Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Eddy T.M.
"Ruang lingkup dan metode penelitian
Spesies radikal babas dan derivatnya berperan sangat panting pada cedera sel. Sampai saat ini penelitian untuk membuktikan peran obat golongan penghambat sistem renin angiotensin (SRA) dalam cedera sel adalah dengan model cedera iskemia-reperfusi. Cedera sel akibat iskemia-reperfusi disebabkan oleh pembentukan spesies oksigen reaktif yang berlebihan. Dari beberapa penelitian tersebut terbukti bahwa cedera sel dengan model cedera iskemiareperfusi dapat dihambat oleh obat golongan tersebut yang diduga bekerja sebagai antioksidan/antiradikal.
Penelitian ini ingin membuktikan lebih lanjut apakah obat golongan penghambat SRA yakni kaptopril dan losartan dapat menghambat cedera sel hati dengan model lain. Model yang digunakan adalah kerusakan atau cedera sel hati yang diinduksi dengan dengan parasetamol dosis toksik, CCI4, dan etanol. Kerusakan sel hati akibat bahan-bahan hepatotoksik tersebut disebabkan oleh metabolit reaktif baik berupa spesies oksigen reaktif atau spesies radikal babas, yang merupakan hasil metabolisme dari masing-masing bahan tersebut.
Untuk mengetahui efek proteksi kaptopril dan losartan dilakukan pengukuran kadar enzim SGOT dan SGPT, serta pemeriksaan histopatologi jaringan hati. Sedangkan untuk mengetahui apakah efek proteksi ini diperantarai oleh sifat antioksidan/antiradikal kaptopril dan losartan, dilakukan pengukuran kadar MDA hati dan MDA serum.
Penelitian ini menggunakan 54 ekor tikus putih galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 3 grup secara acak yang masing-masing terdiri dari 18 ekor. Kemudian masing-masing grup dibagi secara acak menjadi 3 kelompok. Grup P diberi parasetamol dosis tunggal 2500 mg/KgBB, grup C diberi CCI4 dosis tunggal 2 ml/KgBB. Grup E diberi etanol dengan konsentrasi bertingkat 35%, 50%, 60%, dan 70% dengan dosis 10 ml/KgBB/hari mulai dari hari pertama Sampai hari ke 4. Setiap grup tersebut terdiri dari kelompok yang tidak diproteksi, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril, dan kelompok yang diproteksi dengan losartan. Dua puluh empat jam setelah perlakuan terakhir dilakukan laparatomi untuk pengambilan darah dan pengangkatan hati. Darah diambil untuk pengukuran kadar SGOT, SGPT, dan kadar MDA serum. Hati diangkat untuk pengukuran kadar MDA hati dan pemeriksaan histopatologi. Data kadar SCOT, SGPT, dan MDA dianalisis dengan uji statistik ANOVA satu arah dan perbandingan berganda Tukey. Data histopatologi dianalisis dengan uji perbandingan berganda non parametrik Kruska}-Wallis.
Hasil
- Hasil uji statistik kadar SCOT dan SGPT pada semua kelompok yang diproteksi dengan kaptopril atau losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi.
Hasil uji statistik tingkat kerusakan hati pada grup P, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Hasil uji statistik tingkat kerusakan hati berupa degenerasi steatosis pads grup C dan grup E, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Tetapi tingkat kerusakan hati berupa degenerasi nekrosis pada grup C dan grup E tidak terdapat perbedaan, sehingga tidak dilakukan uji statistik.
- Hasil uji statistik kadar MDA hati pada semua kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Perbedaan bermakna kadar MDA serum hanya ditemukan pada grup C, yaitu kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok yang tidak diproteksi.
Kesimpulan
1. Kaptopril dan losartan dapat mencegah cedera sel hati tikus yang diinduksi dengan parasetamol, CCI4, dan etanol.
2. Mekanisme kerja obat golongan penghambat SRA dalam mencegah cedera set diduga selain karena adanya gugus -SH pada kaptopril, juga melalui hambatan efek farmakodinamik angiotensin II dalam pembentukan spesies radikal bebas dan derivatnya.
3. Obat golongan penghambat SRA mempunyai efek antioksidan/antiradikal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sunardi
"Tujuan: Mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan mengetahui hubungan antara pola pemberian ASI dan MP·ASI dengan stunting pada bayi usia 6-12 bulan dan mengkatkan kadar seng serum bayi usia 6-12 bulan.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain nested case control. Subyek penelitian adalah bayi stunting dan tidak stunting.
Hasil: Jumlah subyek 90 bayi usia 6-12 bulan, 30 kasus, 60 kontrol. Kelompok kasus diambil secara purposive, sedangkan kelompok kontrol adalab bayi tidak stunting dengan matching jenis kelamin dan usia dalam rasio satu banding dua yang diambil acak sederhana. Subyek terdiri atas 45 bayi perempuan dan 45 bayi Iaki-laki. Sebagian besar (73,3%) subyek berusu.9-12 bulan. Berat badan lahir <-1 SD ditemukan pada 24,4% subyek dan panjang badan lahir <-1 SD pada 15,9% subyek (n= 44). Responden, yaitu ibu subyek, sebagian besar (87,8%) berusia antara 17-'15 lahun dan 58,9"10 berpendidikan rendah. Hampir seluruh subyek (96,7%) mendapat asupan seng di bawah AKG 2004. Pada penelitian ini didapatkan BB lahir <-1 SD merupakan faktor risiko yang bennakna (OR =1,51; P < 0,001) Untuk stunting. Uji statistik menuujukkan pola pemberian ASI dan MP-ASI kalegori tidak baik meningkatkan risiko stunting (OR = 1,122; 95% CI 0,351-3,581), walaupun seeara statistik tidak bermakna. Dengan analisis tambahan didapatkan tidak dilanjutkanya ASI setelah mendapat MP-ASI merupakan faktor risiko bermakna Untuk stunting (p ~0,039; OR 5,8). Rerata kadar seng serum bayi stunting 12,4 ± 1,7 umoL, yaitu termasuk dalam rentang marjinaI (10,7-<13 umol/L). Sebanyak 56,1% subyek stunting mempunyai kadar seng serum di bawah niIai normal (13 umol/L) dan 20% mempunyai kadar seng serum rendah «10,7 umol/L). Uji kore1asi menunjukan tidak ada hubungan antara kadar seng serum dengan asupan seng dan panjang badan untuk usia.
Kesimpulan: Pola pemberian ASI dan MP-ASI kategori tidak baik meningkatkan risiko stunting. Rerata kadar seng serum bayi stunting pada peneitian ini berada dalam rentang marjinal.

Objective: Aim of the study was to optimize child grosth by investigating the relationship between breastfeeding and complementary feeding practice and stunting among 6-12 mo infants, and to examine the zinc status of 6-12 months old stunted infants.
Method : A "nested" case-control design was used in this study. Subjects were stunted and nonstunted infants.
Results : A total of90 subjects of 6-12 mo infants in Tangerang participated in this study (30 cases and 60 _Is). Purposive sampling was used to obtain cases, while simple random sampling was used among matched controls (by gender and age). Gender were equally distributed in both groups. Mostof1he subjects (733%) were between 9-12 mo. Birth weight <-1 SD were found in 24.4% and length (n = 44) <-I SO in 15.9% subjects. Respondents, the subjects'mothers; mostly (87.8%) were between 17-35 yr and 58.9% were low educated.. Almost all (96.7%) subjects had zinc intake below Indonesian RDA 2004. This study demonstrated that birth weight <-1 SD was a significance risk factor (p<0.001; OR = 7.57) fur stunting. Statistical analysis showed that inappropriate breastfeeding and complementary feeding practice increased 1he risk fur stunting (OR= 1.122; 95% Cl 0351-3587), although statistically not significant. Further analysis showed that not continuing breastfeeding was a significant risk further for stunting (OR = 5.8 and p = 0.039). Mean serum zinc levels of 1he stunted subjects was 12.4 ± 1.7 umol/L (marginal levels 10.7-<13 pmollL). Serum zinc levels of 56.7% stunted subjects were under be normal levels (13 umol/L) and 20% hail low serum zinc levels <10.7 umol/L). Serum zinc levels did not show relationship with zinc in lake and height for age Z-score.
Conclusion : inappropriate feeding practice increased 1he risk for stunting. Mean serum zinc levels of stunted subjects in this study were in marginal range.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Kartika
"Diabetes melitus (DM) tipe 2 adalah penyakit yang berhubungan dengan kondisi inflamasi ringan kronis. Selain terjadi peningkatan kadar sitokin proinflamasi, diduga terjadi gangguan pada mediator antiinflamasi, yaitu enzim indoleamine 2,3-dioxygenase (IDO). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis produksi IDO dari kultur peripheral blood mononuclear cells (PBMC) pada penderita DM tipe 2 dan meneliti hubungan IDO dengan kadar sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-6, dan IFN-γ; serta sitokin antiinflamasi, IL-10. Sampel PBMC diambil dari 21 pasien DM tipe 2 dan 17 subjek kontrol sehat kemudian dilakukan kultur dengan stimulasi phytohemagglutinin (PHA). Setelah kultur selama 3 hari, produksi TNF-α, IL-6, IFN-γ, dan IL-10 diukur menggunakan multiplex immunoassay, sedangkan kadar IDO diukur menggunakan ELISA. Kadar IDO dari kultur PBMC tanpa stimulasi dan dengan stimulasi PHA secara signifikan lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 dengan p<0,001 dan p=0,012. Sebanyak 52,8% pasien DM tipe 2 mengalami penurunan produksi IDO setelah distimulasi PHA dan hal tersebut berhubungan dengan kadar IFN-γ yang rendah dengan p=0,005. Di lain pihak, 42,8% pasien DM tipe 2 mengalami peningkatan produksi IDO setelah stimulasi PHA dan hal ini berhubungan dengan rasio TNF-α/IL-10 (r=0,513 p=0,079), IL-6/IL-10 (r=0,446 p=0,114) dan IFN-γ/IL-10 (r=0,422 p=0,129). Pada DM tipe 2, terjadi perubahan produksi IDO. IFN-γ yang rendah berkontribusi pada penurunan produksi IDO. Sementara itu, respon proinflamasi berhubungan dengan peningkatan produksi IDO.

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is associated with chronic low-grade inflammatory condition. Besides the increased of proinflammatory cytokines level, it was found that anti-inflammatory mediators were disturbed. So, we would analyse the production of indoleamine 2,3-dioxygenase (IDO) in PHA-stimulated PBMC from type 2 DM patients and investigate its association to pro and anti-inflammatory cytokines. PBMC samples were collected from 21 patients with T2DM and 17 healthy subjects, then followed by 3-day PHA stimulation. In vitro production of TNF-α, IL-6, IFN-γ and IL-10 were measured using multiplex immunoassay; meanwhile, IDO level was assessed using ELISA. IDO concentration from unstimulated and PHA-stimulated PBMC were significantly higher in T2DM patients with p<0,001 and p=0.012 respectively. Reduced IDO production occurred in 52,8% of T2DM and it was associated with low interferon γ with p=0.005; whereas 42,8% of T2DM had higher IDO production and had moderate positive correlations with ratio of TNF-α/IL-10 (r=0,513 p=0,079), IL-6/IL-10 (r=0,446 p=0,114) and IFN-γ/IL-10 (r=0,422 p=0,129). We could conclude that there is an alteration of IDO production after PHA stimulation in T2DM. Low interferon γ level seems to contribute in reducing IDO production. In T2DM with higher IDO production, proinflammatory responses are more influential in increasing IDO production."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfina Natalia
"Infeksi yang terjadi pada anak merupakan perhatian penting pada kesehatan anak di dunia. Kondisi ini membutuhkan pelayanan dan perawatan jangka panjang
sehingga dilakukan tindakan invasif pada anak, salah satunya pemasangan central venous catheter (CVC), tindakan ini meningkatkan potensial komplikasi yang memperberat kondisi infeksi pada anak. Pendekatan asuhan keperawatan menggunakan teori caring Swanson dapat diterapkan. Teori ini sesuai dengan
proses keperawatan dan sejalan dengan family centered care (FCC) yang merupakan paradigma keperawatan anak. Karya ilmiah spesialis ini bertujuan
memberikan gambaran asuhan keperawatan berdasarkan teori caring Swanson pada anak dengan masalah infeksi. Metode yang digunakan adalah studi kasus.
Kebutuhan pada 5 kasus kelolaan dikaji berdasarkan 5 konsep caring Swanson yaitu knowing meliputi pengkajian dan diagnosis keperawatan. Intervensi
keperawatan diberikan dengan melakukan doing for, being with, enablingempowering, dan maintaining belief . Salah satu intervensi yang dilakukan adalah pemantauan dan perawatan CVC menggunakan CVC exit-site infection score untuk menurunkan kejadian infeksi. Evaluasi tindakan dilakukan berdasarkan nursing outcome sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditegakkan. Hasil studi aplikasi teori caring Swanson pada anak dengan masalah infeksi, berdampak pada penurunan kondisi infeksi CVC dan kepuasan pasien dan keluarga atas pelayanan yang diberikan.

Infection that occurs in children is an important concern for children's health in the world. This condition requires long-term care and treatment so that invasive measures are taken on children, one of which is the installation of a central venous
catheter (CVC), this action increases the potential for complications that aggravate the condition of infection in children. Nursing care approach using Swanson's caring theory can be applied. This theory is in accordance with the nursing process and is in line with family centered care (FCC) which is the paradigm of pediatric
nursing. The scientific work of this specialist is aimed at providing an overview of nursing care based on Swanson's theory of caring for children with infectious problems. The method used is a case study. The needs of the 5 cases under management were studied based on Swanson's 5 caring concepts, namely knowing covering nursing assessment and diagnosis. Nursing intervention is given by doing for, being with, enabling-empowering, and maintaining belief. One of the interventions carried out is CVC monitoring and treatment using CVC exit-site infection score to reduce the incidence of infection. Evaluation of actions is carried out based on nursing outcomes in accordance with the Nursing diagnosis that has been established. The results of the study of the application of Swanson's caring theory in children with infection problems, have an impact on reducing the condition of CVC infection and patient and family satisfaction with the services
provided.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Widhi Buwono
"Latar Belakang : Infeksi sering didapatkan pada pasien kenker nasofaring yang menjalani kemoterapi. Infeksi disebabkan oleh rusaknya barier fisik karena efek kemoterapi atau efek kemoterapi yang akan menurunkan imunitas tubuh,Infeksi pasca kemoterapi akan menunda kemoterapi berikutnya, akibatnya respon kemoterapi menjadi tidak optimal.
Tujuan : Mendapatkan data status imunitas selular primer dan sekunder, pasca kemoterapi neoajuvan 3 siklus, data kekerapan infeksi dan perbandingan kekerapan infeksi pada pasien KNF stadium lanjut yang mendapatkan kemoterapi neoadjuvan 3 siklus pada pasien kanker nasofaring stadium lanjut, antara yang imunitas selular menurun dan yang tidak menurun.
Metode : Penelitian one group before and after observasional, 1 kelompok tanpa kontrol selama 3 bulan di gedung A lantai 8 RSCM, juli ndash; september 2015.Penurunan rerata jumlah lekosit, netrofil, CD4 , CD8, kejadian infeksi dianalisis bivariat dengan uji T berpasangan atau uji Mann Whitney.Penelitian ini juga melihat kekerapan kejadian infejsi post kemoterapi neoadjuvan.Penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan 0,005, interval kepercayaan 95.
Hasil : Tidak ada penurunan status imunitas selular primer, lekosit p=0,356 dan netrofil p=0,289.Terdapat penurunan status imunitas selular sekunder, CD 4 P=0,002, CD 8 P=0,001, dengan ratio CD 4 /CD 8 tidak berubah rerata CD 4 sudah rendah sejak sebelum kemoterapi.Mukositis oral dan pneumonia merupakan infeksi yang kerap didapatkan. CD4 yang rendah pada kelompok sebelum kemoterapi meningkatkan potensi infeksi selama dan sesudah kemoterapi neoadjuvan.Penurunan imunitas seluler sekunder nilai rerata jumlah CD4 berhubungan dengan peningkatan kejadian infeksi pasca siklus ke 2 p=0,016.
Kesimpulan : Tidak terdapat penurunan imunitas selular primer dan didapatkan penurunan imunitas selular sekunder pada pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut yang menjalani kemoterapi neoadjuvan 3 siklus.Pada pasien dengan penurunan imunitas selular sekunder terdapat peningkatan kejadian infeksi mukositis oral dan pneumonia CD 4 yang rendah merupakan prediktor kejadian infeksi. Penurunan imunitas selular sekunder hanya akan meningkatkan kejadian infeksi pasca siklus ke 2 kemoterapi neoadjuvan.

Background: The infections especially in a the oropharynx often get on cancer patients nasopharyngeal .One of the causes of infection include breakdowns physical mucous barier because the tumor growth or because the effects of chemotherapy and radiation .Chemotherapy and radiation will result in side effects namely the inflammation and ulceration mouth and the oropharynx mucous called mukositis oral.selama endure chemotherapy, besides mukositis oral, infections of the also often found .Chemotherapy resulted in an emphasis on cell production immune response that result in the lekopenia with rob possibilities infection become larger.
The purpose: To asess of immunity cellular status on advanced stage nasaofaringeal patient to get 3 cycle neoadjuvan chemotherapy and assess the incident lung infection and tumor area after undergoing 3 cycle neoadjuvan chemotherapy.
The methode: Research one group before and after observational use 1 group without control. The research was done during the three months in the building a floor 8 Ciptomangunkusumo Hospital juli september 2015. The Data on the background respondents will be analyzed by a sort of descriptive set by using analysis univariat.hubungan between chemotherapy neoadjuvan and an immune response cellular will be analyzed bivariat by test wilcoxon sign rank test. In this research also be seen the proportion of the infection before pre and post chemotherapy neoadjuvan .This research using level evidence 0.05 to the interval trust 95.
Results: From 17 subject of research , 12 subjects 70,6 is laki laki , women made up subjects 29,4 .Median age patient is 46,7 , 10 patients 58,8 less than median age , 7 patients 42,2 more of age median.stadium 4a obtained on 4 patients 23,5 patients , while stadium 4 b obtained on 13 patients 76,5 .Seen from the infection after chemotherapy neoadjuvan 9 subjects 52,8 never would have experienced infection , 8 subjects 47,2 experienced infection. Looks the relationship between chemotherapy neoadjuvan 3 cycle in immunity cellular p 0,007 on cds 4 and p 0,005 on cds 8 , the immunity cellular decline in the infection look after chemotherapy neoadjuvan cycle to 2 p 0,016 on cds 4 while after cycle to 3 not seen the relationship between chemotherapy neoadjuvan 3 cycle in the infection .Count of leukosit and lymphocytes cannot be used to predict a decrease in an immune response cellular after undergoing 3 cycle neoadjuvan chemotherapy.
Conclusions: Immune response decreased on advanced stage nasopharynx carcinoma patient are undergoing 3 cycle neoadjuvan chemotherapy neoadjuvan 3 . The Decreased of cellular immune response has played of increased infection in the lung and tumor area post 2 cycle neoadjuvan chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdani
"ABSTRAK
Kualitas udara pada ruang isolasi pasien imunitas menurun menjadi pertimbangan dalam perancangan sistem tata udara ruang isolasi dalam mencegah dan melindungi pasien dari kontaminasi udara luar. Dalam perancangan sistem tata udara ruang isolasi, diperlukan sistem ventilasi yang baik untuk mencegah masuknya kontaminan bakteri atau patogen ke dalam ruangan. Kebutuhan suplai udara ruang berdasarkan ACH harus terpenuhi untuk menjaga tekanan ruang tetap terjaga positif. Sistem filter menjadi bagian yang penting dalam menciptakan kualitas udara yang bersih. Filter yang dipilih menggunakan Pre, medium dan HEPA filter serta menggunakan duct dalam sistem distribusi udaranya. Pola udara dari suplai ke ruangan juga harus laminar. Studi ini menggunakan pemodelan aliran udara dengan FloVent 8.2. Hasil menunjukkan perbandingan ruangan existing dengan disain usulan yang sesuai dengan standar ruang isolasi tekanan positif. Ruangan existing menunjukan hasil laju aliran yang terlalu besar mengakibatkan kecepatan udara juga tinggi. jumlah partikel yang masuk juga tidak sesuai dengan standar. Disain usulan menunjukan kecepatan aliran keluar dari HEPA filter adalah 0.42 m/s, temperatur sebesar 21.6 oC, tekanan 3.6 Pa. Parameter ini telah sesuai standar yang berlaku. Pola aliran udara yang keluar dari HEPA filter juga laminar. Jumlah partikel kontaminasi yang ada di ruangan masih dalam toleransi standar ISO.

ABSTRACT
The quality of air in the isolation of the patient?s immune to consideration in designing the system of the air, the isolation in preventing and protecting patients from contaminating outside air. In the design of the system of air in the isolation room, it takes the ventilation system to prevent the entry of contaminants to bacteria and pathogens into the room. The need for supply based on ACH must be met to keep the pressure space will be positive. System filters to be an important part in creating the quality of clean air. Filter are selected using pre, medium and a HEPA filter and also using ducting in the distribution of air. The pattern of air supply to the room should also be laminar. This study used modeling the flow of air with the FloVent 8.2. The result shows a comparison of the existing design with the design of the proposals in accordance with standards the isolation room as the positive pressure. The Existing design showed the result of the air flow too big, cause the air velocity is also high. Amount of particles that are also incompatible standards. The new design shows the air velocity out of HEPA filter is 0.42 m/s, the temperature of 21.6 oC, the pressure of 3.6. The parameters have been in accordance with applicable standard. Air flow out of a HEPA filter also laminar. Amount of particle contamination still in line to ISO standard."
2016
S64110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Izzah Khairunnisa Muhtadi
"Latar Belakang: Anak-anak yang menderita stunting memiliki berbagai kekurangan jika dibandingkan anak-anak sebayanya yang memiliki HAZ normal, baik dari segi pertumbuhan fisik, emosional, maupun dalam sistem imun. Salah satu komponen sistem imun yang ada dalam tubuh adalah sitokin proinflamasi interleukin-18 yang berperan sebagai faktor kemotaksis sel T, basofil, serta neutrofil, penginduksi interleukin lainnya, serta menginduksi sel Th1 dan IFN- I³.
Tujuan: Menganalisis ekspresi gen IL-18 pada anak stunting jika dibandingkan dengan anak dengan HAZ normal, menganalisis korelasi antara status stunting, ekspresi IL-18, status infeksi cacing, serta status OHI-S.
Metode: Sampel diambil dari bahan biologis tersimpan berupa RNA cairan sulkus gingiva anak 6-8 tahun di Nusa Tenggara Timur (NTT) (n=8). Kemudian dilakukan ekstraksi RNA, sintesis cDNA, pre amplifikasi, dan kemudian dilakukan real-time PCR. Hasil: Tidak ditemukan perbedaan bermakna secara statistik pada ekspresi gen IL-18 anak stunting dibanding anak dengan HAZ normal (p ≥ 0,05) dan tidak pula ditemukan korelasi baik antara status stunting dan status infeksi cacing, ekspresi IL-18 dan status infeksi cacing, status stunting dan OHI-S, maupun ekspresi gen IL-18 dan status OHI-S (p ≥ 0,05).
Kesimpulan: Meskipun ditemukan adanya downregulation pada ekspresi gen IL-18 anak stunting jika dibandingkan anak normal, perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik Tidak ditemukan korelasi pada ekspresi gen IL-18, status infeksi cacing, serta status OHI-S.

Background: Stunted children have many handicaps compared to their normal age counterparts who have normal HAZ, either in physical growth, emotional growth, or in their immune system. Interleukin-18 is a part of the immune system, a proinflammatory cytokine that acts as a chemotaxis factor for T-cell, basophil, neutrophil, and inducts IFN- γ, Th1, and other cytokines.
Purpose: To analyze IL-18 expression in stunted children compared to their normal age counterpart, to analyze the correlation between stunting status, IL-18 expression, helminths infection status, and OHI-S.
Methods: Samples were stored biological material, taken from 6 to 7 years old’s gingival crevicular fluid from NTT (n=8). RNA was extracted from samples, then synthesized to cDNA, preamplified, and analyzed in RT-PCR. 
Results: The difference in IL-18 expression in stunted children compared to children with normal HAZ was not statistically significant.  There were no correlation between stunting status and helminths infection status, IL-18 expression and helminths infection status, stunting status, and OHI-S, nor IL-18 expression and OHI-S.
Conclusion: Even though a downregulation in IL-18 expression in stunted children compared to children with normal HAZ was found, the difference was not statistically significant. There was also no correlation between IL-18 expression, helminths infection status, and OHI-S status. 
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Emiliana
"

Kemoterapi adalah salah satu pengobatan kanker yang memiliki efek samping immunosupressan yang menekan sistem imun tubuh sehingga tubuh mudah terinfeksi. Pendekatan teori yang dapat diaplikasikan pada anak kanker adalah teori caring Swanson. Konsep teori caring Swanson menyerupai dengan alur proses keperawatan. Karya Ilmiah ini bertujuan untuk mendeskripsikan aplikasi teori keperawatan Caring Swanson pada anak dengan kanker yang mengalami masalah risiko penyebaran infeksi. Metode yang digunakan adalah studi kasus. Kebutuhan pada 5 kasus kelolaan dikaji berdasarkan lima konsep caring Swanson yaitu knowing yaitu pengkajian dan diagnosa keperawatan. Pengkajian yang dapat dilakukan menggunakan instrumen “telephone triage oncology” versi Indonesia untuk mengetahui secara cepat masalah pada anak kanker. Intervensi keperawatan diberikan dengan melakukan doing for, being with, enabling dan maintaining belief. Evaluasi tindakan dilakukan berdasarkan nursing outcome sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan. Hasil studi aplikasi teori caring Swanson pada anak kanker yang mengalami risiko penyebaran infeksi berdampak pada kepuasan pasien dan keluarga atas pelayanan keperawatan yang telah diberikan.

 

Kata Kunci: Kanker, risiko penyebaran infeksi, Teori Caring Swanson


Chemotherapy is a cancer treatment that has immunosupressant side effects that suppress the body's immune system so that the body is easily infected. The theoretical approach that can be applied to cancer children is the theory of Swanson caring. The concept of Swanson caring theory resembles that of the nursing process. This Scientific Work aims to describe the application of Caring Swanson's theory of nursing in children with cancer who experience problems with the risk of spreading infection. The method used is a case study. The need for 5 cases under management was examined based on five Swanson caring concepts, namely knowing, namely the assessment and diagnosis of nursing. Assessments that can be carried out using the Indonesian version of the "telephone triage oncology" instrument to quickly identify problems in children with cancer. Nursing interventions are given by doing for, being with, enabling and maintaining belief. Action evaluation is based on the nursing outcome in accordance with the nursing diagnosis that has been enforced. The study results of the application of Swanson's caring theory in cancer children who experience the risk of spreading infection have an impact on patient and family satisfaction with the nursing services that have been given.

 

Keywords: Cancer, risk of spread of infection, Swanson Caring Theory

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ihda Tartila
"Anak merupakan salah satu populasi yang terdampak dalam aspek kesehatan akibat infeksi coronavirus disease-19 (COVID-19). Meskipun angka kejadian COVID-19 pada populasi anak lebih kecil dibandingkan dengan populasi usia yang lebih tua, upaya pencegahan infeksi COVID-19 pada anak tetap perlu diperhatikan dan diusahakan. Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan daya tahan tubuh untuk dapat meminimalisir risiko infeksi pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi upaya orangtua meningkatkan daya tahan tubuh anak selama pandemi COVID-19 berdasarkan kebudayaan daerah Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Penelitian menggunakan kuesioner berisi 13 item pertanyaan yang dikembangkan berdasarkan teori Culture Care Diversity and Universality oleh Leininger. Penelitian dilaksanakan dengan metode pendekatan survei secara daring yang melibatkan 106 orangtua dengan menggunakan teknik pengambilan sampel jenis non-proportional quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan upaya (culture care universality) melalui pendekatan faktor kekerabatan (69,8%), sosial (49,1%), kebijakan dan peraturan yang berlaku (78,3 %), pengetahuan (85,8%), dan pemanfaatan tanaman obat keluarga (65,1 %), serta terdapat variasi budaya (culture care diversity) melalui pendekatan teknologi, agama dan falsafah hidup, gaya hidup, pemanfaatan sarana atau fasilitas kesehatan, serta jenis TOGA yang digunakan dalam praktik peningkatan daya tahan tubuh anak selama pandemi berdasarkan kebudayaan berbagai daerah.

Children are one of the populations affected by health aspects due to infection with coronavirus disease-19 (COVID-19). Although the incidence of COVID-19 in the pediatric population is smaller than the older population, efforts to prevent COVID-19 infection in children still need to be considered and sought. One of the prevention efforts that can be done is to increase immunity to minimize the risk of infection in children. The research aims to identify the efforts of parents to increase their child's immunity during the COVID-19 pandemic based on the regional culture of West Sumatra, DKI Jakarta, West Java, East Kalimantan, and South Sulawesi. The study used a questionnaire containing 13 question items which were developed from the theory of Culture Care Diversity and Universality by Leininger. The research was conducted using an online survey approach involving 106 parents using a non-proportional quota sampling technique. The results showed that there were similarities in efforts (culture care universality) through the approach of kinship factors (69.8%), social (49.1%), applicable policies and regulations (78.3%), knowledge (85.8%), resistance and utilization of family medicinal plants (65.1% %), as well as the presence of culture through a variety of approaches to technology, religion and philosophy of life, lifestyle, utilization of health facilities or facilities, and type of TOGA used in the practice of increasing children’s immunity during pandemic based on regional culture."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hare, Ronald
London: Longman, 1967
589.9 HAR o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>