Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Akhir-akhir ini penerapan ketentuan anti pencucian uang mendapat sorotan, dan nampaknya mulai dipertanyakan mengapa begitu sedikit perkara yang bisa dijerat dengan ketentuan ini. Semestinya begitu banyak perkara yang bisa dikaitkan dengan pencucian uang, seperti korupsi, illegal logging, narkotika hampir dapat dipastikan bermuara ada praktek pencucian uang"
IKI 2:10 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Gani Jaya
"Kejahatan kerah putih (white color crime), layaknya dunia bisnis, sudah tidak lagi mengenal batas negara. Bahkan uang hasil kejahatan dari sebuah negara dapat ditransfer ke negara lain dan diinvestasikan ke dalam berbagai bisnis yang sah. Kegiatan ini disebut sebagai praktik pencucian uang (money laundering). Dengan dimungkinkannya praktik pencucian uang maka memberi peluang bagi pelaku kejahatan untuk terus melakukan tindakan kejahatannya. Untuk mencegah ini maka setiap negara diharapkan mempunyai aturan yang melarang uang hasil kejahatan untuk ditanamkan di berbagai bidang usaha yang sah. Indonesia menjadi salah satu negara yang dari para pelaku kejahatan kerah putih untuk melakukan pencucian uang. Hal ini disebabkari karena pertama, Indonesia selama ini belum memiliki ketentuan yang mengatur larangan bank atau pelaku bisnis untuk menerima uang hasil kejahatan. Tidak ada ketentuan yang membolehkan pelacakan dari mana uang tersebut diperoleh tetapi justru memiliki sistem kerahasiaan perbankan yang ketat, dan kedua, para pelaku kejahatan melihat banyaknya peluang bisnis yang sah yang mereka dapat masuki. Apalagi dengan keterpurukan perekonornian Indonesia belakangan ini dan kebutuhan Indonesia untuk mendatangkan investor asing yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang menarik untuk dimasuki. Praktik kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan institusi perbankan dan proses pencucian uang ini dilakukan melalui tiga fase, yaitu: placement, layering, dan integration. Fase pertama, placement, dimana pemilik uang tersebut menempatkan dana haramnya ke dalam sistem keuangan (financial system), melalui bank. Dan satu bank kemudian dipindahkan ke bank yang lain (acount to acount}, dan dari satu negara ke negara yang lain (state to state) maka uang haram tersebut telah menjadi bagian dalam satu jaringan keuangan global (global finance). Dengan demikian bank merupakan pintu utama dari fase pertama tindak kejahatan money laundering. Fase kedua, layering, dimana pemilik dana telah memecah uang haramnya ke dalam beberapa rekening dan antar negara. Hal dilakukan untuk menghindari kecurigaan otoritas moneter mengenai jumlah uang yang demikian besar menjadi beberapa rekening dengan nilai nominal yang relatif, tidak mencurigakan juga diatasnamakan beberapa nasabah yang tidak saling mengenal satu sama lain. Pemecahan ke dalam beberapa lapis nasabah melalui beberapa lapis rekening antarbank antarnegara maka tindakan ini disebut pelapisan dengan maksud menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul dana tersebut. Fase ketiga integration, dilakukan setelah proses layering berhasil mencuci uang haram tersebut menjadi uang bersih (clean money), untuk selanjutnya dapat digunakan dalam kegiatan bisnis atau kegiatan membiayai organisasi kejahatan (crime organization) yang mengendalikan uang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T17285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refki Saputra
"Kriminalisasi aktivitas pencucian uang, pada dasarnya merupakan respon atas sulitnya mengungkap kejahatan terorganisir. Hal ini dilakukan karena pelaku menggunakan teknik-teknik pencucian uang untuk menyembunyikan harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Melalui pendekatan anti-pencucian uang, proses penegakan hukum diarahkan tidak hanya sekedar menemukan pelaku kejahatan, melainkan juga mencari harta kekayaan hasil kejahatan. Rezim anti-pencucian uang kemudian dianggap sebagai strategi baru dalam memberantas kejahatan dengan merampas hasil kejahatannya. Tatkala para pelaku kejahatan dihalangi untuk menikmati hasil kejahatannya, maka diharapkan motivasi untuk melakukan kejahatan juga menjadi sirna. Regulasi anti-pencucian uang di Indonesia, sejauh ini sudah cukup memberikan panduan kepada institusi yang terlibat dalam implementasi rezim anti-pencucian uang sebagai bagian dari upaya memberantas kejahatan (tindak pidana asal). Hal ini misalnya tampak dari ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan upaya penelusuran hasil kejahatan. Misalnya terkait dengan ketentuan pelaporan dan analisis transaksi keuangan, upaya mengamankan aset hasil kejahatan dalam ketentuan terkait dengan penundaan, penghentian transaksi, pemblokiran, penyitaan, hingga upaya perampasan hasil kejahatan. Agar dapat memaksimalkan pemberantasan kejahatan, maka perlu adanya kesamaan persepsi diantara penegak hukum, bahwa kriminalisasi aktivitas pencucian uang merupakan pintu masuk dalam mengungkap kejahatan. Proses pembuktian harus dilakukan secara efisien dengan menggunakan mekanisme pembuktian terbalik. Selain itu juga, proses peradilan tindak pidana pencucian uang harus selalu diarahkan untuk menemukan hasil kejahatan untuk kemudian dirampas atau dikembalikan kepada yang berhak.

The criminalization of money laundering activities, essentially a response to the difficulty of uncovering organized crime. This is done because the perpetrators use techniques of money laundering to conceal wealth obtained from the crime. Through the anti-money laundering approach, law enforcement process directed not only to find the perpetrators, but also to seek the proceeds of crime. Anti-money laundering regime is then considered as a new strategy to fight against crime by seizing the proceeds of crime. When the perpetrators are prevented from enjoying the proceeds of crime, it is expected that the motivation to commit crimes also be annihilated. Anti-money laundering regulation in Indonesia, so far is sufficient to provide guidance to the institutions involved in the implementation of anti-money laundering regime as part of efforts to combat crime (predicate offenses). It can be seen from the provisions relating to the search effort of criminal proceeds. For instance associated with the provision of financial transaction reporting and analysis, to secure the assets of criminal proceeds in the provisions relating to delays, termination of the transaction, blocking, seizure, up to confiscation of proceeds of crime. In order to maximize efforts to fight crime, we need a shared understanding among law enforcement agencies, that the criminalization of money laundering activity is an entry point to uncovering crime. Trial process must be done efficiently by using the reversal of burden of proof. In addition, the judicial process of money laundering should always be directed to locate the proceeds of crime, to be seized or returned to those entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dauri
"Kegiatan perdagangan merupakan salah satu kegiatan penting dalam kehidupan sehari – hari. Tujuan dari perdagangan tentunya adalah mencari keuntungan yang sebanyak – banyaknya. Namun, kegiatan perdagangan tersebut tidak luput dari tindak kejahatan untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Salah satu bentuk kejahatan yang dilakukan adalah kegiatan pencucian uang. Pada prinsipnya kegiatan pencucian uang adalah kegiatan untuk menyamarkan atau menyembunyikan kegiatan kejahatan asal. Salah satu kasus pencucian uang adalah kasus Asian Agri Group. Asian Agri Group beserta anak perusahaannya di Indonesia diduga melakukan kegiatan pencucian uang atas kegiatan pengelapan pajak. Kegiatan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Group sebagai kejahatan asal dari kejahatan pencucian uang tersebut. Kasus Asian Agri Group ini masih berada dalam tahap penyidikan oleh tim khusus yang dibentuk oleh Menteri Keuangan. Tim khusus tersebut terdiri dari pihak dari Direktorat Jenderal Pajak, Komisi Pemberantasan Korupsi, serta Kejaksaan Agung. Kegiatan penggelapan pajak yang diduga dilakukan oleh Asian Agri Group ini diduga menggunakan 3 metode, yaitu metode biaya fiktif, transaksi hedging fiktif, dan transfer pricing. Kejahatan yang dilakukan oleh Asian Agri Group ini melibatkan para pihak di luar negeri yang merupakan pihak afiliasinya di luar negeri. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh Asian Agri Group dilakukan dengan cara mentransfer uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pihak afiliasinya di luar negeri melalui transaksi perbankan, seperti Hongkong, Mauritius, dan Makao. Alur pencucian uang tersebut tentunya berakhir pada rekening yang berinisial ST beserta keluarganya. Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Asian Agri Group, anak perusahaannya, dan pihak afiliasinya ini melanggar ketentuan pidana dalam Kitab – Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Undang – Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Ephraim
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S26200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahetapy, Athilda H.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T37586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005
345.023 SIA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Purwaningsih
"Peredaran gelap narkotika adalah salah satu bentuk kejahatan transnasional yang dilakukan terorganisasi dan melibatkan banyak pelaku dengan peran serta fungsi khas, termasuk perempuan. Dalam kejahatan narkotika transnasional yang terorganisasi, keterlibatan perempuan tidak hanya sebagai konsumen dan kurir narkotika ilegal, namun juga dalam kegiatan pencucian uang hasil kejahatan narkotika. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan dan menganalisis keterlibatan perempuan dalam kegiatan pencucian uang hasil peredaran gelap narkotika di Indonesia berdasarkan kasus yang pernah ditangani Badan Narkotika Nasional tahun 2016 hingga 2018. Wawancara mendalam dilakukan kepada empat orang orang pelaku dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil peredaran gelap narkotika oleh keempat orang pelaku tersebut. Hasilnya adalah gambaran mengenai bagaimana bentuk keterlibatan perempuan dalam TPPU hasil kejahatan narkotika dan gambaran mengenai karakteristik keterlibatannya, yaitu sebagai pelaku aktif yang tidak terlibat langsung di kejahatan narkotika atau aider, serta sebagai pelaku pasif atau abettor. Setelah itu dilakukan analisis mengenai faktor-faktor penyebab keteribatan tersebut.

Illicit drugs trafficking is one of transnational organized crime which involving many people with their own distinctive roles and funtions, including female. In organized transnational drugs crime, female involvement not only as comsumer and as a courier, but also in money laundering from drugs crimes. This Study use a Qualitative Approach to describe and analyze the involvement of female in money laundering as a crime from illicit drug trafficking in Indonesia based on the cases that have been disclose by National Narcotics Board from 2016 to 2018. Conduct in-depth interview with four offender and the parties directly involved in disclosure of money laundering (TPPU). As a result, the description of how the involvement of women in Money laundering related to narcotics crimes and a description of the characteristics of their involvement, namely as active actors who are not directly involved in narcotics crime or aider, as well as passive actors or abettor. Furthermore, an analysis of the factors causing the involvement.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Herman Henok
"ABSTRAK
Menurut Laporan Financial Action Task Force yang diterbitkan pada tahun 2008,
?trade-based money laundering is defined as the process of disguising the
proceeds of crime and moving value through the use of trade transactions in an
attempt to legitimise their illicit origins or finance their activities.?
(diterjemahkan penulis sebagai berikut: ?perdagangan yang berbasis pencucian
uang didefinisikan sebagai proses menyamarkan hasil tindak pidana dan bergerak
nilai melalui penggunaan transaksi perdagangan dalam upaya untuk melegitimasi
harta asal mereka yang illegal atau untuk membiayai aktifitas mereka.?) Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa ketentuan peraturan
perundangan di Indonesia di bidang pencucian uang (money laundering) terkait
perdagangan yang berbasis pencucian uang (trade based money laundering) serta
untuk mengetahui prospek penanggulangan perdagangan yang berbasis pencucian
uang (trade based money laundering) di Indonesia. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa belum ada ketentuan hukum yang secara khusus mengatur
mengenai perdagangan yang berbasis pencucian uang (trade based money
laundering) di Indonesia, terdapat celah atau kelemahan pada hukum formil yang
diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

ABSTRACT
According to Financial Action Task Force?s Report in 2008, ?trade-based money
laundering is defined as the process of disguising the proceeds of crime and moving
value through the use of trade transactions in an attempt to legitimise their illicit
origins or finance their activities.? The purpose of this research is to identify and
analyze the indonesian money laundering regulations regarding trade-related money
laundering and to understand the prospect of trade based money laundering prevention
in Indonesia. This research is a normative research. This research shows that there is no
specific regulations regarding trade based money laundering in Indonesia, there is some
loop hole in procedural law according to Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang."
2012
T30970
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>