Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152585 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
390 NIL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004
305.8 KEA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suparman Herusantosa
"ABSTRAK
Organisasi-organisasi pemuda yang mengadakan kongres pada tanggal 28 Oktober 1928 tidak hanya berkeinginan untuk mempunyai tanah air yang satu dan berbangsa yang satu, tetapi juga berkeinginan mempunyai bahasa persatuan. Mudah dipahami bahwa keinginan yang tersebut terakhir itu didasarkan pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari pelbagai suku bangsa; yang pada umumnya memiliki bahasa daerahnya sendiri. Keinginan para pemuda tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Bab XV, pasal 36, dengan perumusan " Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia" disertai penjelasan. "Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura dsb.) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup." Sebagai warga negara Indonesia, setiap orang berkewajiban untuk menyadari betapa panjangnya jalan yang harus ditempuh untuk kelahiran sebuah bahasa negara. Dalam kewajiban tersebut terkandung keharusan untuk menggunakannya secara baik dan benar dan lebih dari itu ialah kewajiban untuk mempertahankan dan mengembangkannya. Hal tersebut antara lain juga disebabkan fungsi bahasa Indonesia sebagai penghubung berbagai bahasa daerah Nusantara dalam membentuk satu masyarakat bahasa (Masinambow, 1985 : Kompas 18 Januari), atau seperti yang dikatakan Einar Haugen (1966:927),"A language is the medium of communication between speakers of different dialects.""
1987
D67
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masyarakat using Banyuwangi, khususnya Desa Kemiren, merupakan masyarakat yang memiliki aneka bentuk adat dan tradisi. Satu di antara tradisi yang hidup di desa Kemiren adalah tradisi macaan "Lontar" Yusup, yaitu pembacaan teks yang berisi kisah Nabi Yusup...."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Adriana Estetika
"Penelitian mengenai penerapan prinsip Ie pada masyarakat kota di Jepang pada masa setelah perang dunia ke-2, telah dilakukan sejak bulan Januari 1990. Tujuannya ialah untuk membuktikan masih hidupnya pemikiran yang dilandaskan kepada konsep Ie dalam masyarakat kota. Pengumpulan data, untuk mencapai tujuan penulisan, dilakukan melalui metode kepustakaan dengan jalan menelusuri referensi-referensi yang terkait dengan tema permasalahan. Sedangkan teori yang dipakai sebagai kerangka pemikiran adalah teori yang dikemukakan oleh bebrapa ahli, seperti: Fukushima Masao, Nakane Chie, dan Herumi Befu. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa meskipun secara yuridis, sistem, Ie telah dihapuskan tetapi dalam melakukan beberapa hal yang mendasar seperti: menjaga dan melanjutkan nama Ie, pembagian warisan dan inetraksi sosial dengan lingkungannya, masyarakat kota tetap berpedoman pada konsep Ie. Keadaan ini menunjukkan bahwa konsep Ie tetap hidup dan terpelihara dalam pemikirian orang Jepang pada umumnya dan masyarakat kota pada khsususnya. Faktor yang membuat konsep Ie tetap hidup dan terpelihara adalah Ie sebagai budaya telah melekat dan mendarah daging dalam pemikiran orang Jepang yang terrefleksikan dalam kehidpan mereka sehari-hari."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Artadi
"Masyarakat Jepang adalah sebuah komunitas sosial yang menjunjung tinggi tradisi dan budayanya hingga saat ini, sehingga merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Salah satu tradisi dan budaya yang menarik untuk dipelajari dari masyarakat Jepang adalah budaya paternalisme yang ada pada hubungan antar individu dalam sebuah lembaga atau organisasi di Jepang. Hubungan paternalisme di Jepang disebut onjoshugi.
Onjoshugi adalah ideology yang berusaha menstabilkan hubungan antara atasan dan bawahan, dimana sikap seorang atasan berlaku seperti layaknya seorang ayah bagi bawahannya. Hubungan onjoshugi merupakan hubungan antara pemimpin dan bawahan dalam bingkai sistem keluarga. Penerapan pola hubungan onjoshugi dalam masyarakat Jepang lazim disebut pola hubungan oyabun-kobun.
Pola hubungan oyabun-kobun yang merupakan hubungan antara pemimpin (oyabun) dan bawahan (kabun), bila diterapkan akan menghasilkan hutang budi yang melekat pada pihak bawahan. Hutang budi ini dalam masyarakat Jepang disebut on. On yang melekat pada bawahan inilah menyebabkan munculnya upaya untuk membayar on yang diterima dari pihak pemimpin. Upaya pembayaran on ada dua yaitu gimu dan gin. Gimu yaitu upaya pembayaran on yang diterima, namun betapapun telah maksimalnya pembayaran tersebut tetap dianggap belum cukup, dan waktu pembayarannya tidak terbatas. Giri adalah hutang-hutang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sesuai kebaikan yang diterima dan memiliki batas waktu pembayaran. Pembayaran giri dan gimu yang harus dibayar oleh menerima on inilah yang menjadikan hubungan oyabunkobun bersifat abadi.
Untuk melihat hubungan antara oyabun-kobun, on, giri dan gimu, dapat dilihat pada masyarakat petanian di Ishigami buraku yang ada di Jepang sebelum Perang Dunia II, dimana terdapat sistem yang disebut sistem nago. Sistem nago adalah sistem yang lahir karena adanya pola hubungan onjoshugi atau pola hubungan oyabun-kobun antara tuan tanah dan petani penyewa (nago) dalam binkai sistem keluarga tradisional Jepang.
Sistem nago adalah sistem sebuah sub sistem dalam sistem dozoku yang ada dalam masyarakat pertanian di Jepang sebelum Perang Dunia II, yang berfungsi untuk membentuk rumah tangga cabang (bunke) dari anggota yang tidak memiliki hubungan darah, melalui hubungan kekerabatan fiktif antara tuan tanah dan petani penyewa. Dalam sistem nago inilah pola hubungan onjoshugi atau oyabun-kobun diterapkan, sehingga sistem nago bersifat turun-temurun dan abadi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Shofiyanti
"Penelitian ini membahas artikulasi identitas kultural masyarakat Osing melalui mocoan (tembang naskah kuno) di Banyuwangi. Masyarakat Osing, yang merupakan kelompok etnis asli Banyuwangi, memiliki kekayaan budaya yang masih lestari, salah satunya melalui tradisi lisan dalam bentuk mocoan. Tembang-tembang naskah kuno ini, yang berfungsi sebagai media penyampaian nilai-nilai moral, sejarah, dan ajaran hidup, menjadi sarana penting dalam menjaga dan mengungkapkan identitas kultural masyarakat Osing. Penelitian ini berfokus pada analisis terhadap pelestarian tradisi mocoan, dengan mengkaji bagaimana proses pertunjukan mocoan berperan dalam pembentukan dan artikulasi identitas kultural masyarakat Osing di Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi untuk mengkaji berbagai makna yang terbentuk dalam praktik mocoan sebagai tradisi tembang naskah yang hidup (living manuscript) dalam masyarakat Osing. Data diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara dengan tokoh budaya setempat, serta analisis diskursif terhadap pertunjukan mocoan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa mocoan tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi juga sebagai ruang bagi agensi untuk menciptakan dan merumuskan ulang makna atas identitas kultural mereka. Dalam konteks ini, komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial memainkan peran penting dalam mempertahankan tradisi mocoan melalui negosiasi terhadap habitus ritual dan pembaruan strategi pelestarian, dengan mengakses pengetahuan tradisional dan menyajikan pertunjukan yang relevan bagi generasi muda. Fenomena ini juga menunjukkan bahwa, kini, aspek pemahaman isi naskah tidak lagi penting dibandingkan dengan penekanan pada kemampuan dalam menembangkan teks itu sendiri, di mana hal ini justru mengukuhkan bahasa Osing sebagai living language—satu aspek penting dalam mempertahankan identitas budaya Osing di tengah arus globalisasi. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dinamika pelestarian tradisi lisan di masyarakat Osing, serta menjelaskan bagaimana mocoan berfungsi sebagai sarana artikulasi identitas budaya yang tidak hanya bersifat historis, tetapi juga relevan dalam konteks sosial kontemporer. Dengan demikian, mocoan berperan sebagai salah satu strategi diskursif yang memungkinkan keberlanjutan dan regenerasi tradisi Osing di masa depan.

This study aims to analyze the articulation of the cultural identity of the Osing community through mocoan (traditional recitation of old manuscript) in Banyuwangi. The Osing people, who are the indigenous ethnic group of Banyuwangi, possess a rich cultural heritage that is still preserved, one of which is through the oral tradition of mocoan. These ancient poetic scripts, which serve as a medium for conveying moral values, history, and life teachings, have become an important tool in maintaining and expressing the cultural identity of the Osing community. This research focuses on analyzing the preservation of the mocoan tradition by examining how the performance of mocoan contributes to the formation and articulation of the Osing community’s cultural identity in Banyuwangi. This study employs a qualitative approach with an ethnographic method to explore the various meanings embedded in the mocoan practice as a living manuscript within the Osing community. Data is collected through participatory observation, interviews with local cultural figures, and discursive analysis of mocoan performances. The findings reveal that mocoan not only serves as a means of cultural preservation but also provides a space for agency to create and reinterpret the meanings of their cultural identity. In this context, the Mocoan Lontar Yusup Milenial community plays a significant role in maintaining the mocoan tradition through the negotiation of ritual habits and the renewal of preservation strategies, accessing traditional knowledge, and presenting performances that resonate with younger generations. This phenomenon also shows that, while understanding the mocoan texts remains important, there is now a greater emphasis on the performance or vocalization of the texts themselves, which functions to reaffirm the Osing language as a living language—an essential element in preserving the Osing cultural identity amidst globalization. This research contributes significantly to understanding the dynamics of oral tradition preservation in the Osing community, and explains how mocoan functions as a tool for articulating cultural identity that is not only historical but also relevant in contemporary social contexts. Thus, mocoan plays a role as one of the discursive strategies that allows the continuity and regeneration of Osing traditions in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>