Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106399 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiwi Kertadjaya
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Kulit merupakan pelindung terhadap dunia luar. Bila luka tidak cepat menutup, ada kemungkinan infeksi. Tujuan utama pengobatan luka adalah penutupan luka dengan cepat dan pembentukan jaringan parut yang fungsional dan estetik. Proses penyembuhan memerlukan sel darah, mediator , matriks ekstrasel, sel parenkim yang terluka dan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu f.inflamasi, f.proliferasi dan f.remodeling.
Pada setiap perlukaan terjadi regenerasi lapisan epidermis (epidermisasi). Epidermisasi dimulai dengan proliferasi sel epitel ke arah lateral (proliferasi horisontal) dan diikuti proliferasi ke arah vertikal guna memperkuat daya lindung kulit dengan terbentuknya lapisan dengan pertautan sel-sel epitel.
Petani di Jawa Barat bagian selatan mengobati luka dengan air teh hijau dan sembuh tanpa obat lain. Teh hijau mengandung katekin (20-22% dari berat daun teh hijau). Kadar epigalokatekin galat (salah satu komponen katekin) mencapai 39% dari seluruh katekin yang ada. Epigalokatekin galat merangsang pembentukan IL-1β dan TNF pada kadar 100 µg/ml dalam 1 jam secara maksimal oleh sel MN darah tepi manusia. IL-1 dan TNF merangsang neutrofil dan makrofag untuk mengeluarkan mediator lain yang berperan pada penyembuhan baik pada f. inflamasi maupun f. proliferasi.
Dalam rangka upaya untuk melihat bagaimana air teh hijau dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka maka telah dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh berbagai kepekatan katekin dalam air teh hijau terhadap ketebalan epidermis di tepi luka dan perbandingan antara lebar epidermis dengan lebar luka pada hari ke-8 setelah perlukaan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor mencit galur C3H berumur 3-5 bulan, BB 16,4-24,8 g; dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Digunakan 3 macam kepekatan katekin dalam seduhan ATH yaitu yang mengandung katekin ±0,2mg/0,5 ml (kepekatan rendah), ± 2 mg/0,5 ml (kepekatan sedang = air minuman teh) dan ± 20 mg /0,5 ml (kepekatan tinggi) serta 1 kelompok yang hanya dilukai saja (K.Kb) dan 1 kelompok yang ditetesi aquadest (K.Kp). Biopsi jaringan granulasi dilakukan pada hari ke-8 setelah perlukaan dan dibuat preparat dengan pewarnaan HE.
Hasil dan kesimpulan : Hasil pemberian berbagai kepekatan katekin dalam ATH pada luka kulit mencit dapat dirangkum sebagai berikut :
(a) Angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka adalah sebagai berikut : K.Kb 30,0; K.Kp : 22,5; K.ATH 0,2 : 29,3; K.ATH 2 : 28,1; K.ATH 20 : 21,0. (Dalam mikrometer, pembesaran 100 x ).
(b) Angka rata rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka adalah sebagai berikut : K. Kb : 0,54; K.Kp : 0,78; K.ATH 0,2 : 0,45; K.ATH 2 : 0,43; K.ATH 20 : 0,53.
Kesimpulan :
(1) Analisis data ketebalan epidermis di tepi luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH memberikan pengaruh yang berbeda bermakna pada ketebalan epidermis di tepi luka kulit mencit (Hhit = Ha > Htab yaitu 12,24 > 9,49; batas kemaknaan 5% tabel Kruskal Wallis pada df = 4 yaitu Hub = 9,49 ), yaitu angka rata rata ketebalan epidermis di tepi luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah dan sedang lebih tebal dibanding kelompok yang diberi katekin kepekatan tinggi dan aquadest, tetapi hampir sama dengan yang tidak diberi apa-apa.
(2) Analisis data perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka menunjukkan bahwa berbagai kepekatan katekin dalam ATH tidak memberikan pengaruh yang berbeda bermakna (Hhit = Ha < Htab yaitu 7,49 < 9,49 ), karena angka rata-rata perbandingan lebar epidermis dengan lebar luka pada kelompok yang diberi katekin kepekatan rendah, sedang maupun tinggi lebih kecil daripada yang diberi aquadest dan yang tidak diberi apa apa.

Scope and methods of study : The primary function of the skin is to serve as a protective barrier against the environment. Loss of the integrity of the skin as a result of injury or illness may lead to infection. The goals of treatment of wound are rapid closure of the wound and making a functional esthetical scar. Wound healing is a dynamic, interactive process involving soluble mediators, blood cells, extra cellular matrix, parenchyma cells and beginning with an acute inflammation, then tissue formation and remodeling.
In every wound were epithelisation must cover the wound, epithelisation beginning with proliferation of epithelial cell in horizontal way and than in vertical way to strengthen the epidermal layer.
At the Southern part of West Java, farmers while at the paddy field treated their wound with green tea beverage and were cured without other treatment. Green tea contains mostly polyphenols, especially the catechin group, about 20-22% of the dry weight, with epigalocatehin gallate as the main component (39% ). Catechin is colorless, easily soluble in water, astringent and readily oxidizable. 100µg/ml EGCG stimulated mononuclear cells of human perifer blood to produced IL-1β is and TNF maximally in one hour and IL-1β- TNF stimulated neutrophil and macrophage to produced another mediators that involved in wound healing.
To investigate the effects of green tea beverage on epithelisation of skin wound healing, we gave three concentration of 0,5 cc green tea beverage (GTB 0,2, GTB 2 and GTB 20) in three consecutive days to 25 C3H skin wounded mice (3-5 months, weight 16,4 - 24,8 g ) that are divided at random into five groups. One group ( K.Kb ) was treated as control and the other group ( K,Kp ) was treated with aquadest. We biopsied the granulation tissue of the wound healing at the eighth days and make HE tissue slide. The slide was examined microscopically for the epithelial thickness at the edge of wound and count the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound, These data were statistically analyzed.
Result and conclusion : Effect of several concentration of catechin in green tea beverage on the epithelisation of skin wound healing were:
(a) Mean from the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound were (in micrometer) : Free control group: 30,0; Solution control group 22,5; Green tea 0,2 group : 29,3; Green tea 2 group : 28,1; Green tea 20 group : 21,0.
(b) Mean from the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound were : Free control group : 0,54; Solution control group : 0,78; Green tea 0,2 group ; 0,45; Green tea 2 group : 0,43; Green tea 20 group : 0,53.
Conclusion: Several concentrations of catechin in green tea beverage give significant different effect on the thickness of epithelial tissue at the edge of the wound (Hhit = Ha >Htab or 12,24 > 9,49 ), especially with the low and middle concentartion of GTB but not for the ratio between the epithelial width and the whole width of the wound (Hhit = Ha < Htab or 7,49 < 9,49 ).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T3847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Dyah Kusumo
"Berdasarkan beberapa hasil penelitian di Jepang ' teh hijau diketahui mempunyai efek anti kanker, oleh karenanya potensi tersebut perlu dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak air teh hijau {Camelia sinensis . Kuntze terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit {Mus musculus L.) galur C3H. Bubur tumor kelenjar susu mencit donor ditransplantasikan pada mencit resipien dan setelah masa laten, mencit resipien dicekok ekstrak air teh hijau dengan dosis 250 mg/kg berat badan mencit, 500 mg/kg berat badan mencit dan 1000 mg/kg berat badan mencit setiap hari selama tiga minggu. Sebagai kontrol pelarut digunakan akuades. Pengamatan dilakukan setiap hari, meliputi perubahan besar volume tumor dan berat akhir tumor. Hasil analisis secara statistik menunjukkan adanya pengaruh bermakna daya hambat ekstrak air teh hijau terhadap proliferasi sel tumor kelenjar susu mencit {Mus musculus L. ) galur C3H pada = 0,05. Daya hambat ini dapat disimpulkan dari perbedaan persentasi pertambahan volume antara mencit kontrol positif dan kontrol pelarut dibandingkan dengan mencit yang diberikan perlakuan dosis 500 mg/kg berat badan mencit dan dosis 1000 mg/kg berat badan mencit. Daya hambat terbesar didapat pada mencit yang diberi perlakuan dosis 500 mg/kg berat badan mencit."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kurnia Putri
"Fitosom merupakan salah satu nanovesikel lipid yang dapat meningkatkan absorbi zat aktif. Ekstrak teh hijau diformulasikan menjadi fitosom. Tujuan untuk melihat kemampuan fitosom menghambat kenaikan berat badan. Tiga formula dengan hidrasi lapis tipis, selanjutkan dikarakterisasi pembentukan kompleks fitosom, morfologi, ukuran partikel, zeta potensial, indeks polidispersitas , dan uji efisiensi penjerapan. Fitosom dan ekstrak teh hijau diuji absorbsi secara in vitro. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok uji, kelompok normal, plasebo, orlistat, ekstrak teh hijau dan fitosom. Selama 8 minggu diinduksi peroral menggunakan fruktosa 10% + kolesterol 2% dan perlakuan uji. Karakteristik terbaik FIII terbentuk kompleks, morfologi bentuk sferis, Dv90 782,67 ± 39,7 nm, polidispersitas indeks 56 ± 0,11, zeta potensial -70,83 ± 1,67 mV, dan efisiensi penjerapan 97,77 ± 2,66%. Hasil pengujian terhadap hewan uji pada minggu ke-8 persentase kenaikan berat badan pada perlakuan normal 46,47 ± 17,48 %, plasebo 101,17 ± 10,37%, orlistat 42,51 ±25,13 %, ekstrak teh hijau 92,73 ± 36,43 %, dan fitosom 45,09 ± 15,56 %. Fluks ekstrak teh hijau sebesar 2.316,2 ± 1309,8 µg/cm2/jam dan fitosom 3.125,3 ± 2071,8 µg/cm2/jam. Kesimpulan dari penelitian ini adalah fitosom dapat menghambat kenaikan berat badan dan lebih baik jika dibandingkan dengan ekstrak teh hijau (p < 0,05).

Phytosomes are one of the lipid nanovesicles that can increase the absorption of active substances. Green tea extract is formulated into phytosomes. The goal is to see the ability of phytosomes to inhibit weight gain. Three formulas with thin layer hydration were further characterized by phytosome complex formation, morphology, particle size, zeta potential, polydispersity index, and entrapment efficiency. Phytosomes and green tea extracts were tested for absorption in vitro. A total of 25 rats were divided into five test groups, the normal group, placebo, orlistat, green tea extract and phytosomes. For 8 weeks orally induced using fructose 10% + 2% cholesterol and treatment. The best characteristics of FIII are complex, spherical morphology, Dv90 782.67 ± 39.7 nm, polydispersity index 56 ± 0.11, zeta potential -70.83 ± 1.67 mV, and entrapment effiiency 97.77 ± 2.66 %. Test results on test animals at 8 weeks percentage of weight gain in normal treatment 46.47 ± 17.48%, placebo 101.17 ± 10.37%, orlistat 42.51 ± 25.13%, green tea extract 92, 73 ± 36.43%, and fitosomes 45.09 ± 15.56%. Green tea extract flux was 2,316.2 ± 1309.8 µg/cm2/hour and phytosomes 3,125.3 ± 2071.8 μg/cm2/hour. The conclusion of this study is that phytosomes can inhibit weight gain and are better when compared to green tea extracts (p <0.05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadjar Arifin
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Tanin terdapat dalam sejumlah besar tanaman. Tanin bersifat adstringen dan dilaporkan bersifat hepatotoksik pada pemberian secara topikal, parenteral maupun per os. Zat-zat yang bersifat hepatotoksik pada pemberian dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan sirosis.
Teh hijau merupakan bahan dasar pembuatan teh wangi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah teh, yang mengandung tanin teh, berpengaruh buruk terhadap hati. Untuk itu dibuat ekstrak teh hijau (ETH) dan diberikan per os dengan dosis tinggi pada mencit jantan strain C3H 32 ekor yang dibagi 4 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol, kelompok II diberi ETH 80 mg/kg BB/hari, kelompok III 400 mg/kg BB/ hari dan kelompok IV 2000 mg/kg BB/hari; lama perlakuan 90 hari. Dibuat sediaan potong 5 u dari lobus kiri hati dan diwarnai dengan H.E.
Hasil dan Kesimpulan: Pengaruh perlakuan terhadap berat badan mencit diuji dengan sidik ragam satu arah, didapat F hit > F tabel (p < 0,01); analisa korelasi didapat r = -0,422 (p<0,05). Makroskopik hati berwarna merah kehitaman mengkilap. Pada kelompok I dan II tidak ditemukan kelainan mikroskopik hati. Dari kelompok III, pada 3 ekor mencit ditemukan kelainan berupa inti hepatosit piknotik di sekitar v. sentralis, sinusoid dekat v. sentralis sedikit melebar, membran sel tidak tampak jelas, hiperseluler, jaringari ikat antara sel hati tidak bertambah dan pseudolobulus tidak tampak. Pada kelompok IV, seluruh mencit tampak kelainan yang sama dengan_ ke-3 ekor mencit kelompok III. Dengan uji korelasi Kendall didapat S = 216 (p<0,01).
Kesimpulannya bahwa ETH yang diberikan per os dengan intubasi esofagus mempengaruhi pertumbuhan berat badan mencit yang tergantung pada besarnya dosis ETH. Juga derajat kerusakan hati berkaitan dengan dosis ETH yang tinggi.

Scope and Method of Study: Tannin is found in a great number of plants. It was reported to be hepatotoxic, either given topically, parenterally or per os. Hepatotoxic substances in long intake can cause liver cirrhosis.
Green tea is the basic substance to make jasmine tea in Indonesia. This study is aimed at knowing whether tea, which contains tea tannin, has a bad influence towards liver microscopic patterns. Green tea extract (GTE) was made and given per os with high dosage to 32 male C3H mice, divided into 4 groups. Group I as control group, group II was given GTE at 80 mg/kg body weight, group III given GTE 400 mg/kg and group IV given GTE 2000 mg/kg; duration of treatment is 90 days. A microscopic preparation of 5 u was made from left lobe of the liver and stained with HE.
Findings and Conclusions: The influence of treatment to-wards bodyweight is analysed by one way anova resulted in F-count > F-table at p<0.01. Correlation analysis found r = -0,422 (p<0.O5). Macroscopically the livers are bright blackish red. In group I and II no changes found with the light microscope. Three mice of group III, and all of group IV were seen pycnotic in the nuclei of hepatocytes around the central vein, slight dilatation of sinusoid around the central vein, cell membrane not clear, hypercellular, connective tissue between the liver' cells not increased, no pseudolobulus. The Kendall test found S = 216 (p<0.01).
The conclusion is that GTE given by esophageal intubation affects the increase of bodyweight of C3H mice and depend on the dosage of GTE. Also the degree of liver destruction correlated to the more given dosage of GTE.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T58502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Sitania
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S31978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudya Dara Chaerunnisa
"Kulit merupakan sistem pertahanan eksternal, langsung menjalani proses penyembuhan luka ketika terjadi luka dan banyak orang cenderung memberi proses penyembuhan luka dengan agen antiseptik, povidone iodine 10 Betadine . Namun, terdapat ide baru tentang penggunaan povidone iodine 5 pada penyembuhan luka kulit yang dapat memberikan efek yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek berbeda dari penggunaan konsentrasi yang berbeda dari povidone iodine pada jumlah PMN, fibroblast, dan serat kolagen dan untuk menentukan kadar 5 atau 10 yang lebih cocok untuk digunakan.
Penelitian ini menggunakan tikus sebagai sampel, masing-masing tikus diberikan 3 luka dengan 3 perlakuan berbeda terdiri dari kontrol, povidone iodine 10 , dan povidone iodine 5 . Pada hari ke-3, tiga tikus pertama dikorbankan dan pada hari ke-7 3 tikus berikut dikorbankan, lalu dibuat spesimen histologi dengan mengambil area luka dan diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin untuk menganalisis jumlah PMN dan fibroblast, serta Van Gieson menganalisis serat kolagen. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara povidone iodine 5 dan 10 dalam proses keseluruhan penyembuhan luka yang dilihat dari jumlah PMN, fibroblast, dan serat kolagen.

Skin is an external defense system, directly undergo wound healing process when scars occur and people tend to interfere the wound healing process with antiseptic agents, in this case is the use of povidone iodine 10 Betadine . However, there is new idea about the appliance of povidone iodine 5 on cutaneous wound healing may give different effect. This research aims to compare the different effect of using different concentration of povidone iodine on number of PMN, fibroblast, and collagen fibers during wound healing process and to determine which one is more suitable to use.
This experiment using rats as samples, each rat is given 3 wounds with 3 different treatments consisted of control, povidone iodine 10, and povidone iodine 5. On the 3rd day, the first three rats were sacrificed and on the 7th day the following 3 rats were sacrificed, then made histological specimens by taking the wound area and stained it using Hematoxylin eosin to analyze number of PMN and fibroblast, also Van Gieson to analyze collagen fibers. The result of this experiment is that there is no significant difference among povidone iodine 5 and 10 in overall process or phases of wound healing, as seen from number of PMN, fibroblast, as well as collagen fibers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Tiarani
"Daun teh hijau Camellia sinensis L. mengandung senyawa polifenol katekin, dengan epigalokatekin galat EGCG sebagai katekin utama. Selain berfungsi sebagai antioksidan, EGCG juga merupakan penghambat tirosinase pada proses melanogenesis. EGCG bersifat hidrofil sehingga memiliki bioavailabilitas dan daya penetrasi kulit yang rendah. Pembawa berupa vesikel fitosom digunakan untuk meningkatkan penetrasi EGCG ke dalam kulit.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formula fitosom ekstrak daun teh hijau yang optimum untuk meningkatkan jumlah EGCG terpenetrasi, serta membandingkan uji iritasi dan uji efikasi pencerah kulit antara krim fitosom dan non fitosom mengandung ekstrak daun teh hijau. Empat formula fitosom ekstrak daun teh hijau dengan variasi perbandingan konsentrasi EGCG dan rasio mol ekstrak-fosfolipid dilakukan untuk mendapatkan kandungan EGCG optimal dalam fitosom.
Analisis jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi ke dalam kulit dilakukan dengan metode in vitro menggunakan sel difusi Franz. Uji iritasi kulit dilakukan dengan metode uji tempel tertutup tunggal selama 24 jam, sementara uji efikasi dilakukan pada 28 orang wanita yang memakai krim fitosom dan krim non fitosom ekstrak daun teh hijau selama 28 hari. Fitosom dengan kandungan EGCG 1 dan rasio mol ekstrak:fosfolipid 1:2 menunjukkan formula fitosom optimal dengan ukuran partikel sebesar 383,76 83,83 nm dmean volume, PDI sebesar 0,265 0,01, potensial zeta sebesar -48,933 1,002 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 72,32 0,20. Uji penetrasi in vitro dengan sel difusi Franz menunjukkan jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi dari krim fitosom yang lebih besar dibandingkan krim non fitosom, masing-masing berturut-turut sebesar 5,58 0,078 g/cm2 dan 3,92 0,003 g/cm2.
Hasil uji iritasi kulit memperlihatkan bahwa krim fitosom ekstrak daun teh hijau tidak menimbulkan iritasi. Hasil uji efikasi menggunakan uji-t menunjukkan penurunan indeks melanin kulit yang signifikan secara statistik p = 0,00, dimulai saat 14 hari pemakaian krim fitosom dan krim non fitosom ekstrak daun teh hijau. Tidak ada perbedaan bermakna dalam penurunan indeks melanin kulit yang ditemukan antara krim fitosom maupun krim non fitosom ekstrak daun teh hijau p > 0,05. Ekstrak daun teh hijau yang mengandung EGCG bermanfaat untuk mencerahkan kulit dan pembawa vesikel fitosom dapat meningkatkan kandungan EGCG yang terpenetrasi ke kulit.

Green tea leaves Camellia sinensis L. mainly contains catechin flavonoid, with epigallocatechin gallate as the major catechin compound. In addition to acting as an antioxidant, EGCG also inhibits tyrosinase in melanogenesis. EGCG has a hydrophilic characteristic that leads to low skin penetration and bioavailability. Carrier like phytosomal vesicle could be used for enhancing skin penetration of EGCG.
The aim of this study was to achieve an optimal formula of green tea leaves extract loaded phytosome in order to increase the amount of entrapped EGCG in the phytosomal vehicle, as well as comparison of the skin irritation and skin lightening efficacy between two cream preparations containing unmodified green tea leaves rsquo extract and green tea leaves rsquo extract incorporated in phytosome GTE PC. Four formulas of phytosome were investigated based on variation in the content of EGCG and molar ratio of extract phospholipid to obtain the optimum content of loaded EGCG.
The analysis of cumulative amount of EGCG penetrated into the skin was conducted by in vitro method using Franz diffusion cell. The skin irritation test was carried out by single application closed patch method for 24 hours, while the efficacy test was performed on 28 women, applying phytosome cream of green tea leaves rsquo extract for 28 days, and then compared to cream of green tea leaves rsquo extract. Phytosome containing 1 of EGCG content and molar ratio of extract phospholipid 1 2 was found to be the most favorable formula with the finest characteristic amongst other on particle size 383.76 83.83 nm dmean volume, poly dispersity index 0.265 0.01, zeta potential 48.933 1.002 mV, and entrapment efficiency 72.32 0.20. The in vitro analysis by Franz diffusion cell of phytosome cream and unmodified cream of green tea leaves rsquo extract showed higher cumulative amount of penetrated EGCG in phytosome cream than unmodified cream, 5.58 0.078 g cm2 to 3.92 0,003 g cm2, respectively. The skin irritation result using closed patch method demonstrated that phytosome cream did not induce any skin irritation.
The efficacy result using a t test analysis indicated a statistically significant reduction of skin melanin index p 0.00, which began to appear after 14 days of use. No statistically significant difference on skin melanin index decrease found between phytosome cream and the conventional one p 0.05. Thus, green tea leaves rsquo extract contained EGCG has a benefit as skin lightening compound and a phytosomal vesicle carrier could enhance the penetrated extent of EGCG into the skin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T49388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Narmada
"Latar Belakang: Dibutuhkan waktu 14 hari donor kulit STSG sembuh. Kolagen berperan penting untuk menginduksi penyembuhan luka dan proses epitelisasi lebih cepat. Sementara gliserin menjaga kulit tetap lembab dan mendorong migrasi sel epitel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fungsi gel kolagen dan gliserin dalam mempercepat penyembuhan luka pada daerah donor STSG. Bahan dan Metode: Uji coba klinis non-acak dilakukan pada 18 pasien dewasa untuk membandingkan tingkat epitelisasi pada donor STSG antara kombinasi gel kolagen dan gliserin dibandingkan tulle yang dikombinasikan dengan kasa lembab. Luka dinilai pada hari ke 7, 10, dan 14 pascaoperasi. Persentase epitelisasi dievaluasi dan difoto. Setiap foto dianalisis dengan menggunakan program analisis warna Adobe Photoshop. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS 20.0 dan diuji dengan independent t-test. Hasil: Delapan belas pasien yang membutuhkan pencangkokan kulit dimasukkan dalam penelitian ini. Terdapat 13 pria dan 5 wanita dengan usia rata-rata 33,34 tahun berkisar 15-50 tahun . Area donor rata-rata adalah 140,89 cm2 berkisar 100-240 cm2 . Persentase tingkat epitelisasi lebih besar dengan menggunakan kombinasi gel kolagen dan gliserin pada hari ke-7 pasca operasi 88,05 , 95 CI 85,75-90,63 vs 77,18 , 95 CI 73,39-81,02 ; p

Background It usually takes 14 days for the split thickness skin donor site to heal. Collagen plays an important role to induce faster wound healing and epithelialization. Meanwhile, glycerin keeps skin moisturized and promotes epithelial cells migration. This study was conducted to identify the role of combined collagen and glycerin based gel in promoting faster wound healing on split thickness skin graft donor sites.Materials and Methods A non randomized clinical trial was performed on 18 adult patients to compare the dressing for split thickness skin graft donor site epithelialization rate between combination of collagen and glycerin based gel versus tulle grass combined with moist gauze. The wound was assessed on postoperative day 7, 10, and 14. The epithelialization percentage was evaluated and photographed. Each photo was analyzed using Adobe Photoshop color match program. Data was analyzed using SPSS 20.0 and tested with independent t test.Result Eighteen patients requiring skin grafting were included in this study. There were 13 men and 5 women with mean age 33.34 year old ranged 15 50 year old . The average donor area was 140.89 cm2 ranged 100 240 cm2 . Epithelialization rate was greater using combination of collagen and glycerin based gel on postoperative day 7 88.05 , 95 CI 85.75 90.63 vs 77.18 , 95 CI 73.39 81.02 p 0.05 and day 10 96.92 , 95 CI 96.02 97.82 vs 89.22 , 95 CI 87.6 90.85 p 0.05 . Meanwhile, there is no epithelialization rate difference on postoperative day 14 between both dressing types 100 vs 99.72 0.55 , p 0.05Conclusion Although showing better epithelialization rate at day 7 and 10, combination of collagen and glycerin based gel covered gauze showed no difference in the healing of split thickness skin graft donor sites in comparison with tulle grass combined with moist gauze at day 14. Keywords Donor site, STSG, collagen and glycerin based gel, epithelialization. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Pramesti
"Pendahuluan : Disfungsi endotel merupakan awal timbutnya aterosklerosis yang pada kondisi lanjut akan menychabkan penyakit jantung koroner (PJK). Teh hijau dilaporkan mampu memperbaiki disfungsi endotel karena kandungan katekin yang ada di dalamnya. Penelitian menunjukkan teh hijau mampu meningkatkan produksi prostasiklin pada kultur sel aorta babi.
Tujuan penelitian : Untuk mcmbuktikan hahwa pemberian teh hijau sekali minum dapat memberi efek terhadap peningkatan produksi 6-ketoprostaglandin Fl-a sebagai metabolic prostasiklin dan penurunan kadar tromboksan B2 sebagai metabolit tromboksan A2 pada penderita PJK.
Metode : Penelitian dilakukan pada 25 penderita yang terhukti PJK dari pemeriksaan angiografi koroner. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 mendapat teh hijau terlebih dahulu dan Kelompok l1 mendapat plasebolair putih terlebih dahulu. Setelah masa wash-Put selama 1 minggu, dilakukan cross-over. Dihitung kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a sebagai metabolit prostasiklin don tromboksan B2 sebagai metabolit tromboksan A2 sebelum dan sesudah pemberian teh hijau dan plasebo. Dllakukan pemeriksaan kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a dan tromboksan B2 pada 20 orang sehat usia 18-25 tabula sebagai acuan nilai normal.
Hasil : Didapatkan peningkatan kadar 6-ketoprostaglandin Fl-a yang bermakna pada kedua kelompok. Pada kelompok I sebeiuni pemberian tab hijau kadar 6-ketoprostaglandin Fl -a 5.126 (2.808-6.237) menjadi 6.575 (4.788-7.638) ng/ml (p= 0.012). Pada kelompok plasebo tidak didapatkan peningkatan yang bermakna (p= 0.328). Pada kelompok II kadar 6-ketoprostaglandin Fl-ct sebelum teh hijau 6.044 (2.804-11.693) menjadi 7.212 (4.028-11.175) ng/ml (p= 0.011). Pada plasebo tidak didapatkan peningkatan yang bermakna (p= 0.325). Pada pemeriksaan kadar tromboksan B2 tidak didapatkan penurunan yang bermakna balk pada kelompok I maupun pada kelompok II. Pada kelompok I sebelum pemberian teh hijau 0.472 (0.122-0.630) menjadi 0.092 (0.056-0.135) ng/ml (p= 0.68). Pada kelompok l1 sebelum pemberian teh hijau 0.1 11 (0.029-0.630) meningkat menjadi 0.660 (0.018-0.958) ng/ml (p= 0.055). Hadar 6-ketoprostaglandin F1-u pada penderita PJK lehih rendah secara bermakna dibanding orang sehat (p<0.001). Pada pemeriksaan kadar tromboksan B2 pada penderita PJK lehih rendah secara bermakna dibanding prang sehat (p<0.001)
Kesimpulan : pemberian teh hijau sekali minum mampu meningkatkan produksi 6-ketoprostaglandin Fl-a yang merupakan metabolit aktif prostasiklin pada penderita penyakit jantung koroner, akan tctapi tidak memberikan efek penurunan kadar tromboksan B2 yang merupakan metabolit aktiFdari tromboksan A2.

Introduction : Endothelial dysfunction is an early process of atherosclerosis that in long term will cause coronary artery disease. Green tea has been reported to improve endothelial function because of catechin substance in green tea. Study had showed that green tea could increase the prostacyclin production in bovine aorta cell culture.
Objective :To gain evidence that one time consuming of green tea may increase 6-ketoprostaglandin Fl-a production as a metabolite of prostacyclin and decrease thromboxane B2 production as a metabolite of thromboxane A2 in coronary artery disease patients.
Method : Study has been conducted to 25 patients proven to have coronary artery disease by coronary angiography. Sample was grouped into two groups. Groups I firstly receive green tea and Group II firstly receive placebo (mineral water). After washout period for one week, sample was being cross-overed. The level of 6-ketoprostaglandin Fl-a as a metabolite of prostacyclin and thromboxane B2 as a metabolite of thromboxane A2 were measured before and after green tea and water consumption. We also measure the level of 6-ketoprostaglandin Fl -a and thromboxane B2 in 20 healthy persons aged 18 -25 years old as a normal value.
Result : There were significant increasing level of 6-ketoprostaglandin Fl-a of both groups. In Group I, the level of 6-ketoprostaglandin Fl-a before green tea consumption was 5.126(2.808-6.237) and raised up to 6.575(4.788-7.638) ng/ml(p= 0.012). Meanwhile in placebo group there were no significant increase level of 6-ketoprostaglandin Fl-a (p= 0.328). In group II the level of 6-ketoprostaglandin Fl-a before green tea consumption was 6.044(2.804-11.693) and raised up to 7.212(4.028-11.175) ng/ml (p= 0.011). As for placebo group, there were no significant increase level of 6-ketoprostaglandin F l -a (p= 0.325). Thromboxane B2 measurement result shows no significant decrease both in group I and group H. In group I, thromboxan B2 level before green tea consumption was 0.472(0.122-0.630) and raised up to 0.092(0.056-0_l35) ng/ml(p= 0.68). As for group H, thromboxane B2 level before green tea consumption was 0.111(0.029-0.630) and raised up to 0.660(0.018-0.958) ng/ml (p= 0.055). The level of 6-ketoprostaglandin Fl-a in coronary artery disease patients was significantly bellow healthy persons (p<0.001). The level of thromboxane B2 in coronary atery disease patients were also significantly bellows healthy persons (p<0.001).
Conclusion : One time green tea consumption can increase 6-ketoprostaglandin Fl-a production as an active metabolite of prostacyclin in coronary artery disease patients but does not decrease thromboxan B2 level, an active metabolite of thromboxan A2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Puspasari
"ABSTRAK
Luka terbuka adalah kerusakan yang melibatkan membran mukosa dan beresiko
infeksi. Herba Pukul empat adalah salah satu tanaman yang memiliki aktivitas
antiinflamasi dan antibakteri yang dapat digunakan untuk membantu
mempercepat penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
pengaruh percepatan penyembuhan luka setelah diberikan ekstrak air herba pukul
empat ditinjau dari aktivitas antiinflamasi dan antibakteri terhadap kontraksi luas
luka dan pengamatan histopatologi kulit tikus. Penelitian ini menggunakan ekstrak
air herba pukul empat dengan 3 variasi dosis yaitu dosis 1 (5% v/v setara 243,1
mg/kg BB), dosis 2 (10% v/v setara 486,2 mg/kg BB) dan dosis 3 (20% v/v setara
972,4 mg/kg BB) yang diberikan selama 14 hari secara topikal sebanyak 0,5 ml
pada luka terbuka tikus jantan galur Sprague dawley. Hewan uji sebanyak 15
ekor, dimana satu ekor hewan uji dibuat dua luka pada punggung bagian atas dan
bagian bawah dengan jarak 3 cm antarluka, sehingga dengan 15 ekor hewan uji
didapat 30 luka yang dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kontrol negatif,
kontrol positif (povidone iodine), dosis 1, dosis 2, dan dosis 3. Hewan uji dilukai
dengan bentuk persegi panjang ukuran 20 mm x 10 mm. Parameter yang
digunakan adalah pengukuran kontraksi luas luka pada hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 11
dan 13 serta pengamatan histopatologi kulit pada hari ke-15 menggunakan
pewarna Hematoksilin dan Eosin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak
air herba pukul empat berpengaruh dalam percepatan penyembuhan luka. Dosis
optimum ekstrak air herba pukul empat adalah dosis 20% v/v setara 972,4 mg/kg
BB pada pemberian hari ke-5.
ABSTRACT
Open wound is damage that involves the skin or mucous membranes, bleeding
with tissue damage and risk of infection. Herb Pukul Empat is one of the plants
that have anti-inflammatory and antibacterial activity which can be used to help
accelerate wound healing. The purpose of this study was to analyze the effect of
the acceleration of wound healing after being given the water extract of Herb
Pukul Empat in terms of anti-inflammatory and antibacterial activity against broad
wound contraction and histopathology observations rat skin. This study uses a
water extract of the Herb Pukul Empat with three variations of the dose is the dose
1 (5% v / v equivalent of 243.1 mg / kg), the dose 2 (10% v / v equivalent of
486.2 mg / kg) and dose 3 (20% v / v equivalent of 972.4 mg / kg) given for 14
days 0.5 ml topically on open wounds strain Sprague Dawley male rats. Test
animals as much as 15 tails, where the tail of test animals were made two cuts on
the backs of the top and bottom with a distance of 3 cm, so with 15 test animals
obtained 30 wounds were divided into five groups: negative control, positive
control (povidone iodine), dose 1, dose 2 and dose 3. Animal testing wounded
with a rectangular shape measuring 20 mm x 10 mm. The parameters used are
extensive wound contraction measurements on days 1, 3, 5, 7, 9, 11 and 13 as well
as histopathological observations skin on day 15 using the dyes hematoxylin and
eosin. The results showed that the water extract of the herb at four have influence
in accelerating wound healing. The optimum dose of the water extract at four herb
doses at 20% v / v equivalent of 972.4 mg / kg in the provision of day-to-5."
2014
S61411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>