Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182344 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Kinandra Rafa Khalisha Rambey
"Latar Belakang: Growth Differentiation Factor 9 (GDF9) adalah salah satu anggota dari superfamili TGF-β yang merupakan salah satu oocyte-secreted factor (OSF). GDF9 memainkan peran penting dalam folikulogenesis ovarium, kompetensi perkembangan oosit, serta sebagai molekul esensial yang mengontrol berbagai proses sel granulosa dan laju ovulasi. GDF9 merupakan OSF yang memainkan peran penting dalam menjaga fertilitas wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekspresi GDF9 berkorelasi dengan kualitas oosit dan laju fertilisasi pada pasien fertilisasi in vitro.
Tujuan: Mengetahui korelasi ekspresi GDF-9 dengan kualitas oosit dan laju fertilisasi pada pasien Fertilisasi In Vitro
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilaksanakan di Klinik Yasmin, Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta sejak bulan Juli 2019 sampai bulan Juli 2020. Terdapat 26 wanita berusia 25-40 tahun pasien Fertilisasi In Vitro tanpa penyakit endometriosis maupun Sindrom Ovarium Polikistik yang menjadi subjek penelitian ini. Cairan folikel pasien diambil, kemudian dilakukan pengukuran ekspresi gen GDF9. Setelah itu, dilakukan evaluasi pada data ekspresi gen GDF9 serta diuji korelasinya dengan kualitas oosit dan laju fertilisasi pasien menggunakan aplikasi SPSS.
Hasil: Sebanyak 26 pasien IVF berpartisipasi dalam penelitian ini. Median jumlah ekspresi gen GDF9 adalah sebanyak 2.47 x 10-5 ng/μl dengan median kualitas oosit dan laju fertilisasi pasien IVF sebesar 3.00 dan 0.60. Berdasarkan hasil uji korelasi, terdapat korelasi negatif antara ekspresi GDF9 terhadap laju fertilisasi dengan kekuatan korelasi sedang (r = -0.443, p = 0.012). Sementara, ditemukan korelasi tidak bermakna antara ekspresi GDF9 terhadap kualitas oosit (r = -0.306, p = 0.064).
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif dengan kekuatan korelasi sedang antara ekspresi GDF9 dengan laju fertilisasi, sementara hubungan ekspresi GDF-9 dengan kualitas oosit memiliki korelasi tidak bermakna.

Background: Growth Differentiation Factor 9 (GDF9) is a member of the TGF-β superfamily which is one of the oocyte-secreted factor (OSF). GDF9 plays an important role in ovarian folliculogenesis, the competence of oocyte development, as well as an essential molecule that controls various granulosa cells process and the rate of ovulation. GDF9 is an OSF which plays an important role in maintaining female fertility. This study is conducted to see the correlation between the expression of GDF9 gene with the oocyte quality and the fertilization rate in the IVF patients.
Aim: To find out the correlation between the expression of GDF9 with the oocyte quality and the rate of fertilization of IVF Patients
Methods: This study is a cross-sectional study which was conducted at Klinik Yasmin dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta since July 2019 to July 2020. 26 IVF patients aged 25-40 years without the conditions of endometriosis or Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) participated in this study. Follicular fluids are taken from the patients and the GDF9 gene expression were measured. The data were then evaluated for its correlation with the oocyte quality and the fertilization rate using the SPSS application.
Results: Abour 26 IVF patients were participated in this study. The median amount of GDF9 gene expression was 2.47 x 10-5 ng/μl. The median of the oocyte quality and the fertilization rate was 3.00 and 0.60. According to the correlation test, there is a negative correlation between the expression of GDF9 gene and the fertilization rate with a moderate statistical correlation (r = -0.443, p = 0.012). Meanwhile, the expression of GDF9 gene has no significance correlation with the oocyte quality (r = -0.306, p = 0.064).
Conclusion: This study showed a negative correlation between the expression of GDF9 gene and the fertilizatio rate, while the relation between the GDF9 expression and the occyte quality has no significance correlation.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahril Syafei
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soegiharto Soebijanto
"ABSTRAK
Program Keluarga Berencana Nasional mencanangkan sebuah tema Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKTBS), dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat. Salah satu nilai kualitas hidup sebuah keluarga adalah keutuhan keluarga tersebut. Sebuah keluarga yang lengkap terdiri atas ayah, ibu dan anak. Kegagalan mempunyai anak pada pasangan suami istri (infertilitas) akan menyebabkan rasa sedih yang dalam, merintangi pencapaian naluri alamiah, membuat perasaan bersalah dan bahkan dapat menyebabkan perceraian. Jadi infertilitas dalam suatu keluarga merupakan masalah yang harus mendapat penanganan yang sebaik-baiknya.
Penduduk Indonesia kurang lebih sebesar 175.300.000 jiwa, dengan jumlah pasangan usia subur 29.976.000. Sumapraja pada penelitiannya menemukan bahwa angka kejadian infertilitas di Indonesia kurang lebih 11%, sedangkan angka kejadian infertilitas di luar negeri antara 10 sampai 15 %. Ini berarti di Indonesia terdapat 3 sampai 4,5 juta pasangan yang memerlukan pertolongan untuk mendapatkan keturunan.
Persentase p enyeb ab infertilitas pasangan suami istri ialah: (1) faktor wanita 45%; (2) faktor pria 40%; dan (3) infertilitas idiopatik (tidak terjelaskan) sebesar 15%. Limapuluh persen dari infertilitas karena faktor wanita, disebabkan kelainan tuba. Falloppii. Dahulu kasus dengan sumbatan kedua tuba Falloppii tidak ada kemungkinan penanganan lain, kecuali dengan operasi rekonstruksi dengan teknik bedah mikro. Teknik tersebut mempunyai persentase keberhasilan antara 30 sampai 60%. Jadi masih ada sekitar 40 sampai 70% kasus yang belum ada penanganannya.
Akhir-akhir ini penanganan wanita infertil dengan sumbatan kedua tuba Falloppii yang gagal dengan operasi rekonstruksi ialah dengan program fertilisasi in vitro (FlV). Akan tetapi tingkat keberhasilan kehamilan tertinggi yang dicapai program Fill di dunia saat ini baru mencapai sekitar 20%. Hal ini masih dikurangi dengan jumlah kehamilan yang mengalami abortus mencapai 20-30%. Sehingga basil akhir (take home baby) dari program F1V kurang lebih 20%. Selain itu biaya pelaksanaan teknik ini cukup tinggi, disertai prosedur pelaksanaan yang rumit. Berdasarkan kekurangan-kekurangan tersebut di atas perlu dipikirkan efisiensi penerapan program FIV. Hal ini dicapai dengan mencari indikasi lain dan menerapkannya pada kasus yang tepat. Artinya program FIV tidak dilaksanakan pada kasus yang tidak memerlukan, dan pada kasus yang keberhasilannya diduga nihil.
Saat ini belum ada kejelasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan dugaan keberhasilan program FN (predicting factors). Salah satu syarat untuk mencapai keberhasilan program tersebut ialah jumlah embrio yang ditandurkan (replacement) ke dalam rongga uterus tidak kurang dari 3 buah. Penyebab kegagalan program FN diantaranya ialah kurangnya embrio yang ditandurkan. Hal ini dapat disebabkan gagalnya fertilisasi in vitro atau jumlah oosit yang kurang. Tingkat keberhasilan fertilisasi in. vitro terbaik saat ini (fertilisasi di cawan petri) ialah antara 70 sampai 80%. Jadi walaupun spermatozoa dan oosit ditempatkan di dalam cawan petri seluas 1 Cm3 masih terdapat 20 sampai 30% yang gagal fertilisasi. Deegan demikian perlu dicari faktor-faktor penyebab tidak tercapainya jumlah 3 buah embrio yang akan ditandur-alihkan tersebut.
Dalam upaya untuk lebih memanfaatkan program FN telah dicoba menerapkannya pada kasus-kasus infertil yang bukan disebabkan oleh sumbatan tuba Falloppii, yang selama ini masih sulit untuk ditangani. Ternyata di antara kasus-kasus tersebut ada yang hamil, walaupun frekuensinya masih sangat kecil. Kasus-kasus tersebut antara lain ialah infertilitas dengan endometriosis pelvik istri, perlekatan genitalia interna istri, oligozoospermia dan infertilitas idiopatik.
Mengenai kasus infertilitas dengan endometriosis, Moeloek pada penelitiannya menemukan 32,1% kasus. Susukan (implant) endometriosis tersebut ditemukan 41,4% di peritoneum, 24,2% di ovarium, dan 34,4% pada lebih dari 1 organ. Ditemukan pula bahwa 83,8% mengidap endometriosis derajat sedang sampai berat (pembagian derajat menurut AFS = American Fertility Society). Dalam hubungannya dengan harapan kehamilan, pada penderita endometriosis pelvik, secara optimal kehamilan akan dicapai dalam tahun pertama pasca pengobatan. Kemudian harapan itu terns menurun pada tahun kedua dan seterusnya. Bilamana pengobatan hormonal gagal, atau kehamilan tidak diperoleh dalam tahun pertama setelah dinyatakan sembuh, kasus seperti ini perlu ditangani dengan program FIV.
Selain itu Moeloek juga menemukan 35,5% dari kasus penelitiannya mengalami perlekatan genitalia interna dan 68,8% di antaranya menderita perlekatan dengan derajat sedang sampai berat. Pada perlekatan genitalia interna yang melibatkan ovarium berakibat volume ovarium berkurang, sehingga jumlah folikel primer berkurang pula. Selain itu aliran darah ke ovarium juga berkurang sehingga perkembangan folikel sering terganggu. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya jumlah folikel dan oosit yang akan berkembang sehingga hasil fertilisasi yang akan diperoleh berkurang jumlahnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
D322
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Berliana Azzahra
"Latar belakang. Metode penilaian viabilitas embrio yang masih kurang akurat menjadi tantangan dalam peningkatan keberhasilan fertilisasi in vitro. Kualitas embrio dipengaruhi oleh umur kronologis dan regulator ekspresi gen. Salah satu regulator ekspresi gen tersebut merupakan MicroRNA-135b. MicroRNA-135b sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai biomarker kualitas embrio fertilisasi in vitro yang bersifat non-invasif. MicroRNA-135b terekspresi secara stabil di medium kultur embrio. Selain itu, terjadi peningkatan ekspresi MicroRNA-135b di medium kultur embrio aneuploidi dibandingkan medium kultur embrio euploidi pada fertilisasi in vitro. Kondisi aneuploidi pada embrio memiliki korelasi positif dengan umur kronologis dari pasien fertilisasi in vitro. Oleh karena itu, akan diteliti apakah terdapat korelasi antara umur kronologis dan ekspresi MicroRNA-135b pada medium kultur embrio pasien fertilisasi in vitro.
Tujuan. 1) Mengetahui sebaran umur kronologis dan ekspresi MicroRNA-135b pada pasien fertilisasi in vitro. 2) Mengetahui korelasi umur kronologis dan ekspresi MicroRNA-135b di medium kultur embrio pasien fertilisasi in vitro.
Metode. Studi ini merupakan sebuah studi cross-sectional yang dilakukan pada pasien fertilisasi in vitro Klinik Yasmin RSCM Kencana. Data umur kronologis pasien diperoleh dari data rekam medis pasien. Sampel medium kultur embrio diambil di hari ke-5 prosedur kultur embrio. Selain itu, dilakukan juga pengambilan sampel medium basal sebagai kelompok kontrol. Sampel yang telah diambil akan diperiksa nilai ekspresi MicroRNA-135b dengan analisis kuantitatif real time PCR. Analisis data dilakukan dengan IBM SPSS Statistics 25.
Hasil. Total sampel penelitian adalah sebanyak 31 medium kultur embrio dari 11 orang pasien. Umur kronologis dan ekspresi MicroRNA-135b tersebar secara tidak normal. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat korelasi positif bermakna dengan kekuatan statistik sedang antara umur kronologis dengan ekspresi MicroRNA-135b di medium kultur embrio pasien fertilisasi in vitro. Selain itu, ditemukan pula peningkatan relatif ekspresi MicroRNA-135b sebesar 4,9 fold pada medium kultur embrio dibandingkan dengan medium basal fertilisasi in vitro.
Kesimpulan. Umur kronologis yang semakin meningkat diikuti dengan peningkatan ekspresi MicroRNA-135b di medium kultur embrio pasien fertilisasi in vitro.

Background. The lack of accuracy in embryo viability assessment methods still become a challenge to increase the in vitro fertilization (IVF) success rate. The quality of embryo influenced by the chronological age and gene expression regulator. One of the gene expression regulator is MicroRNA-135b. MicroRNA-135b is very potential to become a noninvasive biomarker of IVF embryo quality. MicroRNA-135b express stably in the spent embryo media. There is an increasement of MicroRNA-135b expression in aneuploidy spent embryo media than euploidy spent embryo media of IVF. Aneuploidy embryo has positive correlation with the IVF patient’s chronological age. Therefore, in this study, we will determine whether chronological age has correlation with MicroRNA- 135b expression in spent embryo media of IVF patient.
Objectives. 1) To determine the chronological age and MicroRNA-135b expression distribution at IVF patient. 2) To determine the correlation between chronological age and MicroRNA-135b expression in spent embryo media of IVF patient.
Methods. This study is a cross-sectional study which was done to IVF patient of Yasmin Clinic in RSCM Kencana. The chronological age data were collected from the medical records of the patient. The spent embryo media sample were taken at the 5th day of the spent embryo media procedure. We also collected the basal media sample as the control group. The MicroRNA-135b expression were analysed using quantitative real time PCR analysis. The data analysis was using IBM SPSS Statistics 25.
Results. There were 31 spent embryo media from 11 patients. The chronological age and MicroRNA-135b expression distribute abnormal. We also found that there was a positive significant correlation with moderate statistical power between chronological age and MicroRNA-135b expression in spent embryo media of IVF patient. We also found that MicroRNA-135b expression increased 4,9 fold in spent embryo media than basal media of IVF.
Conclusion. The increase of chronological age followed by the increase of MicroRNA-135b expression in spent embryo media of IVF patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Novia
"ABSTRAK
Berbagai macam penelitian dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan teknologi reproduksi berbantu, salah satunya adalah dengan memprediksi tingkat maturasi oosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hormon progesteron pada hari pematangan folikel dengan tingkat maturasi serta upaya penyelamatan oosit yang tidak matur dengan maturasi in vitro(MIV). Analisis dan uji statistik dilakukan terhadap kadar progesteron pada hari pematangan folikel dan penyelamatan MIV dengan mengkultur oosit yang tidak matur pada medium MIV, medium FIV, dan medium blastokista. Kadar progesteron tinggi terbukti memiliki efek buruk terhadap tingkat maturasi oosit. Kelompok progesteron rendah memiliki tingkat maturasi dan fertilisasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok progesteron tinggi dan normal. Nilai progesteron yang tinggi dapat dijadikan sebagai prediktor terhadap penurunan tingkat kematangan oosit. Hasil MIV pada medium FIV dan medium blastokista terbukti memiliki hasil yang sama dengan medium MIV. Kualitas embrio baik dari ketiga jenis medium memiliki tingkat yang sama. Namun, medium MIV dapat menghasilkan fertilisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan medium lainnya. Medium FIV dan medium blastokista dapat digunakan sebagai medium alternatif untuk penyelamatan oosit yang tidak matur.

ABSTRACT
Various studies have been conducted to increase success rate of assisted reproductive technology. This study aims to determine the relationship of progesterone level on follicular maturation day with oocyte maturation rate and immature oocyte rescue by using in vitro maturation (IVM) method. Progesterone were analyzed and immature oocytes were rescued by culturing them in IVM medium, IVF medium, and blastocyst medium. High progesterone has an adverse effect on oocyte maturation. Group with low progesterone have a higher maturation and fertilization rate when compared with high and normal progesterone groups. High progesterone can be used as a predictor of decreased oocyte maturity. The maturation results on IVF and blastocyst medium have the same results with IVM medium. It is also shown that the good quality embryos produced from all three types of medium are comparable. IVM medium is able to produce higher fertilization compared to the other medium. IVF and blastocyst medium can be used as an alternative to rescue immature oocytes."
2020
T55359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisca
"LATAR BELAKANG : Salah satu hambatan dalam program reproduksi berbantu adalah rendahnya viabilitas dan motilitas sel spermatozoa. Analisis proteomik menunjukkan adanya banyak protein yang diduga berperan dalam regulasi motilitas dan viabilitas spermatozoa antara lain progesteron. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek prosurvival progesteron terhadap spermatozoa melalui penekanan apoptosis.BAHAN DAN CARA KERJA : Sampel spermatozoa dicuci dengan sentrifugasi gradient. Sampel spermatozoa di tambahkan progesteron dengan konsentrasi 0 kontrol , 250, 500, 750 dan 1000 ng/mL. Setelah perlakuan, sampel dilakukan pemeriksaan integritas membran dengan metode HOS dan pemeriksaan motilitas dengan Computer Assisted Sperm Analyzer CASA . Deteksi protein fosforilasi tirosin dan Akt serta aktivitas kaspase dilakukan dengan metode western blot.HASIL : Efek penambahan progesteron meningkatkan rerata motilitas spermatozoa namun berbeda tidak bermakna p>0.05 . Integritas membran spermatozoa tidak berpengaruh pada pemberian progesteron. Analisis western blot menunjukkan peningkatan fosforilasi protein tirosin antara kelompok kontrol dan setelah diberikan progesteron p>0.05 . Demikian halnya dengan hasil fosforilasi protein Akt juga mengalami peningkatan pada kelompok kontrol dan setelah diberikan progesteron berbagai dosis. Aktivitas kaspase-3 mengalami penurunan bila dibandingkan antara kelompok kontrol dan setelah diberikan progesteron p

BACKGROUND One of the obstacles in assisted reproduction programs is the low viability and motility of spermatozoa cells. Proteomic analysis indicates that many proteins are thought to play a role in the regulation of motility and viability of spermatozoa, among others, progesterone. This study aims to analyze the prosurvival effect of progesterone against spermatozoa through apoptosis suppression.METHODS Spermatozoa was washed with gradient centrifugation. Progesterone is added to each sample with a final concentration 0 control , 250, 500, 750 and 1000 ng mL. After the sample treatment was done, membrane integrity checking with hypoosmotic swelling test and motility examination with Computer Assisted Sperm Analyzer CASA . Detection of protein in the western blot will be done that recognizes the phosphorylation of tyrosine residues and Akt and caspase activity.RESULT The effect of addition of progesterone increases sperm motility but not signicantly different p 0.05 . The integrity of the spermatozoa membrane is no effect in progesterone. Western blot analysis revealed an increase of tyrosine phosphorylation protein levels between control and after progesterone group p 0.05 . Similarly, the results of Akt protein phosphorylation also increased in control and after progesterone group. Caspase 3 activity decreased when compared between control and after progesterone group p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Cintani Kusuma
"Prevalensi infertilitas di Indonesia yang meningkat tiap tahunnya juga memperbesar kebutuhan pasangan infertil terhadap program fertilisasi in vitro (FIV). Diketahui oosit mempunyai peranan penting dalam keberhasilan FIV. Namun pada pelaksanaannya, oosit yang didapat saat tindakan petik oosit mempunyai maturitas yang tidak sama. Dari beberapa penelitian didapatkan stimulasi ovarium terkendali (SOT) dapat meningkatkan apoptosis sel granulosa dan reactive oxygen species (ROS) yang dapat memberikan efek negatif pada maturasi oosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh elektroakupunktur terhadap maturasi oosit, laju fertilisasi, kadar GDF9 dan BMP15 pada program FIV. Uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol dilakukan terhadap 24 subjek yang menjalani program FIV. Subjek dialokasikan secara acak ke dalam kelompok elektroakupunktur (n=12), dan kelompok elektroakupunktur sham (n=12). Penilaian maturasi oosit dan laju fertilisasi dilakukan secara mikroskopis oleh embriolog, sedangkan pemeriksaan kadar ekspresi mRNA GDF9 dan BMP15 oleh analis lab. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna maturasi oosit antara kelompok elektroakupunktur dengan elektroakupunktur sham (p=0,02); laju fertilisasi (p=0,03). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar GDF9 (p=0,34) dan BMP15 (p=0,47) antara kelompok elektroakupunktur dengan elektroakupunktur sham. Kesimpulan penelitian ini adalah elektroakupunktur dapat meningatkan maturasi oosit dan laju fertilisasi pada program FIV.

Increasing prevalence of infertility in Indonesia every year also increases the need for infertile couples in the in vitro fertilization program (FIV). It is known that oocytes have an important role in the success of FIV. But in its implementation, oocytes obtained during oocyte retrieval have unequal maturity. From several studies it was found that controlled ovarian stimulation (COS) can increase the apoptosis of granulosa cells and reactive oxygen species (ROS) which can have a negative effect on oocyte maturation. This study aims to determine the effect of electroacupuncture on oocyte maturation, fertilization rate, levels of GDF9 and BMP15 in the FIV program. A double blind randomized clinical trial with controls was conducted on 24 subjects who underwent the FIV program. Subjects were randomly allocated to the electroacupuncture group (n = 12), and the electroacupuncture sham group (n = 12). The assessment of oocyte maturation and the rate of fertilization were carried out microscopically by the embryologist, while the examination of the levels of GDF9 and BMP15 mRNA by lab analysts. The results showed that there were significant differences in oocyte maturation between the electroacupuncture group and electroacupuncture sham (p = 0.02); fertilization rate (p = 0.03). There were no significant difference in GDF9 levels (p = 0.34) and BMP15 levels (p = 0.47) between the electroacupuncture group and sham electroacupuncture. The conclusion of this study is electroacupuncture can enhance oocyte maturation and fertilization rate in the FIV program."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Farihatul Izza
"Latar Belakang : Pencucian spermatozoa dengan metode Density Gradient Centrifugation (DGC) pada Inseminasi Intrauterin (IIU) untuk menyeleksi spermatozoa motil telah umum digunakan, akan tetapi angka keberhasilan masih tergolong rendah. Pentoksifilin merupakan antioksidan biologis poten yang berperan dalam perlindungan sel dari kerusakan oksidatif akibat Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat berkontribusi pada kerusakan DNA spermatozoa. Selain itu, pentoksifilin juga bertindak sebagai inhibitor Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) yang dapat meningkatkan motilitas spermatozoa.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pentoksifilin terhadap motilitas dan fragmentasi DNA spermatozoa setelah dilakukan pencucian dengan metode DGC.
Metode : Sampel semen didapatkan dari 15 laki-laki yang telah menjalani analisis semen dengan hasil normozoospermia. Analisis semen terhadap motilitas dan indeks fragmentasi DNA dilakukan sebelum dan sesudah pencucian. Setelah pencucian spermatozoa dengan metode DGC, sampel kemudian diinkubasi pada berbagai konsentrasi pentoksifilin, yaitu 50μg (PTX1), 100μg (PTX2), dan 200μg (PTX3). Selanjutnya dilakukan uji sperm chromatin dispersion (SCD) untuk mengevaluasi fragmentasi DNA spermatozoa.
Hasil : Persentase motilitas spermatozoa meningkat dan IFD spermatozoa menurun setelah dilakukan pencucian dengan metode DGC (setelah DGC) dibandingkan dengan semen awal (sebelum DGC). Penambahan PTX dengan konsentrasi 200 μg (PTX3) setelah DGC menunjukkan peningkatan persentase motilitas dan penurunan IFD spermatozoa tertinggi. Dari ketiga konsentrasi, PTX 100μg dan PTX 200 μg menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik dalam meningkatkan rata-rata motilitas spermatozoa (p<0.05). Rata-rata IFD menurun setelah DGC dan penambahan PTX pada ketiga dosis PTX (p>0.05).
Kesimpulan : Penambahan PTX dapat meningkatkan motilitas spermatoza secara signifikan dan menurunkan IFD spermatozoa, sehingga suplementasi PTX dapat digunakan untuk memilih spermatozoa dengan kualitas yang lebih baik setelah pencucian dengan metode DGC.

Background : Several methods were done to improve the success rate of intrauterine insemination (IUI), including Density Gradient Centrifugation (SDG) sperm preparation, nevertheless the successs rate still remain low. Pentoxifylline is known as a potent biological antioxidant that can play role to protet cells from oxidative damage caused by reactive oxygen species (ROS), which ultimately contribute to DNA damage of the sperm. Pentoxifylline can also play role as Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) phosphodiesterase (PDE) inhibitor which may increase spermatozoa motility.
Objective : This study aimed to evaluate the effect of pentoxifylline supplementation on DNA fragmentation index (DFI) and sperm motility using DGC methods.
Methods : Semen samples were obtained from 15 men from partners of women who infertile (normozoospermia) and underwent IUI. Semen analysis was performed before and after sperm preparation using DGC methods. Then, samples were incubated with PTX in 50μg (PTX1), 100μg (PTX2), and 200μg (PTX3) concentration. Sperm DNA fragmentation index (DFI) was performed by sperm chromation dispersion (SCD) test to assess DNA fragmentation in whole semen and prepared sample as well as after supplementation with PTX.
Results : The percentage of spermatozoa motility increased and spermatozoa DFI decreased in prepared spermatozoa (after DGC) compared to whole semen (before DGC). PTX supplementation in 200μg showed the highest increase in spermatozoa motility and highest decrement of DFI. However, only 200 μg and 100 μg of PTX is statistically significant to increase spermatozoa motility ((p<0.05). There is statistically significant result in the reduction of DFI after DGC and PTX supplementation. (p<0.001).
Conclusion : After PTX supplementation, spermatozoa motility increased and DFI decreased significantly thus PTX supplementation may select spermatozoa with better quality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widiastuti
"Pendahuluan
Di Indonesia terdapat 3 juta pasangan infertil. Dengan kemajuan ilmu kedokteran pada umumnya dan andrologi pada khususnya, baru sekitar 50 % dari pasangan tersebut yang dapat ditolong. Dari pasangan infertil tersebut, sekitar 40% disebabkan adanya gangguan pada pihak pria.
Tujuan utama dari berbagai cara penyiapan spermatozoa adalah untuk memisahkan spermatozoa dari plasma semen setuntas mungkin, sehingga diperoleh spermatozoa yang memiliki fungsi baik untuk keperluan artificial insemination husband (AIH) maupun in vitro fertilization (IVF). Prosedur pemisahan spermatozoa ini, antara lain metoda penyaringan dengan glass wool, kolom albumin, metoda swim-up dan metoda sentrifugasi gradien percoll. Adapun metoda yang sering digunakan untuk keperluan AIH maupun IVF pada pasangan ingin anak adalah metoda swim-up dan metoda sentrifugasi gradien percoll.
Metoda swim-up telah terbukti efektif dalam memisahkan spermatozoa dengan kualitas tinggi pada semen normozoospermia dan oligozoospermia dalam hal motilitas dan morfologi spermatozoa. Namun, metoda swim-up menjadi pilihan mengingat bahan-bahan yang diperlukan untuk metoda swim-up relatif lebih murah dan mudah diperoleh.
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan metoda swim up dengan metoda sentrifugasi gradien percoll dua lapis dalam menghasilkan spermatozoa dengan kualitas fungsi yang baik untuk keperluan pengembangan pelayanan penanggulangan masalah infertilitas.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>