Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Satria Utama
"Seiring dengan semakin beragamnya aplikasi yang dapat dilayani melalui jaringan internet, kebutuhan akan bandwidth juga semakin meningkat. Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) merupakan altematif pemenuhan kebutuhan bandwidth tersebut dengan tetap dapat menggunakan jaringan telepon eksisting.
Crosstalk merupakan faktor yang mempunyai peranan paling pada ADSL. Di dalam operasional TELKOM, aplikasi teknologi ADSL tidak diperbolehkan untuk digunakan di dalam kabel yang sama. Penelitian ini bertujuan menganalisa ADSL bila dipasang secara bersamaan dengan ISDN atau HDSL pada kabel eksisting yang dimiliki TELKOM. Simulasi dan analisa dilakukan dengan menggunakan ekspresi matematis terhadap Power Spectral Density (PSD) Near End Crosstalk (NEXT) yang terjadi.
Hasil analisa terhadap beberapa skenario pemasangan (misal perubahan terhadap jumlah disturber, perubahan jarak antara receiver ADSL dengan transmitter ISDN atau HDSL) menunjukkan bahwa jumlah disturber (ISDN maupun HDSL) yang dipasang tidak berpengaruh besar terhadap nilai PSD NEXT yang terjadi namun lebih dipengaruhi oleh jarak antara transmitter disturber dan receiver ADSL.

With the proliferation of Internet use by business and individuals, the demand for broadband (high bandwidth) communication links is experiencing significant growth.
Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) is a technology that provides broadband data connectivity using existing cables installed by Telephone Company. Crosstalk is a dominant impairment for an ADSL system In PT TELKOM, ADSL is not permitted to be used in the same unit cable. The purpose of this thesis is to analyze ADSL when attached concurrently with disturber ISDN or HDSL in the existing TELKOM's cable. Mathematical expressions of Near End crosstalk (NEXT) Power Spectral Density (PSD) are simulated and analyzed.
Result shows that amount of disturbers (ISDN or HDSL), do not have an effect to the NEXT PSD but more influenced by distance between ADSL receiver and the disturbing transmitter."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T9503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Reed Solomon (RS) codes is a mechanism to detect and correct burst of errors in data transmission and storage systems.
It provides a solid introduction to foundation mathematical concept of Galois Field algebra and its application. With the
development of digital hardware technology, the RS concepts were brought into reality, i.e. the implementation of RS
codec chips. This paper presents the development steps of a generic RS encoder using VHDL. The encoder is able to
handle generic width of data, variable length of information, number of error as well as variable form of primitive
polynomial and generator polynomial used in the system. The design has been implemented for FPGA chip Xilinx
XC3S200-5FT256 and has a better performance than commercially available equivalent encoder."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fahrurozi
"Teori coding merupakan ilmu yang mempelajari metode pengkodean informasi yang mampu mengontrol kesalahan yang terjadi selama pengiriman informasi tersebut. Tahapan pengiriman informasi dimulai dari proses encoding source, yaitu proses merubah informasi menjadi barisan simbol, yang disebut pesan dan berbentuk ^-tuple. Simbol yang digunakan adalah elemen-elemen dari suatu field hingga GF(q),q = 2 ,me.N. Selanjutnya, pesan diubah menjadi codeword yang berbentuk -tuple, n>k, melalui proses encoding. Himpunan semua codeword disebut code. Codeword tersebut dikirimkan melalui suatu channel dan diterima sebagai receivedword. Proses decoding memeriksa error yang mungkin terjadi selama proses pengiriman dan merubah kembali receivedword menjadi pesan awal. Pesan basil proses decoding diubah kembali menjadi informasi melalui proses decoding source. Kemampuan kontrol error dari metode pengkodean yang digunakan ditentukan oleh jarak minimum dari setiap pasang codeword di dalam code. Dalam perkembangannya, terdapat berbagai jenis code yang memiliki proses konstruksi dan sifat tertentu. BCH code dan Reed-Solomon code adalah jenis code yang tennasuk ke dalam cyclic code, dan banyak digunakan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap konstruksi BCH code dan Reed-Solomon code serta sifat-sifat yang dimiliki oleh kedua jenis code tersebut dan perbandingan antar keduanya. Untuk mendukung pembahasan di dalam penelitian ini, dilakukan simulasi dengan menggunakan software MATLAB.

Coding theory is the study of information coding method to control errors that occur during the information transmission. The stages of information transmission start with source encoding process, which converts information into a row of symbols, called the message with A:-tuples form. Symbols used are the elements of a finite field GF{q),q = 2"', me. N. Furthermore, the message is converted into codeword with n-tuple, n>k, form through the encoding process. The set of all codewords is called code. Codeword is delivered across a channel and received as the receivedword. Decoding process checks the errors that might occur during the transmission process and changes the receivedword back into the original message. The output message resulted in decoding process is converted back into the original information through the decoding source process. Error control capability of a coding method used is determined by the minimum distance of each pair of codewords in the code. During its development, there are different types of code which have particular construction process and properties. BCH codes and Reed-Solomon code are types of the cyclic code, and widely used in the information technology and communications field. This study analyzed the construction and the properties of BCH codes and Reed-Solomon code including the comparison between them. To support the discussion, this study carried out simulations using MATLAB software."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T48967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S39525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primayoga Budyprawira
"Jaringan 5G adalah generasi terbaru pada teknologi jaringan mobile. Rilis terbaru dari jaringan 5G adalah 5G LTE rilis 18 atau disebut dengan 5G Advance yang berfokus pada penghematan penggunaan energi pada jaringan, cakupan, layanan mobilitas, evolusi MIMO, MBS, dan penentuan posisi. Untuk menghasilkan jaringan dengan reabilitas yang tinggi dibutuhkan teknik-teknik coding. Jaringan 5G menggunakan FEC berjenis LDPC dan Polar Code. Kedua FEC ini memiliki kecepatan encoding dan decoding yang tinggi, namun memiliki performa yang lebih buruk pada kanal yang menghasilkan burst error pada transmisi[5], Oleh karena itu RS Code bisa menjadi kandidat untuk metode FEC pada jaringan 5G pada rilis selanjutnya. Penelitian ini merupakan disain dan analisis sistem PDSCH 5G dimana metode FEC yang digunakan adalah Reed Solomon Code atau Polar-RS. Selain itu, modulasi dari sistem juga divariasikan untuk mendapatkan modulasi yang paling tepat pada implementasinya. Performa yang diukur pada percobaan ini adalah BER dan throughput dari sistem ketika melewati model kanal AWGN dan Gilbert-Elliot (burst error). Penelitian ini berkesimpulan bahwa FEC bermetode Polar-RS(15,10) memiliki performa BER dan throughput yang lebih baik dibandingkan dengan LDPC yang merupakan FEC yang digunakan pada Kanal Data 5G.

5G Network is the latest generation of mobile wireless networks. The latest release of the 5G Network is 5G LTE release 18 often referred to as 5G Advance which focused on power consumption saving, network coverage, MIMO evolution, MBS, and positioning. Good reliability can be achieved by Forward Error Correction (FEC) Implementation to detect and correct errors in transmission data. 5G Network uses LDPC and Polar Code as its FEC. These FEC have a superior speed in the encoding and decoding process compared to others, but these FEC have inferior performance compared to Reed Solomon code in a channel that induces burst error [5]. By that reasoning, RS Code should be a good candidate for 5G Network’s future release. This paper contains the design process and performance analysis of RS Code implementation on a 5G Network. This research is a design and analysis of the 5G PDSCH channel which has Reed Solomon Code or Polar + RS Code. Furthermore, the research also analyzes the performance of different modulation methods used in the system. The measured performances are BER and throughput of the system for each case. The research concluded that the Polar-RS (15,10) has better performance than the LDPC code which is the official 5G Data Channel’s FEC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ali Syahputra
"ABSTRAK
Keterbatasan lisensi penggunaan citra satelit penginderaan jauh resolusi tinggi seperti SPOT-6, SPOT-7, dan Pleiades-1A dari Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kepada pengguna menuntut teknik keamanan data saat didistribusikan melalui media elektronik sehingga tidak digunakan secara ilegal oleh pihak yang tidak berwenang. Enkripsi dan reversible data hiding merupakan dua perlindungan privasi yang efektif dan populer yang dapat dipilih sebagai solusi komunikasi rahasia. Pada penelitian joint reversible data hiding in encrypted image (RDHEI) sebelumnya, performansi extracted-bit error rate (EER) dan peak signal-to-noise ratio (PSNR) citra yang dipulihkan kurang memuaskan seiring mengecilnya ukuran blok. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan peningkatan akurasi performansi sistem joint reversible data hiding untuk citra satelit penginderaan jauh dari sistem referensi yang ada dengan memodifikasi fungsi fluktuasi dalam proses ekstraksi data dan menggunakan teknik embedding Reed-Solomon (RS) codes. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil eksperimen, baik usulan sistem dengan modifikasi fluktuasi tanpa RS codes maupun usulan sistem dengan modifikasi fluktuasi dan RS codes berhasil memperkecil EER, memperkecil ukuran blok dalam memperoleh error-free extracted-bit, dan meningkatkan PSNR dibandingkan dengan metode referensi RDHEI yang ada untuk implementasi pada citra uji satelit SPOT-6, SPOT-7, dan Pleiades-1A.

ABSTRACT
Limitations on licensing the use of high resolution remote sensing satellite images such as SPOT-6, SPOT-7, and Pleiades-1A from the National Remote Sensing Data Bank (BDPJN) of the National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN) to users need data security techniques when distributed through electronic media so that not used illegally by unauthorized parties. Encryption and reversible data hiding are two effective and popular privacy protections that can be chosen as confidential communication solutions. In previous research on joint reversible data hiding in encrypted image (RDHEI), the performance of extracted-bit error rate (EER) and peak signal-to-noise ratio (PSNR) of the recovered image was less satisfactory as the block size decreased. Therefore, this work proposes performance accuracy improvement of the joint reversible data hiding system for remote sensing satellite images from existing reference systems by modifying the fluctuation function in the data extraction process and using the Reed-Solomon (RS) codes embedding technique. Overall, based on experimental results, both the proposed system with fluctuation modification without RS codes and the proposed system with fluctuation modification and RS codes succeeded in reducing the EER, reducing the block size in obtaining error-free extracted-bits, and increasing PSNR compared to the existing RDHEI reference methods for implementation in SPOT-6, SPOT-7, and Pleiades-1A satellite test images."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Darwis
"Pada transmisi data, untuk mencegah hilangnya informasi karena kesalahan yang tidak terdeteksi, seperti interferensi dan noise, digunakan sistem error correction codes untuk mengatasi kesulitan tersebut dan juga untuk meningkatkan performansi pada jaringan VSAT. Jenis ? jenis error correction codes yang sering digunakan pada jaringan VSAT antara lain seperti reed-solomon, viterbi dan turbo.
Dengan penggunaan error correction codes diharapkan performansi BER dapat ditingkatkan. Performansi BER yang bagus sangat diharapkan untuk mengurangi waktu tidak berhasilnya komunikasi antara dua stasiun bumi, atau dikenal dengan istilah down time. Down time yang sering terjadi pada jaringan VSAT mengakibatkan terjadinya potongan dari harga sewa sehingga mengurangi pendapatan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pengamatan dan pengukuran yang difokuskan pada teknik pengkodean turbo dan concatenated viterbi/reedsolomon pada jaringan VSAT dengan sistem SCPC dan modulasi yang digunakan 8-PSK dan 16-QAM. Dengan menganalisis performasi BER yang digunakan untuk hubungan antar BTS dan BSC diharapkan down time yang terjadi bisa dikurangi.
Dari data performansi BER, untuk modulasi 8-PSK performansi pengkodean turbo lebih baik 0,4 dB dari pengkodean concatenated viterbi/reed-solomon. Sedangkan untuk modulasi 16-QAM performansi pengkodean turbo lebih baik 0.4 dB dari pengkodeaan concatenated viterbi/ reed-solomon. Dari data tersebut, pengkodean turbo lebih baik untuk diimplementasikan pada jaringan VSAT untuk hubungan antar BTS dan BSC.

To prevent loss of information at data transmission caused by error that is not detected like interference and noise, error correction codes system is applied to overcome this problem as well as to increase the performance for VSAT network. The types of errors correction codes which is often applied for VSAT network is reed-solomon, viterbi and turbo.
With the usage of error correction codes, it is expected that the BER performance can be improved. The improved BER performance is expected to decrease the down time. Down time which often happened at VSAT network decrease of revenue from the rental price of VSAT network.
To overcome this problem, observation is focused by applying turbo and concatenated viterbi/reed-solomon encoding technique for VSAT network with SCPC system and with modulation 8-PSK and 16-QAM. The BER performance will be analyzed and an decreasement of down time is expected.
Analyze of BER performance data shows for modulation 8-PSK, performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. For modulation 16-QAM, the performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. From analyze result, turbo encoding is better to be implemented for connectivity between BTS and BSC VSAT network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
R.03.08.120 Dar a
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Darwis
"Pada transmisi data, untuk mencegah hilangnya informasi karena kesalahan yang tidak terdeteksi, seperti interferensi dan noise, digunakan sistem error correction codes untuk mengatasi kesulitan tersebut dan juga untuk meningkatkan performansi pada jaringan VSAT. Jenis ? jenis error correction codes yang sering digunakan pada jaringan VSAT antara lain seperti reed-solomon, viterbi dan turbo.
Dengan penggunaan error correction codes diharapkan performansi BER dapat ditingkatkan. Performansi BER yang bagus sangat diharapkan untuk mengurangi waktu tidak berhasilnya komunikasi antara dua stasiun bumi, atau dikenal dengan istilah down time. Down time yang sering terjadi pada jaringan VSAT mengakibatkan terjadinya potongan dari harga sewa sehingga mengurangi pendapatan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pengamatan dan pengukuran yang difokuskan pada teknik pengkodean turbo dan concatenated viterbi/reedsolomon pada jaringan VSAT dengan sistem SCPC dan modulasi yang digunakan 8-PSK dan 16-QAM. Dengan menganalisis performasi BER yang digunakan untuk hubungan antar BTS dan BSC diharapkan down time yang terjadi bisa dikurangi.
Dari data performansi BER, untuk modulasi 8-PSK performansi pengkodean turbo lebih baik 0,4 dB dari pengkodean concatenated viterbi/reed-solomon. Sedangkan untuk modulasi 16-QAM performansi pengkodean turbo lebih baik 0.4 dB dari pengkodeaan concatenated viterbi/ reed-solomon. Dari data tersebut, pengkodean turbo lebih baik untuk diimplementasikan pada jaringan VSAT untuk hubungan antar BTS dan BSC.

To prevent loss of information at data transmission caused by error that is not detected like interference and noise, error correction codes system is applied to overcome this problem as well as to increase the performance for VSAT network. The types of errors correction codes which is often applied for VSAT network is reed-solomon, viterbi and turbo.
With the usage of error correction codes, it is expected that the BER performance can be improved. The improved BER performance is expected to decrease the down time. Down time which often happened at VSAT network decrease of revenue from the rental price of VSAT network.
To overcome this problem, observation is focused by applying turbo and concatenated viterbi/reed-solomon encoding technique for VSAT network with SCPC system and with modulation 8-PSK and 16-QAM. The BER performance will be analyzed and an decreasement of down time is expected.
Analyze of BER performance data shows for modulation 8-PSK, performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. For modulation 16-QAM, the performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. From analyze result, turbo encoding is better to be implemented for connectivity between BTS and BSC VSAT network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Banjarnahor, Luhut
"Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat terutama. di bidang komputer dan telekomunikasi, sehingga perputaran informasi tidak lagi mengenal batas tempat dan batas waktu.
Setelah penggunaan Internet sebagai media pertukaran informasi yang sangat pesat diberbagai penjuru dunia, maka kebutuhan akan kecepatan akses dan besarnya informasi yang ingin dipertukarkan menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal ini memacu penyelenggara infrastruktur telekominikasi untuk menyediakan kanal yang dapat menyalurkan informasi sesuai dengan permintaan pengguna.
Pada awal komunikasi data, informasi yang dipertukarkan tidak begitu besar dari segi kapasitas, biasanya hanya dalam bentuk talcs. Jangkuannya juga tidak begitu luas hanya beberapa pengguna saja yang membentuk kelompok sendiri. Misalnya satu perusahaan membentuk jaringan komunikasi data sendiri atau satu organisasi membetuk jaringan sendiri. Setelah berjalannya waktu dan disertai pula dengan perkembangan teknologi informasi seperti perkembangan komputer, perkembangan telekomunikasi dan transportasi, maka dari beberapa kelompok jaringan tersebut berkeinginan untuk dapat saling berkomunikasi tanpa batas waktu tempat dan kapasitas. Sehingga diperlukan sarana dan prasarana untuk mewujudkan hal tersebut.
Saluran telepon dengan Bandwidth frekwensi dari 300 Hz sampai dengan 3400 Hz pada saat awalnya hanya digunakan untuk komunikasi suara. Saiuran telepon tersebut juga digunakan untuk mentransmisikan data dengan kecepatan rendah, yaitu kecepatan maksimum yang di dapat adalah 9600 bit per second. Untuk komunikasi data dengan kecepatan diatas 9600 bit persecond, diperlukan teknik transmisi maupun peralatan komunikasi yang lebih baik Sehingga para ahli-ahli yang bergerak dibidang tersebut mencari terobosan-terobosan barn, diantaranya teknik ADSL. Dengan teknologi ADSL, data yang ditransmisikan bisa mencapai 8 Megabit per second.
ADSL yang merupakan singkatan dari Asymmetic Digital Subscriber Line adalah teknik transmisi dengan menggunakan saluran telepon sebagai media transmisinya dengan kecepatan tinggi dan waktu tunda yang kecil.
Selama ini aplikasi-aplikasi dengan bandwidth besar hanya bisa dilewatkan melalui saluran phisik berupa fiber optik. Misalnya SONET (Synchronous Optical Network, FDDI (Fiber Distributed Data Interface) dan FTTH (Fiber to the home). Pada tugas akhir ini dibahas traffic dari data yang ditransfer dengan aplikasi yang dipertukarkan adalah yang membutuhkan bandwidth yang besar, dan ditransmisikan melalui kabel telepon (copper) dengan metoda transmisi ADSL. Beberapa aplikasi yang digunakan dapat dilihat pada akhir dari tulisan ini, yang diukur dengan ADSL capture traffic."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S39082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>