Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156933 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Setiadi
"Peningkatan kompetensi karyawan sekarang menjadi isu penting bagi perusahaan untuk menjaga kemampuan berkompetisi guna menghadapi tantangan bisnis dalam era perdagangan babas yang akan segera datang. Undang-undang Ketenagalistrikan (baru) akan mengatur kompetisi antar pelaku bisnis tenaga listrik seperti PT PLN (Persero), swasta, termasuk koperasi dan BUMN yang lain. Melalui pembahasan bersama institusi terkait, maka Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral secara bertahap mempersiapkan standarisasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan.
Analisis kompetensi K3 pada Pengawas kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero) bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kompetensi K3 pada Pengawas pada beberapa Unit pengelola instalasi yang dipilih untuk melakukan penelitian yang dapat mewakili kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero), sekaligus untuk menggambarkan tingkat kompetensi pada kegiatan pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik.
Dengan menggunakan referensi elemen kompetensi dan kriteria unjuk kerja dari kompetensi K3 umum (generik) untuk Pengawas (NOHSC, Australia) sebagai instrumen penelitian, dilakukan wawancara kepada para Pengawas serta kuisioner kepada para Pelaksana, kelompok kerja pengelola instalasi dan kepada para Pejabat pengelola instalasi, diperoleh bahwa rata-rata tingkat kompetensi K3 pada Pengawas kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero) dapat diklasifikasikan antara "rendah" sampai "kurang dari cukup", di mana pada kegiatan pembangkitan lebih baik dari pada kegiatan transmisi dan pada kegiatan transmisi lebih baik dari pada kegiatan distribusi.
Saran pembinaan untuk meningkatkan kompetensi dengan menambah wawasan pengetahuan, ketrampilan dan sikap K3 pada Pengawas, keharusan terdapatnya komitmen yang kuat terhadap K3 dari top manajemen (dukungan manajemen) dan memperhatikan tempat kerja (tantangan kegiatan atau pengaruh lingkungan).

The Analysis on Occupational Safety and Health Competency for Supevisor of Electric Energy Supply in PT PLN (Persero)
Employee competency improvement is now becoming the important issues for corporations to maintain its competitive ability to meet business challenges for incoming free trade era. The (new) Electricity Act regulates the competition of electricity business players such as PT PLN (Persero), the private sector including ccoperative and other state owned corporations. Through agreements with related institutions, The Department of Mine and Energy is progressively set the standards to be used for technician competencies in electricity.
The analysis on occupational health and safety (OHS) competency for Supervisor of electric energy supply in PT PLN (Persero) aims at identifying the competency level of OHS of Supervisors in a number of units chosen to investigate matters that may represent the activities of electricity supply in PT PLN, while also describing the competency levels in electricity generation, transmission and distribution.
With reference to the competency elements and performance criteria for generic OHS c^mnPfencies for Supervisors (NOHSC, Australia) as research tool, interviews were conducted with Supervisors and questionnaires were given to Working groups who directly in charge for instalation maintenance administering installation and the respected Officers. The result obtained indicates that the average competency level of OHS among Supervisor of electric energy supply in PT PLN (Persero) can be classified ranging from "low" to "inadequate", whereas electricity generating activities scored higher than transmission activities, and distribution activities have the lowest score among them.
Suggestions to improve competency include supplementary information of OHS knowledge, skill and attitude of Supervisors, need a strong commitment from the top management on OHS (managerial support) and awareness of the work location (in term of challenging activities and or environmental influence).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Mutia Sari
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Anak Buah Kapal (ABK) sebagai perwujudan perlindungan pekerja. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode Kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menggambarkan pentingya penerapan dan pelaksanaan K3 untuk ABK yang bekerja di atas kapal yang sedang dalam pelayaran. Agar pelaksanaan K3 berjalan dengan baik dibutuhkan kerjasama antara pihak perusahaan dengan pekerja. K3 merupakan kewajiban perusahaan terhadap pekerjanya. PT PELNI (Persero) sudah memenuhi kewajibannya terhadap ABK-nya dengan mencukupi alat-alat keselamatan dan keamanan dalam bekerja seperti baju kerja, sepatu pelindung, pelindung telinga, kaca mata pelindung, sarung tangan pelindung, dan helm pelindung kepala.

The research is aimed at seeing the implementation of Occupational Safety and Health Execution for Ship Crew as a Realization of labor protection. The research uses a descriptive qualitative method. The result describes the importance of implementation and execution of Occupational Safety and Health for Ship Crews who work on a sailing ship. In order for the Occupational Safety and Health implementation to go well, cooperation between the company and workers is needed. Occupational Safety and Health is an obligation of the company towards its employee. PT PELNI (Persero) has fulfilled its obligation towards its Ship Crews by sufficing safety and security equipment in work such as wear pack, safety shoes, ear plug, safety gloves, safety glass and helmet."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ika Susilawati
"Kinerja sistem manajemen K3 yang unggul juga hielibatkan perhatian pada faktor prang, faktor organisasi dan faktor behaviour Pendekatan integrasi K3 pada system manajemen perusahaan memasukan aspek manajemen SDM dalam penerapannya. Dengan demikian manajemen SDM menjadi bagian dari upaya manajemen K3 di perusahaan dalam rangka mencapai sasaran K3 secara umum. Program HRD dalam kompetensi SDM khususnya safety officer di proyek juga merupakan program pengendalian resiko K3 secara administratif dalam upaya menurunkan dan mencegah terjadinya kecelakaanlinsiden ditempat kerja, balk terhadap K3 maupun lingkungan.
Salah satu program pengendalian administratif pada kompetensi SDM adalah evaluasi jobdescription dan atau persyaratan lain yang terkait dengan tugas dan fungsi safety officer diproyek. Jobdescriplion merupakan cetak biru (blue print) dari harapan kinerja pada pemegang jabatan untuk acuan pelaksanaan kerja. Diharapkan tanggungjawab dan kewenangan yang diberikan tertulis dan dimengerti pemegang jabatan untuk melakukan tugas-tugasnya dan menghasilkan output yang diharapkan. Akan tetapi pada prakteknya di lapangan, jobdescription tersebut masih perlu diintreprctasikan ulang dan kebenarannya sangat tergantung pada pemaharnan dan kepentingan pengguna jobdescription tersebut. Unit-unit kerja menterjemahkan kembali dengan jobdescription masing-masing dan tidak standar. Perbedaan intrepretasi dapat membuat ketidakharmonisan sistem kerja yang pada akhirnya dapat membuat gangungan-gangguan dalarn proses manajemen perusahaan.
Tesis ini mengevaluasi uraian tugas safety officer korporat (2000) yang masih berlaku di PT XYZ saat penelitian ini dilakukan. Alat evaluasinya adalah kerangka kompetensi kerja yang diharapkan dari petugas K3 di proyek setingkat dengan first-line supervisor. Hal ini dilakukan karena belum ada evaluasi jobdescription dan analisa kompetensi kerja pads safety officer di PT XYZ.
Aspek yang dikaji adalah fungsi atau peran penting first-line supervisor K3 dan kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat berperan dalam mencegah,menangani dan mengurangi terjadinya keceiakaan/insiden. Kajian ini menghasilkan kerangka kompetensi tugas safety officer berbasis kinerja aktual yang diharapkan. Dibahas jugs aspek-aspek persyaratan jabatan (job spesification) seperti pendidikan, pelatihan untuk safety officer sebagai bentuk input SDM dan pertimbangan dalam menentukan tugas first-line supervisor K3. Kerangka ini yang menjadi acuan untuk melakukan evaluasi jobdescription safety officer.

Integrated Occupational Safety & Health (USH) approach in company's management system includes Human Resource (HR) management aspects in implementation. Good performance of OSH management system also involves great attention to the human factor, organizational factor and behavioral factor. Therefore HR Management has become part of efforts conducted by OSH management in order to achieve OSH objectives. HR Department program which deal with HR Competency, especially for Project Safety Officer , is part of OSH administrative control program to reduce and prevent workplace incident/accident that lead to loss regarding to either OSH related or environmental related issues.
One methodology of administrative control program within HR competency is define a clear role and responsibility of a function or a job within work-system. Therefore there is a evaluation program to assess job description of Safety Officer in order to meet required work competency. Job description is a blue-print of expected job performance of the officer in order to do their duties. Management expects that by handing over written authority and responsibility. the officer will understand and running their duties accordingly to achieve desirable output. However in reality, the job description is required to be re-interpreted by the users, that leads to misunderstanding. individualize, non-standard job description. The difference in interpretation can lead to work system disharmony and creates disturbances in management practices. including employee satisfaction.
This thesis evaluates Corporate Safety Officer Job description (2000) at PT XYZ, against the work competency framework of a first-line supervisor level OSH officer. This is done due to no job description evaluation and work competency analysis has ever been conducted for safety officer at PT XYZ.
Aspect that is being analyzed mainly is the function and main role of first-line OSH supervisor, and competency required to be able to run the role in preventing, handling and reducing incident/accidents. This analysis will result in a performance based competency framework of the safety officer. Also being discussed in the thesis is the job specification aspects, such as education and training for safety officer, as an input and consideration to determining first-line OSH supervisor job. This framework will be a guideline to conduct an evaluation of safety officer job description.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T18990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lena Kurniawati
"Partisipasi pekerja dalam kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan elemen penting untuk mendukung keberhasilan program K3 di perusahaan. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran yang mendalam mengenai partisipasi pekerja dalam kegiatan K3 di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
Terdapat dua variabel yang dilakukan penelitian yaitu variabel eksternal dengan menggunakan metode kualitatif dan variabel internal dengan menggunakan metode kuantitatif. Dari hasil wawancara dan observasi terhadap variabel eksternal, terdapat lima dari delapan variabel yang dinilai sedang.
Dari hasil pengolahan data yang diperoleh melalui kuesioner, pada variabel internal terdapat perbedaan partisipasi pekerja dalam kegiatan K3 berdasarkan unit kerja, umur, jenis kelamin, pendidikan dan jabatan, namun hanya pada variabel jabatan mempunyai perbedaan yang signifikan.
Dari hasil penelitian terhadap dua variabel di atas, diperoleh kesimpulan bahwa tingkat partisipasi pekerja dalam kegiatan K3 di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. adalah sedang.Kegiatan K3 yang memperoleh nilaipartisipasi paling tinggi adalah kegiatan identifikasi potensi bahaya, sedangkan kegiatan yang memperoleh nilai partisipasipaling rendah adalah kegiatan penyusunan kebijakan K3.

Worker participation in safety and health activities ( OSH ) is an essential element to support the company's success in the OSH program. The purpose of this study was to obtain in-depth overview on worker participation in the activities of OSH at PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
There are two variables that are researched which are the external variables using qualitative methods, and internal variables using quantitative methods. From the result of interviews and observations of the external variables, there are five of the eight variables were measured as Intermediate level.
From the processing of data obtained through the questionnaire, in the internal variables, there are differences in the activities of employee participation OSH based on workplace, age, gender, education and occupation, but only in occupation variable has significant difference.
From the research of two variables above, it is concluded that the level of employee participation in the activities of OSH at PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. is at intermediate level and the OSH activity that has participation level with the greatest value is the identification of potential hazards and the lowest value is OSH policy making.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T39349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cetra Palupi Rengganis
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran profil persepsi risiko pada pekerja di PT. Terang Parts Indonesia dengan menggunakan paradigma psikometri. Penelitian dilakukan terhadap 216 responden pada bulan Mei - Juni 2016 menggunakan desain cross-sectional, data primer berupa kuesioner dengan menggunakan 8 parameter paradigma psikometri. Parameter yang digunakan pada penelitian adalah skala likert dengan nilai 1 (sangat tidak setuju) - 4 (sangat setuju). Nilai rata-rata masing-masing dari 8 dimensi paradigma psikometri akan memberikan gambaran profil tentang persepsi risiko pada pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi tingkat kebaruan risiko dipersepsikan pekerja sebagai parameter yang paling mempengaruhi persepsi pekerja, pekerja melihat perubahan proses yang terjadi akan mengakibatkan munculnya risiko baru yang belum diketahui. Dimensi penerimaan secara sukarela dipersepsikan oleh pekerja cenderung ke arah tidak sukarela, pekerja menyadari dan mengetahui risiko apa saja yang ada dapat mengancam kesehatan dan keselamatan akan tetapi pekerja melihat bahwa risiko tersebut merupakan bagian dari pekerjaan dilakukan. Pekerja dengan lokasi kerja yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang pengendalian risiko dan kesegeraan dari suatu efek.
Pekerja dengan fungsi kerja yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang tingkat kebaruan risiko dan pengendalian risiko serta pengetahuan terhadap risiko (ilmu pengetahuan). Pekerja dengan perbedaan masa kerja memiliki persepsi yang berbeda tentang ketakutan terhadap risiko. Persepsi risiko adalah salah satu poin penting dalam membuat kebijakan perusahaan terkait keselamatan dan kesehatan kerja agar tercipta perilaku berbudaya K3, maka diperlukan komitmen manajemen terkait K3, pelatihan tentang pengenalan risiko serta pengawasan berkala terkait efektivitas sistem manajemen K3 umumnya dan pengendalian risiko secara khusus.

The purpose of this research is to provide an overview of risk perception profile in PT Terang Parts Indonesia. Research conducted on 216 respondents in May to June 2016 using cross-sectional design. The primary data is obtained from 8 parameter of the psychometric paradigm questioner with the scale from 1 (strongly disagree) to 4 (strongly agree). The average value from each dimension will give the profile overview of the employee's risk perception. The newness of risk dimension was perceived by the employee as the most influential parameter of their working perception. The workers think that the change of process production will create a new unknown risk.
The study result shows that the workers tend to not perceive the voluntariness of risk dimension as a non-voluntary process. The employee is aware of the risk of their work including all the things that endanger their health and safety and that are part of their job function. The workers, who have different working location, have the different perception about control of risk and immediacy of effect.
The workers with different job function have different perception about newness of risk, control of risk, and knowledge of risk (science). The workers with different employment period have different perception of common dread. The risk perception of the worker is one of important influence to create the company policy about safety working environment, so that it can lead to safety culture inside the company. It needs commitments from the management in regard to OHS, training of the safety introduction, and also monitoring of the effectiveness of the OHS system in general, especially for controlling the risk.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Adam
"Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan elemen penting dalam perusahaan untuk melindungi pekerja, asset perusahaan dan lingkungan serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Komitmen manajemen merupakan awal untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak adanya komitmen manajemen pada K3 dapat menjadi salah satu penyebab dari tidak berjalannya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komitmen manajemen terhadap pelaksanaan K3 di PT. MNO.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, ada tiga variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu penjatian diri manajemen, keterlibatan manajemen dan loyalitas manajemen. Data diperoleh melalui wawancara, focus group discuss (FGD) dan observasi. Untuk variabel penjatian diri manajemen diperoleh parameter tujuan dan kebijakan K3 dapat diterima oleh seluruh pekelja, sedangkan unluk variabel keterlibatan manajemen dalam proses K3 cukup baik, terbukti dari adanya pelatihan K3, dukungan manajemen pada pekerjaan,serta partisipasi pekerja. Untuk variabel loyalitas manajemen didapatkan ketaatan pada peraturan perundangan yang memberikan tanggung jawab pada setiap level, mulai dari rnanajemen puncak, manajemen lini, pengawasan dan pekerja itu sendiri.
Dari hasil penelitian pada tiga variabel di atas diperoleh kesimpulan bahwa komitmen manajemen terhadap keselamatan kerja kuat, sedangkan untuk kesehatan kerjanya masih lemah perlu peningkatan perencanaan dan program kesehatan kerja. Komitmen manajemen terhadap pelaksanaan K3 di PT. MNO cukup kuat dengan adanya realisasi dan tindak lanjut daxi komitmen tersebut.

Occupational health and safety is a crucial element in the company to protect the employee, company asset, environment, and to prevent work accident and work :elated disease. Managemenfs commitment is a beginning of occupational health and safety application. The inexistence of management’s commitment towards OHS is one of OHS management system stagnancy causes. This research aimed was to know the managements commitment towards OHS implementation at PT. MN0.
This research using qualitative method, there are three variables examined in this research that is; determined of management spirit, management involvement and loyalty. Data obtained trough interview, focus group discussion (FGD), and observation. The variable of managemenfs spirit determination showed the objective parameter and OHS policy which acceptable by all employee. While variable of management involvement in OHS process are good enough, it’s proven by the existence of OHS training, management support on work, and employee participation. The variable of management loyalty showed the obedience on legal aspects which form of responsibility in all level, start from top management, line management, supervisor and the employee them sell.
This research on three variable above conclude that management commitment towards occupational safety is strong, while towards occupational health is still weakand need improvement specially in planning and occupational health programs. Management commitments towards OHS applications in PT.MNO are strong enough with realization and follow up fiom the commitment.
"
Depok : Universitas Indonesia, 2008
T33914
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Diora Fitri
"Sejak adanya laporan penelitian Heinrich tahun 1951 yang memperlihatkan bahwa perlaku tidak aman bertanggung jawab atas lebih dari 90% kecelakaan kerja dan telah banyak perusahaan dan industri yang menggunakan pendekatan behavioral based safety (BBS) dalam program kesehatan dan keselamatan kerjanya. Sebagai sebuah industri kimia, PT Pupuk Sriwijaya (PT Pusri) juga memiliki banyak resiko kecelakaan kerja bagi karyawannya dan sejak tahun 2012 PT Pusri telah melaksanakan program K3. Pada tahun 2012 PT Pusri berada pada level 3 dari maksimum level 5 berdasarkan hasil survai Safety Culture Maturity Level (SCML). Tujuan utama dari penelitian ini adalah melakukan tinjauan terhadap pelaksanaan BBS dalam program K3 di PT Pusri Palembang. Penilitian ini adalah sebuah penelitian potong lintang yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dilaksanakan pada bulan Mei 2013 dengan fokus utama pada implementasi 9 kriteria BBS yaitu ownership, ketetapan baku definisi safe/unsafe behavior, pelatihan, observasi, pengukuran performa program, umpan balik, reinforcement, goal-setting dan review di PT Pusri Palembang. Sampel penelitian adalah karyawan dan manejer yang telah bekerja sekurang-kurangnya satu tahun yang setuju menjadi partisipan dalam penelitian ini, dengan 44 orang dari unit produksi dipakai sebagai informan kunci. Data dikumpulkan dengan memakai kuesioner yang dirancang khusus, daftar tilik, observasi dan wawancara mendalam. Semua data kemudian dianalisis secara deskriptif dan analisis konten serta analisis triangulasi. Ditemukan bahwa pelaksanaan program K3 di PT Pusri masih belum sejalan dengan kriteria pencapaian BBS. Walaupun demikian ditemukan juga adanya kesadaran akan kelemahan tersebut dan adanya sikap positif dikalangan pimpinan dan staf untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Berdasarkan temuan ini peneliti ingin memberikan rekomendasi kepada PT Pusri untuk merancang ulang program K3 yang disesuaikan dengan pendekatan BBS sebagaimana telah dilaksanakan oleh perusahaan dan industri besar diseluruh dunia.

Since Heinrich reproted in 1951 that unsafe behaviors were responsible for up to 90% of harms and injuries among workers, Behavioral Based Safety approach has been implemented by many industries and corporates around the world. As a chemical industry, PT Pupuk Sriwijaya brings occupational risks to the workers and since 2012 Occupational Health and Safety (K3) programs has been implemented. In 2012 PT Pusri was in level 3 from maximum level of 5, according to Safety Culture Maturity Level (SCML) score. The main objective of this study is to review the implementation of Behavioral Based Safety (BBS) approach integrated in the Occupational Health and Safety Prorams at PT Pusri Palembang. This is a crosssectional study with quantitative and qualitative approach, carried out in May 2013 focusing at the implementation of the 9 BBS criteria i.e., ownership, predetermined definitions of the safe/unsafe behaviors, trainings, observations, program performance assessment, feedbacks, reinforcements, goal-setting and reviews as practiced so far at PT Pusri Palembang. The study participants are managements and labors of PT Pusri who have been working at least for one year and agree to take part in the study, of which 44 of the participants from the production unit were treated as key source-persons. Data and information were collected by means of a specially devised questionnaire, check-lists, observations and in-depth interviews. All data were analyzed using descriptive analysis, content-analysis and triangulation analysis. It was found out that the K3 programs performed at PT Pusri has not been in line with the BBS implementation criteria yet. However it is fortunate to find out that the awareness of the flaws and the need of improvement are profound among the PT Pusri management. Based on these findings, I would like to recommend PT Pusri to redesign its K3 programs according to the BBS criteria as already practised by others big corporates around the world.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzi Alfiah
"Skripsi ini membahas tentang penilaian risiko kegiatan operasi dan produksi PT PGE Area Lahendong tahun 2012. Penilaian risiko dilakukan dengan analisis menggunakan metode W. T Fine yang mana tingkat risiko hasil dari perkalian konsekuensi, pajanan dan kemungkinan.
Tujuan dari skripsi ini untuk mendapatkan tingkat risiko masing-masing pekerjaan Operasi dan Produksi. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif mengacu pada standar AS/NZS 4360:2004.
Hasil penelitian adalah tingkat risiko pada pekerjaan Operasi dan Produksi meliputi very high, priority 1, substantial, priority 3 dan acceptable yang akan menjadi dasar pertimbangan pengendalian risiko dan dasar pembuatan keputusan pada manajemen risiko.

This research describes risk assessment for Operation and Production task in PT PGE Area Lahendong 2012. The risk analysis use the method of W. T. Fine which results of level of risk from the multiplication the consequences, exposure and probability.
The objectives of this study are the risk level of each task of Operation and Production. The study was a descriptive study refers to the standard AS/NZS 4360:2004.
The results of analysis are the level of risk in Operation and Production includes very high, priority 1, substantial, priority 3 and acceptable to the risk control and decision making on the basis of risk management.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Winda Kusuma Ningrum
"PT. X merupakan perusahaan skala nasional yang sudah memiliki standar manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai Permenaker No.05 tahun 1996/SMK3, namun K3 perusahaan belum efektif mencegah terjadinya kecelakaan. Sehubungan dengan hal tersebut, perusahaan bermaksud untuk meningkatkan K3 menjadi budaya di perusahaan.
Penelitian ini bermaksud untuk mengukur sejauh mana tingkat kematangan budaya K3 di PT. X. Peneliti menggunakan dasar teori Dominic Cooper untuk menggambarkan budaya K3 di perusahaan melalui sudut pandang organisasi, person dan job kemudian mengukur tingkat kematangannya dengan didasarkan pada teori Hudson (2007) yang membagi tingkat kematangan budaya K3 kedalam 5 tingkatan yaitu: patologik, reaktif, kalkulatif, proaktif dan generatif.
Penelitian ini menggunakan metodologi analisis univariat untuk menggambarkan budaya K3 secara umum dan menurut pandangan kelompok pekerja yang dibagi menurut jenjang jabatan, status pegawai dan masa kerja. Selanjutnya dilakukan analisis multivariat menggunakan regresi logistik untuk mengukur hubungan antara 3 dimensi pembentuk budaya yaitu: organisasi, person dan job.
Dari hasil analisis univariat didapatkan gambaran orientasi budaya K3 di PT.X diprioritaskan pada upaya untuk menekan angka kecelakaan. Perusahan masih mengabaikan komunikasi dan upaya untuk mengembangkan program K3, hal ini di perkuat lagi melalui hasil analisis multivariat yaitu bahwa organisasi sangat dominan pada hubungan interelasi antara dimensi organisasi, person dan job sehingga hubungan timbal balik antara ketiganya tidak berjalan, sehingga peneliti merekomendasikan untuk membangun komunikasi dua arah baik vertikal maupun horizontal dan meningkatkan upaya pengembangan program K3.

PT. X is a national company wich already has standard safety and health management in accordance Permenaker No.05 1996/SMK3 year, but the Occupational Health and Safety (OHS) companies have not effectively prevent accidents. In connection with this, the company intends to increase the K3 into corporate culture.
This research aims to measure the extent to which the level of cultural maturity OHS in PT. X. Researchers used a Cooper Dominic theoretical basis for describing OHS corporate culture in through the organizational, person and job perspective then measure of the level of maturity is based on the theory of Hudson (2007) which divides the level of cultural maturity OHS into 5 levels, namely: pathological, reactive, calculative, proactive and generative.
This study using univariate analysis methodology to describe the culture in general OHS and the prespective view of a group of workers who were divided according to level of the position, employment status and work period. Then performed multivariate logistic regression analysis to measure the relationship between the 3 dimensional of culture shapers are: organization, person and job.
From the results of the univariate analysis found that picture in the OHS program orientation culture PT.X priority on efforts to reduce the number of accidents. Companies still ignore the communication and efforts to developing OHS program, It strengthened again by the results of multivariate analysis is that the organization strongly influence person and job meaning that the interrelationships between the three cultures forming OHS not running, so the researchers recommend to establish two-way communication both vertically and horizontally and increase the OHS program development efforts through.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inti Sari Puspita Dewi
"Perusahaan yang bergerak di bidang logistik juga memiliki potensi risiko kebakaran, tabrakan, pencemaran lingkungan dan kecelakaan kerja lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai penerapan budaya keselamatan, khususnya perusahaan logistik PT XYZ yang memiliki spesialisasi pengangkutan over dimension & heavy cargo. Penelitian melibatkan 192 pekerja di kantor pusat dan di kantor cabang  PT XYZ melalui surveionline & offline yang mengukur dimensi iklim keselamatan. Analisis statistik dilakukan dengan uji t-test 2 sampel untuk melihat perbedaan persepsi elemen iklim keselamatan pada setiap karakteristikdemografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim keselamatan dalam dimensi organisasi, pekerjaan dan individu memperolah nilai masing-masing 4,25; 3,82 dan 3,83. Dilihat dari faktor keselamatannya, Priority of Safety (PS) secara umum memiliki persepsi skor tertinggi di antara yang lainnya, sedangkan Personal Appreciation of Risk (PAR) memiliki skor yang paling rendah. Dari hasil pengukuran tingkat kematangan budaya K3 didapati PT XYZ berada pada level Kalkulatif (skor 3,4) dimana manajemen PT XYZ masih menjadi penggerak sentral dari implementasi K3 di perusahaan  (top down). Dari hasil observasi didapat nilai index safety behavior yaitu 79%. Untuk itu perusahaan disarankan untuk lebih sering turun kelapangan untuk menangkap aspirasi dari pekerja serat memfasilitasi lebih banyak pelatihan keselamatan untuk pekerja. Serta disarankan lebih konsisten dalam realisasi anggaran K3.

Companies engaged in logistics industry also have a potential risk of fire, collision, environmental pollution and other work accidents. This study aims to provide an overview of the application of safety culture, especially in logistics companies PT XYZ that specialize in dimensional & heavy cargo transportation. The study involved 192 workers at the head office and at PT XYZ Jakarta branch offices through online & offline surveys measuring the dimensions of safety climate. Statistical analysis was carried out by using a 2-sample t-test to see differences in perceptions of safety elements on each demographic characteristic. The results showed that the safety climate in the dimensions of the organization, work and individual earned a score of 4.25; 3.82 and 3.83. Analyze from the safety factor, Priority of Safety (PS) generally has the highest perceived score among the others, while Personal Appreciation of Risk (PAR) has the lowest score. From the results of the measurement of the maturity level of K3 culture, it was found that PT XYZ was at the calculative level (score 3.4) where the management of PT XYZ was still the central of the implementation of K3 in the company (top down). From the observation, the index value of safety behavior is 79%. For this reason, companies are advised to go out more often to capture the aspirations of workers and facilitate more safety training for workers. PT XYZ also recommended to be more consistent in the realization of the HSE budget."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>