Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Muhamad Ikhwan Buzar
"Untuk menunjang kesejahteraan hidup manusia maka diperlukan prasarana sipil untuk dapat memenuhi kebutuhan akan hal tersebut. Parasarana sipil ini sebagian besar terbuat dari beton bertulang. Tetapi akibat terbatasnya lahan, maka banyak bangunan sipil yang dibangun di atas tanah-tanah kosong yang dulunya merupakan sebuah rawa atau dengan cara menguruk rawa yang sudah ada. Rawa ini mempunyai kemungkinan besar merupakan rawa yang tercemar sebagai akibat pembangunan industri yang pesat dimana industri-industri ini menyumbangkan limbah yang mengandung zat korosif yang dapat menimbulkan proses korosi dan merusak struktur beton bertulang sehingga mengurangi usia dari struktur tersebut.
Korosi merupakan kerusakan suatu material sebagai akibat material tersebut bereaksi secara kimia dengan lingkungannya yang tidak mendukung. Lingkungan yang tidak mendukung ini dapat berupa kadar pH yang rendah banyaknya kandungan unsur klorida bebas, sulfat dan beberapa faktor lingkungan dan faktor diri beton itu sendiri apakah itu mutu tulangan yang digunakan ataupun mutu dan tebal selimut betonnya. Dalam menentukan suatu derajat kerusakan dari suatu proses korosi terhadap suatu material maka digunakan satuan mpy dan mm/year.
Tahap-tahap dalam melakukan penelitian ini dimulai dengan mencari rawa yang tercemar dengan menggunakan data dari BEPEDAL untuk mencari lokasi rawa tercemar dan dipilih rawa Pedongkelan, Jakarta Timur. Kemudian mengambil sampel air untuk dperiksa kualitas airnya. Baja tulangan yang diteliti adalah ST41 dan ST60 dan cara pengukuran laju korosinya digunakan 2 cara yaitu Elektrokimia dan cara Emmersion dengan air rendaman air rawa tercemar dan air bersih sebagai kontrol. Untuk tulangan berlapis beton hanya digunakan studi literatur.
Hasil yang didapat adalah berdasarkan uji EK, untuk air rawa nilai laju korosi tulangan ST 41 = 9.65 mpy, 0.245 mm/year dan tulangan ST 60 = 4.04 mpy, 0.102 mm/year, sedangkan untuk air bersih nilai laju korosi tulangan ST 41= 3.521 mpy, 0.079 mm/year nilai laju korosi tulangan ST 60= 1.2251 mpy, 0.0311 mm/year. Untuk metode EMMERSION baja tulangan ST41 pada air rawa CR = 5.624 mpy, pada air bersih CR = 7.278 mpy. Baja tulangan ST 60 pada air rawa CR = 4.218, pada air bersih CR = 7.03 mpy. Hal ini disebabkan pada uji Emmersion kurang mensimulasikan keadaan sebenarnya, oleh sebab itu disarankan untuk melakukan percobaan ini kembali secara in situ.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu tulangan mempengaruhi laju korosi, semakin tinggi mutunya semakin sulit ia terkorosi. Dan semakin baik mutu dan tebal selimut beton maka semakin terlindung baja tulangan dari proses korosi. Karena akan memberikan perlindungan pada baja tulangan berupa struktur pori-pori beton yang lebih rapat sehingga akan mempersulit bagi air rawa yang mengandung zat-zat korosif untuk masuk mencapai lapisan tulangan. Sedangkan ketebalan yang cukup akan memberikan hambatan berupa jarak yang harus dilalui oleh air rawa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S34792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursetiawan Suroso
"Balok beton prategang sebagian umumnya dirancang untuk diperbolehkan mengalami
retak pada saat menerima beban kerja. Namun adanya retak ini dapat mengakibatkan korosi pada tulangan sehingga mengurangi kekuatan balok tersebut. Oleh karena im retak harus dikendalikan sedemikian rupa agar Iebamya tidak berleblhan. Untuk dapat mengendalikan lebar retak tersebut maka perlu diketahui terlebih dahulu perilaku dari Iebar retak di balok beton prategang sebagian.
Lebar retak pada balok beton prategang sebagian dipengaruhi oleh banyak fhktor. Hal
ini menyebabkan kerumitan dalam penyusunan persamaan untuk menghitung lebar retak yang dilakukan oleh para peneliti. Namun secara umum pendekatan yang digunakan oleh peneliti- peneliti tersebut untuk menghitung lebar retak dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) metode, yaitu metode yang berdasarkan tegangan tarik khayal beton dan metode yang berdasarkan tegangan baja setelah tahap dekompresi. Masing~masing metode memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Metode yang didasarkan pada tegangan tarik khayal beton sangat sederhana dalam proses perhitungannya tetapi mengasumsikan penampang balok dalam kondisi yang tidak retak, meskipun sebenarnya tegangan tarik beton ini sudah melampaui kekuatan tarik beton (modulus keruntuhan baton). Sedangkan perhitungan untuk metode yang
didasarkan pada tegangan baja cukup rurnit tetapi menggunakan penampang balok yang retak dalam analisanya sehingga menyerupai keadaan balok yang sebenamya.
Tulisan ini membahas kedua metode tersebut di atas bersama-sama dengan beberapa
persamaan untuk menghitung lebar retak yang telah dibuat oleh para peneliti dan batasan lebar retak yang diijinkan oleh peraturan. Untuk mengetahui seberapa jauh persamaan-persamaan tersebut dapat memberikan hasil yang memadai maka dilakukan pula perbandingan antara hasil yang didapat dari perhitungan dengan hasil yang didapat dari percobaan yang dilakukan di laboratorium oleh beberapa peneliti. Selain itu akan dilakukan simulasi untuk mengetahui pengaruh dari beberapa parameter pada balok beton prategang sebagian terhadap perilaku lebar retak yang muncul. Parameter-parameter tersebut meliputi bentuk penampang balok, tingkat
prategang, kombinasi tulangan prategang dan non-prategang, jumlah tulangan, indeks
penulangan, dan letak/kedalaman tulangan prategang."
1996
S34603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Edwind A.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S34300
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Komariyah
"Pada tesis ini dipelajari pengaruh spatter terhadap degradasi material yaitu pengaruhnya terhadap laju korosi serta terhadap kegagalan struktur yang diawali dengan timbulnya retak akibat beban bending fatigue. Beberapa pengujian dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan yang selanjutnya dianalisa.
Uji Vickers dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai kekerasan akibat adanya spatter. Untuk mendapatkan data tentang awal terjadinya retak dilakukan uji bending fatigue. Pengaruh spatter terhadap laju korosi diteliti dengan melakukan pengujian Cyclic Potentiodynamic Polarization.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan akibat adanya spatter lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa spatter. Awal retak akibat beban fatigue tidak terjadi pada daerah spatter, tetapi terjadi pada mikro notch pada daerah HAZ. Laju korosi pada daerah spatter lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tanpa spatter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T40833
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Antono
Yogyakarta: Andi, 1983
624.183 ACH b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mayrunie Juliawati
"Beton dengan baja tulangan (renforced concrete) sebagai bahan konstruksi telah digunakan dan telah dikembangkan sejak abad 20. Beton adalah material komposit yang terdiri dari campuran agregat, semen dan air. Sedangkan baja tulangan pada beton bertulang berfungsi untuk menahan kekuatan tarik yang diterima oleh suatu struktur. Pada saat ini, pemanfaatan baja tulangan ini tidak hanya pada sifat mekanisnya saja, melainkan juga turut mempertimbangkan umur pemakaiannya yang relatif tinggi. Pertimbangan ini disebabkan karena adanya sifat korosif pada baja tulangan, yang dapat menurunkan mutu dari baja tulangan tersebut. Korosi pada baja tulangan antara lain dapat disebabkan adanya ion klorida dan karbon dioksida yang terdapat pada alam yang dapat berpenetrasi (merembes) masuk kedalam pori-pori beton. Belakangan ini korosi pada baja tulangan telah mendapatkan perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena usaha untuk memperbaiki konstruksi beton bertulang membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Selain daripada itu, berkembangnya wilayah pembangunan, terutama pada daerah pantai dan daerah rawa yang pada umumnya mempunyai sifat asam. Perubahan kondisi lingkungan juga dapat meningkatkan laju korosi pada baja tulangan. Salah satu usaha untuk mengurangi laju korosi pada baja tulangan adalah dengan menggunakan inhibitor sebagai campuran beton. Inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat bereaksi dengan permukaan logam pada suatu lingkungan sehingga dapat menekan laju korosi. Inhibitor dapat mengurangi laju korosi pada baja tulangan apabila ditambahkan pada campuran beton dalam konsentrasi yang tepat (maksimum). Penentuan konsentrasi optimum yang digunakan dalam campuran beton merupakan kata kunci dalam menentukan keberhasilan dalam mengurangi laju korosi pada baja tulangan. Inhibitor yang digunakan dalam campuran beton sangat bervariasi, namun pada bahasan selanjutnya hanya dibatasi oleh penelitian dengan menggunakan Asam Karboksilat sebagai inhibitor. Dengan menggunakan Asam Karboksilat sebagai inhibitor, diharapkan dapat mengurangi laju korosi yang ditimbulkan akibat pengaruh dari lingkungan asam. Penelitian dilakukan untuk menentukan konsentrasi maksimum dalam penggunaan inhibitor Asam Karboksilat untuk menurunkan laju korosi yang terjadi, serta pengaruh dari penggunaan inhibitor sebagai admixture terhadap kekuatan beton itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan uji kuat tekan pada beton admixture dan pengukuran laju korosi pada baja. Konsentrasi Asam Karboksilat yang dipakai pada percobaan adalah 224 ppm, 320 ppm, dan 416 ppm. Sedangkan batasan lingkungan yang digunakan adalah lingkungan asam mempunyai derajat keasaman 3 dan lingkungan netral (pH=7). Strength desain yang digunakan pada beton admixture adalah K 350 yang akan diuji kekuatan tekannya pada hari ke-28 dan hari ke-90. Demikian pula pada pegukuran laju korosinya, yang akan diuji pada hari ke-90. Dari hasil penelitian diperoleh Asam Karboksilat dapat berfungsi sebagai inhibitor. Karena secara umum dengan penambahan asam karboksilat dapat menurunkan laju korosi yang terjadi pada tulangan, baik pada pH 3 maupun pada pH 7. Nilai optimum dari konsentrasi inhibitor yang dapat digunakan adalah 224 ppm, untuk lingkungan yang bersifat asam. Sedangkan untuk lingkungan yang bersifat netral (pH 7), nilai optimum dicapai pada nilai konsentrasi Asam Karboksilat sebesar 320 ppm. Asam Karboksilat dapat mempengaruhi kuat tekan yang dimiliki oleh beton. Penambahan inhibitor Asam Karboksilat (Calcon Carboxylic) kedalam campuran beton akan menimbulkan efek menurunnya mutu yang dimiliki oleh beton.

Reinforced concrete have been used and developed since the beginning the 20th of century. Concrete is a composite material which consists of cement, aggregates and water. Reinforcement or rebar inside the reinforced concrete has the function to improve tensile mechanical properties to hold against the structure. Nowdays, the usage of the reinforced concrete does not only consider the mechanical characteristic (properties), but also the durability of the concrete. This was based on the reinfocement's tendency of corrosion, which can reduce the quality of the rainforcement. On of the causes of corrosion is because of penetration the ion chloride and carbon monoxide into the pores of concrete. Lately, corrosion on reinforced concrete has gained a special attention. This is because of the effort to fix the concrete construction is more expensive than to maintain the structure. Furthermore, developments in various areas, such as in the coastal areas and the swamp which are acidic environments, can result in environmental changes or transformation that leads to increasing corrosion rate of the reinforced in the concrete. One effort to decrease corrosion is by using inhibitor as an additif material to made a concrete. Inhibitor is a chemical substance that reacts with metal surfaces which can prevent the corrosion rate. It decreases the corrosion rate of reinforced still if the proper concentration (Optimum concentration) is added to the concrete mixture. Deciding the optimum concentration that will be used in the mixture is the key in indicating the success of decreasing corrosion rate. There are various kinds of inhibitor, but further explanation of this research is limited to using carboxylic acid (calcon carboxylic) as the inhibitor. By using carboxylic acid as an inhibitor is expected to reduce the corrosion caused by the effect of acid environment. The purpose of this research is to find the optimum concentration by using calcon carboxylic as an inhibitor to decrease corrosion. The research is also intended to find out the effects of using inhibitors on concrete strength. The methods used in this research were compression strength of the admixture concrete and the measurement of the corrosion rate on steel. Carboxylic acid used in the concentration were 224 ppm, 320 ppm and 416 ppm. The limitation for the environment is an acid environment of pH 3 degree and neutral environment pH 7 degree. Strength design of the admixture concrete is K 350 which is was tested on day the 28th and 90th. The measurement of the corrosion was also tested on day 90th. As a result, it can be concluded that carboxylic acid can be used as an inhibitor to decrease a current corrosion rate because the addition of the carboxylic acid can generally decrease the corrosion rate of reinforcements both in the pH 3 environment and the pH 7 environment. The optimum concentration value of the inhibitor is 224 ppm for the acid environment and 320 ppm for the neutral environment. Calcon carboxylic can influence the strength design of the concrete. By adding calcon carboxylic acid as an inhibitor into concrete mixture can cause the decreasing quality of the concrete."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
"Sebagian besar bangunan prasarana sipil menggunakan tulangan beton untuk memperkuat konsruksi betonnya. Tulangan betontersebut sangat rentan terhadap pengaruh unsur kimia yang dapat menyebabkan korosi. Korosi terjadi akibat adanya unsur kimia di lingkungan asam. Unsur-unsur kimia yang mempunyai sifat korosif diantaranya sulfat, khlorida dan nitrat. Banyak lahan di wilayah Indonesia berupa rawa. Air rawa umumnya mempunyai kadar asam tinggi, dan mengandung unsur sulfat, khlorida dan nitrat yang melebihi kondisi normal air tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh unsur-unsur kimia korosif di dalam air rawa terhadap laju korosi tulangan beton. Ada dua perlakuan yang dilakukan yaitu : (1) merendam tulangan beton dari dua jenis mutu (ST 37 dan ST 60) selama 60 hari ke dalam air rawa tercemar, (2) ST 37 digerakkan naik turun secara periodik dalam rendaman air rawa tercemar. Air rawa dibuat dalam tiga variasi yaitu dengan memperbesar konsentrasi unsur korosif 1x, 5x, dan 10 x. Pengukuran laju korosi menggunakan metoda immersi.
Hasil uji immersi menunjukkan bahwa unsur khlorida memberikan pengaruh yang paling besar dalam proses korosi ST 37 maupun ST 60 dan dengan diikuti dengan unsur sulfat dan nitrat. Besarnya laju korosi ST 37 adalah 24.29 mpy sedangkan ST 60 adalah 22.76 mpy. Untuk tulangan beton ST 37 yang digerakkan naik turun, besarnya laju korosi adalah 37,59 mpy, di mana unsur khlorida paling besar pengaruhnya dalam proses korosi, dan diikuti dengan sulfat kemudian nitrat.

Most of infrastructures using steel concrete to reinforce the strength of concrete. Steel concrete is so vulnerable to chemical compounds that can cause corrosion. It can happen due to the presence of chemical compounds in acid environment in low pH level. These chemical compounds are SO4 2-, Cl-, NO3 -. There are many swamp area in Indonesia. The acid contents and the concentration of ion sulphate, chlorides, and nitrate are higher in the swamp water than in the ground water.
The objective of this research was to find out the influence of corrosive chemicals in the swamp water to the steel concrete corrosion rate. There were two treatment used: (1) emerging ST 37 and ST 60 within 60 days in the "polluted" swamp water, (2) moving the ST 37 up and down periodically in the "polluted" swamp water. Three variation of "polluted" swamp water were made by increasing the concentration of corrosive chemical up to 1X, 5X and 10X respectively. The corrosion rate was measured by using an Immersion Method.
The result of Immersion test showed that chloride had the greatest influence to corrosion rate of ST 37 and ST 60 and followed by sulphate and Nitrate. Corrosion rate value for ST 37 is 24.29 mpy and for ST 60 is 22.76 mpy. By moving the sample up and down, the corrosion rate of ST 37 increase up to 37.59 mpy, and chloride still having the greatest influence, followed by sulphate and nitrate."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>