Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3688 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Callus Induction and Plant Regeneration of Four Rice Varieties through In Vitro Culture. Ragapadmi Purnamaningsih. A study was conducted at the Tissue Culture Laboratory of ICABIOGRAD, Bogor, to obtain an optimum medium formulation for calli regenerations of for rice varities (Ciherang, Cisadane, IR64, and T-309). The research activities were done in five steps, i.e., callus induction, callus regeneration, shoot multiplication, root formation, and plant acclimatization. The type of explants used in the study was embriozygotic explants. Five media formulations were used for the callus induction, while four media formulations were used for the callus regeneration. The results showed that the best medium formulation for induction of callus formation was MS + 2,4-D 2 mg/l + casein hidrolisat 3 mg/l, while the best medium formulation for callus regeneration was MS + BA 3 mg/l "
JURAGBIO 2 (2) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biji dan getah pepaya terhadap cacing Haemonchus contortus secara in vitro. Biji dan getah diambil dari bauh pepaya, sedangkan cacing H.contortus dikumpulkan dari abdomasum domba. Untuk pelarut biji dan getah pepaya digunakan cairan abomasum domba dengan 3 konsentrasi larutan dan 3 ulangan dalam cawan petri yang masing-masing berisi 10 ekor cacing. Untuk biji pepaya dibuat 0,0% ; 0,5% ; 1,0% dan 1,5% sedangkan getah pepaya dibuat 0,0% ; 0,25% ; 0,5% ; 1,0%. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas cacing yang dilihat dalam selang waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi maka jumlah cacing yang mati makin bertambah. Konsentrasi yang dapat membunuh 100% cacing untuk biji pepaya adalah 1,5% dalam waktu 2 jam, sedangkan untuk getah pepaya adalah konsentrasi 1,0% dalam waktu 4 jam 30 menit. Pada akhir percobaan semua konsentrasi biji pepaya menyebabkan kematian cacing sebesar 100%, sedangkam konsentrasi 0,25% ; 0,5% ; dan 1,0% getah pepaya masing-masing menyebabkan kematian cacing sebesar 70% ; 93% ; dan 100%. Hasil ini menunjukkan bahwa kemungkinan biji dan getah pepaya dapat digunakan sebagai antelmintik. "
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nisyawati
"Sejumlah masa embrio somatis dapat diperoleh dari daun imatur kacang tanah (Arachis hypogaea L.) yang dikulturkan dalam medium dasar Murashige & Skooh 1962 padat, cair dan cari dengan penyangga kertas saring, serta dengan penambahan 2,4-Dichlorophenoxy acetic acid sebanyak 20 mg/l. Meskipun dalam ketiga macam medium tersebut dapat dibentuk embrio somatis, namun penampakan morfologi embrio somatic yang dibentuk maupun pertumbuhannya tidak sama.
Di dalam medium padat eksplan tidak menglami pencoklatan dan embrio somatic yang dibentuk tampak jelas bentuknya yaitu terdiri dari suatu badan yang mudah terlepas satu sama lain, dengan dua buah tonjolan yang menyerupai kotiledon Di dalam medium cair eksplan mengalami pencoklatan, karena adanya pencokelatan maka pertumbuhan embrio somatic tersebut terganggu. Embrio somatic tidak berwarna dan dikelilingi oleh jaringan yang mengalami pencokelatan dan pertumbuhan embrio somatic cenderung menurun. Untuk eksplan yang di kulturkan ke dalam medium cair dengan penyangga kertas saring, tidak mengalami pencokelatan. Embrio somatis dibentuk dengan penampakan warna yang lebih hijau dibandingkan dengan embrio somatis yang dibentuk dalam kultur padat, tetapi bentuknya lebih kecil daa rapat sehingga agak sulit dalam penghitungan jumlah embrio somatis yang dibentuk di dalam medium tersebut. Subkultur ke dalam medium yang baru tidak merubah morfologi embrio somatic tersebut.
Hasil penghitungan jumlah rata-rata embrio somatis yang dibentuk di dalam medium kultur cair yang berpenyangga kertas saring, ternyata menghasilkan jumlah yang paling banyak (103 embrio somatic) dibandingkan dengan di dalam medium kultur padat (82 embrio somatis) dan cair lainnya (76 embrio somatis). Hal ini membuktikan bahwa bentuk medium mempengaruhi pertumbuhan eksplan membentuk embrio somatic. Meskipun di dalam medium kultur cair berpenyangga kertas saying menunjukan pembentukan embrio somatis yang paling banyak, tetapi potensi pembentukan embrio somatic yang normal seperti pada medium kultur padat tidak dapat diperoleh."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nisyawati
"Penambahan sukrosa ke dalam medium kultur untuk beberapa tanaman telah diketahui dapat meningkatkan pembentukan embrio somatis. Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan daun imatur tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) yang dikultur dalam medium MS dengan penambahan 2,4-D sebanyak 20 mg/I, serta penambahan sukrosa sebanyak 3%, 4%, 5% dan 6%. Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penambahan sukrosa sebanyak 3%, 4%, 5% dan 6% dapat meningkatkan pembentukan embrio somatis yang potensial. Jumlah rata-rata embrio somatis yang dibentuk dalam medium kultur berturut 78, 112, 147 dan 172, tampaknya masih ada kecenderungan untuk bertambah bila penambahan sukrosa diperbanyak. Namun demikian, tampak bahwa makin tinggi penambahan sukrosa, kloroplast makin tidak terbentuk."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Endang G Lestari
"pisang raja bulu is one of the most important bananas in Indonesia. However,, this plant low tolerance to wilt disease, caused by fusarium oxysporum f. cubense. Its mass cultivation is inhibited by the absence of variety tolerant to the disease. A wide range of genetic variability will be needed if selection for novel characters is to be conducted, especially when there is no source of resistance gene available for breeding materials. This research consisted of callus induction from primary explant, induction of somaclonal variation using gamma iradiation, and in vitro selection using fusaric acid, followed by regeneration and acclimatization of selected plantlets. The media applied for callus induction was MS (Murashige and skoog. 1962) +2,4-D 1 and 3 mg/l + NAA 0 and 0,1 mg/l and 2,4-D 5 mg/l + BA 0,5 mg/l + casein hidrolysate (CH) 500 mg/l. The applied gamma irradiation dosage were 0, and 0,1 mg/l and 2,4-D 5 mg/l + BA 0,5 mg/l + casein hidrolysate (CH) 500 mg/l. The applied gamma irradiation dosage were 0, 5.0, 7.5, 10 and 15 Gy. The irradiated cali was subsequently subcultures on selection media i.e., MS containing fusaric acid at 30 and 45 mg/l. The living calli was then regenerated on media containing BA, TDZ, eith or without proline and arginine. In addition, MS + kinetin 5 mg/l + 1AA 0,2 mg/l was applied for shoot development. The result showed that the most suitable callus induction media for pisang raja bulu was MS +2,4-D 5 mg/l +BA 0,5 mg/l +CH 500 mg/l. The gamma irradiation of 10 Gy produced somaclone lines which were able to proliferate bud nodules on selection media containing fusaric acid at 30 and 45 mg/l. The media for shoot development was MS + kinetin 5 mg/l + 1AA 0,2 mg/l. Plantlet obtained form the in vitro were then successfully acclimatized in the green house."
Bogor: Pusat Penelitian Biologi, 2009
BBIO 9:4 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>