Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143782 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulhasri
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia adalah penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesis rantai globin-β. Penyakit ini diturunkan secara otosom resesif dan dicirikan antara lain oleh adanya anemia hemolitik akibat destruksi dini sel darah merah pada sumsum tulang dan pada peredaran darah perifer. Penyakit talasemia-βsampai saat ini masih menjadi masalah medik dan sosial. Hal ini disebabkan belum ditemukannya pengobatan yang efektif dan masih diperlukannya transfusi darah yang berkelanjutan.
Dari penelitian terdahulu telah diketahui bahwa pada talasemia-β terjadi gangguan susunan dan fungsi membran yang disebabkan oleh adanya radikal bebas dalam jumlah yang lebih besar dari pada biasanya. Asetilkolinesterase (AchE) diketahui merupakan petanda untuk integritas membran. Mengingat bahwa pada membran SDM Talasemia-β terjadi perubahan susunan dan fungsi membran maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana perubahan tersebut mempengaruhi aktivitas AchE.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas AchE pada SDM Talasemia-β dan SDM Normal serta untuk melihat kemampuan vitamin E dalam menahan beban oksidatif yang disebabkan oleh penambahan t-BHP pada SDM Normal dan Talasemia-β. Penentuan aktivitas dilakukan pada suspensi SDM 10 % dari 20 sampel SDM Normal dan 20 sampel SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dengan atau tanpa pemberian antioksidan. Khusus pada SDM Talasemia-β dilakukan pengukuran aktivitas AchE setelah pemberian antioksidan. Aktivitas enzim ditentukan dengan metode Beutler, yaitu dengan mengukur warna yang terbentuk antara substrat asetiltiokolin dengan asam 5-5 ditiobisnitrobenzoat (DTNB) secara spektrofotometri. Sebelum pengukuran aktivitas AchE dilakukan pengukuran kadar Hb, kadar protein dan jumlah eritrosit.
Hasil dan kesimpulan :
Kadar Hb SDM Talasemia- β(2,23 ±0,38 g/dL) lebih rendah dibandingkan SDM Normal (2,84 ± 0,31 g/dL). Kadar protein SDM Talasemia-β (5,41 ± 1,12 g/dL) lebih rendah (p <0,05) dibandingkan SDM Normal (6,92 ± 0,71 g 1 dL). Jumlah eritrosit Talasemia-β (1,003 ±0,045/mLx106) tidak terlalu berbeda (P> 0,05) daripada SDM Normal (1,004±0,1261mLx106). SDM Normal yang diberi beban oksidatif (SDMN2) mempunyai nilai aktivitas AchE/g Hb, aktivitas spesifik AchE dan aktivitas AchE/jumlah eritrosit yang lebih rendah dibandingkan SDM Normal yang hanya diberi KRP (SDMN1). Pemberian t-BHP pada SDM Normal menurunkan aktivitas AchE, baik yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β dapat memperbaiki aktivitas AchE yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dapat mengurangi penurunan aktivitas AchE per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Ridwan
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia merupakan penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sintesis salah satu rantai globin sehingga terjadi ketidak seimbangan pembentukan rantai globin α dan β yang menyebabkan berbagai kelainan pada membran. Pada talasemia-β, yang penderitanya terbanyak di Indonesia, terlihat fenomena pendeknya usia sel darah merah dibandingkan dengan normal (120 hari). Berdasarkan penelitian yang melaporkan terjadinya perubahan-perubahan pada lipid dan protein akibat ketidakseimbangan rantai globin pada Talasemia-β yang menyebabkan terganggunya keseimbangan homeostasis, maka ingin dilakukan penelitian terhadap aktivitas enzim Na+,K+-ATPase pada darah normal dan Talasemia-β, untuk melihat hubungan aktivitas enzim membran dengan pendeknya usia sel darah merah. Penelitian ini merupakan eksplorasi awal dari segi membran molekuler terhadap kemungkinan diperpanjangnya usia sel darah merah pada talasemia-β agar transfusi dapat lebih jarang diberikan. Aktivitas enzim ditentukan berdasarkan Pi inorganik yang dilepaskan dari reaksi enzim dan substrat, tanpa dan dengan penambahan ouabain, dan secara kwantitatif diperiksa dengan metode Fiske Subbarow pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran protein "ghost" dilakukan dengan metode Lowry. Dilakukan juga pengamatan terhadap sel "ghost" dengan teknik perbedaan fase sebagai langkah awal kearah mempelajari bentuk dan perubahan eritrosit yang diinduksi oleh berbagai keadaan. Sebelum metoda yang memberi hasil maksimal dipilih, dilakukan terlebih dahulu pengembangan metoda untuk memilih yang terbaik yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Hasil dan Kesimpulan : Dari penetapan aktivitas spesifik enzim Na+, K+ -ATPase, diperoleh hasil yang lebih rendah secara bermakna (p>0,05) pada penderita talasemia-β, yaitu 0,096 ± 0,06 p.mol/mg protein/jam dibandingkan dengan eritrosit normal yaitu 0,324 ± 0,20 p.mol/mg protein/jam. Bentuk "ghost" terlihat "resealed" tapi teknik mikroskopik yang dipakai kurang memberikan hasil yang baik pada pengembangan teknik pemeriksaan aktivitas, hasil yang terbaik diperoleh apabila enzim terlebih dahulu diinkubasi pada 37° C selama 20 menit dengan ouabain (inhibitor) pada tabung-tabung tertentu, sebelum direaksikan dengan substrat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Maria Dewajanthi
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Penyakit talasemia merupakan kelainan gen tunggal yang diturunkan secara resesif autosom. Terjadi ketidakseimbangan jumlah antara rantai globin α dan rantai globin β, sehingga ada rantai globin yang tidak berpasangan Presipitasi rantai globin yang tidak berpasangan pada membran dapat mengakibatkan otooksidasi membran sehingga dapat menyebabkan membran sel menjadi rigid. Selain protein skeleton membran, stabilitas sel darah merah juga sangat dipengaruhi oleh protein pita 3, suatu protein integral transmembran sel darah merali Protein pita 3 berfungsi pula sebagai protein penukar anion. Kelainan protein pita 3 dapat mempengaruhi fungsinya baik sebagai penukar anion maupun dalam mempertahankan stabilitas membran sel darah merah. Protein pita 3 yang abnormal dijumpai pada ovalositosis. Ovalositosis merupakan penyakit kelainan darah yang disebabkan oleh hilangnya 9 asam amino protein pita 3 akibat delesi 27 pb, kodon 400-408 pada ekson 11 gen protein pita 3 (AEI). Hilangnya 9 asam amino protein pita 3 pada ovalositosis menyebabkan membran sel darah merah menjadi rigid sehingga menurunkan deformabilitas membran. Adanya rigiditas disertai penurunan kemampuan deformabilitas membran sel darah merah talasemia yang menyerupai membran sel darah merah ovalositosis, menimbulkan pemildran bahwa kerusakan protein membran sel darah merah juga disebabkan oleh adanya kelainan gen penyandi protein pita 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kelainan gen protein pita 3 pada penderita talasemia. DNA genom diperoleh dari darah orang sehat dan pasien talasemia. Kemudian gen yang akan diperiksa diperbanyak dengan teknik PCR dan visualisasinya menggunakan elektroforesis gel agarosa 2%.
Hasil dan Kesimpulan:
Hasil PCR gen protein pita 3 pada orang sehat (normal) berukuran 175 ± 25 pb, sedangkan pada pasien talasemia dijumpai 2 produk PCR yang berukuran 175 ± 25 pb dan 110 ± 15 pb. Adanya produk PCR yang berukuran 110 ± 15 pb menunjukkan adanya kelainan gen protein pita 3 pada pasien talasemia berupa delesi gen sebesar 65 ± 10 pb. Kelainan genetik protein pita 3 pada talasemia tidak sama dengan kelainan genetik pada ovalositosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Ferry P.
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia adalah kelainan genetik yang diturunkan secara resesif dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini ditandai antara lain oleh kelainan darah berupa anemia, yang disebabkan oleh umur sel darah merah yang lebih singkat dari normal. Ini terkait dengan penurunan kelenturan membran sel darah merah sehingga mengurangi kemampuan deformabilitas yang diperlukan agar dapat melalui pembuluh darah kapiler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelainan sel darah merah talasemia ditinjau dari aktivitas enzim Ca2+-ATPase yang terdapat pada membran. Aktivitas enzim ini diukur dengan metode Fiske Subarrow, yaitu berdasarkan konsentrasi fosfat yang terbentuk sebagai hasil hidrolisis ATP. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Penetapan aktivitas enzim Ca2+-ATPase dilakukan pada 21 sampel sel darah merah talasemia dan 21 sampel sel darah merah normal.
Hasil dan Kesimpulan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, aktivitas enzim Ca2+-ATPase pada membran sel darah merah talasemia lebih tinggi dari pada membran sel darah normal yaitu 0,195 + 0,052 μmol Pi / mg prat / jam dibandingkan dengan 0,169 + 0,045 imol Pi / mg prot 1 jam Secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05).
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chris Adhiyanto
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia adalah penyakit kelainan darah yang banyak diderita penduduk sckitar Laut Tengah, Timur Tengali dan Asia. Penyakit ini diakibatkan oleh adanya gangguan pada sintesis salah satu rantai globin. Salah satu penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menyelidiki ketahanan sel darah merah talasemia terhadap beban oksidatif. Hasil pongamatan yang telah dilaporkan memperlihatkan bahwa pada sel darah merah talasemia terjadi peningkatan pembentukan oksigen reaktif, seperti radikal hidroksil dan superoksida. Oksigen reaktif ini meningkatkan proses otooksidasi dalam sel darah merah talasemia dan merupakan salah satu faktor yang mempercepat kematian sel darah merah talasemia. Penelitian ini tujuan untuk mempelajari kerusakan sel darah merah penderita talasemia bila diberi beban oksidatif dan apakah pemberian reduktor tokoferol dan glutation dapat memberi perlindungan terhadap pembebanan oksidatif. Pemeriksaan kadar malondialdehid dan glutation dilakukan pada 21 sampel sel darah merah normal dan 21 sel darah merah talasemia baik dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak.
Hasil dan Kesimpulan : Konsentrasi malondialdehid sel darah merah talasemia lebih tinggi dibandingkan sel darah merah normal dan konsentrasi glutation sel darah merah talasemia lebih rendah dibandingkan sel darah merah normal dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak. Tokoferol dan glutation dapat menurunkan konsentrasi malondialdehid sel darah normal dan sel darah merah talasemia. Tokoferol juga dapat mengurangi penurunan konsentrasi glutation sel darah normal dan sel darah merah talasemia yang diberi beban oksidatif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sikumbang, Darlen
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian aspek dermatoglifi dan golongan darah rhesus anak-anak penderita thalassemia yang berobat rutin di pusat thalassemia FKUI-RSCM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah beda dermatoglifi dan golongan darah rhesus pada anak penderita thalassemia yang menunjukan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya. Penelitian ini terbagi 4 kelompok yaitu: perempuan yang menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (pra), perempuan yang tidak menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (ptra), laki-laki yang menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (Ira), dan laki-laki yang tidak menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (ltra). Aspek dermatoglifi yang diamati mencakup frekuensi tipe pola pada kesepuluh ujung jari tangan, frekuensi ripe pola ulna dan non ulna pada jari I (kiri+kanan), kiri, kanan. Indeks Dankmeijer (ID), indeks Furuhata (IF), indeks intensitas pola (IP), jumlah sulur, rata-rata sudut atd. Fenotip rhesus diamati/ditentukan dengan menggunakan antigen C, c, D, E dan e.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek dermatoglifi frekuensi tipe pola pada kesepuluh ujung jari tangan secara statistik tidak bermakna baik pra dan ptra maupun Ira dan ltra. Frekuensi tipe pola ulna dan non ulna bermakna (kiri+kanan) baik pra dan ptra maupun Ira dan ltra, kiri tidak bermakna pra dan ptra tapi bermakna Ira dan ltra. Kanan bermakna pra dan ptra tapi tidak bermakna lra dan ltra. ID kelompok pra rendah dari ptra, tapi lra tinggi dari ltra. IF kelompok pra rendah dari ptra juga lra rendah ltra. IP kelompok pra rendah dari ptra tapi lra tinggi dari ltra. Rata-rata jumlah sulur tidak bermakna, rata-rata sudut atd tidak bermakna. Fenotip rhesus CCDee kelompok pra 86,7%, ptra 60,0%, lra 93,3%, ltra 53,3 %; CcDee Kelompok pra 13,3%, ptra 13,3%, lra 6,7%, ltra 33,3%; CcDEe kelompok pra 0%, ptra 26,7%, ha 0%, ltra 6,7%; CCDEe kelompok pra 0%, ptra 0%, lra 0% dan ltra 6,7%. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan anak thalassemia dengan dermatoglifi tipe pola ulna jari I, indeks Furuhata rendah dan fenotip rhesus CCDee atau CcDee akan lebih besar resiko menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Intan Atthahirah
"Latar Belakang. Kadar antibodi antikardiolipin (ACA) yang tinggi pada penderita thalassemia dewasa telah dijumpai di Jakarta. Hal ini belum pernah dilaporkan di Indonesia. Publikasi ilmiah internasional mengenai hal inipun sangat sedikit. Bahkan, belum ada tulisan ilmiah yang mengupas mekanisme fenomena ini. Di samping itu, telah dijumpai berbagai kejadian trombosis pada penderita thalassemia dewasa dengan kadar ACA yang tinggi. Namun, sampai saat ini belum ada satupun tulisan yang menghubungkan gangguan hemostasis pada thalassemia dengan kadar ACA yang tinggi. Thalassemia dan Sindrom Antifosfolipid (APS) masuk dalam kondisi hiperkoagulabilitas. Pertanyaannya adalah: Selain ACA, apakah LA dan anti-|32GPl juga tinggi? Mengapa ACA tinggi? Bagaimana gambaran klinis dan laboratoris gangguan hernostasis yang terjadi? Apakah sama dengan yang ditemukan pada thalassemia dan APS, pada umumnya? Apakah ada hubungan antara gangguan hemostasis, baik klinis maupm laboratoris, dengan ACA yang tinggi?
Metodologi. Dilakukan Studi potong lintang yang bersifat eksploratif dan analitik pada 41 penderita thalassemia B dewasa, di beberapa rumah sakit dan klinik di Jakarta, dalam kurun waktu 2 tahun 8 bulan, mulai Maret 2002 sampai dengan Oktober 2004. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di beberapa laboratorium di Jakarta dan di Bangkok, mencakup ACA IgG dan IgM, anti-|32GP1 IgG dan IgM, LA, annexin V (ekspresi fosfatidilserin eritrosit), mikrovesikel eritrosit, VCAM-1 (disfungsi endotel), bilirubin indirk, LDH, feritin serum, untuk menentukan mengapa ACA tinggi, dan TAT komplel-zs, F1+2, D-dimer, agregasi trombosit, AT Ill, protein C,protein S, PAI-1 untuk menentukan adakah hubungan antara ACA yang tinggi dengan gangguan hemostasis.
Hasil Penelitian. Penderita thalassemia B dewasa menunjukkan: (a) proporsi yang lebih besar secara bermakna dalam hal kadar ACA IgG dan ACA IgM yang tinggi, namun proporsinya tidak berbeda bermakna dalam hal anti-|32GPl IgG dan IgM yang tinggi serla LA yang posilif, (b) annexin V, mikrovesikel, bilirubin indirek, LDH, feritln serum, dan VCAM-1 yang tinggi (c) ACA IgG yang tinggi secara klinis memiliki hubungan dengan VCAM-l, bilirubin indirek dan LDI-I yang tinggi; VCAM-1 merupakan variabel paling baik untuk mcmprediksi ACA yang tinggi, (cl) VCAM-I yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan feritin serum yang tinggi, (e) annexin V yang tinggi memiliki hubungan dengan mikrovesikel eritrosit dan LDH yang tinggi; LDH yang tinggi merupakan variabel paling bermakna dalam memprudiksi annexin V yang tinggi, (f) episiaksis, gusi berdarah, dan purpura memiliki hubungan bermakna dengan ACA IgG yang tinggi; ACA IgG IgG secara klinis meningkatkan risiko keluhan di mata dan telinga; ACA IgM yang tinggi seoara klinis meningkalkan keluhan di kepala, tungkai, dada, serta mata dan telinga, (g) ACA IgG yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan aktifitas protein S dan AT III yang rendah; secara klinis meningkatkan risiko untuk tenjadinya D-dimer yang tinggi, dan (h) kelainan hemostasis pada penderita thalassemia dengan ACA yang tinggi banyak kesamaannya dengan thalasssemia dan APS pada umumnya, kecuali pada subyek penelitian dijumpai adanya hiporeaktif agregasi trombosit dan PAI-1 yang tidak tinggi.
Simpulan. Desain penelitian yang bersifat studi potong lintang ini menghasilkan konsep yang didasarkan atas hubungan dua variabel, sehingga hasil penelitian ini harus ditindak Ianjuti dengan studi lanjutan, mencakup konsep: pada penderita thalassemia [3 dewasa (a) muatan besi berlebih menimbulkan kerusakan endotel vaskular, sehingga fosfolipid anionik terpajan ke luar, kemudian merangsang pembentukan ACA IgG, (b) hemolisis menyebabkan pajanan berlebih fosfolipid anionik pada lapisan luar eritrosit, yang kemudian merangsang pembentukan ACA IgG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D707
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lyana Setiawan
"Di Indonesia, thalassemia mayor merupakan salah satu masalah kesehatan karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Thalassemia mayor ditandai dengan anemia berat sejak usia anak-anak dan memerlukan transfusi teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Untuk mengurangi kebutuhan akan transfusi darah, dilakukan splenektomi. Trombosis merupakan salah satu komplikasi thalassemia yang banyak dilaporkan di berbagai negara, tetapi di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan. Trombosit dan sistem koagulasi memegang peranan dalam patogenesis trombosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kelainan trombosit serta aktivasi koagulasi pada penderita thalassemia mayor yang sudah maupun yang belum di-splenektomi di Indonesia.
Desain penelitian ini potong lintang. Subyek penelitian terdiri dari 31 orang penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi (kelompok splenektomi) dan 35 orang penderita thalassemia mayor yang belum mengalami splenektomi (kelompok nonsplenektomi). Untuk menilai fungsi trombosit, dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit terhadap adenosin difosfat (ADP), aktivasi trombosit dinilai dengan mengukur kadar β-tromboglobulin (β-TG), sedangkan aktivasi koagulasi dinilai dengan pemeriksaan D-dimer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah trombosit pada kelompok splenektomi Iebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok non-splenektomi (549.260+251.662/μI vs 156.000/μl (kisaran 34.000-046.000/μl); p<0,001). Demikian pula agregasi trombosit terhadap ADP 1 pM maupun 10 pM Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan dengan kelompok non-splenektomi (1 pM: 17,3% (kisaran 1,9-104,0%) vs 5,2% (kisaran 0,5-18,2%); p <0,001 dan 10 pM: 91,2% (kisaran 27,3-136,8%) vs 55,93 + 17,27%; p<0,001). Kadar β-TG Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan kelompok non-splenektomi (178,81 + 86,3 IU/ml vs 100,11 + 40,0 IU/ml; p<0,001). Kadar D-dimer juga Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan non-splenektomi walaupun keduanya masih dalam rentang normal (0,2 μg/ml (kisaran 0,1-0,7 g/ml) vs 0,1 μg/ml (kisaran 0,1-0,8 μg/mI).
Dari hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pada penderita thalassemia mayor di Indonesia terdapat jumlah trombosit dan fungsi agregasi yang bervariasi, sedangkan aktivasi trombosit meningkat, tetapi belum dapat dibuktikan adanya aktivasi koagulasi. Pada penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi didapatkan trombositosis, serta agregasi trombosit terhadap ADP dan aktivasi trombosit yang Iebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang belum di-splenektomi.

Thalassemia major is one of the health problem in Indonesia due to its high morbidity and mortality. Thalassemia major is characterized by severe anemia presenting in the first years of life and requires regular transfusions to maintain hemoglobin level. Splenectomy is performed to decrease the need for transfusion. Thrombosis is one of the complications widely reported in patients with thalassemia in many parts of the world, but until now, there had been no report on this complication in Indonesia. Platelet and the coagulation system play a role in the pathogenesis of thrombosis. The aim of this study was to obtain the pattern of changes in platelet count, function and activation level, and activation of coagulation in patients with thalassemia major patients in Indonesia.
The design of this study was cross-sectional. The subjects were 31 splenectomized and 35 non-splenectomized patients with thalassemia major. Platelet aggregation to adenosine diphosphate (ADP) was performed to assess platelet function; β-thromboglobulin level was used as marker of platelet activation, and D-dimer for activation of coagulation.
The result of this study revealed a significantly higher platelet count in splenectomized compared to non-splenectomized patients (549.260 + 251.86210 vs-156.000/μl (34.000- 46.000/μl); p<0.001). Platelet aggregation to ADP were significantly higher in splenectomized patients than non-splenectomized group, both to 1 pM (17.3% (range 1.9-104M%) vs 5.2% (range 0.5-118.2%); p<0.001) and 10 μM ADP (91.2% (range 27.3-136.8%) vs 55.93 + 17.27%; p<0.001). β-thromboglobulin level was significantly higher in splenectomized patients compared to non-splenectomized patients (178.81 + 86.3 IU/rnl vs 100.11 + 40.0 IU/ml; p<0.001). D-dimer level was also significantly higher in the splenectomized group compared to non-splenectomized group although both had values within normal range (0.2 pglml (range 0.1-0.7 μg/mI) vs 0.1 pg1ml (range 0.1-0.8 μg/ml).
We concluded that the platelet count and function were varied, while platelet activation level was increased in patients with thalassemia major in Indonesia, but activation of coagulation was not established. We also concluded that in splenectomized patients there were thrombocytosis and increased platelet aggregation to ADP and platelet activation level compared to non-splenectomized patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Hidayat
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Talasemia adalah suatu penyakit kelainan darah yang diturunkan secara resesif dari orang tua kepada anaknya Pada talasemia terjadi ketidakseimbangan rasio antara rantai globin α dan rantai globin β, akibatnya pembentukan hemoglobin terganggu dan berkurang jumlahnya sehingga dapat menimbulkan suatu keadaan anemia. Taansfusi darah merupakan terapi yang efektif dalam menghilangkan komplikasi anemia tetapi menimbulkan akumulasi besi dalam tubuh. Ion besi bebas mempermudah terjadinya oksidasi pada lipoprotein, perubahan ini menyebabkan lipoprotein "ditangkap" oleh makrofag dan terbentuklah sel busa yang merupakan langkah awal terjadinya aterosklerosis. Banyak penelitian yang dilakukan untuk memperpanjang usia hidup penderita talasemia namun kita harus memikirkan pula meningkatnya usia dengan risiko terjadinya aterosklerosis pada penderita talasemia. Penurunan kadar kolesterol-HDL dan peningkatan kolesterol total merupakan faktor pendukung terjadinya aterosklerosis. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis fraksi-fraksi lipid dalam serum pada penderita talasemia baik yang belum pernah menerima transfusi berulang maupun yang sudah berulang kali di transfusi. Dengan pemikiran kolesterol diperlukan dalam pembentukan membran sel darah merah maka dilakukan analisis mengenai korelasi antara hemoglobin dengan kolesterol dalam serum.
Hasil dan Kesimpulan:
Terdapat perbedaan bermakna pada fraksi-fraksi lipid dalam serum pada kelompok bukan talasemia dengan kelompok talasemia transfusi berulang dan kelompok talasemia belum transfusi, sedangkan pada kelompok talasemia dan kelompok talasemia belum transfusi hanya kolesterol-HDL yang berbeda bemakna. Analisis korelasi tidak menemukan hubungan yang bermakna antara hemoglobin dengan kolesterol pada ketiga kelompok."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>