Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89084 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hawaria
"Salah satu pemanfaatan batubara yaitu membuatnya menjadi briket batubara sebagai bahan bakar padat. Karena penyalaan briket batubara memerlukan waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan bahan bakar cair dan gas, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan briket batubara yang mempunyai kemudahan dalam penyalaan, kestabilan, dan kecepatan pembakaran dengan api yang kontinyu. Untuk itu dilakukan penelitian sejauh mana pengaruh volatile matter (zat terbang) batubara pada kemudahan penyalaan dan mekanisme kecepatan pembakaran briket batubara.
Pengujian yang dilakukan mencakup analisa proksimat, analisa ultimat, analisa nilai kalor dan sulfur, pengamatan profil pembakaran dengan TGA (Thermo Gravimetric Analyzer) dan pengamatan lepasnya gas-gas yang mudah terbakar serta susunan gugus fungsional dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red).
Selain itu dilakukan pengujian kestabilan pembakaran dan kecepatan pembakaran briket batubara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket batubara dengan volatile matter 38% mempunyai kecepatan pembakaran yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan yang lain dilihat dari laju pengurangan berat. Untuk briket batubara dengan volatile matter 41,25% mempunyai kestabilan pembakaran yang lebih lama dibandingkan dengan yang lain.

One of its uses by manufacturing it into coal briquette as solid fuel. Since coal briquette combustion needs a relatively longer time compared to that of gas and locked fuel, a research has been conducted to obtain coal briquette of easy burning, great stability and fast combustion with continuous fire. The research was then directed towards finding out how volatile matter in the form of flying substances in coal influences its combustion ease and simplicity and burning speed mechanism.
The examinations covered the proximate, ultimate, calorie value and sulphuric analyses as well as observation on the combustion profile by means of the TGA (Thermo Gravimetric Analyzer). The research also observed the releasing of flammable gases and the functional structure using the FTIR (Fourier Transform Infra Red).
Apart form the afore-mentioned observation, examination of coal briquette combustion speed and stability were carried out as well. The research result show that when observed on its weight reduction, coal briquette with 38% volatile matter has the combustion capacity which is relatively faster than that of the others. Coal briquette with 41,25% volatile matter turns out to have longer burning stability compared to that of the others.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T2937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyanto Wibowo
"Seiring dengan semakin mahalnya harga bahan bakar minyak di Indonesia, maka alternatif bahan bakar lain mulai banyak digunakan, yakni batubara. Hal ini didorong dengan semakin menipisnya ketersediaan bahan bakar minyak dan besarnya potensi batubara mengingat cadangan/ketersediaannya di Indonesia yang masih sangat besar. Kompor briket, merupakan salah satu pemanfaatan batubara untuk keperluan rumah tangga. Dalam pemanfaatannya, selain memiliki sejumlah keunggulan dalam segi biaya, ternyata pembakaran briket masih memiliki berbagai macam kendala, baik dari segi kepraktisan seperti waktu penyalaan (ignition time) yang lambat, kurang optimalnya panas yang dihasilkan ataupun emisi gas buang yang masih terlalu banyak.
Pada penelitian ini, dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari faktor bentuk, ukuran dan karbonisasi dari briket batubara sub bituminous terhadap waktu penyalaan, kalor yang dilepas serta emisi pembakarannya yang berupa gas CO dan CO2. Dari faktor bentuk akan diperbandingkan antara briket berbentuk telur dan briket berbentuk bola yang memiliki massa yang sama, sedangkan dari faktor ukuran, akan diperbandingkan antara briket berbentuk bola berdiameter 3, 4 dan 5 cm. Sehingga dari kedua faktor tersebut akan dapat diketahui bentuk optimal dari batubara yang memiliki waktu penyalaan dan pelepasan kalor yang paling baik, untuk selanjutnya diperbandingkan dari segi emisi CO dan CO2 dengan briket karbonisasi yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Dari penelitian yang dilakukan, dengan pembakaran sebanyak 0.5 kg dan dibantu dengan sebutir briket biomass sebagai promotor serta forced draft berkecepatan 1.4 m/s, didapat bahwa briket berbentuk bola memiliki waktu penyalaan yang lebih cepat (tbola : 1515 detik < ttelur : 1949 detik) dan pelepasan kalor yang lebih baik, hal ini dikarenakan briket berbentuk bola memiliki hambatan udara yang lebih kecil dan resirkulasi yang lebih optimal. Begitupula dengan uji pengaruh ukuran briket, diketahui bahwa semakin kecil ukuran / diameter briket, memiliki waktu penyalaan yang semakin baik (t3cm : 1463 detik < t4cm : 1515 detik < t5cm : 2538 detik), karena memiliki luas permukaan kontak pembakaran yang semakin besar pula. Akan tetapi dari segi pelepasan kalornya, ternyata briket bola berdiameter 4 cm mempunyai karakteristik pelepasan kalor yang lebih optimal dibandingkan briket bola berdiameter lainnya, dikarenakan tumpukan briket bola berdiameter 4 cm memiliki turbulensi yang cukup baik tetapi dengan porositas yang tidak terlalu besar.
Selanjutnya, dari hasil penelitian ini, diketahui pula bahwa ternyata pembakaran briket yang sudah dikarbonisasi justru membuat waktu penyalaannya menjadi jauh lebih lama dan dengan pelepasan kalor yang lebih rendah (tkarbonisasi : 2396 detik > tnon karbonisasi : 1515 detik). Sedangkan dari segi emisinya, pembakaran briket karbonisasi akan menghasilkan gas CO yang lebih banyak dari pembakaran briket non karbonisasi dan berlaku sebaliknya terhadap gas CO2 yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan pembakaran briket karbonisasi menghasilkan temperatur yang tidak terlalu tinggi, sehingga tidak mampu menghasilkan pembakaran CO lebih lanjut menjadi CO2, seperti yang terjadi pada pembakaran briket non karbonisasi yang memiliki temperatur pembakaran lebih tinggi.

Along with more expensively oil price in Indonesia, so dissimilar fuel alternative start a lot of used, namely the coal. This matter is pushed progressively attenuate the oil fuel availability and level of coal potency, which coal reserve and availability in Indonesia is very big. Briquette stove, representing one of coal application for domestic. In its using, besides having a number of excellence in cost, the briquette combustion still have assorted of constraint, from practical facet like a long ignition time, not enough optimal of heat yield and the gas emission throw away still too much.
At this research, is done to know influence from shape factor, size and carbonization process from subnituminous coal briquette to ignition time, heat released and also emission of CO and CO2 gases during the combustion. From shape factor will be compared between oval briquette and spherical briquette with the same mass. While from size factor will be compared between 3, 4 and 5 cm inner diameter of spherical shape. So, from those two factor the optimal shape and size which has the best ignition time and heat release will be known, henceforth will be compared from emission facet of CO and CO2 with carbonized briquette which the same shape and size. From former research, by burning 0.5 kgs and assists with a biomass briquette as promotor and also forced draft with 1.4 m/s speed from blower, got that spherical briquette has quicker ignition time (tsphere : 1515 second < toval : 1949 second) and better heat released, this matter because of spherical briquette has smaller air resistance and more optimal resirculation. And also with influence size briquette test, known that smaller size briquette has good progressively ignition time (t3cm : 1463 second < t4cm : 1515 second < t5cm : 2538 second), because having wide surface contact greater. But, from heat released facet, the spherical briquette with 4 cm inner diameter, has more optimal heat released characteristic compared with the other diameter, because of the 4 cm spherical briquette has good enough turbulence, which also has not too big porosity.
Hereinafter, from this research result, known also that combustion of carbonized briquette has much longer ignition time and lower heat release compared ignition time and heat released from non carbonized briquette (tcarbonized : 2396 second > tnon carbonized : 1515 second). While from emission, combustion of carbonized briquette will produce more CO gas than combustion of non carbonized briquette, and have contrary result for CO2 gas. This matter, because temperature produced by combustion of carbonized briquette not too high, so that unable to burn CO become CO2, not like the combustion of non carbonized briquette which has produce higher temperature.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Esti Herbawamurti
"Penelitian pengaruh tanah liat atau clay pada pembuatan briket batubara tanpa karbonisasi dengan komposisi tanah liat sebagai variabel yakni 0%, 5%, 10% dan 15%, telah dilakukan di Laboratorium UPT - LSDE, BPPT.
Hasil pengamatan diperoleh uji kuat tekan terhadap briket dengan tanah liat 0% = 5,5 kg/cm2 ; 5% = 9,25 kg/cm2 ; 10% = 12,95 kg/cm2 ; 15% = 16,65 kg/cm2. Dari segi ketahanan dan lama pembakaran menunjukkan briket dengan 0% tidak utuh, runtuh pada menit ke 90; briket dengan tanah liat 5% tidak utuh, runtuh pada menit ke 120; briket dengan tanah liat 10% utuh sampai ke menit 152; briket dengan tanah liat 15% utuh sampai ke menit 122. Analisa emisi gas pada pembakaran briket dengan tanah liat 0% menunjukkan CO rata-rata 434 ppm ; tahah liat 5% CO rata-rata 530 ppm ; tanah liat 10% dengan CO rata-rata 394 ppm dan tanah liat 15% CO rata-rata 386 ppm.
Dua variabel atau komposisi tanah liat pertama tidak utuh dan dalam pembakaran tidak bertahan lama serta emisi gas CO lebih tinggi. Sedangkan pada dua variabel terakhir dapat disimpulkan bahwa tanah liat dengan komposisi tanah liat 10% lebih baik.

Research on clay as raw material in producing coal briquette without carbonization has been conducted in laboratory of UPT-LSDE, BPPT. Clay to coal composition that was used as variable was 0%, 5%, 10% and 15%.
Result of pressure test of the mixture are as follow: for clay to coal 0% the strength is 5.5 kg/cm2; for clay to coal 5% the strength is 9.25 kg/cm2; for clay to coal 10%, the strength is 12.95 kg/cm2; for clay to coal 15%, the strength is 16.65 kg/cm2. From the view of lifetime and combustion time it was showed that briquette for clay to coal to coal 0% will be broken into pieces in 90 minutes, for clay to coal 5% will be broken into pieces in 120 minutes, or clay to coal 10% will be ruined into pieces in 152 minutes, for clay to coal 15% will be ruined into pieces in 122 minutes. The gas analysis showed that CO gas emission of the briquettes for the five are as follows: 0% of clay was 434 ppm, 5% of clay was 530 ppm, 10% of clay was 394 ppm, and 15% of clay was 386 ppm.
The first two compositions is considered as weak, shorter durability and emitted more CO gas emission. Finally, between the last two compositions can be concluded that, that one with 10% of clay is the best.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T2687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nukman
"Batubara adalah material alam yang merupakan sumber energi. Perilaku perubahan komposisi atau dekomposisi material batubara dapat diamati dengan cara memanaskannya dengan memakai alat thermogravimetry. Tiga jenis batubara Tanjung Enim dapat diketahui dekomposisi volatilnya. Dengan besaran energi aktivasi yang berbeda, maka masing-masing untuk batubara Semi Antrasit, Bitunimus dan Sub Bituminus menunjukkan temperatur awal devolatisasi yaitu 60,8°C, 70,7°C, 97,8°C dan temperatur akhir devolatisasi masing-masing 893,8°C, 832°C, 584,6°C.

Coal is a nature material which a kind of energy source. The decompotition of coal could analyze by heat treated using thermogravimetry analyzer. The decomposition of the volatile matter for three kinds of Tanjung Enim coal could be known. The value of activation energy that be found diference, then for Semi Anthracite, Bitumonius and Sub Bituminous Coal, the initial temperatures are 60.8°C, 70.7°C, 97.8°C, and the last temperatures are 893.8°C, 832°C, 584.6°C."
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Muliana
"Kebutuhan energi saat ini terus meningkat, baik dalam industri atau skala kecilnya (rumah tangga). Semakin berkurangnya ketersediaan akan sumber bahan bakar fosil khususnya bahan bakar minyak membuat para pengguna mencari sumber bahan bakar alternatif, salah satunya yaitu bahan bakar padat briket batubara yang memiliki ketersediaan cukup banyak dibandingkan bahan bakar minyak. Tetapi, penggunaan batubara sebagai bahan bakar memiliki masalah dalam hal emisi gas dibandingkan dengan kompor yang berbahan bakar minyak atau gas. Rasio karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) dari kompor briket batubara memiliki orde yang lebih tinggi sebesar dua kalinya dari rasio CO/CO2 pada kompor lainnya. Hal tersebut menjadi perhatian untuk memperoleh emisi CO yang rendah dari kompor briket batubara.
Pada penelitian ini, dilakukan metoda yang menggunakan downjet dimana laju alir udara yang keluar dari nozzle yang mengarah langsung ke bawah menuju unggun briket mempengaruhi pembentukkan polutan CO yang dihasilkan dari pembakaran briket batubara dengan variasi ketinggian downjet. Downjet sebagai penyuplai udara, diharapkan dapat meningkatkan konversi CO menjadi CO2. Aliran udara dari downjet, membuat resirkulasi aliran dimana kontak gas CO dengan oksigen (O2) menjadi lebih lama. Untuk meminimalisir terjadinya pendinginan, aliran udara tersebut dialirkan ke dalam ruang bakar kompor, sehingga aliran downjet memiliki suhu lebih tinggi dari suhu ambient. Variasi ketinggian downjet (10 cm, 15 cm, dan 20 cm) memberikan konsentrasi gas CO yang berbeda-beda.
Dari hasil penelitian, diperoleh emisi CO terendah pada ketinggian downjet 20 cm. Pengaruh back pressure dari ekspansi gas hasil pembakaran lebih dominan pada ketinggian downjet terdalam, meskipun terdapat aliran udara lainnya yaitu dari blower bawah. Adanya backpressure ini membuat waktu tinggal gas buang menjadi lebih lama dan memberikan waktu reaksi yang lebih lama bagi konversi CO menjadi CO2.

The requirement for energy keep increasing, both in industry and in smaller scale (households). The decrease of fossil fuel source (especially oil) leads to searching for alternative fuels, one of which is coal briquette whose reserves. But usage of coal as fuel has a problem relating to gas emission other stoves using different fuels, the ratio of carbon monoxide (CO) to carbon dioxide (CO2) from coal briquette stoves is in the order of two higher than that in to other stoves. Therefore, the emission of CO in coal briquette stoves is paid more attention to be reduced.
This research applies a method using downjet where air flow exiting from nozzle influence the formation of pollutant CO yielded from burning of coal briquette with various downjet height. The nozzle is directed downward above the briquette bed. The downjet as air supplier is expected increase the conversion of CO to CO2. Air current from downjet makes recirculation of flow where gaseous contact between CO and oxygen ( O2) becomes longer. To minimize the cooling process, the air was preheated in the stove`s combustion chamber, so the flow from downjet has higher temperature than ambient temperature. Various downjet height (10 cm, 15 cm, and 20 cm) gives different concentrations of CO.
It was obtained that lower CO emission was measured at stove with higher downjet nozzle. The lowest CO emission was found in the stove with downjet height of 20 cm. The effect of back pressure this occurs as a result of larger back pressure in the stove with higher downjet nozzle, which resist the flow from updraft blower. Thus, the hot air within the briquette bed stays longer and allows more conversion of CO to CO2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49732
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ers Harry Yunash Tanto
"Batubara masih menjadi primadona sebagai sumber energi alternatif selain minyak bumi. Hal ini disebabkan batubara tidak mahal dan mudah didapatkan, khususnya di Indonesia. Saat ini telah mulai dikembangkan kompor briket batubara yang diharapkan dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga. Namun, masih ditemukan masalah dalam kompor briket batubara, di antaranya waktu nyala yang lama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi waktu penyalaan dari briket pemasakan pada kompor dengan melibatkan komponen biomassa pada promotor. Hal ini dilakukan karena biomassa memiliki kandungan volatile matter yang lebih tinggi dan porositas yang lebih besar dibanding batubara.
Pada penelitian ini dilakukan beberapa variasi, yaitu variasi bahan pada briket promotor (batubara, batubara-kayu karet, batubara-serabut kelapa), komposisi biomassa pada briket promotor (0%; 50%; 100%), dan bentuk promotor (briket dan pellet).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket promotor batubara yang dicampur dengan komponen biomassa kayu karet memerlukan waktu penyalaan lebih cepat, yaitu sebesar 6.33 menit dibanding waktu nyala batubara, selama 7 menit. Semakin banyak kandungan kayu karet pada briket promotor, semakin cepat waktu penyalaan yang dibutuhkan. Dengan briket berbahan 100% kayu karet, waktu penyalaan dapat dikurangi dari 7 menit menjadi 3.67 menit. Selain itu, pellet biomassa merupakan promotor yang paling cepat waktu penyalaannya, yaitu selama 1.67 menit, daripada semua jenis promotor.

Coal still becomes as one of considered alternative energy sources besides crude oil. It is due to the low economical value and high availability of coal, especially in Indonesia. Recently, coal briquette stove has been developed that hopefully can be used for household needs. However, there are problems found in utilizing the coal briquette stove, which are long ignition time.
The purpose of this research is to reduce the ignition time required by cooking briquette in the stove by involving biomass component in promoter. It is because it refers to volatile matter and porosity in a coal.
In this research, there are some variations conducted, which are the variation of raw material promoter briquette (coal; coal-rubber wood; coalcoconut fiber); the composition of biomass in promoter briquette (0%; 50%, 100%), and the variation of promoter type (briquette and pellet).
The research shows that rubber wood briquette needs faster ignition time for about 6.33 minutes than that of coal, which are 7 minutes. Higher content of rubber wood in promoter briquette could reduce the ignition time up to 3.67 minutes. Besides, pellet is found as promoter that requires fastest ignition time among all promoters, which is 1.67 minutes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S51885
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ian Kantona Tareqila
"Kualitas batubara kokas dapat diukur melalui banyak parameter. Volatile matter (VM) dan reflektansi virtrinit maksimum (RoMax) merupakan dua parameter kualitas batubara yang memiliki kekuatan korelasi paling kuat. Namun saat ini belum terdapat standar klasifikasi kualitas batubara kokas yang baku serta tidak terjangkaunya proses identifikasi saat penambangan jika harus menggunakan analisis petrografi maceral. Analisis cutoff volatile matter dapat menjadi alternatif dari permasalahan tersebut untuk mengidentifikasi batubara kokas yang memiliki VM lebih rendah (MV1) dan VM lebih tinggi (MV2). Lokasi penelitian berada di tambang Blok X Adaro Metcoal Companies yang memiliki 23 seam batubara dan dipengaruhi oleh tatanan geologi dari Cekungan Kutai Atas. Batubara kokas di daerah penelitian memiliki kualitas VM 23-36% dmmf (kelas Medium Volatile/MV) dan RoMax 1,01-1,30%. Untuk mengidentifikasi rank batubara kelas MV telah ditentukan bahwa RoMax = 1,15% ialah nilai tengah untuk MV1 dan MV2 dan akan menjadi acuan pemotongan nilai VM. Korelasi VM-RoMax dari data bor eksplorasi dipilih basis daf (dried ash free) karena memiliki kekuatan korelasi (Rsq) paling baik, yaitu 72,1%. Kemudian dari korelasi ini dilakukan koreksi anomali (sepeti kadar air dan ash) sehingga korelasi meningkat menjadi 76%. Dari hasil korelasi tersebut didapatkanlah cut-off VM 30% daf ialah nilai perpotongan RoMax 1,15. Kemudian untuk menguji validasi dan keberlanjutan kualitas tersebut antara kondisi saat eksplorasi terhadap penambangan saat ini dilakukanlah korelasi serupa, namun menggunakan pemodelan krigging dan data aktual melalui channel sampling. Deviasi nilai VM model dengan VM aktual rata-rata ±1,08% daf (STD = 2,40%). Oleh karena itu proses identifikasi dengan cutoff VM 30% daf ini valid dan dapat diterapkan untuk operasional penambangan.

The quality of coking coal is measured by several parameters. Volatile matter (VM) and vitrinite reflectance (RoMax) are the two most reliable coal parameter that have a very strong correlation. Unfortunately, the classification standard for coking coal has not readily been determined and the petrography analysis to determine RoMax is unaffordable. Cutoff volatile matter analysis can be used as an alternative to overcome those issue since the output is to identify coking coal by its volatile matter contains, which has lower VM (MV1) or higher VM (MV2). The location of the research is located in Blok X opened-active mining site Adaro Metcoal Companies that has 23 seams coal and affected by its geological setting particularly from Upper Kutai Basin. Thorugh several lab analysis, this coking coal contains 23-36% dmmf that made it classified as Medium Volatile (MV) class. The RoMax ranges between 1.01-1.30%. In order to identify the rank particularly for MV coking coal, it has been decided that RoMax = 1.15% is median for MV1 and MV2 which later will be a cut-off based. Drillholes data has shown the correlation of VM-RoMax is stronger when using daf (dried ash free) bases, where Rsq = 72,1%. The anomaly correction is later conducted and yields 76%, which is higher and better to use. By this correlation the VM cutoff through 1.15 RoMax is 30% daf. Then to test the validation and its sustainability, this research has undertaken a comparison study of exploration modelling data to actual (recent) data through channel sampling. So that from comparison study the difference slightly ranges in ±1,08% daf (STD = 2,40%). From then on using VM cut-off 30% daf for identification process is valid, relatively sustainable and can be applied for daily mining operations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Rahmat Putrayuda
"Dalam rangka mengamankan energi nasional pemerintah meiaksanakan diversifikasi energi. Batubara sebagai Salah satu energi alternative untuk menggantikan peranan minyak bumi, sangat penting peranannya, karena mempunyai cadangan batubara yang cukup besar yaitu sebesar 38,6 milyar ton (sumber Direktorat Batubara, 2000). Disamping itu, teknologi pemanfaatannya yang cukup ekonomis, dan dampak terhadap lingkungan masih dapat dikendalikan dengan baik.
Sebagai energi alternatif, batubara dalam pemanfaatannya untuk menggantikan sebagian fungsi minyak tanah adalah briket batubara. Selama ini dari mulai masa pemasyarakatannya (1993) sampai dengan sekarang dan temyata animo masyarakat (khususnya masyarakat industri kecil) sangat baik terbukti dengan banyaknya permintaan akan briket batubara, sehingga PT Tambang Batubara Bukit Asam, sebagai pioneer produksi briket batubara di indonesia tidak mampu mencukupi banyaknya permintaan tersebut.
Melihat kondisi yang menjanjikan ini, pemerintah mencoba untuk melakukan beberapa strategi untuk meningkatkan produksi briket batubara, melalui beberapa kebijakan untuk mengundang investor menanamkan modalnya untuk mendirikan pabrik briket batubara.
Tujuan penulisan ini untuk melihat lokasi mana yang baik untuk mendirikan pabrik dan beberapa harga jual yang dapat diserap pasar. Tentu saja hasil dari penelitian ini, akan menjadi bahan pertimbangan untuk pengambil kebijakan dan calon investor untuk investasi di briket batubara.

In order to protecting governmental national energi execute to be diversified [by] energy. Coal as one of [the] alternative energi to replace role of petroleum, of vital importance its role, because having coal reserve which [is] big enough that is equal to 38,6 billion ton (source of Directorate Coal, 2000). From other sideing that, its economic exploiting technology enough, and affect to environment admit of to be controlled better.
As alternative energy, coal in its exploiting to replace some of kerosene function [is] coal briquette. During the time from strarting a period of/to pemasyarakatannya ( 1993) up to now and in the reality society animo (specially small industrial society) very good, proven by its it [him] request of briquette of coal, so that Sour PT Coal-Mine Hill, as pioneer produce coal briquette in Indonesia unable to answer the demand [of] to the number of request.
See the condition of promising this, government try to [do/conduct] some strategy to increase produce coal briquette, passing some policy to invite investor inculcate its capital to found coal briquette factory.
Target of this writing to see which location [is] which is good to founding factory and some price sell able to be permeated [by] market. Of course result of from this research, will become consideration for the taker of to policy and investor candidate for invesment [in] coal briquette."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T5923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S49360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Suminar
"Penggunaan briket batubara pada saat ini dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang harganya semakin mahal dan keberadaannya semakin berkurang. Penggunaan briket batubara banyak dipakai di industri kecil maupun menengah, yaitu sebagai pemanas di peternakan ayam, untuk pemasakan di usaha katering, warung makan, untuk pengeringan tembakau, batu bata, karet, dan lain-lain. Pemakaiannya mencapai sekitar 1 juta ton di tahun 2006 dan diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun yang akan datang. Tetapi masih ditemui kendala dalam penggunaan batubara untuk kompor briket batubara yaitu dari segi kepraktisan seperti waktu penyalaan.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh waktu penyalaan briket batubara yang singkat, salah satunya dengan cara menambahkan oksidator ke dalam briket promotor. Oksidator yang digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat 15 %. Selain itu juga dilakukan variasi bentuk dan loading dari briket promotor, dimana keduanya dapat mempengaruhi stabilitas nyala api yang dihasilkan dan melalui teknik bluff body panas hasil penyalaan akan dipindahkan ke briket untuk pemasakan yang nantinya akan mempercepat penyalaan briket pemasakan. Kompor briket yang digunakan dilengkapi dengan blower. Posisi peletakan briket dalam kompor yaitu bagian bawah mengandung briket untuk pemasakan yang dibuat sebagaimana briket yang sekarang ada di pasaran, sedangkan bagian atas mengandung briket promotor berbentuk bola dan bola dengan dimples yang berfungsi sebagai briket promotor penyalaan. Penyalaan awal dilakukan oleh briket promoter penyalaan yang disulut dengan pembakar alkohol, sedang panas hasil penyalaan yang temperaturnya cukup tinggi melalui teknik bluff body dipindahkan ke briket untuk pemasakan.
Hasil penelitian menunjukkan dengan penambahan oksidator etil asetat 15 % ke dalam briket promotor, waktu penyalaan briket dalam kompor menjadi semakin cepat. Semakin besar loading briket promotor dalam kompor, maka waktu penyalaannya akan semakin cepat pula (tloading 100% : 18 menit > tloading 75% : 22 menit > tloading 50% : 23 menit > tloading 25% : 25 menit), hal tersebut disebabkan semakin banyak loading briket promotor dalam kompor maka transfer panas yang terjadi akan semakin besar, selain itu bentuk bola dengan dimples memiliki waktu penyalaan lebih cepat daripada bentuk bola (tdimples : 11 menit > tbola : 18 menit), hal tersebut terjadi karena bentuk bola dengan dimples memiliki resirkulasi udara yang lebih optimal daripada bentuk bola.

Usage of coal briquette can lessen fuel consumption of oil prices. Coal briquettes used in middle scale and small scale, for heating in poultry, for cooking in restautants, for rubber drying, for tobacco drainage and others. The usage reaches around 1 million tons in year 2006 and is estimated to continuously increase, still meet some constraints, one of which is a long ignition time.
This research is aimed to obtain brief ignition time by introducing ignitionpromoting briquette (which later called promotor). The promotor is manufactured by blending an oxidator, i.e, eathyl acetat into the coal particles. The content of the oxidator is 15% by weight. Two parameters are to be investigated,i.e, loading and shape of promotor. Two shapes of promotor are of spherical and dimpled-spherical. The shape influences the turbulence and resirculation around the briquette material, while loading influences the rate of heat transfer from promotor to cooking briquettes. Briquette stove is equipped with a blower. There are two groups of briquettes mounted in stove, i.e, promotor laid on the upper layer and cooking briquettes laid beneath the promotor. Ignition is initiated by igniting promotor in an alcohol flame. After 5 minutes, the promotor is moved into the briquette stove. By switching blower on in the stove, the heat transfer occurs from the promotor to cooking briquettes.
The results of research show that the addition off the promotor reduce the ignition time, the more loading of promotor in stove the faster is the ignition time with the order of ignition time as follows tloading 100% : 18 minutes > tloading 75% : 22 minutes > tloading 50% : 23 minutes > tloading 25% : 25 minutes, this occurs because more loading promotor briquettes enhances the heat transfer between the promotor and cooking briquettes. The introduction of dimpled-promotor instead of spherical promotor reduced the ignition time by 7 minutes ( tspherical with dimples : 11 minutes > tspherical : 18 minutes), this occurs due to the formation of more small recirculation of the surface of dimpled promotor which increases heat transfer.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49615
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>