Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Ikhwan Buzar
"Untuk menunjang kesejahteraan hidup manusia maka diperlukan prasarana sipil untuk dapat memenuhi kebutuhan akan hal tersebut. Parasarana sipil ini sebagian besar terbuat dari beton bertulang. Tetapi akibat terbatasnya lahan, maka banyak bangunan sipil yang dibangun di atas tanah-tanah kosong yang dulunya merupakan sebuah rawa atau dengan cara menguruk rawa yang sudah ada. Rawa ini mempunyai kemungkinan besar merupakan rawa yang tercemar sebagai akibat pembangunan industri yang pesat dimana industri-industri ini menyumbangkan limbah yang mengandung zat korosif yang dapat menimbulkan proses korosi dan merusak struktur beton bertulang sehingga mengurangi usia dari struktur tersebut.
Korosi merupakan kerusakan suatu material sebagai akibat material tersebut bereaksi secara kimia dengan lingkungannya yang tidak mendukung. Lingkungan yang tidak mendukung ini dapat berupa kadar pH yang rendah banyaknya kandungan unsur klorida bebas, sulfat dan beberapa faktor lingkungan dan faktor diri beton itu sendiri apakah itu mutu tulangan yang digunakan ataupun mutu dan tebal selimut betonnya. Dalam menentukan suatu derajat kerusakan dari suatu proses korosi terhadap suatu material maka digunakan satuan mpy dan mm/year.
Tahap-tahap dalam melakukan penelitian ini dimulai dengan mencari rawa yang tercemar dengan menggunakan data dari BEPEDAL untuk mencari lokasi rawa tercemar dan dipilih rawa Pedongkelan, Jakarta Timur. Kemudian mengambil sampel air untuk dperiksa kualitas airnya. Baja tulangan yang diteliti adalah ST41 dan ST60 dan cara pengukuran laju korosinya digunakan 2 cara yaitu Elektrokimia dan cara Emmersion dengan air rendaman air rawa tercemar dan air bersih sebagai kontrol. Untuk tulangan berlapis beton hanya digunakan studi literatur.
Hasil yang didapat adalah berdasarkan uji EK, untuk air rawa nilai laju korosi tulangan ST 41 = 9.65 mpy, 0.245 mm/year dan tulangan ST 60 = 4.04 mpy, 0.102 mm/year, sedangkan untuk air bersih nilai laju korosi tulangan ST 41= 3.521 mpy, 0.079 mm/year nilai laju korosi tulangan ST 60= 1.2251 mpy, 0.0311 mm/year. Untuk metode EMMERSION baja tulangan ST41 pada air rawa CR = 5.624 mpy, pada air bersih CR = 7.278 mpy. Baja tulangan ST 60 pada air rawa CR = 4.218, pada air bersih CR = 7.03 mpy. Hal ini disebabkan pada uji Emmersion kurang mensimulasikan keadaan sebenarnya, oleh sebab itu disarankan untuk melakukan percobaan ini kembali secara in situ.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu tulangan mempengaruhi laju korosi, semakin tinggi mutunya semakin sulit ia terkorosi. Dan semakin baik mutu dan tebal selimut beton maka semakin terlindung baja tulangan dari proses korosi. Karena akan memberikan perlindungan pada baja tulangan berupa struktur pori-pori beton yang lebih rapat sehingga akan mempersulit bagi air rawa yang mengandung zat-zat korosif untuk masuk mencapai lapisan tulangan. Sedangkan ketebalan yang cukup akan memberikan hambatan berupa jarak yang harus dilalui oleh air rawa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S34792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Febriyani
"Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat akan meningkatkan kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjangnya. Sarana dan prasarana ini akan menunjang aktivitas manusia dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada saat ini konstruksi beton lebih diminati karena relatif kuat, mudah dibentuk, dan ekonomis. Pertumbuhan penduduk yang melampaui kapasitas lingkungan akan menyebabkan lingkungan menjadi tercemar. Hal ini akan ditandai dengan kandungan zat-zat yang melebihi standar yang berlaku pada peraturan. Sebagai contoh air rawa memiliki kandungan asam yaitu asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), asam nitrat (HNO3) dan zat organik yang tinggi. Karakteristik yang demikian sangatlah merugikan kehidupan manusia misalnya merusak material penunjang kahidupan.
Konstruksi bangunan beton akan berhubungan dengan lingkungan sekitarnya, sedangkan lingkungan tersebut mengandung ion-ion agresif perusak beton, maka akan menimbulkan dampak negatif pada beton misalnya kekuatan beton berkurang. Semakin tinggi mutu beton semakin rendah angka permeabilitasnya. Angka permeabilitas tinggi menunjukkan adanya kandungan ion agresif yang dengan mudah merusak dan menyerang beton. Metode yang akan dilakukan adalah dengan uji kuat tekan untuk mengetahui kekuatan tekan dari beton, tes permeabilitas beton untuk mendapatkan angka permeabilitas beton dan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Jurusan Sipil FTUI. Uji XRD untuk melihat persenyawaan yang terbentuk dalam beton serta uji XRF untuk menentukan unsur yang terbentuk dilakukan di Lab. Metallografi dan HST Jur. Metalurgi FTUI, semua ini dilakukan setelah perendaman dengan air rawa dan zat kimia korosif. Beton yang digunakan adalah beton K 15 dan K 50 MPa. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh air rawa dan zat kimia korosif baik sebagai perendaman maupun campuran beton terhadap kuat tekan beton dan angka permeabilitasnya.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, air rawa memiliki kadar sulfat, SS, Alkalinitas, KMNO4, DO, Ca, DHL, Klorida, Nitrat yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan air bersih sehingga air rawa dapat mempengaruhi karakteristik beton. Angka permeabilitas beton dalam penelitian ini sebesar 1,4 . 10-11 hingga 3,2 . 10-11 m/s untuk beton standar 15 MPa, 1,27 . 10-11 hingga 2,2 . 10-11 m/s untuk beton campuran 15 MPa, dan 6,3 . 10-11 hingga 1. 10-11 m/s untuk beton standar 50 MPa. Beton mutu 15 MPa lebih tahan zat kimia korosif dibandingkan dengan beton mutu 50 MPa. Unsur yang terdapat di dalam beton yang diketahui melalui uji XRF adalah Al, Si, S, Cl, K, Ca, Ti, Fe, dan Zn. Unsur yang paling dominan adalah kalsium sebesar 52-57 %, Silikat sebesar 24-27 %, Al dan Fe sebesar 6-8 % karena unsur tersebut merupakan unsur yang dominan dalam pembuatan semen. Zat kimia yang terdapat dalam beton memiliki potensi untuk memperbesar angka permeabilitas dan menyebabkan proses pemisahan dan perusakan sehingga beton menjadi keropos dan rusak secara progresif."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S34764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runtulalu, Sony C.
"Air sungai yang tercemar adalah air sungai yang kondisinya terkontaminasi oleh bahan pencemar melebihi batas-batas yang telah ditetapkan. Banyak bangunan beton bertulang yang kontak dengan air sungai tersebut. Air sungai yang tercemar ini diperkirakan mengandung unsur-unsur yang berpotensi menyebabkan korosi pada tulangan beton tersebut sehingga dimensi tulangan mengecil dan akibatnya kekuatan beton bertulang itu berkurang. Penelitian ini bermaksud untuk mencari karakteristik-karakteristik apa saja yang terdapat dan dominan dalam air sungai dengan laju korosi pada tulangan dan fenomena korosi pada beton bertulang dan mencari hubungan kekuatan tarik (mutu) tulangan dengan ketahanannya terhadap korosi.
Korosi didefinisikan sebagai kerusakan atau kemerosotan material logam karena bereaksi dengan lingkungannya melalui reaksi kimia. Air sungai tercemar merupakan salah satu lingkungan penyebab korosi. Adapun sifat-sifat air sungai yang bisa menyebabkan korosi adalah pH, temperatur, suspended solids, daya hantar listrik, dissolved oxygen, sulfat klorida, angka permanganat dan sebagainya. Lingkungan ini baru bisa menyebabkan korosi pada tulangan beton apabila lapisan pasif pelindung tulangan itu dirusak. Pada beton, lapisan selimut beton membentuk lapisan pasif yang melindungi tulangan dari proses korosi. Pada waktu lapisan beton ini rusak akibat karbonasi maka proses korosi dimulai. Lama waktu proses terjadinya kerusakan pada lapisan pasif biasa disebut dengan istilah periode inisiasi. Korosi pada tulangan ini terutama disebabkan oleh ion klorida. Korosi merupakan suatu reaksi elektrokimia, ada dua reaksi yaitu reaksi anodik yang melepaskan elektron dan reaksi katodik yang menangkap elektron.
Penelitian meliputi pemeriksaan kualitas air sungai tercemar dengan standar AWWA, terutama parameter yang mempengaruhi terjadinya korosi pada logam (baja); mengukur laju korosi pada tulangan baja denan cara elektrokimia dan tes celup (ASTM). Sedangkan pada tulangan berlapis beton dilakukan kajian secara teoritis.
Dari hasil penelitian terkait diuraikan bahwa dalam medium air sungai tercemar beton akan lebih cepat rusak (tingkat kerusakan 12,04%) daripada dalam medium air bersih (tingkat kerusakan 0%) dan dapat diperkirakan pula bahwa angka permeabilitas beton dalam air sungai tercemar lebih besar dari angka permeabilitas beton dalam air bersih (3,331 _m/detik). Makin cepat beton rusak dan makin tinggi angka permeabilitas dalam air sungai tercemar, makin cepat pula periode inisiasi. Pendeknya waktu periode inisiasi beton dalam air sungai tercemar ini disebabkan karena agresifitas lingkungan yaitu kadar sulfat tinggi dan suspended solids rendah.
Pemeriksaan kualitas air sungai tercemar menunjukkan bahwa dalam air sungai tercemar terdapat unsur-unsur yang bisa menyebabkan korosi pada baja tulangan. Unsur yang dominan adalah klorida (1028,99% lebih besar dari air bersih), sulfat (337,32% lebih besar dari air bersih), dan angka permanganat (338,64% lebih besar dari air bersih). Di samping itu diperoleh bahwa: laju korosi baja tulangan dalam medium air sungai tercemar (4,63 mpy untuk mutu ST41 dan 4,36 mpy untuk mutu ST60) lebih tinggi dibandingkan dengan laju korosi baja tulangan pada medium air bersih (3,605 mpy untuk mutu ST41 dan 0,63 mpy untuk mutu ST60) baik pada mutu baja ST41 (1,28 kali) maupun pada mutu ST60 (6,92 kali) dan laju korosi baja tulangan mutu ST41 (4,63 mpy dalam air sungai tercemar dan 3,605 mpy dalam air bersih) lebih tinggi dibanding dengan laju korosi baja tulangan mutu ST60 (4,36 mpy dalam air sungai tercemar dan 0,63 mpy dalam air bersih) baik dalam medium air sungai tercemat (1,06 kali) maupun dalam medium air bersih (5,72 kali)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S34914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa yang hampir terjadi di propinsi Riau setiap tahun pada areal HPH, HPHTI, perkebunan dan perladangan. Kebakaran yang terjadi di lahan perkebunan dan HPHTI pada umumnya didahului dengan adanya konversi hutan menjadi lahan perkebunan dan HPHTI kemudian diikuti dengan pembakaran pada waktu melakukan kegiatan pembersihan lahan. Luas areal kebakaran hutan dan lahan di propinsi Riau selama lima (5) tahun terakhir mulai tahun 1997 sampai tahun 2001 adalah sebesar 42.374,16 Ha yang pada umumnya terjadi di kawasan HPH, HPHTI, perkebunan, dan perladangan masyarakat. Pada awal tahun 2003 sampai 30 Juni 2003 di propinsi Riau terdapat 5.133 hot spot yang. ditemukan di seluruh kabupaten / kota. Kebakaran hutan dan lahan akan menghasilkan emisi terutama partikulat (PM10), CO, 03, NOz, S02 yang sangat berdampak terhadap kesehatan manusia. Asap yang merupakan partikel halus yang dihasilkan proses pembakaran akan dapat meningkatkan kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Selain itu, kebakaran hutan dan lahan berdampak juga terhadap lingkungan fisik dan ekonomi di Pekanbaru, Riau. Total kerugian bulan Juni tahun 2003 saja sebesar Rp 19 milyar lebih. Itu pun tanpa memasukkan variabel transportasi, perdagangan, hilangnya kesempatan panen, dan peningkatan penderita ISPA (infeksi saluran pemafasan atas) akibat asap. Kebakaran hutan dan lahan akan mengakibatkan kualitas udara yang tidak baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan kualitas udara setiap waktu dimana parameter utama adalah PM10, CO, Oa, N02, S02. Hasil pemantauan tersebut akan menghasilkan suatu nilai konsentrasi dari tiap parameter yang nantinya diubah menjadi suatu nilai ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara). Nilai ISPU ini akan dianalisa dengan mencari nilai minimum, maksimum, dan rata-rata setiap bulan dalam tiga tahun (tahun 2001-2003) kemudian dibandingkan dengan standar nilai ISPU berdasarkan Keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP.45/MENLH/10/1997. Kualitas udara juga dapat dilihat dari jumlah hot spot setiap kabupaten (Pekanbaru, Dumai, Pelalawan, Siak, Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kuantan Sengingi) tahun 2001-2003. Kemudian, nilai ISPU dan jumlah hot spot akan dilihat korelasinya, apakah jumlah hot spot mempengaruhi nilai ISPU dilihat dari parameter dominan/kritis, yaitu PM10. Semakin banyak titik api akan mempengaruhi ketebalan asap sehingga berpengaruh terhadap kualitas udara di daerah tersebut. Kualitas udara di Pekanbaru, Riau memburuk pada tahun 2002 yang dapat dilihat dari banyak jumlah hot spot dan tingginya nilai ISPU. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanggulangan dan pencegahan sejak dini, dimana ada 4 (empat) tahap utama pencegahan dan penanggulangan yang saling terkait dan terintegrasi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S34740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayomi Dita Rarasati
"Korosi pada baja tuiangan seharusnya dapat tidak terjadi jika struktur komposit beton bertulang membungkus baja tulangan dengan rapat pada kondisi normal. Kondisi normal yang dimaksud adalah tidak tercemarnya air yang digunakan dalam campuran ataupun tidak tercemarnya kondisi Iingkungan konstruksi baton bertulang tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut pada saat ini terkadang sulit dicapai mengingat semakin terbatasnya lahan yang ada sehingga konstruksi beton bertulang dibangun pada lingkungan yang tercemar seperti Iingkungan rawa yang memiliki pH rendah. Lingkungan pH rendah dapat menyebabkan Iaju korosi yang cepat pada tulangan beton. Salah satu cara untuk menanggulangi laju korosi yang cepat ini adalah dengan penggunaan inhibitor. Dengan penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton, maka diharapkan laju korosi pada baja tulangan dapat berkurang banyak. Kondisi inilah yang melatarbelakangi penelitian terhadap penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton serta pengaruhnya terhadap kualitas mutu beton selain pengaruhnya terhadap laju korosi tulangan.
Penelitian ini menitikberatkan pada pengaruh Phosphate terhadap laju Korosi baja tulangan dan kekuatan beton pada tiga macam konsentrasi inhibitor yang berbeda, yaitu 30 ppm, 60 ppm dan 90 ppm. Selain itu terdapat dua kondisi periakuan yang berbeda terhadap lingkungan beton, yaitu Iingkungan asam (pH 3) dan lingkungan netral (pH 7). Adapun baja tulangan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja dengan mutu ST 37 dengan diameter 25 mm.
Uji korosi yang dilakukan adalah uji Immersion menggunakan sampel tulangan baja mutu ST 37. Spesimen berbentuk silinder berukuran diameter 25 mm dan tinggi 25 mm. Untuk mengukur laju korosi pada baja tulangan maka dilakukan pengukuran berat awal tulangan dan berat akhir tulangan. Berat akhir tulangan didapat setelah beton berumur 90 hari. Selisih dari berat awal dan berat akhir adalah berat yang hilang dari baja tulangan. Kehilangan berat inilah yang akan digunakan dalam perhitungan laju korosi. Untuk pengujian kekuatan beton dilakukan tes tekan beton berukuran 15x15x15 cm3 pada umur 28 dan 90 hari.
Dari penelitian didapatkan hasil laju Korosi pada pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 60 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standar: 0.17 mpy. Laju korosi pada pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standar: 0.09 mpy. Sedangkan kuat tekan beton pada pH 3 umur 28 hari dan 90 hari, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 dan 477.78 kg/cm2, 80 ppm: 421.11 kg/cm2 dan 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 dan 431.11 kg/cm2, standar: 388.89 kg/cm2 dan 395.58 kg/cm2. Kuat tekan beton pada pH 7 umur 28 hari an 90 hari, 30 ppm: 370.00 kg/cm2 dan 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 dan 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 dan 478.89 kg/cm2, standar: 416.67 kg/cm2 dan 482.22 kg/cm2.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa inhibitor Phosphate efektif bekerja pada pH 3 dengan konsentrasi 60 ppm. Selain itu Iaju korosi juga akan meningkat jika pH di Iingkungan sekitar tulangan asam.

Corrosion on reinforcement should not be happened if the composite structure of reinforced concrete covered all the reinforcement surface in nonnal condition. The normal condition means that the water used in the mixture was not contaminated or the environment of reinforced concrete was not polluted. Nevertheless, that normal condition is not always available, for example, in places with acid environment. The acid environment can increase the corrosion rate in reinforcement higher. Using the inhibitor is one of the ways to prevent the increasing corrosion rate.
This research is emphasized on the effect of Phosphate as the inhibitor. The concentrations that were used are 30 ppm, 60 ppm and 90 ppm. There were also two different kinds of environment applied in treating the concrete: acid environment (pH 3) and neutral environment (pH 7). The reinforcement that was used is steel with ST 37 base and 25 mm diameter. The corrosion test was done by using Immersion method or weight loss method and testing the concrete strength was done by using the compressive strength test.
As a result, the corrosion rate that was obtained from the observation were, in pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 80 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standard: 0.17 mpy.
Result in pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standard: 0.09 mpy. Compressive strength of the concrete in pH 3 at 28th days and 90th days, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 and 477.78 kg/cm2, 60 ppm: 421.11 kg/cm2 and 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 and 431.11 kg/cm2, standard: 388.89 kg/cm2 and 395.56 kg/cm2. Result in pH 7 at 28th days and 90th days, 30 ppm; 370.00 kg/cm2 and 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 and 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 and 478.89 kg/cm2, standard: 416.67 kg/cm2 and 482.22 kg/cm2.
From these results, it can be concluded that Na3PO4 12H2O inhibitor can be used in acid environment (pH 3) with 60 ppm concentration.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Degradasi beton bertulang akibat reaksi beton dengan lingkungan merupakan
masalah yang paling banyak ditemui. Rusaknya lapisan pasif antara muka baja-beton
akibat hadirnya ion-ion agresif seperti klorida yang berasal dari air Iaut atau zat
aditif menyebabkan mudahnya terjadi korosi baja tulangan. Salah satu usaha untuk
mengatasi terjadinya korosi adalah menambah zat yang dapat mengurangi Iaju
korosi baja tulangan yang dikenal dengan istilah inhibitor.
Migrating Corrosion Inhibitors (A/fCI.s) merupakan inhibitor alternatif selain
kalsium nitrit dan natrium nitrit. MCIS dapat digunakan sebagai campuran atau
dapat juga digunakan melalui proses penyerapan permukaan struktur beton. Dengan
penyerapan permukaan, perpindahan difusi MCIs dapat mencapai lapisan paling
dalam beton, sehingga lebih efektif jika digunakan pada saat perbaikan struktur
beton.
Pengukuran laju korosi dengan menggunakan metode tahanan polarisasi
linier dilakukan pada beton dengan penambahan inhibitor MCIS sebesar GJ; 0,01
dan 0,001 % saat pengadukan serta pada beton tanpa penambahan MCIs.
Pengukuran dilakukan pada minggu ke-3 dan ke-4 selama curing seria minggu ke-5
sampai ke-9 (setelah curing), setelah beton direndam dalam larutan NaCl 35 gp!
dengan memberikan overporemial sebesar 1- 60 ml/ dan scanrate 6 mV’menif.
Pengujian terhadap kekuatan beton juga dilakukan setelah waktu curing.
Selama rentang waktu pengukuran tersebut, penambahan inhibitor MCIS
menghasilkan nilai rapat arus korosi yang rata-rom mendekati nilai rapat arus korosi
tanpa penambahan inhibitor dan potensial korosi antara -385 sampai -486 mV (vs
SCE). Sedangkan kekuatan beton sendiri tidak terlalu berpengaruh terhadap
penambahan inhibitor MCIS."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozi Aryadi
"ABSTRAK
Kebutuhan akan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang memudahkan manusia untuk beraktivitas seperti jembatan, pelabuhan, rumah, jalan dan bangunan lainnya semakin diperlukan. Keseluruhan bangunan tersebut menggunakan konstruksi beton bertulang, yang kekuatannya ditentukan tidak hanya oleh mutu beton itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi fisik di sekitar bangunan tersebut. Pencemaran air, tanah dan udara di daerah Jakarta sudah semakin buruk, terutama pencemaran air laut akibat produksi limbah yang semakin meningkat. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kekuatan struktur dan umur bangunan. Unsur kimia pada air laut yang tercemar tersebut secara teoritis mendukung terjadinya korosi pada tulangan beton bertulang.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan teori bahwa kemungkinan terjadinya korosi dipengaruhi oleh mutu beton; kecepatan korosi dipengaruhi oleh pencemaran air laut yang semakin tinggi di sekitar tulangan beton bertulang; dan semakin rendah mutu _tulangan beton, semakin cepat terjadinya korosi.
Pembuktian hipotesa yang ada tersebut akan dibuktikan dengan menggunakan metode immersi dan metode polarisasi, yang sesuai dengan standar ASTM. Hasil yang diperoleh dengan penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan selama 34 hari pada air bersih sebesar 7,62 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 5,45 mpy. Sedangkan melalui penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan selama 60 hari pada air bersih sebesar 5,15 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 3,09 mpy. Sedangkan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air bersih, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 2,039 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 1,229 mpy. Dan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air laut, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 7,482367 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 3,876433 mpy.

"
2001
S34800
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Ariny Lestari
"Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan bangunan meningkat. Pembangunan yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi menyebabkan lahan yang tersedia semakin terbatas sehingga manusia melaksanakan pembangunan di lokasi yang tidak semestinya, seperti lingkungan rawa. Setiap lingkungan yang berbeda memiliki karakter yang berbeda pula. Karakter lingkungan tempat bangunan didirikan harus diperhatikan karena secara langsung akan mempengaruhi kondisi bangunan, terutama bangunan beton. Lingkungan rawa sendiri terdiri atas lumpur rawa dan air rawa yang terutama mengandung unsur sulfat, amoniak dan klor. Selain itu, rawa memiliki karakteristik temperatur tanah rendah, oksigen terlarut rendah dan mengandung zat organic tinggi berasal dari humus sehingga kadar pH-nya rendah dan bersifat asam. Kandungan sulfat, nitrat dan klorida yang terdapat dalam rawa mempengaruhi mutu beton yang dipakai karena zat-zat tersebut bersifat korosif bagi beton, apalagi jika kadar zat-zat tersebut meningkat akibat aktivitas manusia yang mencemari lingkungan. Zat-zat korosif tersebut masuk ke dalam beton melalui retak yang sudah terjadi, melalui permeabilitas dan melalui difusi. Selanjutnya, zat-zat korosif tersebut akan menyerang beton sehingga terjadi kerusakan material beton. Hasil akhirnya, beton mengalami penurunan kualitas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S34819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayrunie Juliawati
"Beton dengan baja tulangan (renforced concrete) sebagai bahan konstruksi telah digunakan dan telah dikembangkan sejak abad 20. Beton adalah material komposit yang terdiri dari campuran agregat, semen dan air. Sedangkan baja tulangan pada beton bertulang berfungsi untuk menahan kekuatan tarik yang diterima oleh suatu struktur. Pada saat ini, pemanfaatan baja tulangan ini tidak hanya pada sifat mekanisnya saja, melainkan juga turut mempertimbangkan umur pemakaiannya yang relatif tinggi. Pertimbangan ini disebabkan karena adanya sifat korosif pada baja tulangan, yang dapat menurunkan mutu dari baja tulangan tersebut. Korosi pada baja tulangan antara lain dapat disebabkan adanya ion klorida dan karbon dioksida yang terdapat pada alam yang dapat berpenetrasi (merembes) masuk kedalam pori-pori beton. Belakangan ini korosi pada baja tulangan telah mendapatkan perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena usaha untuk memperbaiki konstruksi beton bertulang membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Selain daripada itu, berkembangnya wilayah pembangunan, terutama pada daerah pantai dan daerah rawa yang pada umumnya mempunyai sifat asam. Perubahan kondisi lingkungan juga dapat meningkatkan laju korosi pada baja tulangan. Salah satu usaha untuk mengurangi laju korosi pada baja tulangan adalah dengan menggunakan inhibitor sebagai campuran beton. Inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat bereaksi dengan permukaan logam pada suatu lingkungan sehingga dapat menekan laju korosi. Inhibitor dapat mengurangi laju korosi pada baja tulangan apabila ditambahkan pada campuran beton dalam konsentrasi yang tepat (maksimum). Penentuan konsentrasi optimum yang digunakan dalam campuran beton merupakan kata kunci dalam menentukan keberhasilan dalam mengurangi laju korosi pada baja tulangan. Inhibitor yang digunakan dalam campuran beton sangat bervariasi, namun pada bahasan selanjutnya hanya dibatasi oleh penelitian dengan menggunakan Asam Karboksilat sebagai inhibitor. Dengan menggunakan Asam Karboksilat sebagai inhibitor, diharapkan dapat mengurangi laju korosi yang ditimbulkan akibat pengaruh dari lingkungan asam. Penelitian dilakukan untuk menentukan konsentrasi maksimum dalam penggunaan inhibitor Asam Karboksilat untuk menurunkan laju korosi yang terjadi, serta pengaruh dari penggunaan inhibitor sebagai admixture terhadap kekuatan beton itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan uji kuat tekan pada beton admixture dan pengukuran laju korosi pada baja. Konsentrasi Asam Karboksilat yang dipakai pada percobaan adalah 224 ppm, 320 ppm, dan 416 ppm. Sedangkan batasan lingkungan yang digunakan adalah lingkungan asam mempunyai derajat keasaman 3 dan lingkungan netral (pH=7). Strength desain yang digunakan pada beton admixture adalah K 350 yang akan diuji kekuatan tekannya pada hari ke-28 dan hari ke-90. Demikian pula pada pegukuran laju korosinya, yang akan diuji pada hari ke-90. Dari hasil penelitian diperoleh Asam Karboksilat dapat berfungsi sebagai inhibitor. Karena secara umum dengan penambahan asam karboksilat dapat menurunkan laju korosi yang terjadi pada tulangan, baik pada pH 3 maupun pada pH 7. Nilai optimum dari konsentrasi inhibitor yang dapat digunakan adalah 224 ppm, untuk lingkungan yang bersifat asam. Sedangkan untuk lingkungan yang bersifat netral (pH 7), nilai optimum dicapai pada nilai konsentrasi Asam Karboksilat sebesar 320 ppm. Asam Karboksilat dapat mempengaruhi kuat tekan yang dimiliki oleh beton. Penambahan inhibitor Asam Karboksilat (Calcon Carboxylic) kedalam campuran beton akan menimbulkan efek menurunnya mutu yang dimiliki oleh beton.

Reinforced concrete have been used and developed since the beginning the 20th of century. Concrete is a composite material which consists of cement, aggregates and water. Reinforcement or rebar inside the reinforced concrete has the function to improve tensile mechanical properties to hold against the structure. Nowdays, the usage of the reinforced concrete does not only consider the mechanical characteristic (properties), but also the durability of the concrete. This was based on the reinfocement's tendency of corrosion, which can reduce the quality of the rainforcement. On of the causes of corrosion is because of penetration the ion chloride and carbon monoxide into the pores of concrete. Lately, corrosion on reinforced concrete has gained a special attention. This is because of the effort to fix the concrete construction is more expensive than to maintain the structure. Furthermore, developments in various areas, such as in the coastal areas and the swamp which are acidic environments, can result in environmental changes or transformation that leads to increasing corrosion rate of the reinforced in the concrete. One effort to decrease corrosion is by using inhibitor as an additif material to made a concrete. Inhibitor is a chemical substance that reacts with metal surfaces which can prevent the corrosion rate. It decreases the corrosion rate of reinforced still if the proper concentration (Optimum concentration) is added to the concrete mixture. Deciding the optimum concentration that will be used in the mixture is the key in indicating the success of decreasing corrosion rate. There are various kinds of inhibitor, but further explanation of this research is limited to using carboxylic acid (calcon carboxylic) as the inhibitor. By using carboxylic acid as an inhibitor is expected to reduce the corrosion caused by the effect of acid environment. The purpose of this research is to find the optimum concentration by using calcon carboxylic as an inhibitor to decrease corrosion. The research is also intended to find out the effects of using inhibitors on concrete strength. The methods used in this research were compression strength of the admixture concrete and the measurement of the corrosion rate on steel. Carboxylic acid used in the concentration were 224 ppm, 320 ppm and 416 ppm. The limitation for the environment is an acid environment of pH 3 degree and neutral environment pH 7 degree. Strength design of the admixture concrete is K 350 which is was tested on day the 28th and 90th. The measurement of the corrosion was also tested on day 90th. As a result, it can be concluded that carboxylic acid can be used as an inhibitor to decrease a current corrosion rate because the addition of the carboxylic acid can generally decrease the corrosion rate of reinforcements both in the pH 3 environment and the pH 7 environment. The optimum concentration value of the inhibitor is 224 ppm for the acid environment and 320 ppm for the neutral environment. Calcon carboxylic can influence the strength design of the concrete. By adding calcon carboxylic acid as an inhibitor into concrete mixture can cause the decreasing quality of the concrete."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>