Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61902 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lelita Yunia
"Gerakan mahasiswa 1998 telah menjadi sebuah sejarah yang merubah suatu pemerintahan otoriter di bawah kekuasaan rezim Orde Baru melalui suatu gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia atas nama reformasi. Studi terhadap gerakan mahasiswa 1998 ini menjadi menarik karena sebagaimana pepatah selalu mengatakan bahwa sejarah selalu berulang, yang berarti mahasiswa pada akhirnya menjadi faktor penggerak suatu perubahan dalam suatu sistem politik di banyak negara, di mana mahasiswa selalu menjadi pelopor penggeraknya, demikian pula halnya di Indonesia.
Tesis ini meneliti keterlibatan mahasiswa dalam gerakan 1998. Adanya agen-agen atau sarana-sarana dalam sebuah proses sosialisasi politik dianggap dapat mempengaruhi partisipasi politik mahasiswa dalam gerakan 1998 itu. Banyaknya kelompok-kelompok mahasiswa yang melibatkan diri dalam gerakan tersebut amat mewamai berjalannya gerakan itu sendiri. Diantara banyaknya kelompok-kelompok mahasiswa yang terlibat, kelompok mahasiswa yang menamakan dirinya Forum Kota (Forkot) terlihat intens dalam melancarkan aktivitas aksi-aksinya, oleh karena itu kelompok mahasiswa Forum Kota (Forkot) menjadi fokus dalam penelitian tesis ini.
Sikap dan pola gerakan radikal dan militan yang menjadi ciri dari setiap aksi Forum Kota (Forkot) merupakan alasan utama untuk memilih kelompok ini menjadi fokus dalam penelitian ini. Artinya akan timbul suatu pertanyaan apakah keterlibatan mereka dalam gerakan 1998 dengan ciri pola gerakan yang radikal dan militan dari setiap aksi Forum Kota (Forkot) merupakan pengaruh dari adanya agen-agen atau sarana sebuah proses sosialisasi politik.
Ada tiga agen/sarana sosialisasi politik yang menyerapkan nilai-nilai politik kepada mahasiswa Forum Kota (Forkot) yang dianggap mempengaruhi mereka hingga terlibat dalam gerakan 1998, yaitu Sekolah, Media massa dan Kontak-Kontak politik Langsung. Ketiga agen sosialisasi politik ini dianggap berperan dalam mempengaruhi partisipasi politik mahasiswa Forum Kota (Forkot).
Sepanjang keterlibatan dan aktivitas mahasiswa Forum Kota (Forkot) dalam gerakan 1998 terlihat bahwa mereka dilandasi oleh nilai-nilai Demokrasi, nilai Etika Pembebasan dan nilai Sosial Demokrat. Nilai-nilai ini dijadikan dasar pemikiran dalam gerakan untuk mencapai tujuan reformasi, meskipun nilai-nilai tersebut bukanlah mempakan sebuah ideologi bagi kelompok Forum Kota.
Agen Sekolah, agen Media massa dan agen Kontak-Kontak politik langsung temyata mempunyai peran yang berbeda dalam menyerapkan nilai-nilai politik terhadap mahasiswa Forum Kota (Forkot). Ketiga agen sosialisasi politik ini tidak berada dalam posisi yang setara untuk membuat mahasiswa Forum Kota berpartisipasi politik. Artinya agen Media Massa merupakan sarana dari sebuah proses sosialisasi politik yang paling berperan menyerapkan nilai-nilai politik, sehingga mempengaruhi mahasiswa Forum Kota (Forkot) terlibat secara intens dalam gerakan 1998."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Iman Prasetya
"Penelitian ini melihat pengaruh sosialisasi politik terhadap partisipasi politik mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistim politik pada seseorang, dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik (Michael Rush & Philip Althof : 2002. hal 27 ) yang terjadi. Falctor - faktor komponen utama yang diperoleh dari sosialisasi politik tersebut yaitu; keluarga, agama, status sosial, media massa dan lingkungan.
Partisipasi politik merupakan tindakan politik yang dilakukan seseorang atau kelompok. Adapun bentuk partisipasi politik tersebut terbagi dua yaitu konvensional dan non konvensional. Bentuk partisipasi politik konvensional terdiri dari pemungutan suara,, diskusi politik, kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, dan berkomunikasi secara individu dengan pejabat publik atau lobby politik, sedangkan non konvensional terdiri dari demontrasi, pemogokan umum dan perusakan fasilitas umum.
Penelitian tesis menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang tidak lajim dilakukan karena hasil partisipasi politik ini perlu dilakukan pembuktian, dan merupakan keharusan untuk melanjutkan penelitian kuantitatif ini dengan studi empirik berdasarkan literatur media massa, wawancara, dan observasi dilapangan mengenai partisipasi politik mahasiswa tersebut yang diwakili oleh kelompok gerakan mahasiswa yang terdapat di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
Menurut hasil pengujian diketahui bahwa sosialisasi politik memiliki pengaruh sangat rendah dengan tingkat korelasi (r) sebesar -0,246 dan koefisien determinasi 6,05 %, sedangkan sisanya 94 % ditentukan faktor-faktor lainnya. Untuk frekwensi rata-rata partisipasi politik yang terendah pada mahasiswa Untirta adalah melakukan demonstrasi massa (2,78) , berdiskusi tentang politik (3,35), berkampanye untuk calon partai politik (3,61) , mengajukan pernyataan protes tertulis atau selebaran (3,76), membaca koran tentang politik (3,84) dan berpartisipasi dalam pemogokan (3,91). Sedangkan frekwensi rata-rata partisipasi politik mahasiswa Untirta yang tertinggi adalah meyakinkan teman-teman memberi suara lama dengan diri sandhi (4,21), menghadiri pertemuan/rapat politik (4,00) dan menghubungi para pejabat/politisi untuk melakukan lobi politik (3,98).
Sementara itu hasil peringkat intensitas partisipasi politik ini yaitu pemogokan (35,19), petisi tertulis (26,32), demonstrasi (22,24), kampanye untuk calon partai (21,66), suka menghubungi para pejabat publik untuk lobi politik (20), suka menghadiri rapat politik (16), meyakinkan teman-teman memberi sums sama (13), diskusi politik (7), membawa koran politik (4).Meskipun frekuensi rata-rata umumnya rendah keterkaitan tingginya intensitas kegiatan politik mahasiswa terutama aksi demonstrasi dengan gerakan mahasiswa menunjukan signifikansi yang sangat tinggi diantaranya keduanya.
Kelompok gerakan mahasiswa yang memiliki keterlibatan penuh dalam tindakan aksi politik mereka melalui setiap demonstrasi yang dilakukan yaitu , BEM Untirta, FAM Untirta, FKM Untirta, Gema Baraya (Gerakan Mahasiswa Banten Raya ) Untirta, Kamsat (Komite Aksi Sultan Ageng Tirtayasa), FPMB (Front Perjuangan Mahasiswa Banten), FSPB (Front Serikat Perempuan Banten), HMI,PMII, dan KAM II komisariat Untirta, Kumala, Imala, Kumandang, Himata.
Aksi yang dilakukan dengan orientasi kepentingan mahasiswa seperti dugaan korupsi perpustakaan, beasiswa, pembelian mobil soluna dan kijang kapsul, rekening SPP, pembangunan gedung perkuliahan berlantai 4 (empat), mempercepat penegrian Untirta, dan penurunan biaya SPP.
Sedangkan tema aksi orientasi kepentingan lokal Banten yaitu; perjuangan pendirian Propinsi Banten (1999), pemilihan Gubernur Banten (2001), pemilihan Bupati Serang (2000), petani Cibaliung (2001), penculikan wartawan (2003), dana perumahan DPRD Banter (2003-2004), anggaran pembangunan DPRD Banten (2003), studi banding DPRD Banten ke China (2004), anggaran pendidikan murah (2003), kasus penambangan pasir laut di wilayah Pontang (2003 - 2004), pelantikan anggota DPRD Banten (2004). Aksi yang bersinggumgan dengan kepentingan nasional dan pusat kekuasaan yaitu naiknya BBM, tdl. listrik, telephon (2003), dana KKN Obligasi (2003), pengadilan Akbar Tanjung di Mahkamah Agung Jakarta (2004), dsb. serta masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu lebih rinci.
Membangun kembali pemerintahan mahasiswa ideal di Untirta sebagai bagian kepentingan lembaga formal kemahasiswaan hanya dapat dipenuhi melalui prasyarat yaitu ; 1) kesetaraan jabatan secara struktural organisasi kemahasiswaan dengan pihak rektorat, 2) pengelolaan otonomi keuangan kegiatan kemahasiswaan kembali ke mahasiswa, 3) otoritas kebebasan mimbar mahasiswa melalui pemilu raya mahasiswa,4) membawa prioritas mini pendidikan.
Sedangkan pada kelompok gerakan mahasiswa diluar organisasi struktural internal kemahasiswaan umumnya memiliki banyak kelemahan dilihat dari manajemen organisasi ideal. Hal ini disebabkan masalah tidak adanya kemandirian organisasi secara ekonomi dan kecenderungan organisasi tersebut hanya sebagai organ taktis bersifat temporer untuk melakukan transformasi sosial dan hanya muncul ketika dibutuhkan, tak jarang persoalan independensi kerap dipertanyakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Irawan
"Kekuatan politik yang mapan harus siap melakukan adaptasi dengan tuntutan-tuntutan perubahan politik yang terjadi di lingkungannya. Jika kekuatan politik itu tidak melakukan respon dan beradaptasi dengan perubahan politik, maka perubahan politik akan melemahkan kekuatan politik tersebut. Karenanya, jika kekuatan politik ingin tetap hadir dalam panggung politik maka ia harus terus berdaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Konflik politik di Golkar, pasca kejatuhan politik Soeharto, menunjukkan adanya keinginan dari organisasi ini untuk berubah. Namun, perubahan itu tidak berjalan mulus karena adanya tantangan dari kelompok yang tidak menyukai perubahan.
Konflik politik saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Juli 1998 dan saat Sidang Umum MPR tahun 1999 menunjukkan keterpengaruhan Golkar akan tuntutan gerakan reformasi yang berada di lingkungan poiitiknya. Tesis ini ingin menjelaskan pengaruh gerakan reformasi terhadap Golkar yang terlihat dalam konflik politik di organisasi yang pernah berjaya di era Orde Baru masa lalu.
Metode penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan hubungan antar fenomena yang terjadi sehingga dapat menjelaskan pokok permasalahan yang ada. Teknik menjaring data dengan cara mewawancarai lima orang tokoh aktivis di lingkungan Golkar yang terlibat dalam konflik-konflik yang terjadi. Selain itu, data juga dihasilkan melalui informasi media massa, dokumen-dokumen yang relevan dan dari buku-buku.
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh gerakan reformasi terhadap konflik di Golkar. Tekanan gerakan reformasi menjadi salah satu tekanan yang menyebabkan Harmoko mengeluarkan pernyataan agar Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Digunakannya isu-isu yang sesuai dengan semangat reformasi menjadi bukti lain dari pengaruh gerakan reformasi tersebut.
Konflik politik di Golkar menunjukkan bahwa organisasi ini sangat rentan dengan perubahan. Konflik itu terjadi karena ada sebagian pihak yang tidak siap menerima perubahan-perubahan. Konflik politik adalah ekses yang harus ditempuh oleh Golkar manakala ia ingin melakukan perubahan. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa konflik politik di Golkar merupakan salah satu hasil dari tuntutan terjadinya perubahan politik. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research is intended to answer the following research questions: 1) What the motivation of women in the management of a political party; 2) how the positiomn, role and contribution of women in the management of a politicl party and 3) what the weakness and excess of the women involvement in political party management. sampling included Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) and Partai Keadilan Sejahtera (PKS) . This research showed that women who hold some power in the structure influence by the extend they hold position and role involved who hold some authority in management structure of PDI as well as PKS , actively involved in party activity. women contribution who hold some power in the structure influence by the extend they hold position and role. The excess of the women involvement in management were expressed in terms of in patience, accuracy, spirit and wisdom. The weakness of there involvement in management may be influence by internal and external factors."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Emmy Santa Margaretha
"Pemilihan Umum Indonesia (PEMILU), yang pertama kalinya diadakan dengan sistem proporsional terbuka, telah dilakukan pada Mei 2004. Wakil-wakil rakyat yang terpilih, telah disahkan dan diambil sumpahnya pada bulan Oktober 2004, 11% diantaranya adalah perempuan. Persentase Wakil perempuan di DPR periode 2004 - 2009 ini merupakan cerminan hasil affirmative action peningkatan keterwakilan perempuan di legislatf, yang mana KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) sebagai salah satu aktor yang mengusung aksi tersebut. Studi inl menyoroti bagaimana peran KPPI dalam peningkatan partisipasi perempuan di politik. KPPI didirikan pada tahun 2000 oleh sejumlah perempuan yang sebagian besar politisi dari berbagai partai politik yang berbeda. Dengan bergabung menjadi anggota KPPI, para anggotanya sepakat untuk menanggalkan identitas kepartaian mereka dan bekerja secara bersama-sama untuk menggiatkan keterlibatan perempuan dalam dunia politik dan meningkatkan partisipasi dalam pembuatan kebijakan-kebijakan melalui badan legislatif di parlemen. Langkah pertama yang diambil adalah : terlibat dalam proses pembuatan peraturan dan Undang-undang No.12 Tahun 2003 tentang Pemilihan umum, khususnya menyangkut kuota perempuan. Dalam proses pembuatan undang-undang tersebut, KPPI bekerjasama dengan organisasi perempuan Iainnya bersamasama untuk memberikan tekanan kepada para anggota legislatif. Untuk menyetujui Pasal 65 ayat 1 bahwa Partai Politik diharapkan menominasikan perempuan sebanyak 30% sebagai talon anggota Iegislatif. Sebelum dan sesudah UU tersebut disahkan. para anggota KPPI secara pribadi atau kolektif bekerja untuk mempengaruhi berbagai kelompok kepentingan, khususnya parpol, dalam menerapkan kebijakan tersebut. Namun hasiinya masih jauh dari yang diharapkan. Hasil Pemilu Tahun 2004 menunjukkan UU tersebut belum sungguhsungguh mendukung perempuan berpolitik. UU tersebut hanya 'menominasikan' tapi belum membuka peluang perempuan untuk dapat terpilih. Berdasarkan basil Pemilu 2004, dapat dikatakan bahwa peran KPPI sebagai sebuah organisasi yang memperjuangkan keterwakilan perempuan di politik, belum terialu signifikan dalam mendorong gerakan politik perempuan, karena masih terjebak pada peran-peran sosial-nya. Di masa yang akan datang, dibutuhkan metodologi dan strategi yang matang untuk mencapai tujuan yang ada. KPPI adalah bagian dari gerakan perempuan dan telah menjadi salah satu organisasi kepimpinan untuk perubahan politik. Secara umum apa yang telah dan akan dilakukan KPPI harus dikaji dan dievaluasi kembali demi kiprah politik perempuan. Telah banyak aspek yang dicapai apalagi KPPI mempunyai mandat untuk itu. Temuan tesis ini adalah salah satu dari usaha peningkatan efektifitas kerja/peran kPPI.

Indonesian first direct election has finished at May, 2004, where the elected Member of Parliaments (MP) has been legalized and take inauguration process in October 2004. Among the MPs, 11% of them are women. The Percentage of women repesentation in PR is a result from affirmative action increasing women in legisiatif, which KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia/Indonesia Women's Caucus for Politics) is one of the actor supported the action. This study focusing on how KPPI role to increase women participation in politics. KPPI was found in 2000 by women, mostly from different political party background. Joining KPPI, the member agreed to "unclothed" their party identity, and works together to encourage women to involve in politic, and to be more participate in policy making through legislative body in parliament. The first step was involved in the process of create regulation and law of election Law No.12/Th.2003, specially about women quotas. While the process, KPPI cooperate with other women's organization congregated to pressure the Legislative. In the Article 65 (1) which suggest the party to put at least 30% women in candidate list. Before and after the Law is being legalized, the KPPI members personally or collectively, work together to influence many alliances, especially in politic parties, in establishing that policy. But the outcome is still far from what is expected. The result of election 2004 shows that the Law did not really support women. The Law only "nominated" but not opening the opportunity for women to be elected. Based on the result of election in 2004, it can be said that the role of KPPI as an organization which fight for women's right in politic, has not been significant enough to encourage women's movement in politic, for they still trap in their social role. In the future, the methodology and well-form strategy is needed to reach the goal. KPPI is part of the women's movement and has been one of organization leader for political situation changes. In general, what has and will be done by KPPI must be examined and evaluated for the goodness of women in politic.There are many aspects to reach that goal and KPPI has a mandate to do it, one of which is to run the organization and continue:to urge the legislative member to give the best policy for women. This thesis is one of the effort to search and show all.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrinaldi
Yogyakarta : Gava Media, 2012
306.2 ASR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
JIPP 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JIPP 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Erwandi
"Sebagai salah satu komponen masyarakat yang memiliki status intelektual, mahasiswa dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap kondisi yang ada di masyarakat. Mahasiswa memiliki daya kritis terhadap kebijakan maupun dampak dari kebijakan pemerintah tersebut terhadap rakyat. Untuk mewujudkan sikap idealismenya, pada umumnya mahasiswa menggunakan sarana kelompok/organisasi kemahasiswaan baik yang bersifat formal dan informal yang ada di dalam lingkungan kampus maupun luar kampus.
Dalam konteks ini, kelompok/organisasi memberikan pengaruh bagi diri mahasiswa baik secara internal dan eksternal. Seorang individu merasa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok (in-group) maka secara otomatis ia akan menganggap individu di luar kelompoknya sebagai out-group. Untuk memahami setiap perbedaan yang terjadi sikap toleransi merupakan salah satu elemen kunci untuk menghindari konflik berkembang menjadi besar. Sikap toleransi yang dimaksud adalah sikap toleransi politik.
Di dalam kelompok yang kohesif, setiap anggota kelompok berusaha untuk menjaga norma kelompok dengan cara mempengaruhi anggota yang lain atau mengucilkan anggota yang melanggar norma tersebut Tindakan, anggapan, keyakinan atau penilaian yang menganggap bahwa kelompok tertentu memiliki sifat yang sama disebut stereotipi.
Di dalam kehidupan berbangsa yang multi etnik dan golongan, sikap toleran untuk membiarkan kelompok lain yang berbeda dengan kelompoknya untuk melakukan aktivitasnya adalah suatu keharusan. Kesiapan masing-masing kelompok untuk dapat saling menghargai satu dengan yang lainnya bahkan dapat saling bekerja sama dalam memperjuangkan prinsip-prinsip idealismenya yang dalam bidang politik sangat terkait dengan sikap toleran dalam politik (toleransi politik) yang dikembangkan oleh masing-masing kelompok.
Penelitian ini bersifat deskriptif karena peneliti memiliki dugaan-dugaan tertentu terhadap permasalahan ini. Dugaan peneliti adalah ada hubungan yang signifikan antara tingkat kohesi kelompok dan stereotipi kelompok terhadap terhadap tingkat toleransi politik mahasiswa. Ini berarti semakin tinggi kohesi kelompok dan stereotipi kelompok yang positif terhadap kelompok lain akan diikuti oleh toleransi politik mahasiswa yang positif/tinggi. Variabel yang terdapat pada penelititan ini adalah variabel kohesi kelompok, stereotipi kelompok dan toleransi politik mahasiswa.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil konstruksi dan adaptasi dari alat ukur yang telah ada namun telah disesuaikan dengan teori kohesi kelompok, stereotipi kelompok dan toleransi politik mahasiswa serta hasil elisitasi terhadap sejumlah subyek. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling, di mana subyek adalah mahasiswa aktif dari perguruan tinggi dan terlibat atau tergabung dalam organisasi kemahasiswaan di FORKOT atau KAMMI. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 181 responden. Untuk menguji validitas dan reliabilitas item-item dalam kuesioner digunakan perhitungan internal consistency dan alpha cronbach. Untuk menguji hubungan antara kohesi kelompok dan stereotipi kelompok terhadap toleransi politik mahasiswa digunakan analisis regresi. Sedangkan untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok menggunakan uji t.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa stereotipi kelompok memberikan pengaruh terhadap toleransi politik sedangkan kohesi kelompok tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Nilai kohesi kelompok dan toleransi politik mahasiswa yang berasal dari FORKOT lebih tinggi dibandingkan dengan yang berasal dari KAMMI. Sedangkan stereotipi mahasiswa yang berasal dari FORKOT lebih rendah dibandingkan dengan yang berasal dari KAMMI.
Disarankan untuk penelitian lebih lanjut melakukan perbaikan pada alat ukur dan teori lebih diperluas agar faktor-faktor yang lain dan bersifat laten dapat diketahui."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T17982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Yanuar H.
"Dalam perkembangannya, Gerakan Mahasiswa angkatan 1998 pasca jatuhnya rezim Orde Baru, sangat sulit dilihat sebagai suatu unsur monolitik dari bagian civil society karena meliputi berbagai varian dan mempunyai banyak perbedaan afiliasi dari masing-masing kelompok Gerakan Mahasiswa tersebut. Fenomena-fenomena ini seringkali menyebablcan terjadinya perselisihan bahkan perpecahan di antara kelompok-kelompok Gerakan Mahasiswa itu sendiri.
Penelitian ini difokuskan pada Gerakan Mahasiswa 1998 khususnya di Jakarta, pada tiga kelompok aksi mahasiswa yang muncul di permukaan menggerakan berbagai aksi, pasca jatuhnya rezim orde baru. Permasalahan yang diajukan mengenai Iatar belakang kelompok gerakan, basis massa, strategi gerakan, dan eksistensi masing-masing kelompok dalam mengusung agenda reformasi dan salah satunya yang marak dibawakan dalam setiap aksi mahasiswa adalah pemutusan hubungan total dengan rezim lama (cleansing regime) pada masa sesudah kejatuhan Soeharto. Untuk menjawab permasalahan tersebut dipinjam teori teori hegemoni dari Antonio Gramsci, teori demokratisasi dan kebangkitan kekuatan civil society dari Samuel P Huntington dan Richard Robinson, serta teori gerakan sosial baru dari Sylvia Bashevkin dan Jeff Haynes untuk menjelaskan munculnya gerakan mahasiswa 1993, dan pemetaan kelompok- kelompok aksi gerakan mahasiswa di Indonesia yang diajukan oleh Anders Uhlin untuk menganalisa tipologi dan perbedaan dari kelompok-kelompok gerakan mahasiswa 1998.
Dengan menggunakan teknik wawancara dan Studi pustaka, dikumpulkan data-data yang kemudian di analisa dengan menggunakan analisa kualitatitf Dari analisa tersebut penulis menemukan bahwa : gerakan mahasiswa 1998 sebenarnya memiliki kesamaan visi dalam melihat suatu masalah, perbedaan justru terlihat pada alat yang digunakan, seperti metode aksi dan strategi pergerakan, yang seringkali justru menimbulkan perpecahan pada gerakan mahasiswa 1998 itu sendiri. Hal ini diperburuk dengan masuknya kooptasi elit dan problem eksistensi, sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan hanya bersifat aktualisasi egoisme dan heroisme semata, dan cenderung masuk kedalam kooptasi elit kekuasaan sehingga hanya menjadi alat permainan para elit politik.

During the movement of the New Order regime, the rise of class of 1998 , its hard to be recognized as the monolhitic element from the part of civil society, because its covering very complicated to see that movement as a monolithic element divide of civil society, because its covering many variant and having a lot of diversites of affiliation from each of the student movement, this phenomena always make the student movement groups fall apart.
This research is Focus from the movement of class of 98 especially in Jakarta, with three group of the student action, which active to move a student campaign, after the fall of the new order regime. Set of problem from this research concerning the student movements background mass bases, movement strategy dan the existence each of student movement group, to champaign the reformation agenda. The mast interesting agenda is make severance relations with old regime (cleansing regime) after the fall of Soeharto. To answer that questions, this research borrowed the Hegemony theories from Antonio Grantsci, the democratization and civil society theories from Samuel P. Huntington and Richard Robinson, which connected with the social movement theory from Slyvia Bashevkin and Jeff Haynes to explained the emerge the student movement in 1998, and mapping of student movement in lndonesia from Anders Uhlin to analysed the difference and tipology the student movement of class of 98 groups.
Collecting the data process with reviewing the literature and in-depth interview technigne, then analysed with the qualitatif approach. From that analysis, the writer result: In fact, the movement of class of 98 has a same perspective to see the problem, but had different opinion to see how the instruments worked like movement strategy and action methods, that difference always make a friction between the movement action groups. This fact also influenced by elite interest and exsistence problem, which cause characteristic of the movement onLy base on egoism actualitzation and heroism, and inclined begin come into elite circle interest.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>