Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9824 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Keganasan non limfomatosa dapat terjadi pada pasien-pasien imunokompromais. Namun, penelitian rinci tentang kasus-kasus tersebut sangat kurang. Dalam tulisan ini diuraikan 4 kasus tumor padat para pasien HIV seropositif. (Med J Indones 2004; 13: 171-2)

Non lymphomatous malignancies may also develop in immunocompromised patients. However a detail study about the cases is lacking. Here we describe four cases of solid tumours in HIV seropositive patients. (Med J Indones 2004; 13: 171-2)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004: 171-172, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-171
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahayu Nur Laila Praptiwi
"Latar Belakang: Cakupan pemberian obat antiretroviral (ARV) yang semakin luas berdampak positif dengan menurunnya angka kematian dan kesakitan pasien HIV/AIDS. Waktu inisiasi pemberian terapi ARV pada pasien HIV juga berhubungan erat dengan penurunan angka kematian dan kesakitan. Tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV menyebabkan angka kematian yang lebih tinggi yaitu 10% dibanding yang tidak tertunda. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV penting untuk diketahui sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian terhadap faktor-faktor tersebut sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada pasien HIV.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien HIV rawat jalan dewasa di UPT/HIV RSUPNCM yang memulai ARV pertama kali selama periode Januari 2013-Desember 2014. Data klinis dan laboratorium didapatkan dari rekam medis pasien. Tertundanya inisiasi terapi ARV dinyatakan bila pasien belum memulai terapi ARV 10 minggu setelah diagnosis HIV. Faktor-faktor yang diteliti adalah jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, Indeks Massa Tubuh (IMT), status fungsional, stadium klinis HIV, dan infeksi oportunistik. Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut dengan tertundanya inisiasi terapi ARV.
Hasil: Terdapat 444 pasien yang memulai terapi ARV pertama kali, 107 pasien (24,1%) yang tertunda inisiasi terapi ARV dan 337 pasien (75,9%) tidak tertunda. Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan 3 variabel yang memiliki kemaknaan statistik yaitu stadium klinis lanjut (p<0,001), status fungsional rendah (p<0,001) dan adanya infeksi oportunistik (p<0,001). Pada analisis multivariat lebih lanjut terdapat dua variabel yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV yaitu stadium klinis lanjut (OR: 2,92, IK95% 1,53-7,40, p=0,02) dan adanya infeksi oportunistik (OR 1,99, IK95% 1,21-3,29, p=0,01).
Simpulan: Stadium klinis lanjut menurut WHO dan adanya infeksi oportunistik merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi ARV pada pasien HIV.

Background: Increase access towards antiretroviral therapy (ART) contribute to global decrease of HIV/AIDS-associated morbidity and mortality. Time to initiation of ART in eligible HIV-infected patients is associated with reduction of mortality and morbidity. Delayed initiation of antiretroviral therapy can lead to increase of mortality rate more than 10% compared to early initiation. It is important to identify factors associated with delayed initiation ART among HIV patient in order to control these factors and thus lower the mortality and morbidity in HIV patients.
Objectives: To identify factors associated with delayed initiation of ART in HIV patients.
Methods: This study was a cross sectional study among adult HIV patients in Out-patient Clinic of HIV Integrated Clinic Cipto Mangunkusumo General Hospital who started ARV therapy for the first time (ART-naïve patients) enrolled from January 2013 to December 2014. Clinical and laboratory data were extracted from medical records. Delayed initiation ART was defined as eligible patients didn?t initiate ART within 10 weeks after the diagnosis of HIV infection. Factors identified were gender, education level, employment, marital status, WHO clinical stage, BMI, functional status, and the presence of opportunistic infection. Logistic regression test was used to find factors associated with delayed initiation of ART.
Results: There were 444 subjects in this study, which consisted of 107 patients (24.1%) who delayed initiation of ART and 337 patients (75.9%) who didn?t delayed initiation of ART. Based on the bivariate analysis, there were three variables statistically significance, which were advanced WHO clinical stage (p<0.001), lower functional status (p<0.001) and the presence of opportunistic infection (p<0.001). Further multivariate analysis showed that there were two variables associated with delayed initiation of ART, which were advanced WHO clinical stage (OR: 2.92, 95%CI 1.53-7.40, p=0.02) and the presence of opportunistic infection (OR 1.99, 95%CI 1.21-3.29, p=0.01).
Conclusion: Advanced WHO clinical stage and the presence of opportunistic infections are factors associated with delayed initiation of ART among HIV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinanda Aidina Fitrani
"Latar belakang: Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) dapat menjadi infeksi oportunistik pada anak dengan HIV. Gejala infeksi EBV sulit dibedakan dengan infeksi HIV dan bersifat laten. Infeksi EBV laten dapat reaktivasi mulai dari gangguan limfoproliferatif hingga terjadinya keganasan. Di Indonesia belum ada data mengenai infeksi EBV pada anak dengan HIV.
Tujuan: Mengetahui proporsi, karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada anak dengan HIV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Metode: Penelitian potong lintang untuk melihat karakteristik infeksi EBV pada anak dengan HIV dan faktor-faktor yang berhubungan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, periode bulan September 2020 hingga Februari 2021. Sampel darah diambil untuk dilakukan pemeriksaan PCR EBV kualitatif (whole blood), darah perifer lengkap, kadar CD4 dan viral load HIV.
Hasil: Total subyek 83 anak dengan HIV. Proporsi subyek terinfeksi EBV sebesar 28,9%, dengan rerata usia 9,58 tahun. Limfadenopati merupakan gejala terbanyak, meskipun tidak dapat dibedakan dengan infeksi lain. Dua anak mengalami keganasan akibat EBV yaitu Limfoma Non Hodgkin dan leiomiosarkoma. Sebanyak 75% subyek terinfeksi EBV yang berusia di bawah 12 tahun mengalami anemia (rerata Hb 10,68 ± 2,86 g/dL), dapat disebabkan infeksi EBV atau penyebab lain. Hasil analisis bivariat menunjukkan kadar viral load HIV > 1000 kopi/mL berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada subyek (OR 2,69 (1,015-7,141); P = 0,043).
Simpulan: Proporsi anak dengan HIV yang terinfeksi EBV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah 28,9%, dengan kadar viral load HIV > 1000 kopi/mL berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada anak dengan HIV.

Background: Epstein-Barr virus (EBV) infection can be an opportunistic infection in HIV-infected children. EBV infection is difficult to be differentiated from HIV infection, and it can be latent. Latent EBV infection can reactivate into lymphoproliferative disorders and malignancy. There is no data on EBV infection in HIV-infected children in Indonesia.
Objective: To identify the proportion, manifestations and factors associated with EBV infection in HIV-infected children in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta.
Methods: Cross-sectional study to examine the manifestations of EBV infection in HIV-infected children and it’s associated factors in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta, during September 2020 to February 2021. Blood samples were taken to examine qualitative EBV PCR (whole blood), complete blood count, CD4 levels and HIV viral load.
Results: Total subjects were 83 HIV-infected children. The proportion of children infected with EBV was 28.9%, with mean age 9.58 years. Lymphadenopathy was the most common symptoms, although it was difficult to differentiate from other infections. Two children have malignancy due to EBV, namely Non-Hodgkin's lymphoma and leiomyosarcoma. Total 75% of EBV-infected subjects under 12 years of age were anemic (mean Hb 10.68 ± 2.86 g/dL), could be due to EBV infection or other causes. Bivariate analysis showed HIV viral load levels > 1000 copies/mL were associated with EBV infection in subjects (OR 2.69 (1.015-7.141); P = 0.043).
Conclusion: The proportion of EBV infection in HIV-infected children in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta is 28.9%, with HIV viral load levels > 1000 copies/mL were associated with the EBV infection in HIV-infected children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New Delhi: The Health Sciences Publishers, 2016
611 IND
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Narindar
New Delhi : Tata McGraw-Hill , 1982
526.9 SIN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Kirpal
Singapore: University Education Press , 1986
823 SIN c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Lestari
"ABSTRAK Latar Belakang: Depresi adalah komorbid kejiwaan yang paling sering ditemui pada penyakit kronik. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang saat ini dianggap sebagai penyakit kronik akibat manfaat terapi kombinasi anti retroviral (ARV), depresi berefek langsung terhadap luaran dan kepatuhan berobat pasien. Selain faktor biologis penyakit kronik dan stressor sosial, depresi juga dapat disebabkan oleh efek samping obat. Perhatian khusus perlu diberikan kepada pasien HIV yang mendapatkan efavirenz (EFV) yang telah diketahui memiliki efek samping depresi dan saat ini merupakan komponen pilihan utama pada terapi kombinasi ARV lini 1.
Tujuan: Mengetahui proporsi depresi pada pasien mendapatkan terapi EFV jangka panjang dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian depresi pada pasien HIV.
Metode. Dilakukan studi potong lintang terhadap 251 pasien HIV yang berobat jalan di Unit Pelayanan Terpadu HIV RS Cipto Mangunkusumo dari bulan Juni hingga September 2018. Diagnosis depresi dilakukan melalui penapisan menggunakan Beck Depression Inventory-II (BDI-II) versi Bahasa Indonesia dan diagnosis menurut kriteria diagnosis dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-5 (DSM-5) dengan cara melakukan anamnesis. Analisis bivariat terhadap variabel kategorik-kategorik dilakukan menggunakan uji Chi Square. Variabe numerik dianalisis dengan T-test pada data dengan sebaran normal dan Mann-Whitney pada data sebaran tidak normal. Variabel-variabel bermakna selanjutnya dilakukan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Hasil. Dari 251 pasien dengan HIV yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subyek penelitian, didapatkan proporsi depresi sebesar 23,5% (IK 95 % 18.25%-28.74). Jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, adanya dukungan sosial, kadar CD4 nadir, riwayat infeksi intrakranial, dan penggunaan zat psikotropika, narkotika atau alkohol tidak berhubungan dengan kejadian depresi pada pasien HIV yang mendapatkan efavirenz jangka panjang. Dari analisis bivariat didapatkan variabel kelompok usia 36-55 tahun, durasi mendapatkan EFV dan homoseksual berhubungan dengan depresi. Berdasarkan analisis multivariat didapatkan bahwa variabel usia 36-55 tahun (OR=0,454; 95% CI 0,244-0,845) dan durasi penggunaan EFV berhubungan dengan depresi pada penggunaan EFV lebih dari satu tahun (OR 0,843; IK 95% 0,755-0,940).
Kesimpulan. Proporsi depresi pada pasien HIV yang mendapatkan EFV jangka panjang adalah 23,5% (IK 95% 18,25%-28,74). Kelompok usia 36-55 tahun berhubungan dengan kecenderungan lebih sedikit mengalami depresi dibandingkan kelompok usia <35 tahun, dan pemakaian EFV berhubungan dengan kecenderungan semakin sedikit mengalami depresi(OR 0,843; IK 95% 0,755-0,940).

ABSTRACT
Background: Depression is considered as the most important psychiatric comorbid in Human Immunodeficiency Virus infection milestones. Special attention should be given to PLWH in long term efavirenz, the first choice for combination therapy in Indonesia since 2012, which also known for neuropsychiatric adverse effect. Aim: To determine the prevalence of depression in PLWH in long-term EFV therapy and contributing factors. Method. A cross-sectional study of 251 HIV-infected adults was conducted at the HIV integrated unit clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital from June to September 2018. The eligible subject was screened using Beck Depression Inventory-II and diagnosis of depression was made according to Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-5 by doing structured interview. Bivariate analysis was conducted using Chi Square test and Mann-Whitney test. Significant variables were analyzed with multivariate analysis using logistic regression test. Result. From 251 eligible subjects, the prevalence of depression is 23.5% (95% CI 18.25%-28.74). Bivariate analysis shows variable of group of age 36-55 years, EFV duration and homosexuality are associated with depression but multivariate analysis showed only variable of age of 36 to 55 years old (OR=0.454; 95% CI 0.244-0.845) and EFV duration is associated independently with depression (p 0.002, OR 0.843; 95% CI 0.755-0.940). Conclusion. Prevalence of depression in people living with HIV in long-term efavirenz therapy is 23.5% (CI 95% 18.25%-28.74), group of age of 36 to 55 years is tend to have lesser depression than age <35 years and the longer duration of EFV is associated with the lesser tendency of depression.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Djajadiman Gatot
"ABSTRAK
Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seksual, pemakaian alat-alat kedokteran yang tercemar, pemakaian komponen darah yang telah terpapar HIV ataupun secara transplasental dari ibu yang terinfeksi HIV.
Pada anak, umumnya infeksi ini terjadi melalui transfusi komponen darah, terutama mereka yang secara terus menerus memerlukannya karena menderita penyakit tertentu seperti hemofilia atau thalassemia.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui proporsi infeksi HIV pada anak yang telah menerima transfusi komponen darah berulang, khususnya penderita hemofilia dan thalassemia.
Selama periode satu tahun (Sept 92- Sept 93) telah diteliti serum dari 40 penderita hemofilia dan 40 penderita thalassemia mayor, terhadap infeksi HIV dengan metoda ELISA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun dari para penderita tersebut yang telah terpapar HIV.

ABSTRACT
Human immunodeficiency virus infection can occur via direct bloodstream inoculation from blood or blood products or infected needles, through sexual contact and transplacentally from an infected mother.
In children, the major mode of transmission of HIV is from transfusion of blood or blood products, especially those who require repeated and regular transfusion because of their specific illness.
The purpose of this study is to investigate the proportion of HIV infection in children with hemophilia and thalassemia who had received repeated blood or blood product transfusions.
During a period of 12 months (Sept. 92 - Sept. 93) sera from 40 children with hemophilia and 40 children with thalassemia were tested against HIV infection using ELISA method.
Result of this study showing no HIV infection could be detected in all children."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Ghozali
"Dinas Kesehatan Kota Binjai bertanggung jawab menyediakan pelayanan dasar pada kelompok berisiko terinfeksi HIV. Total anggaran pada Dinas Kesehatan meningkat dari tahun 2019-2022, namun Kinerja pelayanan dasar HIV mengalami penurunan dari tahun 2019-2021 sebesar 11,8%, 7,07%, 5,2% dari target 100%. Penelitian bertujuan menghitung kesesuaian anggaran berbasis kinerja dengan anggaran yang tersedia serta faktor struktur dan proses yang mempengaruhi penyusunan anggaran berbasis kinerja, sehingga memberikan gambaran masalah dan penyebab kesenjangan anggaran dan kinerja pada pelayanan dasar HIV di Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2022. Metode penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan desain Rapid Assessment Prosedur (RAP), menggunakan instrumen wawancara mendalam kepada 14 (empat belas) informan dan telaah dokumen untuk melihat secara cepat dan memberikan masukan perbaikan bagi pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada pelayanan dasar kelompok berisiko terinfeksi HIV di Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2022. Hasil penghitungan anggaran berdasarkan target kinerja Tahun 2022 sebesar Rp. 648.295.342 dengan alokasi anggaran sebesar Rp.188.202.607. Sementara kesenjangan tersebut dipengaruhi oleh faktor struktur meliputi pemahaman dan kompetensi SDM, dukungan kebijakan, kurang tersedia data dan informasi akurat menggunakan sistem informasi kesehatan. Pada komponen proses kurangnya partisipasi masyarakat, skala prioritas dalam perencanaan dan penganggaran, komunikasi dan koordinasi, sinkronisasi dan fragmentasi penyusunan anggaran, penyerapan anggaran yang belum optimal, efektivitas monitoring dan evaluasi belum dijadikan dasar perbaikan kebijakan anggaran tahun depan. Komitmen daerah masih lemah untuk program pelayanan dasar HIV. Penelitian ini menyimpulkan terdapat ketidaksesuaian anggaran untuk mencapai kinerja yang ditetapkan dengan alokasi anggaran yang tersedia pada pelayanan dasar kelompok berisiko terinfeksi HIV di Dinas Kesehatan Kota Binjai pada Tahun 2022. Diperlukan peningkatan kapasitas dan keterlibatan seluruh komponen organisasi dalam menyusun anggaran berbasis kinerja, menyediakan data dan informasi terintegrasi, mengggunakan sistem informasi seperti Siskobikes dalam proses anggaran, meningkatkan komitmen dan dukungan anggaran dari pemerintah pusat dan daerah sehingga alokasi anggaran dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kinerja pelayanan dasar bagi kelompok berisiko terinfeksi HIV.

The Public Health Office of Binjai Municipality is responsible for providing basic services to groups at risk of HIV infection. The total budget at the Health Service has increased from 2019-2022, but the performance of basic HIV services has decreased from 2019-2021 by 11.8%, 7.07%, 5.2% of the 100% target. The research aims to calculate the suitability of performance-based budgeting with the available budget as well as the structural and process factors that influence the preparation of performance-based budgeting, so as to provide an overview of the problems and causes of budgetary and performance gaps in HIV basic services at the Binjai City Health Office in 2022. The research method was carried out using an approach Descriptive qualitative using the Rapid Assessment Procedure (RAP) design, using in-depth interviews with 14 (fourteen) informants and document review to see quickly and provide input for improvements to the implementation of performance-based budgeting in basic services for groups at risk of HIV infection at the Binjai City Health Office 2022. The budget calculation results are based on the 2022 performance target of Rp. 648,295,342 with a budget allocation of Rp.188,202,607. Meanwhile, this gap is influenced by structural factors including understanding and competence of human resources, policy support, lack of availability of accurate data and information using health information systems. In the process component, lack of public participation, priority scale in planning and budgeting, communication and coordination, budget synchronization and fragmentation, budget absorption that is not optimal, monitoring and evaluation effectiveness has not been used as a basis for improving next year's budget policy. Regional commitment is still weak for basic HIV service programs. This study concludes that there is a budget mismatch to achieve the performance set with the budget allocation available for basic services for groups at risk of HIV infection at the Binjai Municipality Public Health Office in 2022. Capacity building and involvement of all organizational components is needed in preparing performance-based budgeting, providing data and information integrated, using information systems such as Siskobikes in the budget process, increasing commitment and budgetary support from the central and regional governments so that budget allocations can meet the needs to achieve basic service performance for groups at risk of HIV infection."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>