Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114091 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Situngkir, Berlianto Pandapotan Hasudungan
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan Iuar negeri Thailand terhadap Vietnam dalam periode waktu tahun 1988-1990 yang ditandai dengan adanya upaya-upaya pendekatan terhadap Vietnam dan kebijakan untuk merubah kawasan Indochina dari medan perang menjadi wilayah perdagangan yang menjadi prinsip dasar kebijakan luar negeri Thailand sejak tahun 1988.
Kebijakan luar negeri Thailand terhadap Vietnam pada masa pemerintahan Perdana Menteri Chatichai Choonhavan, sangat berbeda dengan para pendahulunya yang ditujukan untuk 'menjaga dan menjamin keamanan serta stabilitas wilayahnya dari ancaman komunis Vietnam. Pada era Chatichai, paradigma lama itu justru ditinggalkan dan digantikan dengan kebijakan yang kooperatif, yaitu melalui kerjasama ekonomi. Langkah ini ditempuh Chatichai guna meningkatkan stabilitas keamanan wilayah dan kemakmuran negara Thailand. Perubahan kebijakan tersebut juga dilakukan dalam rangka mengantisipasi perubahan isu global pasta perang dingin.
Tujuan dari peneilitian ini adalah untuk menganalisis bentuk kebijakan Iuar negeri Thailand terhadap Vietnam, terutama dalam mengantisipasi perubahan sistem internasional pada periode menjelang berakhirnya perang dingin serta menganalisis kepentingan dan motivasi yang melatarbelakangi perubahan kebijakan luar negeri Thailand tersebut.
Permasalahan dicoba untuk dianalisa dengan menggunakan pemikiranpemikiran dari Rosseau, yaitu mengenai adanya faktor-faktor dan variabel-variabel yang mempengaruhi perumusan kebijakan luar negeri, sedangkan linkage theory-nya membahas mengenai keterkaitan yang erat antara faktor internal dan eksternal; Kegley dan Wittkopf mengenai komponen kebijakan luar negeri Snyder tentang adanya faktor subyektif dari sudut pandang para pembuat keputusan; dan Frankel serta David Easton mengenai pengaruh eksternal dalam memberikan output bagi kebijakan luar negeri suatu negara. Pembahasan permasalahan ini dilakukan melalui penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan dan internet, berupa data-data sekunder.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa perubahan kebijakan Iuar negeri Thailand dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Tekanan faktor internal didominasi oleh kepentingan ekonomi guna meningkatkan kemakmuran Thailand, sedangkan faktor eksternal merujuk pada perubahan pads isu global pasca perang dingin. Dalak kaitan ini, Perdana Menteri Chatichai Choonhavan menggunakan sektor ekonomi sebagai alat politiknya dalam rangka merubah kawasan Indochina dari medan perang menjadi medan pasar. Hal ini dilakukan mengingat Thailand telah berkembang menjadi negara industrialisasi Baru di Asia dan sebagai kekuatan ekonomi regional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Maria Renata
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap masalah nuklir Korea Utara, khususnya pada masa pemerintahan Clinton kedua dengan implementasi Kerangka Kesepakatan. Dalam hal ini, penulis ingin melihat bagaimana faktor eksternal, yakni dinamika politik keamanan di Semenanjung Korea dan faktor internal, yakni sikap Kongres AS terhadap isu nuklir Korea Utara mempengaruhi kebijakan luar negeri Clinton.
AS mempunyai kepentingan untuk mempertahankan wilayah Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Kapabilitas nuklir Korea Utara tidak hanya membahayakan kawasan regional dengan adanya kemungkinan perlombaan nuklir di Asia Timur; tetapi juga membahayakan rejim non-proliferasi internasional.
Pembahasan permasalahan tesis ini dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran : Russet dan Starr mengenai konsep kebijakan luar negeri; pemikiran Holsti mengenai pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap implementasi kebijakan luar negeri; dan pemikiran Kegly dan Wittkopf mengenai peranan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.
Hasil dan penelitian bahwa kebijakan luar negeri AS adalah mempertahankan kawasan Semenanjung Korea yang bebas nuklir dengan upaya meminimalisir ancaman yang ditimbulkan dengan keberadaan kapabilitas nuklir Korea Utara. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, Kerangka Kesepakatan merupakan upaya yang paling rasional untuk menangani isu nuklir tersebut. Baik Jepang dan Korea Selatan, sebagai sekutu-sekutu AS, maupun kalangan Kongres sebagai faktor politik domestik yang mempengaruhi implementasi Kerangka Kesepakatan, ternyata mendukung implementasi kesepakatan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malinton, Sylvia Shirley
"ABSTRAK
Lobby Yahudi merupakan mitos yang tak dapat dipungkiri kekuatannya dalam mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat (AS), terutama kebijakan luar negeri negerinya terhadap Timur Tengah. Lobby Yahudi dikenal sebagai lobby yang paling efektif dan disegani oleh para petinggi di Amerika Serikat serta memiliki pengaruhpengaruh yang kuat dalam sistim pemerintahan di AS, lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif maupun lembaga-lembaga non-pemerintah dan media massa.
Permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini adalah kekuatan lobby Yahudi dan pola hubungannya dengan pemerintahan George W.Bush sehingga berhasil mempengaruhi keputusan kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah, contohnya dalam kasus Invasi AS ke Irak.
Dalam menganalisa permasalahan, penulis menggunakan teori-teori, yaitu teori lobby dari Mc.Eneny yang mendefinisikan lobby dan aktivitas lobby sebagai upaya untuk mempengaruhi undang-undang atau kebijakan pada tingkat federal. Teori ini didukung oleh teori lobby menurut Richard Hall yang menekankan lobby sebagai bentuk subsidi yang membantu para pembuat keputusan dalam mempromosikan kepentingankepentingan anggota dan kelompok-kelompoknya. Teorinya juga memperhitungkan preference-centered lobbying dimana lobby dan kontribusi kampanye jarang mengubah posisi pembuat keputusan.
Menumt hipotesa penulis, Lobby Yahudi effektif mempengaruhi lingkungan eksekutif maupun legislatif Amerika Serikat, terbukti dengan keberhasilannya mempengaruhi keputusan kebijakan luar negeri pemerintahan George W.Bush, khususnya dalam meng "goal"kan Invasi Amerika Serikat ke Irak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan riset kepustakaan yang dilakukan melalui pengumpulan data dan infonnasi dari buku-buku, majalah, surat kabar, dan web-site. Dalam upaya memahami, penulis melihat perpasalahan dari perspektif masyarakat yang diteliti (verstehen). Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan kelompok etnis minoritas Yahudi dengan kekuatan "lobby" nya, penulis melampirkan data-data mengenai etnis Yahudi di Amerika Serikat sebagai data pendukung.

ABSTRACT
The Jewish lobby in America is like a myth that cannot be denied regarding its powerful influence on American Foreign Policy, mainly on the Middle East. The Jewish lobby is generally recognized and acknowledged as the most powerful, effective lobby in ' America. The Jewish lobby in America is widely respected by its leaders due to its huge influence on the U.S. government's political system - the Executive and Legislative branches as well as the mass media.
This research investigates the Jews' lobby powerful relationship with the United States Government under Bush Administration and their successful in influencing US foreign policy to the Middle East, in the case of the US invasion to Iraq.
In analyzing problems, I applied a theory of Lobby by Mc. Eneney which defines lobbying and lobbying activities as a weapon to influence the bills or policies to the highest federal level. This theory is supported by the theory of lobby by Richard Hall which is stressed to believe that lobby is a form of subsidy which helps to promote the interest of its constituents. This theory also considered as a preference centered lobbying in where lobby and contribution campaign rarely change positions in the decision making.
In my hypothesis, the Jews lobby is effective and powerful influence on executive and legislative branches of the United States Government proved by the success of influencing American Foreign Policy during George W. Bush Administration, especially in its goal to the US Invasion to Iraq.
This research applies qualitative methods based on library research from collected data and information from books, magazines, newspapers, journals, and websites. In order to identify and better understand the issues, the "Verstehen" method has been applied whereby the problem has been visualized from the perspective of the community that has been investigated. To measure the success of the Jewish minority with their lobby power, attached herewith is supportive data about Jews in the U.S.
"
2007
T 20510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
"Perubahan kebijakan luar negeri Polandia yang terjadi setelah berakhimya kekuasaan komunis di negara itu pada tahun 1990, merupakan suatu rangkaian yang tidak terlepas dari peristiwa domestik yang ditandai dengan adanya tuntutan-tuntutan ke arah perubahan. Peristiwa politik domestik yang sarat dengan berbagai tuntutan-tuntutan reformatif yang sekaligus telah memperpanjang dan menimbulkan krisis-krisis ekonomi dan politik di negara tersebut telah membuat Polandia berada dalam sebuah situasi yang sangat memprihatinkan. Situasi yang memprihatinkan ini dapat kita lihat dari munculnya instabilitas dalam bidang ekonomi dan politik. Dalam situasi yang demikian inilah, pemerintahan baru Polandia mencoba melakukan berbagai langkah-langkah tertentu agar negara tersebut dapat keluar dari krisis yang menimpanya, yaitu keluar dari instabilitas kehidupan ekonomi dan politik. Langkah-langkah perbaikan itu dilakukan lewat penggunaan kebijakan-kebijakan reformatif, baik pada level ekonomi maupun pada level politik, dan salah satu kebijakan itu dilakukan lewat instrumen kebijakan luar negeri.
Pilihan kebijakan luar negeri yang diambil oleh pemerintahan baru Polandia dalam rangka perbaikan-perbaikan kehidupan ekonomi politik domestik negara itu adalah dengan sikap dan pandangan yang "berkiblat ke Barat". Pilihan kebijakan luar negeri yang berkiblat ke Barat ini merupakan suatu sikap dan pandangan Polandia yang sangat berbeda dengan sikap dan pandangan luar negeri pada masa pemerintahan sebelumnya, yakni ketika negara itu masih di bawah kepemimpinan komunis. Sikap dan pandangan baru dari pemerintahan baru Polandia ini dapat kita lihat pada orientasi kebijakan kebijakan luar negerinya. Orientasi kebijakan itu adalah keinginan yang kuat dari pemerintah baru Polandia untuk bergabung dengan NATO dan UE. Orientasi pilihan ini dilakukan dengan tujuan mempercepat pencapaian keinginan-keinginan dometik tadi yang pada dasarnya adalah sekaligus menjadi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Kemudian untuk tujuan ini., pemerintahan baru Polandia telah melakukan berbagai persiapan-persiapan, yaitu persiapan yang disesuaikan dengan keinginan-keinginan Barat itu sendiri (NATO dan UE). Kebijakan luar negeri Polandia yang menempatkan Barat sebagai orientasi pilihannya ini tentulah dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan. Pertimbangan utama dari pengambilan sikap dan pandangan ke Barat ini adalah !arena alasan-alasan ekonomi dan politik serta untuk memperoleh jaminan keamanan. Dengan demikian, dalam pandangan Polandia, Barat adalah satu-satunya pihak yang mampu mengembalikan kondisi instabilitas domestiknya tadi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahfudin
"Tesis ini mencoba membahas perubahan kebijakan luar negeri Libya terhadap Amerika Serikat. Hubungan antara Libya dan Amerika Serikat pada awal masa pemerintahan Muanunar Qadhafi memburuk. Libya-AS terlibat konflik. Konflik Libya-AS mengalami eskalasi. AS menyerang Libya dengan embargo dan sanksi-sanksi lewat PBB.
Libya mengalami kerugian di berbagai sektor akibat embargo AS dan sanksi PBB itu. Libya terkucil di dunia internasional. Runtuhnya rezim Taliban dan Saddam Hussein merupakan salah satu faktor terjadinya perubahan kebijakan politik luar negeri Libya terhadap Amerika yang dulu anti-Barat kini menjadi mitra kerjasama. Akhirnya pada tanggal 28 Juni 2004, Amerika Serikat juga membuka kembali hubungan diplomatiknya dengan Libya, menyusul dicabutnya embargo dan sanksi PBB atas Libya pada bulan September 2003.
Untuk menganalisa perubahan kebijakan Libya tersebut penulis menggunakan teori perubahan politik dan kepentingan nasional. Menurut J.Barry Jones perubahan dapat dilihat dari 1. Adanya perubahan pada kuantitas dan kualitas, 2. Adanya faktor penyebab, baik simple Causality maupun Systemic dynamics, dan 3. Adanya perbedaan antara konsep sudut pandang perubahan bagi aktor dengan konsep sudut pandang perubahan di mata para analis.
Faktor lain, Libya melakukan modernisasi dan liberalisasi. Maka, tidak ada alasan bagi AS untuk menolak Libya bergabung di dunia internasional. Ditambah dengan kebijakan-kebijakan Libya dalam hal persenjataan dan terorisme yang akomodatif dan kompromis. Hal ini berkaitan dengan keinginan Libya untuk menghilangkan berbagai hambatan politik yang disebabkan oleh program persenjataan, dan tuduhan-tuduhan serta stereotip negatif yang dituduhkan AS pada Libya.
Adapun untuk menganalisa permasalahan faktor-faktor perubahan kebijakan Libya tersebut penulis menggunakan model kepentingan nasional (national interest) yang dikemukakan oleh Hans J. Morgenthau, James N. Rosenau dan George F. Kennan. kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, bahwa semua kebijakan luar negeri cenderung cocok dengan dan merefleksikan salah satu dari tiga pola aktivitas; memelihara keseimbangan, imperialisme, dan politik prestise.
Kedua negara mendorong perubahan hubungan ke arah kerjasama. Libya menghendaki survive, citra positif dan tidak mau mengalami nasib serupa Irak. Sedangkan kepentingan politik luar negeri AS dalam hal ini adalah kekuasaan, dan suplai pasokan minyak ke AS terjamin.
Adapun tipe penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan sifat penelitiannya adalah case study.

This thesis tries to extend a change of foreign policy of Libya toward United States of America. The relationship between Libya and USA was deteriorates in the early a period of Muammar Qadhafi government. Libya and USA involved a conflict it was escalate. USA attacked Libya with embargo and sanctions trough out United Nations.
Libya gets misfortune in all field caused USA embargo and the sanctions of PBB. Libya was isolated from sight of world. The determination of Taliban and Saddam Hussein caused Libya to change its foreign policy toward USA, from No-Western nowadays open to become closer partner. Finally on 28 of June 2004, USA reopened his relationship with Libya, and decides to cut in touch UN embargo and sanction to Libya on September 2003.
To analyses the change of it's policy, the writer uses politic change and national interests theory. According to Barry Jones analyses, that the change of its policy can be seen from three views; because of quantity and quality change. 2. Cause of Simple Causality and systemic dynamic theory and 3- Existence of different among change viewpoint concept to actor with change viewpoint concept in sight of each analysis.
USA and Libya relation increase while modernization in Libya occurs, no reason for America to refuse Libya joining in International World. When Libya is ready with it's own accommodation in weapons and suspected as terrorism country, the matter relates to desire of Libya to eliminate various resistance of politic and it's damage images.
For analyzing the factors of relationship change of Libya and USA, the author uses the model of national interest that have been told by Hans J, Morgenthau, James N Rosenau and Goerge F Kerman. National interest each country is running after the power, all abroad policy tends compatible and reflect one of three pattern of activities; looking after balance, prestige politic and imperialism.
Both countries push a change of relation up to cooperation. Libya wishes survive, positive image and don't want to suffer as Iraq. But USA policy hopes as diplomacy victory. Then USA consortiums oil able to supply more.
The type of this research is qualitative using method of collecting data trough out study of literatures and it's characteristic of research is study case.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hermawan
"Krisis nuklir Iran berawal ketika pada Agustus 2002, Dewan Nasional Perlawanan Iran, oposisi pemerintah Iran yang berada di pengasingan, melaporkan tentang adanya fasilitas pengayaan uranium di Natanz dan fasilitas air berat di Arak. Dalam perkembangan selanjutnya, pada Januari 2006 Iran melepaskan segel IAEA dan memulai penelitian bahan bakar nuklir yang kemudian dilanjutkan dengan pengayaan uranium.
Di sisi lain, pasca tragedi 11 September 2001, Amerika Serikat melakukan revisi mendasar tentang strategi keamanan nasionalnya yang tercermin dengan diadopsinya konsep preemption dan prinsip unilateralism dalam National Security Strategy (NSS) 2002. NSS 2002 merupakan justifikasi bagi Amerika Serikat untuk bertindak secara proaktif dengan menyerang negara lain yang dianggap membahayakan keamanan nasionalnya sebelum negara tersebut menyerang AS. Implikasi dari kebijakan tersebut dapat dilihat dari agresi dan invasi militer AS di Afghanistan dan Irak.
Kebijakan luar negeri AS terhadap krisis nuklir Iran dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi dinamika politik domestik Amerika Serikat yang secara signifikan mempengaruhi kebijakan terhadap krisis nuklir Iran, sedangkan faktor eksternal merupakan konstelasi politik internasional yang dominan.
Beberapa faktor internal adalah: National Security Strategy 2002, kepentingan strategis (minyak) AS di kawasan Teluk, perubahan persepsi publik AS tentang ancaman dan keamanan nasional, serta menguatnya peran Presiden AS dalam menentukan kebijakan luar negeri AS. Sementara itu untuk faktor eksternal, ancaman terhadap keamanan Israel, serta kebangkitan politik Islam di Timur Tengah merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh AS.Tesis ini mencoba menganalisa faktor strategis yang mendasari kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap krisis nuklir Iran pada masa pemerintahan George Walker Bush, terutama pasca dirumuskannya NSS 2002.

Iran's nuclear crisis began in August 2002, when Board of Iran National Resistance, oposition of Iran Government, denounced evidence of uranium enrichment facility in Natanz and heavy water reactor in Arak. In January 2006 Iran broke IAEA seal and started research on nuclear fuel, followed with uranium enrichment activity.
On the contrary, post of 9/11 aftermath, US revised her fundamental national security, which reflected on adopting concept of preemption dan unilateralism into National Security Strategy (NSS) 2002. NSS 2002 acts as justification for US Government to take any necessary and proactive measure by attacking countries which endanger US interests. Transformation of US national security brings implication of military target and use of force abroad which can be obviously seen in Iraq and Afghanistan invasion.
US foreign policy towards Iran's nuclear crisis is affected by many internal and external factors. Internal factors are characterized by national politics which have significant influence to perception of decision maker, while external factors attribute to dominant international politics.
Some of internal factors are: National Security Strategy 2002, US interests (oil) in gulf, changing of US public opinion on threat and national security, and role of US President in guiding foreign policy. External factors are Israel's national security point of view, and the rise of political Islam in Middle East The thesis tries to analyze strategic factors of US foreign policy responding to Iran's nuclear crisis during George Walker Bush administration, mainly after NSS 2002."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S8093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Verona
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri AS terhadap Jepang pada era pasca Perang Dingin, khususnya masa Clinton I, dengan memfokuskan pada aliansi keamanan AS-Jepang dan upaya AS mempertahankan komitmennya di kawasan Asia Pasifik. Dalam hal ini penulis menggunakan negara sebagai unit analisa. Tesis ini sangat menarik bagi penulis karena yang dianalisa adalah kebijakan dan perilaku politik AS dan Jepang - dua negara besar di dunia.
Kelangsungan aliansi AS-Jepang penting bagi kawasan. Dalam pandangan AS, aliansi keamanan AS-Jepang adalah kuat dan penting, namun untuk terus menjaga tercapainya kepentingan nasional bersama, aliansi tersebut harus terus berkembang. Khususnya untuk kawasan Asia Timur, AS mencari bentuk aliansi yang dapat terus menjadi insurance policy, yaitu menyediakan pertahanan bagi Jepang dan menjamin stabilitas di Asia Timur dan dapat bertindak sebagai investment policy yaitu dalam hal meningkatkan kontribusi bagi stabilitas regional dan keamanan global. Dalam kaitan ini, ada dua faktor yang mempengaruhi aliansi keamanan AS-Jepang yaitu perubahan pada lingkungan strategis kedua negara dan persepsi yang berbeda dalam berbagi beban, tanggung jawab dan kekuatan diantara mereka.
Pembahasan permasalahan ini dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran. Dengan menggunakan pendapat Hanrieder yang mengaitkan kebijakan luar negeri dengan sasaran yang hendak dicapai, teori Lentner mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi suatu kebijakan, pendapat Newsom mengenai cakupan politik Iuar negeri, pendekatan sistem politik Almond, teori Kegley dan Wittkopf dan Holsti mengenai komponen kebijakan luar negeri, teori yang dikemukakan oleh Rosenau mengenai variabel yang mempengaruhi formulasi politik luar negeri dan tujuan jangka panjang suatu politik luar negeri, pendapat Gross mengenai kepentingan nasional suatu negara, konsep keamanan Buzan, dan pandangan Viotti dan Kauppi mengenai negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional, penulis mencoba membahas permasalahan tersebut.
Hasil dari penulisan ini adalah bahwa upaya AS untuk tetap mempertahankan komitmen dan keberadaan militernya di kawasan Asia Pasifik dipengaruhi oleh tarik menarik antara dua faktor, yaitu perubahan persepsi ancaman keamanan eksternal AS dan perubahan sistem internasional pasca Perang Dingin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Gunawan
"Dalam tesis ini, penulis bermaksud menjelaskan "Kebijakan Luar Negeri Jepang terhadap Asia Tenggara pada Era Fukuda (1976-1978)". Tema ini amat menarik penulis mengingat kebijakan luar negeri terhadap Asia Tenggara yang diformulasikan oleh Perdana Menteri Jepang, Takeo Fukuda beserta para pembantunya merupakan dasar hubungan antara Jepang dengan ASEAN sebagai organisasi regional. Di samping itu, penulisan ilmiah mengenai proses pembuatan kebijakan luar negeri Jepang terhadap Asia Tenggara dengan menggunakan analisa kognitif terhadap aktor-aktor birokrasi maupun politisi amat jarang ditemukan. Sebagian besar studi mengenai kebijakan luar negeri Jepang lebih menekankan pada aspek implikasi kebijakan maupun strategi negosiasi.
Dengan menggunakan kerangka pemikiran Allison mengenai pendekatan bureaucratic politics, tipologi hubungan antara politisi dan birokrat dari Yasunori Sone dan kerangka teori Coplin mengenai bureaucratic influencer pada proses pengambilan keputusan, penulis mencoba menguraikan proses pembuatan kebijakan luar negeri Jepang terhadap Asia Tenggara. Ditunjang oleh teori kognitif Harold dan Margareth Sprout, Steinbruner serta Goldman mengenai, ideo-sinkretik, penulis menganalisis karakter individual para aktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan luar negeri Jepang tersebut.
Tesis ini merupakan penelaahan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data penelitian diperoleh melalui pengumpulan data kepustakaan serta data yang berasal dari otobiografi dan dokumen resmi pemerintah Jepang.
Hasil penelitian terhadap proses pembuatan kebijakan era Fukuda menunjukkan bahwa keberhasilan formulasi kebijakan dimaksud dipengaruhi oleh hubungan yang erat antara para birokrat dari Kementrian Luar Negeri Jepang (Gaimusho) dengan para politisi, khususnya Perdana Menteri Takeo Fukuda. Dapat dikatakan bahwa pola pembuatan kebijakan politik luar negeri Jepang bersifat elitis yang merupakan hasil kerjasama antara politisi dan birokrasi. Salah satu manfaat yang dapat dipetik dengan membaca tesis ini adalah proses rekrutmen birokrasi maupun politisi yang baik pada sistem birokrasi dan sistem politik dapat menghasilkan birokrat dan politisi yang profesional dan berkualitas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahrun Mubarok
"Konflik panjang Libia-Barat, terutama Amerika Serikat, pada akhirnya usai juga. Setelah bersikap anti Barat selama tiga dekade, Libia di tahun 1999 menunjukan sikap kebalikannya. Libia menjadi kooperatif dan bersedia menaati tuntutan-tuntutan Barat. Mulai dari kesediaannya bertanggung jawab atas segala kerugian akibat serangkaian aksi pengeboman yang dituduhkan kepadanya, Libia juga bersedia melucuti senjata pemusnah massal yang dimilikinya.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk meneliti alasan perubahan kebijakan luar negeri Libia tersebut. Dalam tesis ini diuraikan apa-apa yang menjadi tujuan-tujuan dan faktor-faktor pendorong mengapa Khadafi menjadi bersikap kooperatif terhadap Barat.
Penulisan tesis ini menggunakan pendekatan "kualitatif" dengan metode "studi kasus". Kerangka pemikiran dibangun dengan menggunakan teori pembuatan kebijakan luar negeri yang ditulis oleh para pakar politik seperti David Easton, William D. Coplin, James N.Rosenau, K.J. Holsti, dan lain-lain.
Hasil dari penulisan ini adalah bahwa faktor ekonomi dan keamanan nasional merupakan alasan dan tujuan utama perubahan Kebijakan Luar Negeri Libia terhadap Barat.
Membaiknya hubungan Libia-Barat akan berimplikasi terhadap perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan politik domestik Libia, dan berpengaruh pada perubahan konstelasi politik Timur Tengah.

The long conflict of Libya with the West, particularly with the United States, finally ended. Libya in 1999, started to show cooperative attitudes toward them. Starting with its readiness to extradite the two Libyan suspects of Lockerbie explosion, Libya has also shown greater docility with a view above all to reaching the settlement with the West over dompensation to the families of the victims of Pan Am 103, UTA Flight, and Berlin explosion. In 2003, Libya agreed to dismantle its weapons of mass destruction (WMD).
The purpose of this research is to understand the reasons for shift in Libyan foreign policies towards the West. It is trying to find out the influential factors and the objectives of its being cooperative with them.
This research is based on "qualitative approach" with "case-study method". David Easton, William D. Chaplin, K.J. Holsti, etc analyze the secondary data with the theoretical frame of foreign policy making written.
The result shows that the economic reasons and national security are the main factors and the objectives of Libyan change in foreign policies.
With the improving relation between Libya and the West, there will be significant changes in Libyan condition of economy, society, and politics. It will also influence the Middle East Politics.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>