Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eli Sulistiawati
"Seperti diketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Oleh sebab itu produk-produk alat dan mesin pertanian sangat dibutuhkan. Tetapi kenyataan yang dihadapi industri Alsintan belum sepenuhnya berkembang untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini dikarenakan dari segi demand daya beli petani sendiri lemah tetapi dari segi supply belum mampu bersaing dengan produk-produk impor. Dengan demikian kendala yang dihadapi industri Alsintan adalah masalah daya saing. Oleh sebab itu perlu adanya strategi bagaimana meningkatkan daya saing agar produk lokal mampu bersaing dengan produk impor.
Adapun pendekatan dalam rangka strategi peningkatan daya saing industri Alsintan pembahasannya menggunakan Diamond Porter. Setelah melakukan pembahasan dengan menggunakan Diamond Porter maka dibuat formulasi strategi, lalu ditentukan skala prioritasnya dengan menggunakan Analytical Hierachy Prosess (AHP) yang terdiri dari tingkatan fokus, aktor, faktor, tujuan dan langkah-langkah strategi. Berdasarkan perhitungan AHP diperoleh bahwa strategi peningkatan daya saing ditingkat aktor skala prioritas terbesar adalah industri Alsintan dalam pengertian bahwa industri tersebut harus mampu menghasilkan produk yang berdaya saing. Sedangkan di tingkat faktor bahwa peran pemerintah menjadi prioritas utama. Di tingkat tujuan bahwa penciptaan pasar dalam negeri menjadi prioritas utama dan akhirnya langkah-lahgkah strategi yang jadi prioritas adalah mengembangkan litbang dalam rangka rekayasa dan rancang bangun serta mengembangkan keterkaitan antar industri.
Untuk mewujudkannya peningkatan daya saing industri Alsintan diperlukan kerjasama diantara lembaga-lembaga seperti pihak industri, perbankan, pemerintah, balitbang, serta perguruan tinggi. Disamping itu perlu adanya kesinambungan antara perencanaan strategi, pelaksanaan dan evaluasi, sehingga dapat melakukan perbaikan yang terus menerus. Akhirnya perlu adanya forum dialog antara pihak asosiasi industri Alsintan, pemakai, pemerintah serta lembaga-lembaga terkait sebagai jembatan menciptakan peningkatan daya saing industri Alsintan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Trilaksana
"Pembangunan Pertanian mulai dilaksanakan sejak tahun 1969 bersamaan dengan pelaksanaan Repelita I. Pembangunan pertanian dilaksanakan dengan adanya gerakan Revolusi Hijau, dimana di Indonesia pelaksanaan Revolusi Hijau itu lebih dikenal dengan gerakan Bimas yang berintikan tiga komponen pokok yang meliputi; pertama, penerapan teknologi baru pertanian yang dikemas dalam pelaksanaan program Panca Usaha Tani dalam proses produksi yang harus dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya, kedua, kebijakan harga yang ,dilakukan oleh pemerintah baik yang berupa kebijakan harga untuk saprodi maupun harga hasil produksi (harga dasar gabah), ketiga, kebijakan untuk memberikan kredit yang lunak untuk membantu para. petani mendapatkan saprodi yang di perlukan dan juga pembangunan sarana dan prasarana produksi terutama di daerah pedesaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan penerapan teknologi pertanian yang dikemas dalam program Panca Usaha Tani ini dan adanya perubahan dalam sistem penyakapan tanah atau sistem bagi hasil di Kabupaten Ponorogo.
Pelaksanaan program Bimas memang secara nyata telah berhasil untuk meningkatkan hasil produksi pertanian terutama padi, dimana dengan pelaksanaan program Panca Usaha Tani tersebut telah membawa negara Indonesia berswasembada pangan pada tahun 1984. Namun demikian penerapan teknologi pertanian baru yang berupa penerapan Panca Usaha Tani itu ternyata juga banyak membawa akibat yang kurang menguntungkan terutama bagi petani kecil yang hanya memiliki lahan sempit atau petani yang tidak mempunyai lahan sama sekali yang pada umumnya sebagai petani penggarap bagi hasil. Hal ini disebabkan karena ternyata teknologi pertanian baru itu semuanya harus dibeli, baik bibit unggul, pupuk maupun obat﷓obatan kimiawi yang harganya relatif cukup mahal. Penerapan teknologi pertanian baru juga telah membawa perubahan cara bertani yang tradisional, dan menggeser adanya kerja gotong-royong, sistem panenan dari pemberian bawon ke sistem tebasan yang semuanya lebih bersifat rasional dan ekonomis.
Penerapan teknologi baru pertanian juga telah mengakibatkan semakin bergesernya fungsi, arti serta nilai awal yang terkandung dalam sistem penyakapan tanah, yang pada mulanya lebih bersifat untuk menjaga harmoni sosial desa, dengan cara saling membantu antara petani kaya dengan petani miskin yang tidak berlahan atau berlahan sempit yang berperan sebagai petani penggarap. Sistem penyakapan bagi hasil yang mencerminkan adanya hubungan yang saling membantu yang terlihat dalam sistem bagi hasil maro dengan hak dan kewajiban yang sama antara pemilik tanah dan penggarap telah berubah menjadi sangat bervariasi sekali. Di kabupaten Ponorogo sistem penyakapan tanah dengan pola maro itu setelah diterapkannya teknologi pertanian baru telah banyak yang bergeser menjadi sistem bagi hasil dengan pola mertelu atau mrapat yang cenderung sangat merugikan petani penggarap. Hal itu disebabkan karena para petani penyakap tersebut merasa tidak mampu lagi untuk berperan serta dalam membiayai proses produksi pertanian yang semakin mahal. Oleh karena itu para petani kaya pada saat sekarang dianggap kikir, karena segala sesuatunya serba dipertimbangkan secara rasional dan ekonomis bukan berdasarkan pertimbangan sosial lagi.
Untuk meningkakan kesejahteraannya, maka banyak dari anggota keluarga petani miskin yang lahannya sangat sempit dan petani penyakap kemudian melakukan migrasi keluar negeri dengan menjadi Tenaga Kerja di luar negeri (baik TKI maupun TKW), yang kemudian dengan modal yang diperolehnya mereka akan membuka usaha diluar sektor pertanian, misalnya; membuka toko makanan, menjadi pedagang gabah, pedagang ayam, membeli mobil omprengan baik mobil angkutan barang maupun angkutan penumpang umum, membuka wartel, membuka bengkel, membuka usaha penggergajian, membuka usaha penggilingan padi dan wiraswasta industri rumah lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T10937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhada
"Pada dasarnya proses panen padi dapat dilakukan melalui dua macam cara, yaitu melalui cara tradisional dan menggunakan mesin perontok padi tipe stasioner. Mengingat adanya beberapa jenis lahan, maka kedua cara tersebut dirasa belum maksimal, sehingga perlu dilakukan perancangan dan pengembangan produk mesin pemanen padi (combine) portable. Mesin ini mempunyai kemampuan kerja merontokkan bulir padi dari batangnya dan sekaligus dapat menebang batang padi tersebut Oleh karena itu untuk mewujudkan proses panen padi dengan menggunakan mesin yang dimaksud, telah dilakukan perancangan dan pengembangan produk mesin pemanen padi (combine) portable dengan menggunakan metode Karl T. Ulrich. Metode ini melalui beberapa tahapan, yaitu : Identifikasi kebutuhan konsumen, penyusunan dan pemilihan konsep rancangan produk, pengujian konsep serta penegasan spesifikasi produk, melakukan rancangan proses manufaktur, pembuatan prototipe dan uji lapangan. Adapun uji lapangannya terdiri dari : uji banding terhadap proses panen dengan cara tradisional/uji unjuk kerja (performance), uji verifikasi, uji pelayanan (handling) dan uji beban berkesinambungan (continuous loading). Disamping itu juga telah dilakukan analisa ekonomi teknik dan manajemen pengembangan produk, untuk mengetahui kelayakan ekonomis serta waktu yang diperlukan dalam perancangan dan pengembangan produk mesin tersebut.
Dari hasil perhitungan perancangan dan uji lapangan serta analisa ekonomi diperoleh spesifikasi prototipe mesin pemanen path (combine) portable sebagai berikut : tinggi = 800 mm, Panjang = 1100 mm, lebar = 340 mm, Kapasitas lapang = 140 jam 1 ha, Tingkat kehilangan bulir padi = 5 %, Tingkat kebersihan bulir padi = 92,5 %, Ehsiensi perontokkan bulir padi = 95 % dan Harga pokok produksi per-unit prototipe sebesar Rp. 3.186,500,- dengan harga $ 1 = Rp. 9000, serta lama waktu perancangan dan pengembangan produk adalah 25 minggu.

Basically, the process of harvesting rice can be done in two methods. That is, it can be done traditionally and by using a huller of stationer type. Considering that there are various kinds of soil, so both of the methods are regarded as un- maximal ones, then it is necessary to set up plans and to develop an industry of machines for harvesting rice ( combine portable). The machines must have the capacity of work for dropping grains of rice off their stalks and chopping down the stalks as well. Therefore, to bring such process of harvesting rice by using that machine into reality, the production of machines for harvesting rice have been designed and developed ( combine portable) by using the method of Karl T. Ulrich. This method is subjected to several steps, namely : the identification of consumers' need, arranging and choosing the concept of product design, examining the concept, affirmation of product specification, carrying out the concept of process of manufacturing, making a prototype and field trial for the prototype. As for the field trial, it consists of : comparing test/performance test between the process of harvesting crops by using traditional method and this prototype, verification test, handling test and continuous loading test. In addition, the engineering economic analysis and the management of product development have been carried out to find out economic feasibility and the length of time which is needed to design and to develop the production of such machine as well.
From the result of calculation of designing and product trial, economic analysis as well the specification of the prototype ( combine portable)it is found as follows : the height = 800 mm, the length - 1100 mm, the width = 340 mm, the field capacity = 151 hour/hectare, the degree of grains loss = 5%, the degree of grain cleanliness = 97%, the efficiency in dropping-off of grains 92.5%. and the cost of goods manufactured per unit of prototype is Rp. 3,186,500 ( with currency rate ~1 = Rp.9000, time consumed for manufacturing and developing the product is 25 weeks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T10803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smith, Harris P. (Harris Pearson)
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990
631.3 SMI ft
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syahresmita
"ABSTRAK
Industri pengolahan rotan sangat diharapkan menjadi salah satu tumpuan sumber penerimaan devisa bagi Indonesia. Melihat dari sumber daya hutan (rotan) dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki Indonesia, produk barang jadi rotan dapat dikatakan mempunyai keunggulan komparatif dipasar internasional, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk barang jadi rotan Indonesia, namun daya saing tersebut cenderung semakin menurun. Dalam era globalisasi setiap perusahaan dituntut untuk meningkatkan daya saingnya. Untuk itu perlu adanya strategi yang tepat dalam rangka peningkatan daya saing industri pengolahan rotan Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daya saing produk barang jadi rotan Indonesia dipasar internasional, mengetahui peran pemerintah dan memberikan alternatif strategi peningkatan keunggulan daya saing industri pengolahan rotan Indonesia.
Identifikasi daya saing produk barang jadi rotan Indonesia dilakukan melalui perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA); sedangkan penentuan strategi peningkatan keunggulan daya saing industri pengolahan rotan Indonesia menggunakan teknik Proses Hirarki Analitik dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan bersaing menurut Diamond Porter's.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang lebih berperan dalam peningkatan keunggulan daya saing industri pengolahan rotan adalah: kondisi permintaan, diikuti secara berurutan oleh faktor kondisi; industri terkait dan pendukung; strategi; struktur dan persaingan; kebijakan pemerintah dan kesempatan/peluang. Pelaku yang diharapkan dapat lebih berperan aktif dalam peningkatan keunggulan daya saing industri pengolahan rotan Indonesia adalah industri, diikuti oleh pemerintah, lembaga keuangan/ perbankan, industri pemasok, asosiasi, negara tujuan ekspor dan negara pesaing.
Sedangkan alternatif strategi yang lebih diprioritaskan adalah penciptaan iklim usaha kondusif, diikuti oleh peningkatan promosi dan informasi pasar serta penguatan keterkaitan aktivitas dalam rantai nilai, walaupun bobot setiap alternatif strategi tidak jauh berbeda."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kitty Haurissa
"Industri mebel merupakan industri pengolahan kayu hilir yang bernilai tambah tinggi dan merupakan industri padat karya. Dengan semakin menurunnya daya dukung hutan maka industri pengolahan kayu diarahkan pada industri yang bernilai tambah tinggi. Untuk meningkatkan perolehan devisa maka pengembangan industri mebel diarahkan selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga untuk ekspor. Namun apabila dilihat dari perdagangan produk mebel di pasar dunia, share Indonesia masih sangat kecil padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan dalam upaya meningkatkan peranan industri mebel dalam penerimaan devisa negara maka perlu dilakukan penelitian mengenai daya saing industri mebel Indonesia.
Tujuan dan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk memperoleh gambaran mengenai posisi industri mebel Indonesia dalam perdagangan internasional, (2) Untuk menentukan prioritas faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penyusunan strategi pengembangan industri mebel Indonesia, (3) Untuk menentukan alternatif strategi dalam upaya peningkatan daya saing industri mebel dalarn meningkatkan devisa.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan melalul pengkajian literatur (pengkajian konsep-konsep yang relevan) dan melalui wawancara dengan para pakar. Untuk mengetahui posisi industri mebel Indonesia di pasar dunia, digunakan Metode Revealed Comparative Advantage (RCA.), sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan daya saing digunakan ?diamond? Porter, dan untuk menetapkan strategi yang akan diterapkan menggunakan model Proses Hirarki Analitis (PHA) dengan
program komputer ?Expert Choice Version 7,0.
Dari perhitungan yang dilakukan, ternyata untuk produk mebel dengan SITC 8215 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dengan index RCA sebesar 2,01. Faktor-faktor penentu daya saing berdasarkan urutan prioritasnya adalah faktor kondisi, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, strategi, struktur, persaingan industri, peluang dan kebijakan pemerintah.
Alternatif strategi peningkatan daya saing industri mebel Indonesia berdasarkan urutan prioritasnya adalah (1) peningkatan penguasaan teknologi dan kemampuan
sumber daya manusia, (2) peningkatan peran kelembagaan promosi ekspor dan (3) penciptaan iklim usaha yang kondusif. Strategi yang direkomendasikan untuk peningkatan daya saing industri mebel adalah peningkatan penguasaan teknologi dan kemampuan SDM karena mempunyai bobot penilaian tertinggi yaltu 0,346.
"
Depok: fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sulistiawati
Yogyakarta: Kanisius, 1987
694 DOD t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sulistiawati
Yogyakarta: Kanisius, 1995
694 DOD m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Kajian ini bertujuan untuk (1) Mengkaji tingkat perkembangan berbagai tipologi industri pertanian ;(2) mengindentifikasi permasalahan dlm peningkatan sistem pelayanan agribisnis dlm mendukung pengembangan industri pertanian dan (3)Menyusun strategi pengembangan industri pertanian melalui penguatan sistem pelayanan agribisnis. Industri pertanian skala kecil dan rumah tangga relatif banyak jumlahnya, namun berperan besar dlm penyerapan tenaga kerja, sementara nilai tambah yg diperoleh relatif kecil dibandingkan dengan industri besar dan sedang.Hasil kajian menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas ubikayu, nenas, pisang dan kopi umumnya dilakukan secara sederhana sampai semi intensif. Dari analisis usahatani menunjukkan bahwa R/C dari empat komoditas tersebut berkisar antara 1,81 - 6,71, artinya tingkat penerimaan usahatani mencapai 1,81 - 6,71 dr total biaya yg dikeluarkan. Keempat komoditas di atas merupakan bhn baku industri pengolahan pd industri skala kecil dan rumahtangga, namun komoditas tsb sebagian besar hanya dipasarkan dlm bentuk segar. Hal ini antara lain disebabkan :(1) Pelaku industri pengolahan belem mampu mengakses pasar secara baik (2)Keterbatasan ketrampilan dan modal (3) penyuluhan masih bias ke usaha budidaya. Pada umumnya industri pengelohan masih berskala kecil, kecuali komoditas kopi. namun usaha kelompok terbentuk blm merupakan kelompok usaha bersama yg tumbuh secara mandiri sebagai suatu kebutuhan efisiensi usaha. Secara umum R/C industri pengolahan empat komoditas tsb berkisar antara 1.02 -2.03 artinya tingkat penerimaan usaha tani mencapai 1,02-2,03 dr total biaya yg di keluarkan. Untuk pengembangannya telah mulai dirintis kemitraan usaha dlm pemasaran hasil olahan, walaupun masih relatif terbatas. kemitraan usaha dpt memperpendek rantai peamasaran dan kepastian pemasaran hasil. Peranan subsistem pelayanan, seperti lembaga pembiayaan, penyuluhan dan penunjang lainnya masih relatif terbatas. Untuk itu kebijakan dan strategi yg dikembangkan diarahkan untuk : (1) Peningkatan akses pelaku agribisnis terhadap pembiayaan usaha agribisnis, (2) Peningkatan akses terhadap informasi pasar (3)Memperceapat penyampaian inovasi teknologi pertanian ke pelaku agribisnis, (4)Peningkatan kapasitas usaha pealaku agribisnis dan mutu produk, serta (5)Penguatan lembaga penyuluh pertanian."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iswandi
"Penggunaan mesin deteksi ulir & packing selama ini mengakibatkan filter menjadi reject/rework. Filter reject/rework tersebut dibagi menjadi tiga jenis yaitu : sablon rusak, cat rusak dan body penyok. Setelah dilakukan penelitian dilapangan, ternyata ada dua faktor yang menjadi penyebab filter reject/rework yaitu : kapasitas mesin yang tidak sama sehingga mesin overload dan sistem rnekanik dari mesin deteksi ulir sendiri. Dari permasalahan tersebut dilakukan perancangan mesin deteksi ulir & packing baru untuk menyempumakan mesin deteksi ulir & packing sebelumnya. Desain dikembangkan dari dua faktor penyebab filter reject, prinsip kerjanya masih menggunakan sistem yang lama. Ada empat modiiikasi yang clibuat dimesin baru yaitu : mesin deteksi ulir digabung dengan oven pengering, mesin mengatur incoming filter, rod transfer dibuat atas dan bawah, clamp centering menggunakan sistem roll. Dengan pembuatan mesin sistem mekanik baru hasil modifikasi diharapkan, filter reject /rework bisa berkurang, kelebihan yang lain harganya lebih murah, hanya 44% dari harga mesin sebelumnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S37838
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>