Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Findra Setianingrum
"Infeksi saluran napas bawah merupakan salah satu infeksi penyebab kematian terbesar di dunia. Seiring dengan banyaknya kasus infeksi saluran napas bawah maka pemakaian antibiotik untuk mengatasinya pun semakin meluas, diantara antibiotik tersebut ialah siprofloksasin Oleh karena itu pola kepekaan bakteri, dalam hal ini bakteri gram negatif, perlu diketahui guna menjaga agar terapi yang diberikan pada pasien efektif dan tepat guna. Terlebih lagi, Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) Departemen Mikrobiologi FKUI merupakan laboratorium yang menerima spesimen dari banyak rumah sakit di Jakarta termasuk Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang merupakan rumah sakit rujukan nasional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder isolat sputum tahun 2000-2005 di LMK FKUI yang mengandung bakteri gram negatif kemudian diuji sensitivitasnya terhadap siprofloksasin.
Metode penelitian yang digunakan ialah cross sectional. Hasilnya terdapat 2744 isolat bakteri gram negatif dengan tiga bakteri terbanyak yaitu Klebsiella pneumoniae ss pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacter aerogenes. Ketiga bakteri tersebut mengalami penurunan sensitivitasnya terhadap siprofloksasin (K. pneumoniae ss pneumonia: 79.90% ?³ 62.86%, Pseudomonas aeruginosa: 73.68% ?³ 52.20% dan Enterobacter aerogenes: 79.03% ?³ 61.36% ). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan di rumah sakit, klinisi, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam penanganan kasus infeksi di Indonesia.

Lower respiratory tract infection (LRTI) is one of the biggest cause of death related to infections around the world. The spread of LRTI followed by the wide use of antibiotics, included ciprofloxacin. For that reason, bacterial sensitivity pattern, in this case gram negative bacteria, is important to be knew to get the effective therapy for patients. Moreover, Clinical Microbiology Laboratory FKUI is references of many hospitals in Jakarta include Ciptomangunkusomo Hospital (RSCM) which is national reference hospital. This research use secunder data from sputum isolates contain bacteria gram negative that entered to LMK Department of Microbiology FKUI in from 2000 until 2005. Then, the isolates is examined for their sensitivity pattern against ciprofloxacin.
The research metode for this research is cross sectional. The result of this research, there is 2744 isolates that contain bacteria gram negatives. The most common bacterias are Klebsiella pneumoniae ss pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, and Enterobacter aerogenes. The sensitivity against ciprofloxacin in these three bacteria are decrease (K. pneumoniae ss pneumonia: 79.90% ?³ 62.86%, Pseudomonas aeruginosa: 73.68% ?³ 52.20% and Enterobacter aerogenes: 79.03% ?³ 61.36% ). This result could be used for further evaluation for stake holder in hospital, physician, and others that involved in control infection diseases in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nuryasni
"Infeksi saluran napas bawah telah menjadi penyebab banyak penggunaan antibiotik dan banyaknya kunjungan ke dokter di seluruh dunia. Infeksi saluran napas bawah terutama pada orang dewasa sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Belakangan ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri gram negatif. Kepekaan suatu bakteri umumnya berubah-ubah terhadap suatu antibiotik. Untuk itu diperlukan suatu kajian berkala untuk mengetahui pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik sebagai landasan dalam melakukan educated guess therapy.
Metoda penelitian ini adalah cross-sectional terhadap 2456 isolat yang berasal dari sputum penderita infeksi saluran napas bawah yang mengirimkan sampel ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik Departemen Mikrobiologi FKUI pada tahun 2001-2005. Kemudian dilakukan uji sensitivitas terhadap amoksisilin.
Hasil penelitian didapatkan 28 jenis bakteri. Tiga bakteri yang memenuhi besar sampel dan kriteria inklusi adalah Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter aerogenes. Persentase kepekaan Klebsiella pneumoniae ss pneumonia 12.5% pada tahun 2001 menjadi 25.71% pada tahun 2005, Pseudomonas aeruginosa 3.94% tahun 2001 menjadi 6.59% tahun 2005, Enterobacter aerogenes 20.96% tahun 2001 menjadi 19.04% tahun 2005. Kebanyakan bakteri Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter aerogenes telah resisten terhadap amoksisilin.

Globally, lower respiratory tract infections account for a large proportion of antibiotic prescriptions and visits to family practitioners. Lower respiratory tract infections especially in adult, most of them cause by bacteria. Recently, reports from several cities in Indonesia mentioned that bacteria found in sputum of pneumonia patients are gram negative bacteria. Susceptibility of bacteria toward an antibiotic usually changes. Therefore, there should be an investigation to monitor the susceptibility pattern of bacteria toward antibiotic as a base to give an educated guess therapy.
Methods of this research is cross-sectional design toward 2456 isolate from sputum of lower respiratory tract infection patient in Clinical Microbiology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) in 2001-2005.
The result is there are 28 species of bacteria. Three bacteria that fulfill the inclusion criteria are Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa and Enterobacter aerogenes. The susceptibility percentage of K. pneumoniae ss pneumonia 12.5% in 2001 become 25.71% in 2005, P. aeruginosa 3.94% in 2001 become 6.59% in 2005, and E. aerogenes 20.96% in 2001 become 19.04% in 2005. Most of Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa and Enterobacter aerogenes bacteria already resistant to amoxicillin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Subekti
"Infeksi saluran napas bawah merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Penatalaksanaan definitif dari infeksi saluran napas bawah sangat bergantung pada kuman penyebab dan hasil uji kepekaan umumnya tersebut terhadap antibiotik tertentu. Seftriakson merupakan antibiotik spektrum luas yang direkomendasikan oleh American Thoracic Society baik sebagai terapi definitif untuk infeksi saluran napas bawah yang disebabkan oleh bakteri gram positif maupun gram negatif. Pola kepekaan bakteri ini berubah setiap tahun, oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang dapat melaporkan pola kepekaan bakteri terhadap seftriakson setiap tahunnya. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) deskriptif.
Data yang digunakan adalah hasil uji kepekaan bakteri gram negatif yang diisolasi dari dahak (sputum) yang diperiksa di LMK FKUI dan memberikan hasil kultur positif. Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumonia ss pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa, dengan jumlah sampel minimal yang digunakan adalah 35, kemudian dibandingkan pola kepekaan setiap tahunnya.
Hasil uji kepekaan E. aerogenes selama tahun 2001-2005 tidak berbeda bermakna (36.84% pada tahun 2001 menjadi 36% pada tahun 2005), hasil uji kepekaan K. pneumoniae ss pneumonia selama tahun 2001-2005 berbeda bermakna (55.71% pada tahun 2001 menjadi 42.16% pada tahun 2005), dan hasil uji kepekaan P. aeruginosa selama tahun berbeda bermakna (30% pada tahun 2001 menjadi 13.33% pada tahun 2005). Berkurangnya kepekaan bakteri-bakteri tersebut terhadap seftriakson dapat disebabkan oleh munculnya beberapa strain mutan dari masing-masing bakteri. Secara umum, seftriakson tidak lagi efektif untuk mengatasi infeksi saluran napas bawah akibat bakteri gram negatif.

Lower respiratory tract infection is the main health problem, either in developing countries or developed countries. The definite treatment of this infection is depend on the microorganism and its sensitivity test to several antibiotics. Ceftriaxone is a broad spectrum antibiotic recommended by American Thoracic Society as both empirical and definite therapy of lower respiratory tract infection caused by either Gram positive or Gram negative bacteria. The sensitivity pattern of each bacteria to ceftriaxone will change every year, therefore, the research reporting the sensitivity pattern of bacteria to ceftriaxone annually is needed. The design used in this research was descriptive cross sectional.
The data was the result of sensitivity test of Gram negative bacteria isolated from sputum which examined at LCM FMUI. Bacteria that used in this research were Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae ss pneumonia, and Pseudomonas aeruginosa. The minimum number of sample was 35, and then the sensitivity tests were compared annually.
The results of sensitivity tests of E. aerogenes to ceftriaxone within 2001-2005 were not significantly different (from 36.84% in 2001 into 36% in 2005). The results of K. pneumoniae ss pneumonia were significantly different (from 55.71% in 2001 into 42.16% in 2005), and the results of P. aeruginosa were also significantly different (from 30% in 2001 into 13.33% in 2005). The decreases of their sensitivity to ceftriaxone may be caused by some mutant strains of each species. Generally, ceftriaxone is not effective anymore to treat lower respiratory tract infections caused by gram negative bacteria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09132fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tina Reisa
"Pendahuluan: Tuberkulosis resistan obat (TB RO) merupakan masalah kesehatan global dan sebagai hambatan dalam upaya pengendalian tuberkulosis (TB) di dunia. Infeksi sekunder adalah infeksi yang terjadi pada saat terinfeksi kuman lain atau sedang dalam terapi untuk jenis kuman lain. Infeksi sekunder pada pasien TB dapat disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi imunitas individu. Koinfeksi dengan organisme lain dapat berperan dalam progresivitas TB dan mempengaruhi luaran terapi TB. Data mengenai pola mikroorganisme pasien TB RO dengan infeksi saluran napas bawah di Indonesia.
Tujuan: Untuk mengetahui pola mikroorganisme pada pasien TB RO dengan infeksi saluran napas bawah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Analisis observasional kohort retrospektif kohort di RS Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan, Jakarta Indonesia secara total sampling diperoleh dari Januari 2018 hingga Desember 2018. Kami meninjau rekam medis 84 pasien dengan diagnosis TB RO dengan infeksi saluran napas bawah dan 66 status rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Sebanyak 66 pasien yang termasuk dalam penelitian ini 65,2% infeksi saluran napas bawah bronkiektasis terinfeksi. Status HIV reaktif berhubungan dnegan kejadian infeksi saluran napas bawah pada pasien TB RO (p=0,001). Gangguan fungsi ginjal dan gangguan fungsi hati juga berhubungan bermakna dengan kejadian infeksi saluran napas bawah (p=0,041 dan p=0,046). Klebsiella pneumonia adalah mikroorganisme terbanyak yaitu 15,2%. Kuman multidrug resistant obat (MDRO) ditemukan sebanyak 56% dengan mikroorganisme MDRO terbanyak adalah Acinetobacter baumanii. Waktu konversi sputum memiliki rerata 2,96 ± 1,83 bulan. Kematian < 30 hari ditemukan sebanyak 30,3% dan ada hubungan yang bermakna antara infeksi saluran napas bawah dan kematian < 30 hari pada pasien TB RO (p=0,025).
Kesimpulan: Infeksi saluran napas bawah pada TB RO yang paling banyak adalah bronkiektasis terinfeksi dengan pola mikroorganisme gram negatif serta kuman MDRO banyak ditemukan. Kejadian infeksi saluran napas bawah berhubungan bermakna terhadap kematian < 30 hari pada pada pasien TB RO.

Introductions: Secondary lower respiratory tract infection (LRTI) in drug-resistant (DR) tuberculosis (TB) patients may alter disease progression and therapy outcomes. Specimen microorganism patterns of the lower respiratory tract from DR-TB patients in Indonesia is yet to be known.
Aims: To identify the specimen microorganism patterns of the lower respiratory tract from DR-TB patients and the factor that influenced it.
Methods: We performed a retrospective cohort analysis of DR-TB patients with LRTI treated in National Respiratory Referral Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia, between January and December 2018. We reviewed the records of 84 DR-TB patients with LRTI. The subjects were 66 patients who met the inclusion criteria.
Results: Most subjects (65.2%) were co-diagnosed with infected bronchiectasis. Factors related to LRTI in DR-TB were the detection of human immunodeficiency virus (HIV) antigen (p=0.002) and impaired renal function (p=0.041) and liver function (p=0.046) from the blood test. The microorganism patterns found in the specimens were multidrug-resistant (MDR) (56.0%), which Klebsiella pneumonia (15.2%) and Acinetobacter baumanii (9.1%) predominated. The average sputum conversion time of subjects was 2.96±1.83 months. The <30 days-mortality was found in 30.3% subjects and was correlated with LRTI (p=0.025).
Conclusions: The most common LRTI in DR-TB was infected bronchiectasis. The most common specimen microorganism pattern in DR-TB was MDR Gram- negative microorganisms. This study showed a correlation between LRTI and the
<30 days-mortality in DR-TB.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Prameswari Hudono
"Latar belakang: Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang besar di dunia maupun di Indonesia. Kejadian ISPA pada balita biasanya berulang merupakan sumber masalah karena mempengaruhi fungsi paru secara negatif dan merupakan sumber penggunaan antibiotik tersering. Diperlukan suatu strategi untuk mengurangi angka kejadian ISPA berulang pada balita. Imunostimulan OM-85 BV telah banyak diteliti manfaatnya dalam mengurangi beban penyakit ISPA pada dewasa dan anak. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai peran penggunaan imunostimulan OM-85 BV untuk mengurangi angka kejadian ISPA pada balita di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian OM-85 BV terhadap angka kejadian ISPA dan kadar serum imunoglobulin A (IgA).
Metode: Studi uji klinis kuasi eksperimental di RS Cipto Mangunkusumo, dari Februari hingga November 2018, melibatkan 35 balita dengan riwayat ISPA berulang. Subjek diberikan OM-85 BV selama tiga bulan (10 hari per bulan). Pencatatan frekuensi ISPA dan rerata lama sakit dilakukan secara retrospektif sebelum terapi, dan secara prospektif selama enam bulan setelah terapi. Dilakukan juga pemeriksaan usap tenggorok dan kadar serum IgA sebelum dan sesudah terapi OM-85 BV.
Hasil: Pemberian OM-85 BV mengurangi angka kejadian ISPA pada balita sebanyak dua episode dalam enam bulan (p <0,05) dan mengurangi rerata lama sakit sebanyak satu hari (p <0,05). Terdapat peningkatan kadar serum IgA setelah pemberian OM-85 BV, namun tidak signifikan secara statistik (p =0,062).
Simpulan: Pemberian OM-85 BV dapat mengurangi angka kejadian ISPA dan rerata lama sakit pada balita, namun tidak meningkatkan kadar serum IgA secara bermakna.

Background: Acute respiratory tract infection (ARTI) is a disease with high mortality and morbidity in the world and in Indonesia. In children under five, ARTI is usually recurrent. It affects lung function negatively and is a source of frequent antibiotics use. A strategy is needed to reduce the incidence of recurrent ARTI in children under five years old. OM-85 BV is an immunostimulant that has been numerously studied in an effort to reduce the burden of ARTI in adults and children. Until now there has been no research using OM-85 BV evaluating its effect in reducing ARTI incidence in Indonesian children age five years and under.
Objective: Investigating the effect of OM-85 BV on the incidence of ARTI and serum level of immunoglobulin A (IgA) in children under five years old.
Methods: A quasi-experimental clinical trial was done at Cipto Mangunkusumo Hospital, from February to November 2018, involving 35 children under five with history of recurrent ARTI. Subjects were given OM-85 BV for three months (10 days per month). The frequency of ARTI and average duration of illness was recorded retrospectively before therapy, and prospectively for six months after therapy. Throat swabs culture and serum IgA level were measured before and after OM-85 BV therapy.
Results: The administration of OM-85 BV reduced the frequency of ARTI in subjects by two episodes in six months (p <0.05) and reduced the average duration of illness by one day (p <0.05). There was an increase in serum IgA level after OM-85 BV administration, but not statistically significant (p = 0.062).
Conclusion: Administration of OM-85 BV reduced the frequency of ARTI and decreased average duration of illness in children under five, but did not significantly increase serum IgA level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>