Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151005 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Manurung, Irma F.
"Penelitian ini bertujuan mengungkapkan produksi, konsumsi, dan industri budaya suatu orkestra. Penelitian ini menggunakan paradigma teori kritis dengan pendekatan Pierre Bourdieu tentang habitus, field, dan kapital. Penelitian menemukan bahwa pihak orkestra membentuk dan memperkuat taste konsumen. Di balik penyajian orkestra terdapat maksud lain selain budaya. Realitas yang diterima masyarakat sebenamya realitas semu, yaitu realitas yang diatur pihak produsen dan industri guna memenuhi kebutuhan dan prinsip keberhasilan mereka sendiri."
2004
TJPI-III-3-SeptDes2004-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Irma F.
"Penelitian ini dilakukan karena melihat gejala maraknya kehidupan orkestra di Indonesia. Penelitian ini berawal dari pemikiran Pierre Bourdieu mengenai konsepnya habitus, field, kapital, yang pada dasarnya dapat saling ber-interplay, yang kemudian dikembangkan dalam pemikirannya mengenai taste, reproduksi budaya, hingga pada pandangan mengenai produksi budaya, yang didalamnya juga termasuk konsumsi budaya. Untuk melengkapi pemahaman mengenai industri orkestra, maka juga digunakan pandangan Adorno dan Horkheirner mengenai industri budaya, dimana didalamnya juga terdapat pemikiran mengenai komodifikasi budaya.
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis yang berusaha mengungkap struktur yang sebenarnya dengan tujuan membentuk kesadaran sosial agar dapat memperbaiki dan merubah kondisi hidup manusia, dan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengambil kasus tiga orkestra yakni Erwin Gutawa Orchestra (EGO), Nusantara Symphony Orchestra (NSO), dan Twilite Orchestra (TO) untuk memberi gambaran mengenai beragam konten atau repertoir yang dimainkan oleh orkestra, dan mendapat data dari para 8 informan yang memberi data beragam mengenai kebijakan orkestra, bagaimana produksi dan konsumsi budaya dari pelaku, konsumen, produser media, hingga pengamat budaya.
Hasil pengamatan dan informasi dari para informan menunjukkan besarnya pengaruh habitus tokoh-tokoh di orkestra, sehingga berpengaruh juga dalam field yang memungkinkan mereka untuk bertindak antara lain dalam menentukan arah atau jalur yang diambil orkestra. Hal ini terlihat pada jalur yang berbeda antara EGO yang mengarah pada musik Indonesia, NSO dengan pilihan repertoirnya yang beragam, dan TO dengan pops orchestra-nya. Namun yang sama adalah ketiga orkestra ini berjuang untuk memperoleh kapital, bukan hanya kapital ekonomi, tetapi juga kapital budaya dan kapital sosial / simbolik, untuk memperkuat keberadaan dan kehadiran mereka ditengah masyarakat.
Masalah taste mereka juga penting dalam keberadaan orkestra, karena produk budaya merupakan taste yang terbentuk, atau meningkat dari pengalaman, hasrat, hingga akhirnya menjadi sebuah karya atau produk budaya. Hal ini juga terlihat dalam produk budaya ketiga orkestra diatas yang dipengaruhi taste para tokohnya. Namun taste juga bisa dihubungkan dengan struktur kelas orang yang mengkonsumsi budaya. Dengan keempat formasi taste yang disampaikan Bourdieu: legitimate, middlebrow, popular, dan pure aesthetic disposition, tampak bahwa hal ini tidak bisa diterapkan seluruhnya pada masyarakat Indonesia yang pada dasarnya memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat Barat. Namun dalam pengamatan lebih jauh, formasi ini tampak walau tidak seperti yang disampaikan Bourdieu, yakni legitimate taste berada dalam kelas dominan, yang kaya dalam kapital ekonomi, pendidikan. Sedangkan taste middlebrow dan popular digabungkan karena umumnya kelas pekerja, atau kelas menengah bawah jarang yang mendengar musik klasik. Oleh karena itu kedua taste ini diperuntukkan bagi kelas menengah atas, termasuk pelajar mahasiswa, yang mendengarkan musik klasik termasuk light classic. Sedangkan karya EGO bisa digolongkan dalam pure aesthetic karena usaha artisbknya membebaskan dia dari pakem klasik yang baku, sehingga bebas mencampurkannya dengan unsur seni yang lain seperti band, musik tradisional.
Masalah pemain orkestra juga menarik karena masih minimnya jumlah musisi sehingga kebanyakan orkestra menggunakan musisi yang `itu-itu juga'. Faktor tingginya biaya penyelenggaraan sebuah konser, menjadikan harga tiket juga cenderung mahal, sehingga makin menambah kesan konser orkestra yang mahal dan eksklusif. Masalah reprodulsi budaya juga penting bagi kehidupan orkestra, karena berhubungan dengan konsumsi orkestra, baik sebagai musisi, atau hanya sekedar untuk mengapresiasi. Untuk itu diperlukan kapital budaya yang mampu memberi kecukupan untuk menjalani kehidupan di masyarakat sebagai sumber sosial. Selain itu, anggapan bahwa orkestra merupakan sesuatu yang eksklusif, mewah, mendorong banyak konsumen untuk menampilkan orkestra dalam acara/event mereka, untuk mencerminkan eksklusiltas atau kemewahan tersebut. Hal yang lama juga terjadi di televisi yang memproduksi acara dengan menggunakan orkestra atau chamber, baik untuk memenuhi permintaan klien atau untuk menyesuaikan target konsumen yang ingin dituju, sehingga pada akhirnya juga meningkatkan gengsi/image acara atau kliennya.
Hal ini membawa pembahasan kepada high culture dan popular culture. Kedua hal ini sebetulnya sangat subyektif. Walaupun di Barat, banyak penampilan orkestra merupakan budaya popular, namun di Indonesia tampaknya musik klasik masih dianggap sebagai budaya tinggi. Namun bagi EGO tampaknya bisa menuju kearah itu karena faktor band atau penyanyi yang diiringinya yang bersifat pop. Ketiga orkestra di atas dalam menjalankan produksinya juga memperhatikan unsur industri budaya. Selain itu ditemukan juga unsur komodifikasi yang mengubah use value menjadi exchange value untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau rnembuat menjadi suatu kebutuhan, sebagai sebuah ilusi.
Hasil penelitian diatas memberi beberapa kesimpulan, yakni besarnya pengaruh habitus yang juga ber-interplay dengan field dan kapital dalam produksi dan juga konsumsi budaya. Selain itu, semakin klasik sebuah taste, berarti diperlukan habitus yang kuat dan kapital budaya/ekonomi yang lebih tinggi. Semakin popular sebuah taste, bisa berarti habitus tidak terlalu kuat atau kapital budaya/ekonomi yang lebih rendah, atau keduanya. Kesimpulan lain mengungkapkan bahwa kelas dan struktur sosial juga mempengaruhi bagaimana seseorang mengkonsumsi budaya, untuk memperkuat perbedaan klasifikasi seseorang. Selain itu, kolaborasi antara produksi dan konsumsi budaya orkestra menghasilkan industri orkestra, karena industri ini banyak berperan dalam produksi budaya yang terkomodifikasi, merasionalisasi teknik distribusi sehingga mencapai sasaran yakni meningkatnya konsumsi budaya akibat pembentukan realitas semu.
Implikasi teoritis dalam penelitian ini memperkuat pendapat Bourdieu mengenai peran habitus dalam diri seseorang termasuk pada budaya yang diproduksi dan dikonsumsinya. Penelitian ini juga memunculkan modifikasi dari formasi taste menurut Bourdieu, sehingga yang tampak adalah hanya ada 3 formasi: legitimate taste, middlebrow - popular taste, serta taste pure aesthetic disposition. Selain itu industri orkestra di Indonesia juga sejalan dengan pendapat Adorno dan Horkheimer mengenai industri budaya yang menyediakan sesuatu bagi semua orang sehingga tidak ada yang dapat lobi dari sergapan produksi budaya tersebut. Pada akhirnya hal ini juga menjadi cerminan terjadinya komodifikasi budaya yang merupakan proses mengubah nilai kegunaan sebuah produk (budaya) menjadi nilai pertukaran produk tersebut. Oleh karena itu penelitian ini memberikan gambaran dan penjelasan mengenai peran kelas, taste, dalam industri, produksi, serta konsumsi orkestra di Indonesia, walau tidak bisa digeneralisasi untuk menggambarkan formasi taste masyarakat Indonesia.
Implikasi sosial penelitian ini bertujuan memberi kesadaran pada masyarakat bahwa dibalik penyajian orkes, terdapat makna, tujuan yang sarat dengan unsur lain selain budaya, yakni ekonomi, politik, sosial. Oleh karena itu hal ini penting diperhatikan dalam memproduksi budaya dan juga dalam mengkonsumsinya. Implikasi praktis dan rekomendasi penelitian ini diberikan untuk kemajuan industri orkestra di Indonesia serta juga perlunya penelitian lanjutan untuk mendapatkan data lain yang tidak diperoleh melalui penelitian ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toety Heraty Noerhadi Rooseno, 1933-
Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1984
306 TOE a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufiqurrohman
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan penelitian mengenai produksi budaya/budaya produksi chick lit Indonesia di penerbit GagasMedia. Penelitian ini bertujuan menunjukkan tentang bagaimana budaya produksi (nilai-nilai dan ideologi) dan perannya terartikulasikan dalam produksi chick lit Indonesia di GagasMedia dan membahas bagaimana artikulasi makna terjadi dalam proses produksi budaya chick lit Indonesia di GagasMedia, baik secara teknis maupun secara kultural. Sumber data adalah penerbit GagasMedia, penulis chick lit Indonesia dan chick lit Indonesia itu sendiri. Landasan pemikiran yang dipakai adalah konsep produksi budaya (production of culture) dan budaya produksi.(cultures of production). Kerangka eklektik-teori digunakan untuk menggunakan beberapa teori dalam penelitian ini. Landasan metodologi adalah pendekatan Cultural Studies untuk penelitian produksi budaya (cultural production research), yaitu pendekatan etnografi dan pendekatan teks dan analisis teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara budaya produksi dan produksi budaya chick lit Indonesia merupakan satu mata rantai yang saling mempengaruhi. Penelitian ini menunjukkan salah satu kemungkinan penelitian sastra Indonesia, khususnya sastra popular, dengan menggunakan pendekatan Cultural Studies.

ABSTRAK
This thesis draws on the production of culture/cultures of production of Indonesian chick lit. It highlights how the cultures of production and its roles are articulated in the production of culture of Indonesian chick lit in GagasMedia publisher. It also explores the articulation of the process of its production of culture, technically or culturally. The sources of the data are the publisher itself, Indonesian chick lit writer, and the chick lit itself. The methodology used is Cultural Studies approach for cultural production research. This thesis concludes that the cultures of production of Indonesian chick lit play important roles in its production of culture in GagasMedia. This thesis also shows the possibility of taking a research on the Indonesian literature?especially its popular literature?by using Cultural Studies approaches."
2010
T26714
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Selu Margaretha Kushendrawati
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Cynthia S.
Jakarta: Global Citra Media, 2011
793.31 IDA d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nastiti Setia Utami
"ABSTRAK
Migrasi pekerja di Indonesia sudah difomalisasikan. Para calon pekerja migran harus melalui proses perekrutan, pelatihan, dan penempatan yang dilakukan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, salah satu aktor dalam industri migrasi yang mengambil keuntungan dari migrasi pekerja. Pada sisi lain, ruang informalitas di Indonesia tetap ada, sehingga brokers informal hadir untuk menjadi mediator antara PPTKIS dan calon pekerja migran. Melalui penelitian etnografi, tulisan ini mengeksplorasi hubungan keduanya yang berlandaskan trust dan reliance. Trust merupakan rasa percaya yang berlandaskan emosional, sementara reliance muncul dari rasionalitas. Hubungan antara brokers dan CTKI memperlihatkan non-representational knowledge, yaitu ketika brokers memberikan informasi mengenai birokrasi, peraturan, dan gambaran kehidupan TKI di luar negeri kepada CTKI yang kemudian dari sini trust muncul. Trust hanya dapat terjalin antarindividu dan tidak mungkin terjalin antarinstitusi maupun antara individu dan institusi yang juga menjadi alasan mengapa ruang infomalitas masih terus terbuka di Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan bagaimana brokers informal menjadi pihak yang turut melanggengkan fenomena transplantasi pekerja migran di Indonesia

ABSTRAK
Labor migration in Indonesia is formalized, potential migrants have to go through the recruitment, training, and placement process whose task has been delegated by the government to the private labor recruitment agencies, one of the actors in migration industry that profits from worker migrations. On the other hand, there remains room for informality, the informal brokers present as the mediators between PPTKIS and prospective migrant workers. Through ethnographic research, it explores the relationship of both parties based on trust and reliance. Trust is based on the emotional; meanwhile reliance is based on rationality and risk calculation. The relationship between brokers and the prospective migrants shows the non-representational knowledge; when brokers provide information about bureaucracy, regulations, and an overview of the life abroad to prospective migrant works, then trust emerges. Trust can only be established between individuals and may not be established between institutions as well as between individuals and institutions. Thus, informality still remains in Indonesia. The study also showed how informal brokers become parties who perpetuate the phenomenon of transplantation of migrant workers in Indonesi"
2016
S64230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>