Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58407 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dian Nindita
"ABSTRAK
Kebutuhan aspal di Indonesia sangat besar, yang umumnya diperoleh dari residu minyak bumi. Karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi, maka perlu ada alternatif lain pengganti aspal minyak, yaitu bioaspal. Bioaspal merupakan aspal yang dibuat dari bahan non-petroleum yaitu biomassa yang mengandung lignin dan merupakan bahan yang dapat diperbaharui. Pada penelitian ini biomassa yang digunakan adalah serbuk gergaji kayu Albasia yang memiliki kandungan lignin cukup besar yaitu +27%. Bioaspal dihasilkan melalui pirolisis pada rentang suhu 400-550oC. Pirolisis akan menghasilkan bio-oil yang akan dievaporasi pada suhu 200oC untuk menghasilkan bioaspal. Bio-oil memiliki rentang yield dari 57-69% dengan viskositas 0,42-0,48 Cp, densitas 0,882-0,904 g/ml. Bioaspal yang dihasilkan memiliki yield sebesar 5,1-6,3%. Spektrum FTIR bio-oil menunjukkan bahwa hasil pirolisis adalah bio-oil. Spektrum FTIR bioaspal menunjukkan bahwa bioaspal yang dihasilkan mengandung gugus fungsi seperti pada Aspal.

ABSTRACT
Asphalt needs in Indonesia, which is generally obtained from petroleum residue. Because of the depletion of petroleum reserves, then there needs to be other alternative replacement for asphalt oil, called bioasphalt. Bioasphalt is the asphalt made from non-petroleum namely biomass containing lignin and is renewable. On the study of biomass is wood Albasia sawdust which contain lignin are big enough that is 27%. Bioasphalt produced via pyrolysis in the temperature range 400-550oC. Pyrolysis produces bio-oil that will be evaporated at a temperature of
200oC to produce bioasphalt. Bio-oil has a yield range of 57-69% with viscosity 0,42-0,48 Cp, density 0,882-0,904 g/ml. Bioasphalt produced have yield of 5,1- 6,3%. FTIR spectrum of bio-oil shows that the result was pyrolysis bio-oil. FTIR spectrum bioasphalt indicates that the bioaspal is generated containing functional groups such as asphalt."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42634
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Afifah
"ABSTRAK
Zat warna merupakan polutan dalam limbah industri tekstil yang berdampak terhadap estetika, kesehatan, dan lingkungan, salah satunya adalah zat warna anionik Congo Red yang bersifat karsinogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimum dalam menyisihkan zat warna anionik Congo Red dengan metode adsorpsi menggunakan karbon aktif batu bara dan tempurung kelapa serta regenerasi dan perencanaan aplikasinya di lapangan. Metode penelitian yang digunakan adalah shaked batch dengan variasi kondisi pH, dosis adsorben, dan waktu kontak menggunakan Two Level Factorial Design. Hasil penelitian memperlihatkan efisiensi penghilangan zat warna optimum oleh karbon aktif tempurung kelapa pada kondisi pH 2,2, dosis adsorben 5,5 gram, dan waktu kontak 45 menit dan batu bara pada kondisi pH 3,8, dosis adsorben 5,5 gram, dan waktu kontak 100 menit sama, yaitu sebesar 74,67%. Efisiensi regenerasi dengan larutan aseton 60% adalah sebesar 58,06% untuk karbon aktif tempurung kelapa, dan 77,42% untuk karbon aktif batu bara. Adsorpsi Congo Red menggunakan kedua jenis karbon aktif ini dapat mencapai efisiensi optimum yang sama dengan variasi kombinasi yang berbeda, namun efisiensi regenerasi kedua karbon aktif ini berbeda satu sama lain. Perencanaan aplikasi metode ini di lapangan berdasarkan hasil penelitian dapat berupa unit adsorpsi dengan metode mixing dalam instalasi dua susunan seri menggunakan karbon aktif batu bara.

ABSTRACT
The dye is a pollutant in the textile industry wastewater that adversely affect the aesthetic, health, and environmental qualities, one of which is anionic dyes Congo Red which is a carcinogen. The purpose of this study is to determine the optimum conditions designated to remove anionic dye Congo Red by adsorption with coconut shell and coal activated carbon, along with its regeneration and application. The method used is a shaked batch with variations for conditions of pH, adsorbent dosage and contact time using Two Level Factorial Design. The results showed the optimum efficiency of the dye removal by both coconut shell with condition of pH 2,2, 5,5 gram of adsorbent dosage and 45 minutes of contact time and by coal based activated carbon with condition of pH 3,8, 5,5 gram of adsorbent dosage, and 100 minutes of contact time were the same by 74.67%. The regeneration efficiencies with acetone 60% are achieved by 58.06% for coconut shell based activated carbon, and 77.42% for the coal one. Adsorption of Congo Red using both types of activated carbon can achieve the same optimum efficiency with different variations combination. However, the efficiency of both activated carbon regenerations are different one from another. This method could be applied based on this research results with a mixing adsorption unit in a double series plant using coal based activated carbon. "
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlatifah
"Karbon aktip dikenal cukup luas penggunaannya baik untuk industri maupun rumah tangga. Dari sektor industri misalnya industri pangan dan non pangan. Di Indonesia sudah didirikan beberapa industri karbon aktif. Namun demikian untuk penggunaan penyerap merkuri, produk tersebut masih harus diimpor. Pada umumnya bahan baku untuk penyerap merkuri berasal dari batu bara yang sudah di impregnasi dengan belerang. Untuk mengamati kemungkinan dapat diproduksinya karbon aktip penyerap merkuri dengan bahan baku selain batu bara, maka dilakukan penelitian dengan bahan baku serbuk kayu dengan menambahkan belerang. Jumlah belerang yang ditambahkan pada karbon aktip dalam serbuk kayu adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50% berat bahan baku. Produk diuji sifat fisik, kimia dan strukturnya, sehingga diketahui dapat atau tidak bahan tersebut untuk penyerap merkuri. Dari penelitian diperoleh penambahan belerang 30 % berat memberikan nilai luas permukaan paling tinggi yaitu 964,0985 mg/gr dan menurun pada penambahan berikutnya, sedang uji kemampuan daya serap larutan lod dan larutan Biru Metilena menunjukkan semakin banyak belerang yang ditambahkan semakin rendah nilainya, demikian juga untuk kadar abu terrendah diperoleh nilai 2,5216 % berat untuk penambahan belerang 50 % berat. Adanya perubahan permukaan terdeteksi dari hasil uji struktur mikro menggunakan SEM dan perubahan unsur kimia setelah proses impregnasi diuji dengan EDAX.

Active Carbon has been commonly used for industries and household, it can can be used for food as well as non food industries. In Indonesia the some active carbon has been manufactured, but mercury removal substance has been imported until! now. Coal is usually used in the production of active carbon for mercury removal. It is impregnated with sulfur. For this purpose we prepared saw dust active carbon as starting material for mercury removal. Elemental sulfur as impregnating agent used from 10 %, 20 % 30 %, 40 %, to 50 % by weight. Physical and chemical properties of the products were analysis. The result showed that maximum surface area is 964,0985 mgr/gr reached for sulfur 30 % by weight and after that decline. Adsorptive of lod and Methylene Blue decrease if sulfur increase as well as ash countent. The development of the external surface was examined by scanning electron microscopy and the change of the elements were analyzed by energy dispersive analysis X-ray.
"
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlatifah
"Karbon Aktif dikenal cukup luas penggunaannya baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga. Di Indonesia sudah didirikan beberapa industri karbon aktif, namun untuk penggunaan penyerap merkuri, produk tersebut masih impor. Karbon Aktif untuk penyerap merkuri masih menggunakan bahan baku batu bara yang dikenakan proses impregnasi dengan sulfur. Untuk mengamati kemung- kinan pembuatan karbon aktif untuk penyerap merkuri dengan bahan baku selain batu bara, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan karbon aktif serbuk gergaji yang diimpregnasi dengan sulfur. Sulfur yang digunakan adalah 10 %, 20 %, 30 %, 40 % dan 50 % berat bahan baku. Produk di uji sifat fisik, kimia dan struktur permukaannya. Diperoleh hasil bahwa penambahan belerang 30 % menghasilkan luas permukaan tertinggi. Hasil uji daya scrap menurun dengan bertambahnya sulfur sedangkan perubahan permukaan di amati dengan scanning electron microscopy (SEM).

Active carbon has been commonly used for industries and household. The material of active carbon can be used for food and non-food industries as well. In Indonesia some variety of carbon active has been manufactured. Nonetheless for mercury removal substance it is still being imported up to date. Coat is the basic ingredien in the production of active carbon for mercury removal, and it is impregnated with sulfur. Element of sulfur as impregnating agent is used in the range of 10 %, 20 %, 30 %, 40 % to 50 % by weight respectively. Physical and chemical properties of the products were analyzed in this investigation. The result shows that the maximum surface area had been reached for sulfur impregnated with 30 % by weight. Adsorption rate will decrease if sulfur content is increase. The change of it's external surface were examined by scanning electron microscopy (SEM)."
1999
JIRM-1-3-Des1999-10
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Juniarti
"ABSTRAK
Adsorpsi zat warna Disperse red 50 pada kain poliester dilakukan dengan
dengan menggunakan surfaktan Lauril glukosida sebagai agen pendispersi untuk
mencegah aglomerasi serta meningkatkan kelarutan zat warna Disperse red 50
dalam air. Proses pewarnaan kain poliester menggunakan zat warna dispersi
terbagi menjadi dua yaitu dengan adanya carrier dan tanpa carrier (suhu tinggi).
Untuk menghindari penggunaan suhu tinggi maka pada penelitian ini dilakukan
studi adsorspi zat warna dispersi pada kain poliester dengan menggunakan
metode sonikasi dan akan dibandingkan dengan adsorpsi zat warna dispersi pada
kain poliester dengan adanya carrier yaitu vanillin. Hasil optimasi metode
sonikasi menunjukkan adsorpsi berlangsung optimum pada konsentrasi surfaktan
55 ppm, waktu sonikasi 10 menit, waktu kontak 100 menit, pH 4 dan suhu 90oC.
Hasil optimasi dengan adanya carrier menunjukkan adsorpsi berlangsung
optimum pada konsentrasi surfaktan 55 ppm, massa vanillin 0.125 g, waktu
kontak 50 menit, pH 4 dan suhu 90oC. Sementara itu hasil optimasi adsorpsi tanpa
sonikasi maupun carrier berlangsung optimum pada konsentrasi surfaktan 55
ppm, waktu kontak 60 menit, pH 4 dan suhu 90oC. Studi kinetika menunjukkan
laju adsorpsi zat warna dispersi pada kain poliester paling cepat dengan adanya
carrier yaitu 0,01212 g/mg menit dan laju adsorpsi dengan sonikasi 0,0195 g/mg
menit. Sementara itu laju adsorpsi zat warna dispersi pada kain poliester tanpa
sonikasi maupun penambahan carrier memiliki laju adsorpsi paling lambat yaitu
0,0142 g/mg menit. Proses adsorpsi Disperse red 50 pada kain poliester dengan
dan tanpa sonikasi mengikuti model isoterm adsorpsi Langmuir. Sedangkan
proses adsorpsi Disperse red 50 dengan penambahan carrier vanillin mengikuti
model isoterm adsorpsi Freundlich.

ABSTRAK
Adsorption disperse red 50 at polyester fabrics using Lauryl glucoside as
surfactant to prevent aglomeration of Disperse red 50, an azo disperse dyes and
increase their solubility in water. Main methods of dyeing polyester with disperse
dyes are using high temperature and the presence of accelerating agent or carrier
in low temperature. To avoid using High temperature in dyeing process, This
reserach using another method which is sonication to decrease dyes particle size.
Sonication is expected to make dyes adsorbed to polyester fabrics easily. This
reserach also compare sonication method to carrier method. Vanillin used as
carrier in this reserach. Optimum condition of adsorption with sonication occur at
concentration of surfactant 55 ppm, sonication time 10 minute, contact time 100
minute, pH 4, and temperature 90oC. Optimum condition of adsorption with the
presence of carrier occur at concentration of surfactant 55 ppm, vanillin 0.125g,
contact time 50 minute, pH 5, and temperature 90oC. Meanwhile, optimum
condition of adsorption without both of sonication and carrier occur at
concentration of surfactant 55 ppm, contact time 60 minute, pH 4, and
temperature 90oC. Kinetics studies for all of methods fitted well with pseudo
second order with adsorpstion rate for sonication method 0,0195 g/mg minute, for
carrier method 0,0212 g/mg minute and without both sonication and carrier
0,0142 g/mg minute. Adsorption of disperse red 50 at polyester fabrics with the
presence of carrier fitted well with Freundlich isotherm model. Meanwhile
without the presence of carrier, adsorption fitted well with Langmuir isotherm
model."
2016
S64242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sofiyanti
"Pada penelitian ini diterapkan metode fotoelektrokatalitik untuk mendegradasi zat warna Congo red. Untuk keperluan tersebut dilakukan immobilisasi semikonduktor TiO2 dalam bentuk lapisan tipis pada dinding bagian dalam tabung gelas berpenghantar. Preparasi film TiO2 dilakukan dengan cara proses sol gel (PSG), dimana titanium tetraisopropoksida (TTIP) digunakan sebagai prekursor dan polietilen glikol (PEG) sebagai template, untuk mendapatkan film yang berpori. Terhadap film TiO2 yang dihasilkan dilakukan karakterisasi dengan XRD (X-Ray Difraktometer) dan SEM (Scanning Electron Microscope).
Hasilnya menunjukkan bahwa TiO2 hasil sintesis mempunyai struktur kristal anatase dengan campuran sedikit rutile, sedangkan dari foto SEM menunjukkan adanya pori pada film lapis tipis TiO2 yang dihasilkan. Lapisan tipis TiO2 yang telah disintesis difungsikan sebagai elektroda kerja, yang dipasangkan dengan kawat Pt sebagai elektroda bantu dan Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding. Rangkaian sel fotoelektrokimia ini selanjutnya digunakan untuk mendegradasi zat warna Congo red. Uji kinerja fotokatalis dilakukan terhadap dua tipe film TiO2 untuk mendegradasi Congo Red dalam NaNO3 0,1 M selama 100 menit. Kedua tipe film tersebut adalah film TiO2 yang dipreparasi dengan bantuan template PEG masing-masing dengan konsentrasi 0,02M (disingkat TiO2-PEG 0,02M) dan 0,04 M (disingkat TiO2-PEG 0,04M). Dan didapatkan film TiO2-PEG 0,02 M menghasilkan arus cahaya tertinggi. Dari film terbaik tersebut diuji kinerja fotoelektrokatalisisnya pada tiga variasi bias potensial, yaitu berturut-turut 200, 300, dan 400 mV.
Hasil terbaik diperoleh dari film TiO2-PEG 0,02 M dengan pemberian bias potensial sebesar 200 mV, yaitu menghasilkan persentase hasil degradasi sebesar 99,41%. Sebagai pembanding dilakukan uji degradasi dengan kondisi (a) tanpa pemberian bias potensial (fotokatalisis), (b) tanpa penyinaran (katalisis), dan (c) tanpa kehadiran katalis (fotolisis), yang menghasilkan persen pengurangan konsentrasi Congo Red berturut-turut sebanyak 84,71%, 30,22%, dan 22,33%. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian bias potensial pada fotokatalis TiO2 (metoda fotoelektrokatalisis) terbukti mampu meningkatkan proses degradasi Congo Red.

In this research, the photoelectrocatalytic (PEC) method was employed to degraded Congo red. For this purpose, the TiO2 film was immobilized on to conducting inner wall glass column. Immobilization of TiO2 film was prepared by a sol-gel method using tetraisopropoksida (TTIP) as a precursor and poly ethylene Glycol as templating agent, in order to produce porous film. XRD and SEM were used to characterized the produced films.
The results showed that the prepared TiO2 has mainly anatase structure, with minor rutile structure. Whereas the SEM photographs showed the existence of pores in the thin layer of TiO2 films. The TiO2 film then was functioned as a working electrode, paired with Pt wire as auxiliary electrode and Ag / AgCl as reference electrode. The photoelectrochemical cells then were used to degrade congo red solution. Performance test was carried out toward two type of TiO2 film to degrade Congo red solution for 100 minutes. Those two films were TiO2 fim which were prepared with the aid of PEG at concentration of 00.2 M (abbreviated as TiO2-PEG-0.02 M) and 0.04 M (abbreviated as TiO2-PEG-0.04 M).
The results indicated that the TiO2-PEG-0.02 M film type gave the best result which gave higher photocurrent. To the best film a photoelectrocatalytic test were performed at a bias potential of 200, 300, 400 mV, respectively. The results indicated that the TiO2-PEG-0.02M film type and 200 mV bias potential gave the best result, that was 99.41% degradation. For the comparation purpose, a series of experimental conditions, namely (a) without bias potential expose (photocatalysis), (b) without light (catalysis), and (c) without presence of catalyst but with the light ON (photolysis) were performed to eliminate Congo red in solution, and the results were 84.71%, 30.22%, and 22.33%, respectively. This results showed clearly that photoelectrocatalytic method was able to enhance the degradation of Congo red, thus superior to other method which employing same catalyst.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S620
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sumbayak, Erma Mexcorry
"Penelitian ini dilakukan untuk inengetahui pang.aruh tartrazin yang diberikan secara oral terhadap gejala klinis yang timbulj morfologi Haiti, dan gambaran mikroskopis hati mencit befina galur Swiss' Derived Pemberian tartrazin dosis tnnggal,.secara oral dilakukan terhadap 24 ekor mencit dalam empat kelompok perlakuan, .yaitu: 0,00, 8,75, 10,75, dan 12,75 gram tartrazin/kg berat badan dengan pelarut akuabidestilata Setelah perlakuan, gejala-gejala klinis yang timbul: diamati. Mencit dikorbankan pada hari ketiga setelah perlakuan. Morfologi hati diamati, kemudian dibuat ■ preparat histologis hati. Pada pengamatan, gejalagejala klinis yang timbul pada kelompok perlakuan" berupa: feses dan urine berwarna jingga, penuxunan be rat badan pada hari pertama setelah perlakuan, dan terjadi diare., Pada pemeriksaan morfologi hati tidak tampak adanya perubahan bentuk dan warna pada semua . kelompok dosis. Jenis-jenis kerusakan hati berupa: dilatasi dan pembendungan di vena sentralis, pada selsel hati terjadi lisis dan peflemakan. Hasil uji ' Kruska 1 - W al 1 is (jC - 0,05) terhadap rata-rata diameter' vena sentralis tidak berbeda nyata. Hasil uj i Friedman 0,01) terhadap jumlah (%) kerusakan vena sentralis dan sel-sel hati terdapat perbedaan sangat nyata."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Kartika
"Adsorpsi zat warna Disperse Red-60 pada kain poliester menggunakan green carrier dari ekstrak daun pohpohan (Pilea melastomoides) telah berhasil dilakukan. Dalam penelitian ini, akan dibandingkan tiga metode antara lain metode adsorpsi menggunakan green carrier, vanillin, dan tanpa carrier. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi kain poliester, surfaktan lauryl glukosida, dan carrier menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Zat warna Disperse Red-60 dilakukan karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).Karakterisasi FTIR green carrier menunjukkan bahwa senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan polifenol pada ekstrak daun pohpohan dapat berperan sebagai carrier. Karakterisasi FTIR pada Disperse Red-60 menunjukkan bahwa terdapat gugus fungsi hidroksil, amina, dan keton. Penentuan jumlah zat warna yang teradsorpsi dilakukan dengan cara mengukur absorbansi larutan sisa pencelupan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Spektrum UV-Vis menunjukkan panjang gelombang maksimum Disperse Red-60 pada 589 nm. Nilai qe pada adsorpsi Disperse Red-60 menggunakan green carrier, vanillin, dan tanpa carrier saat kondisi optimum adalah 6,1931 ; 5,1253; dan 4,6956 mg/g. Proses adsorpsi zat warna Disperse Red-60 pada kain poliester pada ketiga metode adsorpsi mengikuti isoterm adsorpsi Freundlich. Kapasitas adsorpsi untuk metode green carrier,vanillin, dan tanpa carrierberturut-turut 323,9330 mg/g ;208,73mg/g; 70,7702 mg/g. Kinetika reaksi ketiga metode mengikuti orde dua semu. k2 green carrier = 0,0135 g/mg menit , k2 vanillin= sebesar 0,010 g/mg menit, dan k2 tanpa carrier = 0,00295. Berdasarkan kapasitas dan kinetika adsorpsi, adsorpsi Disperse Red-60 terbaik adalah dengan metode menggunakan green carrier.

Adsorption of Disperse Red-60 on polyester fabrics using green carier from a leaf extract pohpohan (Pilea melastomoides) have been done. In this research, will be compared three methods such as adsorption using green carrier, vanillin and without carrier. Polyester fabrics, surfactant lauryl glucoside, and carrier characterized by Fourier Transform Infra Red (FTIR). Disperse Red-60 were characterized using UV-Visible spectrophotometer, and Fourier Transform Infra Red (FTIR). FTIR characterization showed that the compound of alkaloids, flavonoids, and polyphenols on a leaf extract pohpohan can be used as carrier. FTIR characterization on Disperse Red 60 showed that the compound of hydroxyl, amina, and ketones. U-Vis spectra show maximum wavelength on Disperse Red-60 in 589 nm. Adsorption of Disperse Red-60 on polyester fabrics in three methods fitted well with Freundlich isoterm model. But in method without carrier fitted well with Langmuir isoterm. Capacity adsorption in(KF) is KF green carrier 323,9330 mg/g, KF vanillin = 208,73 mg/g and KF tanpa carrier = 70,7702 mg/g. Kinetics studies fitted well with pseudo second order where k2 green carrier = 0,0135 g/mg menit , k2 vanillin= sebesar 0,010 g/mg menit, and k2 without carrier = 0,00295 g/mg menit. Based on capacity and kinetics adsoption, the best adsorption of Disperse Red-60 is using green carrier."
2016
S64956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>