Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117637 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumarno
"Secara umum tesis ini berusaha mendeskripsikan beberapa aspek yang terkait dengan dinamika pemikiran dan aksi-aksi politik Amien Rais: faktor-faktor yang mempengaruhinya, tema-tema yang digagasnya, fase-fase perjalanan politiknya, kontribusinya dalam pengembangan wacana demokratisasi dan tipologi pemikiran politiknya.
Penelitian tesis ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dan observasi lapangan: wawancara dengan Amien Rais dan menghadiri berbagai forum di mana Amien Rais tampil sebagai pembicara utama atau forum yang membahas Amien Rais, Pendekatan penelitian ini dimaksudkan untuk melacak akar pemikiran Amien Rais dengan jalan mendeskripsikan proses sosialisasi yang dialami Amien Rais di masa lalu, nilai-nilai yang terinternalisasi dalam dirinya dan turut membentuk kepribadian dan corak berpikirnya serta obsesi Amien Rais tentang kehidupan politik yang ideal.
Dalam penelitian ini ditemukan ada empat faktor utama yang turut membentuk kepribadian politik dan corak berpikir Amien: lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, Muhammadiyah dan spirit ajaran Islam yang dipahaminya. Keempat faktor tersebut saling mempengaruhi pemikiran, sikap dan aksi-aksi politik Amien Rais yang berani, lugas, kritis dan mengedepankan moralitas politik. Keluarganya, khususnya figur sang ibu, mengajarkan sikap tegas dan mengatakan apa adanya, pendidikan, khususnya pendidikannya di Barat, mempengaruhi sikapnya yang terbuka, transparan, demokratis dan cenderung liberal, Muhammadiyah mempengaruhi komitmennya pada nilai-nilai pembaruan, persamaan, egalitarianisme dan beramar ma'ruf nahi munkar; dan ajaran Islam yang diyakininya mengajarkan nilai-nilai tauhid yang dielaborasi menjadi tauhid sosial sebagai spirit seluruh pemikiran dan sikap politiknya.
Selain itu, penelitian ini juga mengkaji tema-tema pokok yang menjadi perhatian Amien sebagai wacana akademis yang. Seperti pandangannya tentang konsepsi negara dalam Islam yang digagasnya sejak awal 1980-an, tauhid sosial yang dipopulerkannya pada pertengahan 1990-an, diskursus demokrasi, moralitas politik dan kekuasaan politik yang direnungkannya pada akhir karier akademiknya sebagai Guru Besar Ilmu Politik UGM tahun 1998.
Tesis ini juga mengkaji bagian penting lain dari Amien Rais, yakni evolusi perjalanan politiknya dan sekaligus metamorfosis pemikiran politiknya. Bagian ini bisa disimak dalam tiga fase perjalanan politik Amien Rais: fase intelektual atau ilmuwan politik (political scientist), fase moralis-politik dan fase Amien Rais sebagai aktor politik. Selain itu dikemukakan dua pola artikulasi yang dilakukan Amien: gerakan moral-seperti tercermin dalam dua fase pertama perjalanan politiknya---dan gerakan politik yang tercermin pada fase ketiga ketika ia "berijtihad" meninggalkan gerakan moral dan melengserkan diri dari kepengurusan Muhammadiyah serta memproklamirkan diri sebagai politisi.
Metamorfosis politik Amien Rais dari tokoh umat-yang dicitrakan sektarian, radikal, anti-Barat dan fundamentalis-menjadi tokoh bangsa yang nasionalis, demokratis, pluralis dan inklusif, juga merupakan bagian penting yang berhasil dikaji dalam tesis ini.
Bagian lain yang cukup menarik adalah tipologi pemikiran politik Amien Rais. Setelah mengkaji berbagai tipe pemetaan politik yang dilakukan oleh beberapa ahli, dalam dan luar negeri, penelitian ini mencoba untuk menawarkan format pemetaan pemikiran politik Amien Rais. Amien adalah wakil generasi baru Islam politik yang modernis-Islamis tetapi inklusif-pluralis dan substansialis."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sufardi Nurzain
"Kemenangan Partai Golkar pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 sangat berpengaruh pada konstelasi kekuasaan politik nasional Pasca reformasi. Keberadaan pemimpin umum Partai Golkar dalam hal ini memiliki posisi yang signifikan di dalam menggerakkan arah kebijakan politik partai tersebut. Oleh karena itu, setiap kali berlangsung pemilihan pimpinan puncak Partai Golkar-melalui Munas-para elit Partai Golkar melakukan kompetisi politik untuk memperebutkan posisi tersebut. Termasuk apa yang berlangsung pada Munas Golkar VII di Bali yang berlangsung pada tanggal 15-20 Desember 2004.
Media Massa didalam Munas golkar VII Bali, ini tidak hanya sekedar menafsirkan realitas tetapi lebih dari media telah memainkan perannya yan lain yaitu memberi pemaknaan terhadap Peristiwa dan menampilkan obyek atau Peristiwa sesuai dengan subyektifitasnya masing-masing. Hal ini membuat keberadaan surat kabar sangat signifikan dinamika politik yang berlangsung pada Munas tersebut. Sebagai media komunikasi massa, surat kabar melakukan proses representasi dan konstruksi wacana politik melalui pemberitaan yang dilakukannya. Representasi dan konstruksi wacana yang berlangsung melalui surat kabar-surat kabar inilah yang kemudian memberikan kontribusi bagi pembentukan opini publik. Dalam hal ini, bagaimana masing-masing elit yang berkompetisi melalui Munas Golkar VII Bali tersebut direpresentasikan dan dikonstruksikan melalui pemberitaan masing-masing.
Penelitian ini berfokus pada analisis framingtrhadap pemberitaan terhadap Akbar tandjung dan Jusuf Kalla di Harlan Kompas, Media Indonesia dan Suara Karya. Analisis framing dipakai untuk melihat bagaimana bukti masing-masing harian tersebut merepresentasikan elit politik yang bersaing untuk memperebutkan ketua umum Golkar dalam Munas golkar VII Bali.
Representasi yang dilakukan oleh media terhadap Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla yang disimpulkan bahwa media berdasarkan analisi Framing "berpihak" pada masing-masing kandidat. Hal ini menegaskan disamping menjawab pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini juga menegaskan bahwa dalam prakteknya media tidak pernah bisa berfungsi "ideal". Oleh karenanya penelitian ini menjadi salah satu kahasanah penelitian bagi yang ingin studi tentang media massa. Kemudian, penelitian lebih lanjut diharapkan bisa untuk menghantarkan pada pertanyaan mengapa Media bersikap seperti berpihak dan apa yang melatar belakanginya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Bahar, 1964-
Yogyakarta: Pena Cendikia, 1998
923 AHM b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gotfridus Goris Seran
"Ditinjau dari aspek pemberian suara pemilih dalam pemilihan umum, tingkat partisipasi politik pemilih dalam pemilihan umum 1992 di Dati II Belu boleh dikatakan tinggi. Dari keseluruhan pemilih di Belu sebanyak 120.978 orang terdapat 118.590 pemilih (98,03 %) yang secara sah berpartisipasi memberikan suaranya dalam pemilihan umum 1992. Dari suara sah tersebut, Golkar mampu menguasai partisipasi politik pemilih dalam bentuk pemberian dukungan suara sebanyak 111.685 suara (94,18 %). Partisipasi politik pemilih ini terutama berasal dari segmen massa pemilih yang belum begitu memadai tingkat pendidikan, tingkat kehidupan ekonomi, dan sistem komunikasinya. Masyarakat pemilih dengan kondisi obyektif demikian gampang dimobilisasi. Mobilisasi dalam rangka penguasaan partisipasi politik pemilih oleh Golkar Dati II Belu tersebut ditempuh melalui elite yang direkrut dalam menghadapi pemilihan umum 1992.
Analisis mengenai rekrutmen elite dalam rangka penguasaan partisipasi politik pemilih dalam pemilihan umum 1992 oleh Golkar Dati II Belu menunjukkan setidak-tidaknya tiga hal. Pertama, dalam rangka penguasaan partisipasi politik pemilih dalam pemilihan umum 1992 Golkar Dati II Belu menempuh pola rekrutmen elite secara patrimonial. Pola patrimonial dalam rekrutmen elite ini ditempuh dengan dasar pemahaman bahwa setiap elite memiliki pengaruh besar terhadap massa pengikutnya sehingga elite yang direkrut oleh Golkar Dati II Belu untuk dicalonkan menjadi anggota DPRD dapat mempengaruhi dan menggalang massa pengikutnya untuk memberikan dukungan suaranya kepada Golkar. Dalam rangka pemilihan umum 1992 rekrutmen elite dalam Golkar (36 elite) secara konvensional ditempuh melalui jalur-jalur politik yang telah tersedia dengan Jalur A 3 elite (8,33 %), Jalur B 26 elite (72, 22 %), dan Jalur C 7 elite (19,45 %). Rekrutmen elite melalui jalur-jalur politik ini pada gilirannya dapat membentuk suatu keterikatan patrimonial-klientelistik antara elite dan massa pemilih sehingga dalam masyarakat patrimonial seperti masyarakat Dati II Belu elite dipandang sebagai tokoh panutan dimana himbauan, saran, dan nasehat seorang tokoh panutan dipakai oleh massa pemilihnya sebagai rujukan dalam berperilaku, termasuk perilaku memilih dalam pemilihan umum.
Kedua, dalam rekrutmen elitenya Golkar Dati II Belu juga menempuh pola korporatis. Dalam rangka pemilihan umum 1992 rekrutmen elite dalam Golkar yang ditempuh melalui jalur-jalur politik konvensional terutama didominasi oleh elite yang memposisikan diri sebagai aparat personifikasi kepentingan negara sebanyak 32 elite (88,89 %) dengan rincian 3 elite KBA atau Jalur A (8,33 %), 26 elite birokrasi atau Jalur B (72,22 %), dan 3 elite ormas pimpinan birokrat atau Jalur C (8,33 %). Sedangkan sisanya sebanyak 4 elite (11,11 %) berasal dari 1 elite ormas bukan pimpinan birokrat (2,78 %) dan 3 elite informal (8,33 %) yang merepresentasikan kepentingan massa rakyat. Konfigurasi rekrutmen elite seperti ini pada dasarnya menunjukkan bahwa Golkar yang memposisikan diri sebagai partai penguasa berupaya untuk mengkooptasikan berbagai kekuatan dalam rangka menjaga kekuasaan secara internal melalui pembentukan kekuasaan dalam Golkar dan melakukan pengendalian dan penguasaan massa rakyat secara eksternal melalui Golkar sebagai partai korporatis. Dalam pola korporatis ini, elite direkrut dari posisi-posisi penting dalam organisasi dan kelompok sosial yang hegemonik. Rekrutmen elite demikian dapat juga mencerminkan perwakilan kepentingan dan korporatisasi melalui organ-organ pendukung Golkar seperti ditunjukkan melalui jalur-jalur politik yang pada dasarnya berwujud ormas-ormas afiliasi.
Ketiga, elite, baik dari Jalur A, Jalur B, maupun Jalur C, yang direkrut menurut mekanisme penunjukan oleh Golkar Dati II Belu dalam pemilihan umum 1992, melakukan penggalangan berbagai kekuatan untuk dapat memberikan dukungan suaranya kepada Golkar. Penggalangan ini ditempuh melalui setidak-tidaknya tiga cara, yaitu (1) merangkul kalangan birokrat termasuk KBA, (2) merangkul elite ormas dan elite informal, dan (3) membangun hubungan dialogis antara Golkar dan massa rakyat melalui elite, formal maupun informal, yang direkrut tersebut. Intensnya penggalangan ini didukung pula dengan setidak-tidaknya tiga bentuk rekayasa politik, yaitu (1) meregulasi birokrasi termasuk ABRI dalam bentuk penggalangan anggota-anggotanya ke dalam wadah tunggal KORPRI, pensterilan birokrasi dari kekuasaan partai politik, dan pengaturan monoloyalitas termasuk melalui sumpah jabatan, (2) melekatkan struktur organisasi kepengurusan Golkar pada struktur birokrasi kekuasaan, dan (3) menyediakan dua jalur politik sekaligus, yaitu Jalur A dan Jalur B, di dalam Golkar yang pada dasarnya merepresentasikan kepentingan negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putria Perdana
"Tesis ini membahas suara politisi perempuan di Kompas dalam pemberitaan kasus TKI Ruyati. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis framing dan menggunakan teori Standpoint. Teknik pengumpulan data melalui teks berita dan wawancara. Teori Standpoint berpegangan pada pengalaman perempuan yang akan membawa mereka untuk memiliki beberapa pemahaman. Hasil penelitian memaparkan bahwa frame suara politisi perempuan sebagai kelas bawah yang tidak penting dibandingkan dengan kepentingan kaum dominan (kapitalis).

This thesis discusses about the female politician voice in the case of Ruyati migrant labor news in Kompas. This research was a qualitative study with framing analysis and use Standpoint theory. Data collection technique by news text and interviews. Standpoint theory holding on the women experience which will leadthem to have some comprehension. The results presented that the frame of female politicians voice as a lower class that is not important than the dominant's interests (capitalist).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31146
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Kamalia
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah studi kasus yang bertujuan untuk menggambarkan peran kultur dan pemahaman agama terhadap politik perempuan Madura di Sumenep dengan menggunakan metode feminis yang menjadikan pengalaman perempuan sebagai pngetahuan maka penelitian ini bersifat kualitatif yang menggunakan wawancara mendalam observasi dan studi dokumen sebagai teknik pencarian data hasil penelitian lapangan kemudian dilakuka analisa yang menghailkan beberapa kesimpulan yang garis besarnya sebagai berikut Politik perempuan tidak hanya dipahami sebagai kegiatan demokrasi melalui isitem pemilu namun juga bermakna sebagai relasi kekuasaan di ruang domestik suami istri di ruang publik perempuan masyarakat dan di ruang politik Antar sesama perempuan hal tersebut tidak bisa dipiahkan dari peran kultur dan agama di Sumenep dalam menentukan terjadinya relasi kekuasaan di ruang ruang tersebut selain itu penelitian ini juga menyimpulkan bahwa demokrasi yang terjadi di Sumenep pada akhirnya menggerus kekuatan kultur dengan kalahnya para nyai sebagai pelopor gerakan perempuan Sumenep oleh perempuan perempuan kelas menengah keatas yang memiliki keuatan modal ekonomi pada pemilu 2009 kemarin

ABSTRACT
This studi is a case study that aims to describe the role of culture dan religion understanding to woman s political Madura in Sumenep using the feminist method to be experience of women as knowledge so this study using a qualitative with in depth interviews observations and document study as search techniques data The result of field research then conducted an analysis that produces some of the conclusions Woman s Political activities are not only understood as democracy through the election system but also serves as the power relation in domestic sphere husband wife public spaces Woman society and in political space relationships among fellow woman it can be separated from the role of culture and religion understanding Sumenep in determining the power relations in these spacesin addition this study also concludes that democracy is happening in Sumenep ultimately erode the power of culture with the defeat of the Nyai as a pioneer of the woman s movement Sumenep by woman of middle and upper class that has the power of economic capital in the 2009 election yesterday "
2013
T33183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Alif Ghiffar
"Pada pemilihan umum India tahun 2019, untuk pertama kalinya partai Bharatiya Janata Party (BJP) mampu meningkatkan perolehan kursi dan suaranya secara signifikan di Telangana. Padahal Telangana merupakan salah satu negara bagian yang dalam sejarahnya sangat sulit ditaklukkan oleh BJP. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini membahas mengenai strategi yang digunakan oleh BJP pada pemilu tahun 2019 di negara bagian Telangana dengan menggunakan model pemasaran politik yang dikemukakan oleh Cwalina, Falkowski, dan Newman. Melalui dua elemen kunci dari model tersebut, yaitu pengembangan dan penyebaran pesan kampanye penelitian ini menjelaskan bagaimana strategi yang dilakukan oleh BJP memiliki pengaruh penting pada peningkatan perolehan suaranya di Telangana. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam kampanye pemilu 2019, BJP menetapkan segmen pemilih Hindu sebagai target segmen yang akan diprioritaskannya di Telangana. BJP kemudian merancang pesan kampanye dengan mengangkat isu tentang ancaman yang dihadapi umat Hindu dan menggambarkan bahwa BJP adalah satu-satunya partai yang dapat mengamankan kepentingan umat Hindu. Pesan kampanye tersebut lalu disebarkan melalui dua cara, yakni secara langsung melalui kampanye tatap muka dan termediasi melalui media sosial. Strategi ini pada akhirnya membuat BJP berhasil mengkonsolidasikan suara pemilih Hindu dan meningkatkan perolehan suaranya di Telangana.

In the 2019 Indian general election, for the first time the Bharatiya Janata Party (BJP) was able to significantly increase its seat and vote share in Telangana. Even though Telangana is one of the states which in its history has been very difficult to conquer by the BJP. Through a qualitative approach, this study discusses the strategy used by the BJP in the 2019 elections in the state of Telangana using the political marketing model put forward by Cwalina, Falkowski, and Newman. Through the two key elements of the model, namely the development and dissemination of campaign messages, this research explains how the strategy undertaken by the BJP has an important influence on increasing vote share in Telangana. This research concludes that in the 2019 election campaign, the BJP determined the Hindu voter segment as the target segment to prioritize in Telangana. The BJP then drafted a campaign message by raising the issue of the threats faced by Hindus and portraying that the BJP is the only party that can secure the interests of Hindus. The campaign message is then disseminated in two ways, namely directly through face-to-face campaigns and mediated through social media. This strategy ultimately allowed the BJP to consolidate the votes of Hindu voters and increase their vote share in Telangana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Qabriel
"Dalam perilaku politik, evaluasi para pemilih terhadap diri seorang calon politisi telah
ditemukan menjadi sesuatu yang penting dalam perilaku politik seseorang. Akan tetapi,
meskipun variabel kompetensi dan karakter sudah sering diteliti, masih sedikit penelitian
yang meneliti hubungan antara politisi dan pemilih yang ada dari sisi goodwill politisi.
Padahal, goodwill ditemukan mampu melengkapi kompetensi dan karakter dalam
menentukan kredibilitas politisi. Selain itu, masih sedikit pula yang melihat bagaimana
sisi relasi parasosial dalam politik, meskipun relasi parasosial telah dibuktikan mampu
mempengaruhi perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat
bagaimana goodwill mempengaruhi relasi parasosial dalam politik.Partisipan yang
digunakan adalah orang-orang yang mengikuti pemilu presiden tahun 2019 (N=221)
dengan umur 18-64 yang diuji menggunakan alat ukur Goodwill, Positive Parasocial
Relationship, Negative Parasocial Relationship, serta alat ukur Ideologi Politik. Analisis
regresi berganda menunjukan bahwa goodwill memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap relasi parasosial positif dan relasi parasosial negatif. Meskipun begitu, tidak
ditemukan relasi antara relasi parasosial positif dan relasi parasosial negatif yang
signifikan. Berdasarkan hasil yang didapatkan, diperlukan penelitian untuk melihat lebih
lanjut karakteristik-karakteristik demografi lain yang mampu ikut berpengaruh dalam
perilaku memilih serta penelitian lanjutan dalam bentuk longitudinal untuk melihat lebih
lanjut interaksi variabel-variabel yang ada

In politics, personal evaluation of politicians by their voters is important for a person’s
political behavior. However, while competence and character have received considerable
attention, little research has been done when it comes to the goodwill of politicians, even
though it was found that goodwill could supplement both competence and character when
it comes to determining the credibility of politicians. Furthermore, little research has also
been done regarding parasocial relationships in politics, even though it was found that it
could affect a person’s political behavior. Thus, this research intends to see how goodwill
affects parasocial relationships in politics. Participants of this research were those who
participated in the 2019 presidential election (N=221) with the age of 18-64. Goodwill,
Positive Parasocial Relationship, Negative Parasosial, and Political Ideology scale were
administered to measure the relation between Parasocial Relationship and Goodwill.
Multiple hierarchical regression showed that goodwill has an effect on both positive and
negative parasocial relationship. However, no significant relation was found between
positive parasocial relationship and negative parasocial relationship. Based on the results,
further research is needed to look into other demographical characteristics that can also
have an influence on voting behavior and also future researches conducted in longitudinal
forms to look further into how these variables interact with one another
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terkait bagaimana keterpilihan dan ketidakterpilihan caleg perempuan Tionghoa pada Pemilu DPRD Kota Semarang tahun 2014 yang dilihat proses rekrutmen politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem, dan strategi pemenangan pemilu masing-masing caleg perempuan Tionghoa. Penelitian ini sekaligus akan membuktikan apakah pemanfaatan modal finansial oleh caleg perempuan Tionghoa dapat mendukung keterpilihannya dalam pemilu. Argumen ini berangkat dari hasil beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa modal finansial adalah modal yang lebih dominan mendukung keterpilihan seseorang pada sistem pemilu saat ini yang mana di sisi lain modal tersebut adalah hal yang dikuasai oleh Etnis Tionghoa di negeri ini.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe eksplanatif yang menggunakan sumber data primer melalui wawancara mendalam dengan masing-masing pengurus partai pengusung, caleg yang bersangkutan, dan dokumen primer lainnya. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa partai mempertimbangkan tiga tataran analisis dalam proses rekrutmen politik seperti yang dikemukakan oleh Pippa Norris dan Lovenduski, yaitu sistem politik/fakta politik nasional, demokrasi internal partai, dan latar belakang sosial serta sumber daya finansial dan jaringan kandidat. Dengan proses rekrutmen yang demikian, dilihat dari kaca mata analisis rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Almond, maka rekrutmen politik terhadap caleg perempuan Tionghoa yang dilakukan oleh seluruh partai pengusung adalah rekrutmen terbuka yang dilatar belakangi oleh pertimbangan pragmatis untuk memenuhi persyaratan administrasi partai terkait kuota perempuan. Sementara itu, jika dilihat dengan menggunakan kaca mata analisis teori rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Geddes maka rekrutmen yang dilakukan oleh PDI Perjuangan digolongkan pada tipe Immediate Survival yang tidak mempertimbangkan kompetensi kandidat dan bertujuan untuk membina hubungan baik dengan kelompok Tionghoa Kota Semarang. Pada kasus rekrutmen Partai Demokrat kepada Ika Angajaya, rekrutmen yang dilakukan adalah tipologi Civil Service Reform yang mempertimbangkan kualitas kandidat dengan seleksi meritokrasi formal dan tipologi Partisan pada rekrutmen Anggraeni Angajaya yang kurang memperhatikan kualitas kandidat namun mendasarkan diri pada loyalitasnya pada partai. Terakhir, rekrutmen yang dilakukan oleh Partai Nasdem dapat dikategorikan sebagai tipologi Compartmentalization yang mempertimbangkan kualitas kandidat namun dengan seleksi informal.Berkaitan dengan strategi pemenangan pemilu yang dilakukan, spesifikasi isu yang diusung dan segmen target pemilih yang ditentukan oleh seorang kandidat terbukti tidak terlalu berpengaruh pada keterpilihannya. Keterpilihan caleg perempuan Tionghoa justeru dipengaruhi oleh pemanfaatan modal sosial berupa jaringan kandidat, kekerabatan dengan elit/patron, dan modal budaya yang berkaitan dengan identitas simbolik etnis, adat, atau suku bangsa tertentu. Sementara itu ketidakterpilihan caleg perempuan Tionghoa dipengaruhi oleh faktor inkonsistensi tim pemenangan pemilu karena konflik kepentingan antara individu kandidat, tim pribadi, dan partai serta tidakadanya upaya membangun kedekatan identitas sosial pada pemilih dengan identitas sosial yang sama.Implikasi teoritis menunjukan bahwa teori rekrutmen yang dikemukakan oleh ketiga tokoh tersebut dapat diaplikasikan dalam penelitian ini. Namun, dalam melihat strategi pemenangan pemilu, penulis perlu memodifikasi pengertian Modal Budaya yang dikemukakan Bourdieu karena modal budaya di sini bukan berkaitan dengan pengetahuan seseorang melainkan berkaitan dengan kesamaan identitas adat, etnis, atau suku bangsa. Penelitian ini juga membantah hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Darawijaya, Idil Akbar, Tirto Soeseno, Fitriyah dan Supratiwi yang menyatakan bahwa modal finansial mendukung keterpilihan baik perempuan maupun Etnis Tionghoa. Dalam penelitian ini modal finansial hanya dapat dimanfaatkan untuk meyakinkan partai politik ketika mengusung kandidat perempuan Tionghoa pada proses rekrutmen caleg. Sementara pada saat dimanfaatkan pada strategi pemenangan pemilu, tidak semua dari mereka dapat terpilih sekalipun telah memanfaatkan modal finansialnya

ABSTRACT
The aim of this study is to analyze how the Chinese Indonesian women 39 s electability and unelectability are perceived by the PDI Perjuangan, Democrat Party, and Nasdem Party 39 s political recruitment and election winning strategies by each of the CHinese Indonesian women candidates. This study will also prove whether the utilization of financial capital by Chinese Indonesian women candidates can support her election in the election. This argument starts from the results of some previous research which states that financial capital is a more dominant capital supporting one 39 s election in the current electoral system which on the other hand, the capital is controlled by ethnic Chinese in this country.The method used in this study is a qualitative method with explanative research type, which uses primary data source through in depth interviews with political party leaders, candidates, and other main documents. Field findings show that the party considers three levels of analysis in the process of political recruitment as proposed by Pippa Norris and Lovenduski national political facts politics, party internal democracy, social background and financial resources and network of candidates. With such recruitment process, seen from Almond 39 s political recruitment theory, the political recruitment of Chinese women 39 s candidates by all staging parties is open recruitment based on pragmatic considerations to meet party administration requirements related to women quota. Meanwhile, when viewed using political recruitment theory proposed by Geddes, the recruitment conducted by PDI Perjuangan is classified on Immediate Survival type which does not consider candidate competence and aims to foster good relationship with Chinese group of Semarang City. In the case of Democratic Party recruitment to Ika Angajaya, the recruitment is a Civil Service Reform typology that considers the qualities of candidates with formal meritocracy selection and Partisan typology on the recruitment of Anggraeni Angajaya who pay little attention to the quality of candidates but based their loyalty to the party. Finally, recruitment by the Nasdem Party can be categorized as a Compartmentalization typology that considers the quality of candidates but with informal selection.In relation to the winning strategy of the election, the specification of the issues raised and the segment of voter targets determined by a candidate proved to have little effect on her election. The elected of Chinese Indonesian women candidates is influenced by the utilization of social capital in the form of candidate networks, kinship with elites patrons, and cultural capital related to certain ethnic, custom, or ethnic symbolic identities. Meanwhile, the unelected of Chinese Indonesian women candidates is influenced by the inconsistency of election winning teams due to the conflict of interests between individual candidates, private teams, and parties and the absence of an attempt to build a social identity closer to voters with the same social identity.The theoretical implications show that the recruitment theory proposed by the three scholars mentioned above can be applied in this study. However, in viewing the winning strategy of the election, the writer needs to modify the definition of Cultural Capital proposed by Bourdieu because cultural capital here is not related to one 39 s knowledge but relates to the common identity, ethnicity, or ethnic identity. This study also denied the results of previous studies conducted by Darawijaya, Idil Akbar, Tirto Soeseno, Fitriyah and Supratiwi stating that financial capital supports the election of both women and ethnic Chinese. In this study, financial capital can only be used to convince political parties when carrying Chinese Indonesian women candidates in the candidate rsquo s recruitment process. While at the time used in the election winning strategy, not all of them can be elected even if they have utilized their financial capital"
2017
T48155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aang Sugiatna
"Penelitian ini terfokus pada pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah oleh Gubernur DKI Jakarta beserta seluruh perangkatnya dari segi Ilmu Administrasi Publik . Dalam penelitian ini dibahas mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan fungsi pengawasan esksteren berupa pengawasan legisiatif oleh DPRD dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah di DKI Jakarta dalam kurun waktu 1997-1999 yakni dalam dalam periode DPRD hasil Pemilu 1997,yakni pada saat-saat terakhir berlakunya UU No.5 Tahun 1974.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan normative dan empirik dangan analisis secara kualitatif, dengan menggunakan metode explanatif evaluatif dan studi kasus. Sedangkan pengumplan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan dengan kajian terhadap peraturan perundang-undangan tentang Pemerintah Daerah, Pemilu, susunan kedudukan Lembaga Perwakilan Rakyat termasuk DPRD DKI Jakarta, disamping itu dilakukan penelitian lapangan dengan Instrumen pedoman wawancara dan kuesioner serta diskusi dengan narasumber, khususnya para anggota dan mantan anggota DPRD DKI Jakarta serta para pejabat terkait.
Hasil penelitian menunjukan bahwa efektivitas pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: faktor eksternal pemerintah DKI Jakarta dan faktor internal pemerintah DKI Jakarta seperti peran ganda KDH, kedudukan DPRD sebagai unsur Pemda, rekrutmen dan akuntabilitas KHD, sistem Pemilu dan rekrutmen anggota DPRD, otoritas Orsospol dan Intervensi birokrasi, peranan besar fraksi dan Pimpinan DPRD serta hubungannya dengan induk organisasinya, kualitas anggota DPRD dan penggunaan hak-hak anggota DPRD serta keterbatasan tim ahli, data informasi dukungan dana dan sarana kerja yang kurang memadai.
Agar DPRD mampu melaksanakan fungsi pengawasannya secara efektif, maka DPRD harus diberi peran yang besar dan di tempatkan pads posisi yang kuat dengan tetap malibatkan publik untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa,' bernegara dan bermasyarakat sesuai dengan kemampuan, aspirasi dan prakarsanya sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>