Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3857 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Joseph Halim
"Indonesia menuntut sebagian landas kontinen di antara Indonesia dan Australia yang meliputi Celah Timor. Celah Timor ini dibatasi oleh garis equidistant (sama jarak,) dari garis pantai kedua negara berdasarkan Konvensi Hukum Laut (yang kemudian menjadi Konvensi Hukum Laut P.B.B, tahun 1982).
Australia menuntut landas kontinennya berlanjut hingga mencapai poros palung Laut Timor, yang merupakan kelanjutan alamiah dari kontinen Australia. Tuntutan ini diajukan sesuai dengan Hukum Internasional Umum darv Perjanjian Indonesia-Australia tahun 1972.
Untuk menyelesaikan perselisihan ini, Indonesia mengajukan konsep di tahun 1979 berupa usul diadakannya moratorium dan ditetapkannya suatu Zona Pengembangan Bersama (Joint Development Zone}; yang barn diterima pada tahun 1984 untuk dikem-bangkan bersama untuk menentukan definisinya, pengelolaannya, serta sistem kerja samanya dengan industri untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya migas.
Usaha bersama itulah yang telah menghasilkan Perjanjian Celah Timor yang ditandatangani pada tanggal 11 Desember 1989 dalam pesawat terbang yang sedang melintasi Celah Timor. Dengan demikian, sementara ini terbentuklah suatu Zone Kerja Sama guna memungkinkan secepatnya diadakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di bawah ketentuan-ketentuan yang cukup rinci namun praktis, tanpa menghalangi upaya pencapaian suatu persetu-juan final atas garis atas batas landas kontinennya,
"
1998
MJPK-1-1-JanJuni1998-86
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S7892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Denny Mochtar Cilah
"Timor Leste, Timor Timur, Loro Sae adalah nama yang sering disebut untuk negara yang baru hadir dalam politik internasional sebagai negara berdaulat. Kehadirannya tidak secara tiba-tiba, tapi lewat perjuangan yang panjang dari dua rezim yang menguasainya. Hubungan Australia dan Timor Leste bukan juga baru terbentuk sejak Timor lepas dan Indonesia, tapi telah berlangsung lama sebelum Timor Leste menjadi negara. Namun hubungan itu bukan dalam bentuk `state', karena ada rezim yang menguasainya. Hubungan Australia dan Timor Leste semakin intens sejak Indonesia mengalami krisis. Perjuangan rakyat Timor Timur untuk merdeka diperkuat dengan bantuan Australia sampai menuju kemerdekaan. Australia bagai juru selamat Timor Leste.
Namun belakangan hubungan kedua negara menjadi buruk, karena hubungan kedua negara ditentukan oleh dua kepentingan yang sama yaltu 'kedaulatan territorial/perbatasan dan sumber daya alam yang diperebutkan. Kedua hal ini bukan persoalan baru tapi merupakan kisah lama yang berlanjut dan rumit karena berakar dari progres hukum internasional yang berubah.
Australia merasa claim atas teritorialnya 'legitimate' dengan konvensi Genewa tentang hukum laut 1958, begitupun Timor Leste merasa lebih berhak dengan konvensi PBB mengenai hukum laut 1982. karena di dalam daerah yang disengketakan itu terdapat potensi ekonomi yang sangat signifikan bagi kedua negara, maka logika sehatnya memang mengharuskan mereka bertengkar.
Pertengkaran itu bisa saja diselesaikan bila para pihak ingin selesai. Lembaga Hukum Internasional tersedia bila para pihak menghendakinya. Namun hukum internasional tak memiliki kekuatan memaksa seperti lembaga nasional. Menyusul pengumuman Australia keluar dan Mahkamah lnternasional maka pilihan penyelesaian tinggal pada kreatifitas bilateral. Dari sini diplomasi-negosiasi mengambil tempat untuk penyelesaian persoalan.
Untuk satu masalah sumber daya yang berupa minyak dan gas, walaupun lewat ancaman-ancaman mereka berhasil mencapai kesepakatan 'Joint Development Area' yang mereka namakan `Timor Sea Treaty' dengan porsi 90:10, tapi persoalan perbatasan terus bertanjut.
Hubungan kedua negara masih berlangsung walau dalam pertengkaran. Usaha diplomasi-negosiasi terus mereka usahakan dan sampai pada suatu pertemuan Australia mengajukan proposal penyelesaian perbatasan dalam waktu 20 tahun lagi. Hal ini semakin membuat Timor Leste marah dan menyebut Australia sebagai 'Kriminal'.
Dalam tesis ini akan menelusuri dinamika pergerakan perundingan tawar menawar kedua belah pihak dalam apa yang dinamakan Diplomasi' sebagai `the Art Of The Compromise'. Meneliti kepentingan yang harus dipertahankan oleh Australia dalam hal perbatasan yang dapat dikatakan bahwa Australia menginginkan suatu penyelesaian untuk tidak selesai kecuali `minyak dan gas'. Hal itu dapat dilihat dari Cara Australia memainkan `pace' perundingan dan menolak menentukan ?Time Table' perundingan perbatasan, terus mengulur waktu dalam kondisi Timor Leste yang `desperado'."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Timor Timur merupakan suatu wilayah kolonial Portugal
selama beratus-ratus tahun sebelum tahun 1976. Pada tahun
1974 Pemerintah Portugal memberikan hak konsesi minyak dan
gas bumi di wilayah Timor Timur kepada Oceanic dan
Petrotimor yang adalah perusahaan Amerika. Kedua perusahaan
tersebut telah melakukan eksplorasi di Timor Timur sampai
tahun 1976 yang terhenti karena terjadi pergolakan di
wilayah tersebut. Pada tahun 1976 rakyat Timor Timur
menyatakan berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pernyataan penyatuan Timor Timur tersebut
kemudian diundangkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1976.
Sejak saat itulah Timor Timur menjadi provinsi kedua puluh
tujuh dari Indonesia. Integrasi Timor Timur ke dalam
Indonesia mengakibatkan Indonesia memiliki kekuasaan untuk
mengelola minyak dan gas bumi di Timor Timur, yang terdapat
dalam Perjanjian Celah Timor 1991 (Timor Gap Treaty). Hal
ini merupakan bukti tindakan negara yang sah dan diakui
oleh negara lain. Kerjasama kedua negara terus berlanjut
sampai pada saat Pemerintah Indonesia memberikan referendum
kepada rakyat Timor Timur pada tahun 1999 dan rakyat Timor
Timur menyatakan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari
Republik Indonesia. Dengan demikian Indonesia secara
otomatis keluar dari Timor Gap Treaty. Setelah Indonesia
tidak memiliki kepentingan lagi atas Timor Timur, tahun
2004 Oceanic dan Petrotimor mengajukan gugatan perdata pada
Pengadilan Amerika dimana Indonesia, Pertamina dan BP Migas
menjadi Tergugat atas pengalihan hak konsesi di Celah
Timor. Dalam hal ini pihak Indonesia merupakan penguasa
yang sah pada waktu itu dan semua tindakan pemerintah
Indonesia adalah sesuai dengan act of state doctrine. Sebab
tindakan negara tersebut dilakukan di wilayah kedaulatan
Indonesia sendiri. Dalam perkara ini hakim menerima dalildalil
pihak Indonesia sebagai act of state doctrine
berdasarkan FSIA 1976."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S26151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Kamil Ariadno
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S25651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Tony A.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1982
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>