang enggan
melaksanakan proses pembebanannnya melalui pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT), walaupun teorinya
mengatakan bisa bahkan sudah dilengkapi dengan perangkat
undang-undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Hal ini
disebabkan karena girik hanyalah merupakan surat tanda
bukti pembayaran pajak atas tanah dan bukan sebagai tanda
bukti kepemilikan tanah, sehingga belum ada kepastian hukum
baik objek maupun subjek hak atas tanahnya. Dari hasil
penelitian penulis baik itu penelitian kepustakaan maupun
penelitian lapangan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
APHT yang dibuat diatas tanah girik itu didasari pada
perjanjian hutang-piutang yang menjadi perjanjian pokoknya
yang tetap dijamin pelunasannya."
2003
T37712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>