Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165815 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Juhadi
"ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji tentang peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan (repong damar). Permasalahan yang berusaha dijawab adalah, " mengapa keberadaan repong damar di desa-desa di Krui terus berlanjut dari generasi ke generasi ? Berdasarkan pada permasalahan tersebut maka tulisan ini saya beri judul "Repong Damar: sistem pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan, di desa Waysindi, Krui, Lampung Barat."
Tulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan yang telah saya lakukan di desa Waysindi, Krui, Lampung Barat selama empat bulan. Pengumpulan data saya lakukan dengan cara pengamatan terlibat dan wawancara mendalam dengan para informan serta studi dokumentasi dari tulisan-tulisan terdahulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan repong damar yang terus berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: (1) adanya institusi pewarisan yang keberadaannya mampu mengatur anggota masyarakat setempat dalam mengelola sumberdaya repong damar. Repong damar sebagai harta kekayaan keluarga hanya dapat diwariskan kepada anak laki-laki tertua (sal tuha bakas), tidak terbagi-bagi pada seluruh anak (sistem pewarisan tunggal). Bagi penerima waris hanya mempunyai hak penguasaan atas harta tersebut dengan konsekuensi-konsekuensi yang menyertainya. Sedangkan hak kepemilikan tetap berada pada keluarga. Suatu tindakan menjual-belikan atau mengalihfungsikan harta waris repong damar sangat dilarang atau ditabukan oleh masyarakat yang bersangkutan; (2) dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan repong damar (mulai dari pembukaan lahan hingga pengunduhan hasil) dilakukan sedemikian rupa (secara radar) sehingga repong damar tetap dapat terjaga keberlanjutannya. Dalam hal ini, untuk memanfaatkan dan mengelola repong dammar tersebut mereka telah menciptakan dan mengembangkan teknologi tradisional, sehingga repong damar terus dapat bermanfaat baik secara ekonomi maupun ekologis. Sementara itu, teknologi tradisional yang telah dimiliki tersebut terus disosialisasikan kepada setiap anggota keluarga dan masyarakatnya dari generasi ke generasi; (3) adanya migrasi ke luar bagi sebagian anggota masyarakat setempat pada gilirannya mengurangi tekanan (eksploitasi) terhadap repong damar. Di samping itu, mereka yang bermigrasi dan telah mendapatkan sumber penghidupan baru, sebagian penghasilan (uang/barang) dikirim ke desa untuk membantu ekonomi rumah tangga keluarganya di desa; (4) repong damar dibudidayakan dan dikembangkan oleh penduduk setempat secara meluas karena adanya permintaan pasar dan juga didukung oleh adanya fluktuasi harga yang relatif kecil dari waktu ke waktu."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli
"Aktivitas pembukaan dan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh warga komuniti lokal atau penduduk yang berdiam di dalam dan sekitar hutan tidak selalu berakhir pada terjadinya deforestasi. Orang Krui yang bermukim di belahan barat pegunungan Bukit Barisan, Provinsi Lampung, adalah para aktor yang mampu membangun keselarasan fungsi ekonomis dari hutan dengan fungsi ekologis, bahkan juga fungsi sosial dan kultur al. Mereka bukanlah para peramu atau perambah hutan, melainkan para aktor yang secara sadar membuka dan menanami petak demi petak hutan alam dengan berbagai tanaman produktif; tapi yang secara sadar Pula menempatkan sistem wanatani repong damor sebagai fase final dalam pengelolaan lahan hutan. Apa yang menyebabkan sebagian dari mereka mempertahankan pengelolaan lahan dengan sistem repong damor sementara sebagian yang lain pemah mengkonversinya ?
Kajian ini berusaha menjelaskan bagaimana petani Krui mengambil keputusan dalam menentukan pengelolaan lahan hutan dan mengungkapkan insentif-insentif yang mendasari keputusan mereka dalam pengelolaan lahan hutan. Penelitian lapangan yang menjadi acuan bagi penulisan tesis ini difokuskan di dua desa di daerah pesisir Krui Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung selama 4 bulan (Juli aid Nopember 1995). Dengan menggunakan pendekatan prosesual dan kombinasi beberapa metode konvensional dalam antropologi, kajian ini kemudian sampai pada kesimpulan bahwa proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani Krui dalam hat mempertahankan atau mengkonversi sistem repong domar didasari oleh paling sedikit empat macam insentif. Keempat macam insentif tersebut adalah insentif ekonomis, ekologis, sosial dan kultural. Keberlarijutan pengelolaan lahan hutan dengan sistem wanatani repong damor akan ditentukan oleh keseimbangan peran keempat insentiftersebut dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani Krui."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Liberti
"Tesis ini berupaya mendalami pola-pola adaptasi yang dikembangkan penduduk Pesisir Krui menanggapi tantangan/dilema dalam mempertahankan keserasian dengan lingkungan hidupnya dari perspektif ketahanan nasional. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola-pola adaptasi yang dikembangkan masyarakat dalam merespon keterbatasan lahan dan sumberdaya alam, intervensi ekonomi pasar, dan intervensi politik telah melemahkan kohesi sosial dan memicu munculnya gejala-gejala sosial yang mengarah pada konflik dan tindak kekerasan yang membahayakan stabilitas keamanan sehingga mengganggu ketahanan nasional. Penelitian menyarankan agar kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kehutanan harus memperhatikan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat setempat serta tidak bersifat represif dan diskriminatif. Selain itu, perlu upaya penguatan kelembagaan adat dan penciptaan diversifikasi lapangan pekerjaan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan.

This thesis attempts to explore the patterns of adaptation developed by West Lampung Krui Coast residents, as a response to the challenge/dilemma in sustaining harmony with the environment from the perspective of national resilience. This research was conducted with qualitative descriptive method. The result showed that the patterns of adaptation developed by West Lampung Krui Coast residents as a response to the scarcity of land, the intervention of market economy, and the intervention of politic has affected weakening social cohesion and rised social phenomenon such as conflict and violence which endangering the security stabilities thus disturbed national resilience. This research suggest to the government policies interrelated of forestry must be pay attention ecology aspect, economy, social and culture of local society as well as not repressive and discriminate. Besides that, necessary effort strengthened the indigenous institution and creating the diversification of occupation to reduce the interpendency of peoples to the forest resources."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S6251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvana Ratina
"Dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan yang' bermaterikan kelestarian fungsi ekonomi, fimgsi ekologi dan fungsi sosial dari sumber daya hutan maka kehidupan masyarakat selcitar hutan hams menjadi perhatian karena kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang membutuhkan pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat ?-selcitar hutan menjadi kebutuhan demi masyarakat sekitar hutan dan sekaligus pelaksanaan pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan. Untuk keberhasilan pemberdayaan masyarakat, maka pemanfaatan modal sosial adalah Suatu kehamsan, karena modal sosial adalah suatu nilai norma-norma yang tcrbcntuk yang dihasilkan dalam suatu interaksi yang cukup panjang dalam suatu masyarakat dan menjadi acuan dalam bersikap, bcrperilaku, berinteraksi, dan berinterelasi dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan.
Tujuan Penelitian adalah merumuskan konscp hipotetik model pemberdayaan masyarakat sckitar hutan dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjuian dengan kajian pemanfaatan modal sosial masyarakat sekitar hutan. Manfaat penelitian adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang model pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan ditinjau dengan pendckatan dan kajian pemanfaatan faktor pembentuk modal sosial masyarakat sekitar hutan sehingga dapat menjadi acuan dalam pcugambilan kebijakan terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam rangka pengelolaan sumber dgya hutan berkelanjutan. Metodologi penelitian dilakukan dengan metode kualitatif ?dan kuantitatif dcngan pendekatan dan pengujian konsep Structural Equation Modelling Cross Section dan pembuatan Model Dinamis.
Penelitia menghasilkan penemuan rumusan konsep hipotetik Model pcmberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan berkclanjutan dengan memanfaatkan modal sosial masyarakat sekitar hutan, model temebut memberi gambaran bahwa modal sosial berpengaruh langsung dan tidak langsung secara signiiikan terhadap pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan sumber daya hutan berkclanjutan. Modal sosial masyamkat sekifar hutan akan termanfaatkan secara optimal melalui pemanfaatan dan penguatan modal sosial masyarakat sekitar hutan yang dilakukan mclalui mekanjsmc konsep timbal balilc, konsep saluran informasi dan konscp kctaatan norma, adat dan nilai budaya.

In the frame of sustainable forest resources management , the consisting of economical function, ecological function and social function conservation from the forest resources, that livelihood conmiunity surrounding forest must be concerned because social economics conditions of community surrounding forest requires empowering. Empowerment of community surrounding forest is becoming from community surrounding forest and implementation of sustainable forest resources management. For successfully for empowerment of community, and then social capital utilization is must be, because social capital is a norm value that formed and resulted in interaction that is long enough in a community, and become a reference in having attitude, behaving, interacting, and interalating in society to achieve common goals in sustainable forest resources management.
Research objectives is to formulate hypothesis concept of forest communities empowerment model in sustainable forest resources management by utilizing social capital surrounding forest. Benefits of study are to enhance understanding 'about community empowerment model in sustainable forest resources management. It is review with the approach and study of taking advantage component factors of social capital. Therefore, it can be a reference in policy making toward forest communities empowerment model, in the frame of sustainable forest resources management. Research Methodology is conducted by using qualitative and quantitative method with concept best using structural equation modeling, cross Section table and dynamic model.
Research finding resulted hypothesis concept formulation of community empowerment model in sustainable forest resources management by taking advantage capital social of forest communities. The model explained that social capitals of forest communities have significant impact toward community empowerment process and sustainable forest resources management both directly and indirectly. Social capital will be utilized optimally through utilization and strengthening social capital forest communities was conducted through mutual mechanism concept, concept of information channel and obedience of norm, tradition and culture value.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
D-1886
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muslihudin Sharbinie
"Sumberdaya alam termasuk didalamnya sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang rentan terhadap konflik mengingat sumberdaya alam terikat dalam suatu lingkungan yang saling terkait. Suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh individu akan berdampak terhadap lingkungan baik lingkungan sendiri atau lingkungan di luar dimana ia berada; sumberdaya alam terikat dalam suatu ruang sosial dimana hubungan yang komplek dan tidak seimbang terjalin yaitu antara berbagai aktor sosial seperti eksportir hasil bumi; petani, etnis minoritas maupun pemerintah; sumberdaya alam yang tersedia cenderung berkurang karena adanya perubahan-perubahan lingkungan yang pesat, permintaan yang cenderung meningkat dan distribusi yang tidak merata ; pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dalam cara-cara yang berbeda dan merupakan suatu simbol tertentu.
Karena faktor-faktor tersebut, konflik yang berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam merupakan hal yang banyak ditemukan. Keadaan seperti itu terlebih lagi setelah berakhirnya Perang Dingin. Konflik dalam negara (intra-state conflict) terutama di negara-negara berkembang cenderung meningkat. Berbagai isu konflik muncul ke permukaan termasuk konflik yang berkenaan dengan isu lingkungan seperti konflik pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung, Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi konflik di Kabupaten Lampung Barat adalah dengan melakukan kerjasama dengan salah satu INGOs yaitu the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). Sejak tahun 2000 ICRAF telah melakukan mediasi dalam upaya mencari pemecahan konflik. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebagai aktor non-state INGOs memiliki peranan yang signifikan. Mediasi sebagai salah satu pendekatan pemecahan konflik memiliki potensi terhadap perubahan pada aktor-aktor yang terlibat konflik maupun pada kebijakan yang berlaku. Pertanyaannya adalah bagaimana peta konflik pengelolaan sumberdaya tersebut, apa dampak mediasi ICRAF terhadap kebijakan yang berlaku dan bagaimana implikasinya terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat di masa yang akan datang.
Peneltian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena dampak mediasi ICRAF terhadap aktor-aktor yang terlibat konflik dan kebijakan pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat. Untuk mengkaji fenomena tersebut digunakan perspektif pluralisme. Sebagai sebuah pendekatan pluralisme memandang bahwa gambaran hubungan internasional didasarkan pada empat asumsi pokok yaitu: Pertama, aktor non-negara, merupakan entitas yang penting dalam politik dunia. Organisasi internasional termasuk di dalamnya Non-Governmental Organisations (NGDs) misalnya dalam isu tertentu merupakan aktor yang independen. Mereka bukan hanya merupakan sebuah forum dimana negara-negara berlomba dan bekerjasama satu sama lain dengannya. Dalam organisasi internasional tertentu mereka memiliki kapasitas dalam hal menentukan agenda dan menyediakan informasi yang mampu mempengaruhi bagaimana suatu negara menentukan arah kebijakan tertentu. Kedua, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor uniter. Negara merupakan aktor yang terdiri dari individu, kelompok kepentingan dan birokrat. Dalam pandangan pluralis, sebuah keputusan yang dibuat oleh suatu negara pada dasarnya merupakan sebuah keputusan yang sebenarnya dibuat oleh koalisi pemerintah, birokrat dan bahkan individu. Ketiga, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor rasional. Pandangan ini bertentangan dengan asuinsi realis yang memandang bahwa negara merupakan aktor rasional. Keempat, bagi pluralis agenda politik internasional bersifat luas (ekstensif). Disamping isu keamanan negara isu-isu ekonomi, sosial, ekologi, perdagangan. moneter, energi, kelaparan dan degredasi lingkungan bagi pluralisme merupakan agenda internasional dan memerlukan pemecahan secara global.
Tesis ini membuktikan bahwa, mediasi ICRAF dalam pengelolaan konflik Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat berdampak terhadap aktor dan kebijakan-kebijakan yang berlaku. Terbentuknya kelembagaan yang memiliki kapasitas dalam mengkaji potensi sumberdaya alam dan memiliki wewenang dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan telah memungkinkan aktor terkait sebagai bagian yang turut menentukan arah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Kepemilikan lahan (land tenure) dalam bentuk ijin HKm. (Hutan Kemasyarakatan) yang diberikan oleh pemerintah kepada petani merupakan salah satu indikator bahwa pemerintah telah menaruh kepercayaan kepada petani dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Adanya jaminan kepemilikan lahan, peningkatan kemampuan dalam pengelolaan konflik dan peningkatan teknologi pengelolaan sumberdaya tersebut akan memungkinkan terbentuknya satu sistem pengelolaan sumberdaya Hutan. Lindung yang sesuai dengan perspektif pandangan aktor-aktor terkait. Dengan demikian visi pembangunan kehutanan Kabupaten Lampung Barat yaitu untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari akan lebih mudah tercapai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>