Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107234 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nuraida
"Penelitian ini berdasarkan timbulnya masalah-masalah pada peserta akselerasi pada tingkat SMU di DK1 Jakarta, antara lain: siswa terlihat kurang komunikasi, mengalami ketegangan, tidak barsemangat., kurang bergaul dan tidak suka pada pelajaran olah raga (sumber: Hasil wawancara dengan Salah satu wakil kepala sekolah pelaksana akselerasi). Masalah ini diduga karena tidak tercapainya Salah satu tujuan program akselerasi yaitu meningkatkan mutu kecerdasan emosional. Menurut para ahli akselerasi disamping memiliki pengaruh posi1if (Clark, 1983) juga mempunyai pengaruh negatif (Southern dan Jones, 1991) terhadap penyesuaian sosial dan penyesuaian emosional. Pelaksanaan akselerasi di Amerika pada sisiem pendidikan yang demokratis dan kurikulum disesuaikan dengan bakat dan minat. Sedangkan pelaksanaan akselerasi di Indonesia berbasis kurikulum Nasional. Berdasarkan masalah tersebut maka ingin diteliti kecerdasan emosional siswa akselerasi di Indonesia pada tingkat SMU. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah apakah pelaksanaan akselerasi program akselerasi Indonesia yang berbasis Kurikulum Nasional mampu memacu mum peninkatan kecerdasan emosional siswa berbakat intelektual? Apakah skor Kecerdasan Emosional siswa kelas akselerasi sama atau lebih rendah dcngan skor siswa regular? Bagaimana deskripsi enam faktor pendukung akselerasi di tiga SMU yang diteliti. Atas dasar pertanyaan penelitian itu, maka penelitian ini benujuan untuk mcngetahui dampak prograum akselerasi di Indonesia yang berbasis kurikulum nasional terhadap kecerdasan emosional siswa peserta akselerasi. Rancangan penelitian ini adalah Ex Post Facto. Sampelnya 44 siswa akselerasi, 80 siswa reguler, 33 guru dan 3 pihak penanggung jawab akselerasi serta 6 orang staf. 'Hipoiesis yang diajukan meliputi Ha dan Ho. Ha; skor kecerdasan emosional pesrta akselerasi sama dengan skor kecerdasan emosional kelas regular. 1-lo: Bahwa Skor K€CBl`dBS3Il Emosional peserta akselerasi lebih rendah dad pada siswa kelas reguler. Untuk mengukur kecerdasan emosional digunakan EH yang berdasarkan teori Salovey dan Bar-On. Alat ini hasil adaptasi dan telah digunakan oleh sn Lanawari dalam peneiniannya pada SMU Methodist Jakarta tahun 1999, Sedangkan umuk pelaksanaan akselerasi diteliti berdasarkan pada teori Coleman (l995) dan Buku Pedoman Program Percepatan Belajar (Diknas). Hasil onelitian sebagai berikut: Perranza, Skor kecerdasan emosional siswa akselerasi tidak lebih tinggi daripada siswa kelas reguler. Skor kecerdasan emosional peserta akselerasi sama dengan peserta kelas regular dengan angka signilikansinya 0.l73. Kecerdasan emosional terdiri dari lima dimensi. Berikut ini akan dijelaskan perbedaan perdimensi yaitu: Sell'-Awareness nilai signillkansinya 0204, Self-Control nilai signifikansinya 0,56, Self-Motivation dengan nilai signilikansinya- 0.36, emphalhy nilai signilikansinya 0.096 dan social-skill nilai signitEkansinya0_377. Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan enam faktor pendukung akselerasi; (1). guru, yaitu tingkat pendidikan guru sebagian besar lulusan Sl. Mayoritas menggunakan metode ceramah dalam mengajar (2). kurikulum, yaitu masih menggunakan Kurikulum Nasional (Kurnas), (3). pada prosedur seleksi diterima siswa yang memiliki IQ di bawah 125, (4). Tidak ada kesinambungan antara landasan filosois sekolah dengan filosolis program akselerasi, (5). orientasi staf (pustakawan, Laboran,dan Bimbingan Konseling), masih sangat minim; BP hanya berperan dalam proses seleksi dan pada penyelesaian masalah-masalah, (6). Belum ada evaluasi program secara khusus
Kesimpulan bahwa dampak program akselerasi yang berbasis kumas tidak meningkatkan kecerdasan emosional siswa akselerasi. Salah satu penyebabnya karena jumlah pelajaran dan alokasi waktunya sangat padat. Kemungkinan lain karena akselerasi tingkal SMU di lndonesia belu dilaksanakan baik dan terencana. Saran kepada peneliti untuk meneliti pengaruh program akselerasi yang berbasis Kurikulum Nasional terhadap kecerdasan emosional dengan penelitian experimental kelompok yang pertama diberikan kurikulum yang spesifik dan kelompok yang lain diberikan kurikulum Nasional. Berkaitan dengan rendahnya kecerdasan emosional peserta akselerasi disarankan untuk mengurangi jumlah pelajaran yang harus di pelajari oleh anak berbakat intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Urip Budicahyadi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3096
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Sunarti
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26702
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
H. Tika Sastraprawira
"ABSTRAK
Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD) merupakan salah satu dari upaya kesehatan yang penyelenggaraannya di Indonesia diserahkan kepada PM melalui Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1980.
Tahun 1997 kebutuhan darah di Kabupaten Ciamis memperlihatkan kecenderungan yang meningkat yaitu dari 13,91 % tahun 1996 menjadi 20,15 % pada tahun 1997. Disisi lain tingkat untuk menjadi donor darah masih jauh tertinggal yaitu 0,22 per 100 penduduk.
Siswa SMU dan SMK yang ikutserta menjadi donor darah masih rendah, yaitu 0,008 per 100 penduduk dibandingkan dengan donor darah Pegawai Negeri Sipil 0,09 per 100 penduduk dan golongan petani buruh 0,04 per 100 penduduk.
Tujuan penelitian adalah diketahuinya inforrnasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap keikutsertaan siswa SMU dan SMK untuk menjadi donor darah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis rancangan "cross sectional" yang bersifat deskriptif analitik. Sebanyak 400 siswa SMU dan SMK yang berasal dari 9 sekolah yang berada di wilayah Kecamatan Ciamis, Kabupaten Dati II Ciamis dipilih sebagai sampel dengan cara multi stage stratified random sampling.
Hasil analisa univariat memperlihatkan bahwa sebagian besar responden menyatakan sikap ikutserta untuk menjadi donor darah (74,25 %). Mereka umumnya berpengetahuan baik (82,75 %) dan mendapatkan informasi tentang donor darah terutama dari pelajaran sekolah 1 guru (46,50 %). Sebanyak 19 % responden menjadi anggota PMR. Sebagian besar dari mereka (73 %) menginginkan pelayanan yang baik pada penyadapan darah. Lebih dari separuh responden mempunyai ayah berpendidikan setingkat SLTP keatas (54,8 %) dan hampir seluruhnya bekerja (99.2 %). Baik keluarga responden maupun guru menganjurkan mereka untuk menjadi donor darah (38,8 % dan 79 %).
Dari hasil analisa bivariat diketahui empat dari lima variabel independen yaitu pengetahuan, aktivitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler PMR, pelayanan pada penyadapan darah yang diinginkan dan anjuran keluarga responden terbukti mempunyai hubungan bermakna dengan sikap keikutsertaan siswa SMU dan. SMK untuk menjadi donor darah. Satu-satunya variabel independen yaitu variabel anjuran guru tidak terbukti ada hubungan bermakna dengan sikap keikutsertaan siswa untuk menjadi donor darah.
Responden merupakan calon peserta donor darah yang potensial, maka perlu diupayakan suatu pembinaan dan penerangan tentang manfaat donor darah yang efektif dan kontinyu melalui orang tua dan sekolah.

ABSTRACT
Factors Relating To The Attitudes of Senior High School and Vocational High School Students Participation In Partaking Blood Donors At Ciamis Subdistrict, The District Of Ciamis 1998Blood Transfusion as an effort in the health field is managed by the Indonesia Red Cross based on Government Regulation No. 18, 1980.
The demand of blood is showing an increasing trend namely from 13,91 % in 1996 to 20,15 % in 1997. On the other hand, the donation rate of blood in the district of Ciamis is still left way behind namely 0,22 per 100 inhabitants.
The number of high school students who partake as blood donors are still low, namely 0,008 per 100 inhabitants compared to the civil servant blood donors, 0,09 per inhabitants and the fanner group 0,04 per 100 inhabitants.
The purpose of this investigation is to obtain information on the factors relating to the attitudes of the senior high school and Vocational High School students to partake as blood donors.
The way used in this investigation quantitative approach by design of cross-sectional in which analytic descriptive. Four hundred samples of senior high school and vocational high school students from nine schools in Ciamis subdistrict, the district of Ciamis were drawn through a multi stage stratified random sampling method.
The univariate analysis has shown that threefourth of the respondents have expressed to partake as blood donors (74,25 %), have a good knowledge in blood donors (82,75 %) and receiving information about the blood donor, especially from the lesson 1 teacher (46,50 %) and 19 % of the respondents were the members of the Youth Red Cross. And for the most part of them (73 %) wanted the service on the blood transfusion unit. More than half of the respondents father owned the education as the level of junior high school and almost of them were the workers (99,2 %). Either the respondents parents or the teachers advised the students to partake blood donors (38,8 % and 79 %).
From the bivariate analysis it was found that four from the five independent variables, namely knowledge, students activity in the Youth Red Cross, the service on the blood transfusion unit wanted by the responders and the family's had proven that there was a significant correlation with the participation attitude of senior high school and vocational high school students to partake as blood donors.
The only one of independent variable namely teacher's role variable did not prove that there was a significant correlation with the students participation attitude to partake as blood donors.
Considering that the respondents are the potential candidates of blood donor participants, so it is necessary to manage a guidance and an information about the use of blood donor effectively and continuously through their parents as well as schools.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Basuki Dwi Lestari
"Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang harus ditanggulangi secara serius. Terjadinya anemia gizi biasanya disebabkan karena jumlah zat besi yang dikonsumsi tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Di samping itu berbagai faktor juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia gizi antara lain kebiasaan makan, kurangnya konsumsi zat gizi lain misalnya vitamin A, vitamin C, protein, infeksi, sanitasi lingkungan, investasi cacing, dan sosial ekonomi. Konsekuensi yang timbul akibat terjadinya anemia gizi adalah produktivitas rendah, terhambatnya perkembangan mental dan kecerdasan, menurunnya kekebalan terhadap penyakit infeksi, morbiditas dll.
Prevalensi anemia gizi remaja putri berdasarkan beberapa hasil penelitian ternyata cukup tinggi, sementara upaya penanggulangan anemia belum mengarah kepada sasaran remaja ini.
Penelitian ini merupakan suatu studi analisis yang menggunakan data sekunder dari Pusat Penelitian dan' Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI. Jenis penelitian ini termasuk penelitian observasional tipe potong lintang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi remaja putri. Variabel dependen penelitian ini adalah status anemia remaja putri, sedangkan variabel independen meliputi investasi cacing, tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi, status Cu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan kebiasaan minum teh. Analisa data meliputi univariat dengan distribusi frekuensi, bivariat dengan uji kai kuadrat, dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia gizi remaja putri sebesar 41.54 %, Disamping itu variabel yang berhubungan berrnakna secara statistik (p < 0.05) dengan kejadian anemia gizi remaja putri adalah variabel investasi cacing, tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C. Dan variabel yang paling berhubungan secara bersama-sama terhadap kejadian anemia gizi adalah variabel tingkat konsumsi vitamin C (p < 0.0383, OR = 2.71, CI 95 % = 1.76614 - 3.65i 66).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar penangguulangan anemia gizi pada remaja putri sudah harus mulai diprioritaskan sehingga perlu adanya program khusus penanggulangan anemia gizi pada remaja putri ini. Disarankan pula dilaksanakannya penyuluhan kepada ibu-ibu mengenai pengetahuan tentang anemia sebab dan akibatnya serta perlunya makanan seimbang kepada remaja putri. Disamping itu perlu adanya penelitian lain mengenai anemia gizi remaja putri sehingga informasi yang didapat bisa saling melengkapi.

Nutritional anemia is one of the major nutritional problems in Indonesia that must be seriously tackled. Nutritional anemia normally occurs when the amount of the iron consumed does not equal to the requirements. Besides, several other factors also contribute to the incidence of nutritional anemia such as, among other things, eating habits, lack of consumption of other nutrients including vitamins A and C, a lack of protein, infection, environmental sanitation, worms infestation, social economic conditions, etc. The consequences arising from nutritional anemia include low productivity, disturbance in mental and intelligence development, decreasing immunity against infectious diseases, morbidity, etc.
According to the results of the research, the prevalence of nutritional anemia among female adolescence is relatively high, whereas the efforts taken to combat anemia have not been directed to' this specific target population.
This research is an analytical study using secondary data from Nutritional Research and Development Centre, Department of Health of the Republic of Indonesia. This is an observational research of a cross-sectional type. The objective of the research is to study the factors relating to the incidence of the nutritional anemia among female adolescence. The dependent variable of the research is the status of anemia among female adolescence, while the independent variables include worms investation, the level of energy, protein, vitamin A, vitamin C and iron consumptions, the status of Cu, educational background of the girls' parents and the habits of tea drinking. Analysis of the data is carried out using univariate method by frequency distribution, bivariate method by chi square test, and multivariate method by logistical regression.
The results of the research have demonstrated that the prevalence of nutritional anemia among female adolescence reaches as high as 41.54 %. In addition, the variables having statistically significant relationship (p < 0.05) with the incidence of nutritional anemia among female adolescence include the investation of worms, and the level of energy, protein, and vitamin C consumptions. And the variable having the closest bearing to the incidence of nutritional anemia is the level of vitamin C consumption (p = 0.0383, OR = 2.71, 95 % CI = 1.76614 - 3.65166).
Based on the results of the research, it is recommended that the handling of nutritional anemia among female adolescence should be prioritized by commencing a special improvement program. Another recommendation is given for the implementation of guidance and education campaign to the mothers on the causes and consequences of anaemia, and the need of providing a balanced diet for their daughters. Further researches and studies on nutritional anemia among female adolescence are deemed necessary, so that all the information obtained will complement each other.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Handayani
"Perkelahian pelajar yang terjadi di Jakarta merupakan fenomena klasik yang telah berlangsung cukup lama. Begitu memprihatinkannya aksi yang dilakukan siswa sekolah menengah ini, sehingga para ahli yang peduli terns melakukan penelitian terhadap kasus ini. Salah satunya adalah penelitian Moesono dkk. (1996) yang menemukan gambaran karakteristik para pelaku perkelahian pelajar. Dari karakteristik yang ada temyata banyak yang sesuai dengan konsep kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah sekelompok keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk berlaku efektif dan sukses di kehidupan (Goleman, 1995). Berdasarkanhal tersebut, penelitian ini mencoba untuk melihat dan membandingkan gambaran kecerdasan emosional yang dimiliki oleh sekelompok siswa yang sering dan tidak pemah terlibat dalam perkelahian pelajar.
Penelitian ini menggunakan siswa dan 4 SMU di Jakarta Selatan yang tercatal sebagai sekolah rawan perkelahian pelajar. Dari data Kanwil Depdikbud, 1998-1999, Jakarta Selatan tercatat sebagai daerah yang memiliki paling banyak SMU yang siswanya sering terlibat perkelahian pelajar. Proses pengambilan sampel dilakukan secara purposive, dimana tidak semua subyek dalam populasi dapat dijadikan sebagai subyek penelitian, lianya mereka yang memenuhi karakteristik tertentu yang telah direncanakan. Subyek digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok siswa yang sering (ftekuensi keterlibatan >10 kali) dan yang tidak pemah (frekuensi keterlibatan=0) terlibat dalam perkelahian pelajar Subyek terpilih akan mengisi kuesioner kecerdasan emosional yang pembuatannya didasarkan pada teori kecerdasan emosional dari Goleman (1995) yang tneliputi pengukuran pada lima ranah keterampilan, yaku self awareness (kemampuan untuk menyadari emosi diri yang sedang dirasakan). self control (kemampuan untuk mengontrol emosi yang muncul). self motivation (kemampuan memotivasi diri, membuat diri lebih bersemangat imtuk meraih yang diharapkan). empathy (kemampuan untuk mengetahui dan memahami emosi orang lain), dan social skill (kemampuan untuk bersahabat dan membina hubungan baik dengan orang lain).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara kelompok siswa yang sering Han yang tidak pemah terlibat dalam perkelahian pelajar secara umum tidak ditemukan perbedaan yang signiflkan pada gambaran kecerdasan emosional mereka. Kelompok siswa yang tidak pemah terlibat perkelahian pelajar memiliki kemampuan empathy yang tinggi. Kemudian berturut-turut diikuti oleh kemampuan social skill, self awarenees. self motivation, dan self control ATelompok siswa yang sering terlibat perkelahian pelajar juga memiliki kemampuan tertinggi pada ranah empathy dan terendah pada ranah social skill Perbedaan yang ada tampak pada ranah self awareness dan self motivation, dimana kelompok ini memiliki kemampuan self motivation yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan selfawareness.
Perbedaan yang signiflkan diperlihatkan oleh ketiga ranah keterampilan, yaitu ranah self control, empathy, dan social skill Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi keterlibatan pada perkelahian pelajar yang tampak pada kedua kelompok subyek, apabila dihubungkan dengan gambaran kecerdasan emosional, dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam ranah self control empathy, dan social skill, dimana kelompok subyek yang sering terlibat perkelahian pelajar memiliki kemampuan self control yang lebih rendah, tetapi mereka memiliki kemampuan yang lebih tinggi pada empathy dan social skill bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak pemah terlibat perkelahian pelajar.
Walaupun penelitian ini berhasil memperlihatkan gambaran kecerdasan emosional pada kedua kelompok subyek dalam kaitannya dengan keterlibatan mereka pada perkelahian pelajar, tetapi penting untuk diingat bahwa alat ukur yang digunakan hanya mengalami satu kali tryout dan hanya memiliki 78 item untuk mengukur kelima ranah kecerdasan emosional tersebut, sehingga sulit untuk menggambarkan kecerdasan emosional ini secara lebih jelas dan lebih akurat. Dengan demikian apabila dalam penelitian selanjutnya hendak menggunakan alat ukur ini. sebaiknya kembali dilakukan tryout-tryout lain dengan memakai subyek yang lebih beragam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 16(1-3)2010 ed.khusus
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Besti Erfina
"Penelitian ini dilatarbelakangi dengan semakin bertambahnya jumlah anak jalanan yang berusia remaja yang identik dengan pencarian jati diri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pembentukan konsep diri pada anak jalanan dan siswa SMU yang berusia remaja. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif perbandingan. Populasi pada ppenelitian ini adalah remaja anak jalanan dan siswa SMU. Siswa SMU diambil dari SMU 65 Jakarta Barat, sedangjean anak jalanan yang berusia remaja diambil secara incidental dengan syarat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Jumlah sampel pada penelitian sebanyak 87 orang. Data diperoleh melalui instrument berupa kuisioner yang dibagikan dan diisi oleh setiap responden. Kuisioner dibagi menjadi pertanyaan data demografi dan pertanyaan mengenai konsep diri. Data dianalisa dengan statistic univariat dan bivariat Pengujian ada tidaknya perbedaan dilakukan uji hipotesa dua arah dengan derajat kemaknaan 0.05. hasil hipotesa didapatkan perbedaan yang bermakna. Hal tersebut berarti ada perbedaan konsep diri remaja yang bermakna antara kelompok responden anak jalanan dan siswa SMU yang berusia remaja."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5638
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>