Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53907 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samsu Hendra Siwi
"Manusia, kegiatan dan wadah merupakan tiga hal penting dalam bahasan arsitektur. Setiap kegiatan manusia membutuhkan ruang. Setiap saat manusia tidak hanya aktif di dalam ruang, merasakan ruang, berada dalam ruang dan berpikir tentang ruang tetapi manusia juga menciptakan ruang untuk menstrukturkan ekspresi dunianya ke dalam bentuk nyata. Ruang sebagai eksistensi, memberikan pemahaman antara hubungan kepentingan manusia dengan lingkungannya.
Ruang menjadi bahasan arsitektur yang sebelumnya sudah menjadi bahasan filsafat dan psikologi. Dalam perkembangannya, ruang dipahami secara subjektivis maupun secara objektivis baik secara epistemologi maupun ontologi. Pada subjektivisme, eksistensi ruang mengacu pada pikiran yang bukan dari sumber-sumber objektif. Kesadaran akan ruang tidak mengacu pada objek di luar. Sedangkan persepsi ruang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman individual penahu. Manusia mengetahui adanya ruang disebabkan oleh idea. Ruang merupakan forma intuisi kita sendiri. Ruang bukan sesuatu bentuk phenomena indera luar, tetapi merupakan kondisi subjek pada perasaan yang merupakan intuisi eksternal yang independen.
Pada objektivisme, pengetahuan bersumber pada:
a-posteori pengalaman. Paham ini menekankan bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diasalkan dari dan atau dikonfirmasikan oleh pengetahuan inderawi. Ruang sebagai kajian pengetahuan diartikan sebagai objek di luar subjek. Ruang sebagai objek material merupakan wadah fisik yang dapat diamati oleh indera manusia sehingga harus terukur, menempati suatu posisi, mempunyai bentuk dan berada. Ruang tidak bergantung pada persepsi manusia (subjek) walaupun persepsi kita terhadap ruang akan membawa kesadaran kita. Ruang dalam pandangan objektivis ini menjadikan arsitektur dipandang sebagai seni visual yang mementingkan indera penglihatan.
Paham subjektivis dan objektivis mengandung kelemahan-kelemahan. Pemahaman ruang arsitektur secara subjektivis menerjemahkan keberadaan ruang bahwa ruang berada di benak subjek. Pada kenyataannya ruang arsitektur merupakan ruang materiil yang merupakan perwujudan dari ide ruang yang immateriil. Ide ruang direalisasikan menjadi ruang fisik tidak akan sama persis, sehingga antara ide dan realitas tidaklah sama persis, walaupun ada usaha untuk menyamakannya. Dalam arsitektur, ide/ pikiran ruang dapat bersumber dari proses kreatif yang berupa intuisi maupun dari pengalaman inderawi. Hal inilah sebagai kritik terhadap teori pengetahuan yang subjektivis maupun yang objektivis. Pada objektivisme selain tersebut di atas, juga mengandung kelemahan. Bila objektivis memandang hal yang tampak saja, arsitektur bukan hanya permasalahan yang tampak saja akan tetapi juga yang tidak tampak, seperti harapan, keinginan-keinginan, fantasi, obsesi dan sebagainya.
Hal yang tampak maupun yang tidak tampak merupakan phenomena yang harus dapat ditangkap yang kemudian direduksi sehingga akan mendapatkan yang esensi. Seluruh dimensi manusia (manusianya sendiri, kegiatan dan lingkungannya) menjadi phenomena dalam fenomenologi. Fenomenologi dipakai sebagai pendekatan untuk menjawab kelemahan-kelemahan dari subjektivisme dan objektivisme. Dengan Fenomenologi ruang akan lebih kaya makna dan dapat terungkap secara lebih lengkap. Fenomenologi merupakan metoda untuk menangkap semua phenomena yang ada, akan tetapi untuk mengungkapkan phenomena yang tak tampak yang berupa ketidaksadaran pada subjek manusia diperlukan suatu pendekatan psikologi yaitu Psikoanalisis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T7027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ven, Cornelis van de
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991
720 VEN r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Evanindya
"Indera penciuman manusia dapat turut serta memperkaya pengalaman ruang seseorang khususnya secara emosional. Skripsi ini memaparkan perwujudan ruang arsitektur oleh aroma serta sejauh mana aroma mempengaruhi pengalaman ruang manusia. Hubungan aroma dengan manusia tergantung pada persepsi setiap individu, durasi kontak dengan aroma dan konsentrasi aroma dalam udara. Hubungan tersebut menentukan posisi aroma sebagai pull-in factor atau push-out factor bagi pengguna ruang.
Hasil analisis dari studi pustaka dan studi kasus menunjukkan bahwa aroma memiliki peran dan pengaruh yang berbeda-beda pada jenis-jenis ruang yang berbeda pula. Aroma yang hadir secara alami maupun yang dihadirkan secara sengaja akan memunculkan spatial awareness yang memberikan karakter dan rasa pada ruang masing-masing. Maka dari itu, aroma merupakan salah satu bentuk bahasa ruang yang dapat mengatur pengguna ruang serta mampu membangun sebuah identitas ruang yang mudah diingat. Aroma juga memiliki kemampuan untuk menciptakan dimensi-dimensi yang mendefinisikan batas-batas pembentuk ruang yang tidak kasat mata dapat mempengaruhi gerak dan perilaku manusia sebagai pengguna ruang.

The sense of smell enriches one?s experience of space emotionally eventhough the presence of scent in our everyday space has not been much noted and taken into consideration of architectural design. This paper tries to reveal scent?s ability of creating architectural space and to see scents capacity on influencing one?s experience of space. Human?s relationship with scent arise from the dependence on individual perception, duration of contact with scent and the scent?s concentration within the air, which determine the role of scent whether as a pull-in or a push-out factor.
The result of literature and case studies shows that scent has different roles and influences due to the diverse types of space. Scents naturally and artificially raise spatial awareness on different levels which brings character and mood into each space. Therefore, scent can be considered as a language of space that is capable of telling the user to act in certain ways and building easy-to-remember identities to certain places. As scent defines invisible space boundaries, it forms architectural space which would influence the movement and behavior of users.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S729
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih jauh tentang pemahaman spasial dalam ruang digital yang selama ini telah banyak dipakai dalam proses desain arsitektur. Walaupun telah hampir selama 50 tahun terakhir ini alat bantu digital memasuki dan berperan dalam arena proses desain, pemahaman terhadap ruang digital itu sendiri lebih banyak dieksplorasi dan dibahas dalam dunia film maupun dunia perancangan maya / animasi dibandingkan dalam disiplin ilmu desain ruang seperti arsitektur, desain interior maupun desain urban. Proses penelitian ini dimulai dengan pengamatan dan wawancara dengan para pelaku di dunia film yang telah lebih lama menggunakan alat bantu digital dan alat bantu karnera sebagai media utama pembuatan rancangan ruang maya. Hasil wawancara tersebut akan dilengkapi dengan suatu tahap simulasi yang menggunakan 9 orang responden untuk melihat kepekaan audiens terhadap pcrgerakan kamera, penangkapan narasi cerita dan kemampuan membangun suatu struktur cerita untuk menciptakan ruang gerak dalam media film. Tahap terakhir dalam penelitian adalah studi literatur tentang perkembangan pemakaian media film dalam proses desain arsitektur baik dalam institusi-institusi pendidikan maupun hasil literatur yang merupakan bagian dari proses penelitian perorangan."
720 JIA 5:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Jati Ningrum
"Elemen estetis seringkali hanya dianggap sebagai pajangan atau hiasan ruang semata, tanpa menyadari polensi lain dan penerapan elemen estetis ini pada penataan ruang luar maupun ruang dalam. Sejauh manakah peran elemen estetis dalam meningkatkan kualitas visual dan fungsional dari sebuah ruang? Bagaimanakah prinsip-prinsip elemen estetis yang harus diterapkan agar elemen estetis tersebut dapat berfungsi secara efektif dan optimal? Bagaimana hubungan elemen estetis dengan penataan ruang luar dan penataan ruang dalam pada sebuah karya arsitektur? Peletakan elemen estetis yang seperti apakah yang dianggap tepat dan dapat mempeikaya kualitas ruang?
Penerapan elemen estetis memiliki tujuan yang positif, yaitu untuk menghasilkan segala hal yang balk, indah dan menyenangkan untuk ditanggapi dan dirasakan oleh indera manusia. Unsur keindahan yang hadir dalam warna, cahaya, pola & tekstur mempengaruhi persepsi dan emosi terhadap bobot visual, proporsi serta dimensi ruang Selain kebutuhan akan ruang, manusia juga membutuhkan seni sebagai eksprsi dalam kehidupannya. Seni dapat menjadi stimulus aktif dan pasif bagi manusia. Sebagai stimulus aktif, elemen estetis menjadi acuan skala dan acuan arah serta focal point yang bersifat eye-catching. Sedangkan sebagai stimulus pasif, elemen estetis berfungsi sebagai dekorasi ruang yang menjadi simbol dari suaiu kegiatan yang berlangsung di dalam ruang tersebut, menjadi pemacu semangat beraktivitas, membenkan karakter/identitas serta prestige kepada sebuah ruang.
Ruang hams memiliki unsur estelis atau keindahan. Pendekatan secara estetis ini penting karena dalam proses pemahaman terhadap ruang, kontak pertama manusia dengan ruang sekitamya adalah melalui pengalaman visual. Elemen estetis ini juga berkaitan erat dengan kualitas kenyamanan dalam beraktivitas. Nleskipun penilaiannya bersifat subyektif, tetapi perancangan elemen estetis harus memenuhi kaidah perancangan dan peletakan. Prinsip perancangannya harus rnemiliki tema yang jelas dan tidak monoton. Sedangkan peletakannya harus selaras dengan skala, proporsi dan komposisi ruang, serta harus dapat dilihat & dinikmati dari semua angle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ven, Cornelis van de
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991
R 723 VEN r
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Himawan Sutanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S48976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Hariet Caroline
"Kebutuhan akan rasa ketenangan dan kejemihan semakin meningkat dengan makin rumitnya kehidupan manusia. Arsitektur yang melingkupi kehidupan manusia menyediakan ruang agar manusia dapat mencapai ketenangan tersebut dengan memberikan pengalaman merasakan ruang secara mumi. Zen dan minimalisme merupakan sebagian dari sekian banyak pandangan dalam arsitektur yang menawarkan ketenangan melalui kesederhanaan.
Keduanya sering disebulkan bersamaan dengan istilah Zen minimalis atau Minimalis Zen, menandakan hubungan yang erat antaranya, hingga akhimya menimbulkan kerancuan dalam pengertiannya. Keduanya merupakan pemikiran yang berangkat dan dasar yang sama sekali berbeda. meskipun menghasilkan kuatitas yang seringkali dianggap sama.
Tulisan ini berisi tentang penelusuran perbedaan tersebut dari konsep-konsepnya tentang ruang, prinsip-prinsip ajaran dan pandangannya, sampai Iatar belakang, bahkan pemikiran awal Timur dan Barat yang mempakan akar bagi kedua pemikiran. Penelusuran dilakukan melalui kajian pustaka, penafsiran serta pengalaman langsung di dalam mang Zen dan minimalisme, hingga dari perbandingan dapat ditegaskan perbedaan yang ada di antara keduanya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Harmini Ambarwati
"Arsitektur merupakan pencerminan manusia pembuatnya dan juga penghuninya. Sehingga setiap arsitek memiliki cara dan gayanya sendiri dalam rancangannya. Begitu pula dengan Romo Mangan, seorang arsitek humanis, yang memiliki nama Iengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya ini.
Ia adalah seorang yang multidimensional, karena beliau tidak hanya seorang rohaniwan Kathoiik yang taat namun juga seorang sastrawan, budayawan, dan juga pemerhati sosial, khususnya kaum yang terpinggirkan. Dan sebagai seorang arsitek ia banyak menghasilkan karya-karya arsitektur yang unik, yang patut kita teladani baik pemikiran maupun perbuatannya.
Tulisan ilmiah ini merupakan analisis terhadap pemikiran Romo Mangun mengenai Arsitektur, melalui studi banding antara pemikirannya yang tertuang dalam kedua bukunya, Pengantar Fisika Bangunan dan Wastu Citra, dengan bangunan arsitekturalnya diwakili oleh Pemukiman Tepi Kali Code, Wisma Kuwera dan Kompleks Peziarahan Sendangsono."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48282
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ching, Francis D.K., 1943-
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
720.22 Chi a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>