Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88228 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martinef
"Pendampingan tersangka oleh pengacara adalah suatu proses yang sesuai dengan hukum yang berlaku, terutama terhadap tindak pidana yang ancaman hukuman lima tahun atau lebih.
Permasalahannya adalah pendampingan tersebut digunakan untuk melakukan penyimpangan. Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan praktek penyimpangan yang dilakukan oleh polisi, pengacara dan tersangka. Metode penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini untuk mempermudah dilakukannya pengumpulan data dengan tehnik pengamatan terlibat. Penelitian dilakukan di Polres Metro Jakarta Barat, pengamatan terilbat difokuskan pada kegiatan hubungan pengacara, penyidik dan tersangka yang terkait dengan penyimpangan dengan menggunakan kewenangan dan profesi mereka. Informan kunci ditentukan berdasarkan gejala, bukan karena kedekatan dengan peneliti. Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukan bahwa telah terjadi kerja sama - dalam pengertian menyimpang - antara penyidik, pengacara, dan tersangka dalam menyetesaikan perkara tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka dengan menggunakan sarana (celah) hukum dan mengabaikan ketentuan hukum itu sendiri. Latar belakang terjadinya penyimpangan tersebut yang terbesar adalah masalah ekonomi, kemudian mempertahankan kedudukan yang berkaitan dengan adanya kepentingan pimpinan.
Kepustakaan : 36 buku + dokumen + jurnal + majalah"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jokie M.S.
"Masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia terhadap para tersangka pelaku kejahatan dalam proses peradilan pidana sudah sangat sering terjadi, sehingga hal semacam ini seringkali dianggap lumrah terjadi karena hampir dimanapun perlakuan polisi terhadap para pelaku kejahatan adalah dengan menggunakan tindak kekerasan.
Penelitian dalam tesis ini ingin menggali dan mengkaji faktor-faktor serta kondisi sosial apa sajakah yang menyebabkan polisi melakukan tindakan kekerasan terhadap para tersangka pelaku kejahatan terutama dalam tahap pra ajudikasi. Dalam upaya mencari jawab atas pertanyaan penelitian dalam Tesis ini maka dalam penelitian ini dilakukan dua pendekatan yaitu : Pendekatan Kuantitatif dan pendekatan Kualitatif.
Penelitian dengan pendekatan Kuantitatif dimaksudkan untuk melihat apakah benar telah terjadi tindak kekerasan atau "penyiksaan" terhadap para tersangka dan adakah hubungan antara jenis kejahatan dan aspek-aspek lain dengan tindakan kekerasan oleh polisi dalam pengkapan dan penahanan serta selama pemeriksaan atau interogasi tersangka dalam menyusun Berita Acara Pidana (BAP). Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan untuk mendukung data kuantitatif yaitu mencoba melakukan pengamatan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap polisi yang menangani para tersangka guna menemukan jawaban atas pertanyaan mengapa polisi melakukan tindakan kekerasan terhadap tersangka selama dilakukan penangkapan, penahanan dan pemeriksaan.
Dari hasil wawancara mendalam terhadap para tersangka yang tertangkap dan tertahan di Kepolisian Resort terpilih didapat data bahwa 57 % dari tahanan yang ada mengatakan, bahwa mereka mendapat perlakuan kekerasan selama berada dalam proses penahanan dan mengalami pemeriksaan. Tindakan kekerasan yang dilakukan polisi cenderung meningkat manakala sedang dilakukannya pembuatan Berita Acara Pidana (BAP).
Selain itu, pada jenis kejahatan penipuan, pencurian, penodongan, dan penjambretan sangat rentan terjadi penganiayaan oleh polisi terhadap tersangka karena keempat jenis kejahatan itu polisi seringkali dibuat jengkel oleh "ulah" tersangka sewaktu tertangkap, ditahan dan diperiksa selalu memberi jawaban yang berbelit-belit dan bertele-tele dan tidak sesuai dengan harapan polisi dalam memberikan jawaban (seringkali bernuansa mengingkari tuduhan). Sedangkan dipihak lain polisi sangat memerlukan kecepatan dalam beke~a dan mengejar pengakuan tersangka.
Dalam melaksanakan tugasnya polisi harus tegas dan tuntas. Lni berarti bahwa bila suatu berkas pemeriksaan tidak berisi pengakuan dan baru bukti-bukti lain ditelusuri, maka hal ini dianggap tidak tegas dan tidak tuntas. Akhimya sebagai jalan pintas untuk mengejar target penyelesaiannya, maka digunakanlah cara kekerasan; karena menurut polisi bahwa kalau tidak keras bukan polisi namanya, sehingga pada gilirannya tindak kekerasan atau menganiaya terhadap tersangka pelaku kejahatan tak terelakan lagi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Adrianus Eliasta, 1966-
"Telah lama disepakati bahwa keberhasilan tugas-tugas kepolisian salah satunya ditentukan oleh tinggi-rendahnya tingkat partisipasi masyarakat (Rahardjo & Tabah, 1993). Namun di pihak lain, tingkat partisipasi itu sendiri nampaknya ditentukan pula oleh variabel lain seperti pengetahuan masyarakat pada umumnya maupun pengetahuan masing-masing individu pada khususnya mengenai peran polisi, kemampuan serta kewenangan polisional yang dimilikinya.
Bila dikhususkan pada kualitas pengetahuan individu baik terhadap peran polisi, kemampuan maupun terhadap kewenangan polisional itu sendiri, nampaknya banyak ditentukan oleh bagaimana hal-hal tersebut di atas dikomunikasikan ke masyarakat. Komunikasi tersebut tentulah dapat terjadi melalui suatu proses penginformasian maupun pencitraan yang dilakukan entah oleh individu polisi itu sendiri ataupun oleh Poiri sebagai organisasi kepolisian, baik secara sengaja atau langsung (misalnya dalam suatu forum penyuluhan) maupun tidak sengaja atau tidak langsung (dengan kata lain melalui penampilan para anggota polisi sehari-harinya).
Demikian pula pengkomunikasian itu dapat berlangsung secara teratur (misalnya bila seseorang tengah ikut dalam suatu program pendidikan yang diadakan oleh kepolisian), setengah teratur {misalnya, tatkala seseorang tengah belajar ilmu hukum dan sesekali pasti membicarakan tentang polisi) ataupun tidak teratur sama sekali (tergantung dari seberapa mungkin seseorang terlibat sebagai obyek kegiatan kepolisian berkaitan dengan aktivitas kesehariannya). Kebervariasian tersebut di atas nampaknya cukup wajar terjadi mengingat kompleksnya peran, kemampuan serta kewenangan polisi itu sendiri saat berinteraksi dengan masyarakatnya. Kenyataan bahwa polisi bertugas dan juga tinggal berbaur di tengah masyarakat juga sedikit banyak akan mempengaruhi pandangan kalangan yang lebih luas terhadapnya.
Dalam kaitan itu perlu disebutkan bahwa bila peran polisi sebagai elemen sistem peradilan pidana saja, katakanlah sebagai penumpas kejahatan, yang terlalu banyak diperlihatkan (khususnya oleh media-massa), maka peran, kemampuan maupun kewenangan polisi yang lain (yakni bidang non penegakan hukum) sulit tumbuh atau tidak akan dikenal dalam struktur kognisi seseorang. Demikian pula bila media-massa senantiasa menginformasikan secara intens citra anggota polisi yang korup saja, tak pelak hal itu akan mempengaruhi dengan cara bagaimana seorang yang awam dalam bidang ini kemudian secara serba sedikit dapat memahami profil orang-orang yang seharusnya bertugas memelihara ketertiban mereka.
Bisa diduga bahwa proses di ataslah yang juga terjadi saat seseorang mengembangkan dan memelihara stereotipi tertentu tentang polisi. Stereotipi secara psikologis adalah konsep yang dibangun berdasarkan anggapan (belief) serta persepsi, dan bukannya oleh pengetahuan yang benar atau sahih tentang obyek tertentu (Sarwono, 1996).
Singkatnya, orang dapat membangun pengetahuan tentang polisi berdasarkan isyu atau anggapan `miring' bahkan salah tentang polisi atau yang lain berdasarkan fakta yang sebenarnya terjadi. Sebaliknya, secara teoritis, anggapan yang benar dapat saja terjadi walaupun faktanya tidak sejalan atau salah sama sekali."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Wresniwiro
Jakarta: Mitra Bintibmas, 2002
R 363.2 Men
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
M. Karjadi
Bogor: Politeia, 1976
363.2 KAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiyono
"Tesis ini tentang pelayanan dan perlindungan kepolisian oleh Polres Metro Jakarta Barat dalam menangani kegiatan massa. Kegiatan massa yang dimaksudkan adalah suatu kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah yang besar, baik yang berijin maupun yang tidak berijin, kegiatan massa yang sifatnya rutin maupun insidentil.
Perhatian utama tesis ini adalah manajemen pelayanan dan perlindungan kepolisian yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Barat dalam menangani kegiatan massa khususnya yang bersifat insidentil, dengan fokus pada kesimpangsiuran dan overlapping dalam kegiatan pelayanan dan perlindungan kepolisian. Dalam kajian tesis ini, kegiatan pelayanan dan perlindungan kepolisian dilihat dari perspektif rangkaian kegiatan dalam proses manajemen maupun peran petugas kepolisian dalam kegiatan massa disesuaikan dengan fungsinya.
Penelitian dilakukan di wilayah Polres Metro Jakarta Barat karena berdasarkan data yang di dapat bahwa, di wilayah tersebut seringkali dijadikan sebagai tempat atau lokasi untuk kegiatan massa, baik yang bersifat lokal maupun nasional.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode etnografi dengan menggunakan tehnik pengamatan, wawancara dengan pedoman, serta pengamatan terlibat guna mencari dan mengumpulkan data serta informasi yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan dan perlindungan kepolisian dalam menangani kegiatan massa khususnya yang besifat insidentil.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada kejelasan dalam hal pemberian pelayanan perijinan atau overlapping dalam pemberian pelayanan kepolisian serta tindakan tanpa proses manajemen dalam hal pemberian perlindungan kepolisian khususnya dalam menangani kegiatan massa, baik itu oleh Polda, Polres, atau pun Polsek. sehingga, seringkali dijadikan lahan atau dimanfaatkan oleh anggota dilapangan untuk mencari keuntungan pribadi. Kegiatan perlindungan kepolisian lebih didasarkan pada kebiasaan yang seringkali telah dilakukan atau berdasarkan pada petunjuk lapangan, petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk tehnis yang seringkali kurang-relevan untuk dijadikan patokan. Sehingga, hal tersebut akan menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh anggota di lapangan. Khususnya jika tidak ada dana atau anggaran dalam kegiatan perlindungan kepolisian tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Sidikah Rachman
"Reformasi Polri membuat Polri merubah paradigma dalam menghadapi unjuk rasa, yaitu tidak lagi mengedepankan tindakan represif melainkan tindakan persuasif dengan jalan melakukan negosiasi kepada pengunjuk rasa. Untuk itulah kemudian dibentuk tim negosiator Polri termasuk di jajaran Polda Metro Jaya. Di Polda Metro Jaya, dibentuk dua tim negosiator yaitu tim negosiator polki dan tim negosiator polwan.
Dalam melakukan negosiasi, ada dua sasaran, yaitu pimpinan atau koordinator unjuk rasa dan massa unjuk rasa, dimana strategi yang diterapkan yaitu Sapa - Senyum - Salam dengan metode berbaris memanjar atau berbaur dengan massa. Di sisi lain, dalam melakukan unjuk rasa, kelompok unjuk rasa memiliki agenda aksi tersendiri. Agenda tersebut termasuk kedalam bagian dari karakteristik unjuk rasa yang ada.
Dengan adanya karakteristik tersebut, maka tim negosiator harus memiliki strategi tersendiri dalam melakukan negosiasi dengan pengunjuk rasa sehingga dapat mencapai tujuan dan kesepakatan bersama. Jika tidak mempertimbangkan karakteristik tersebut, dapat dikatakan bahwa negosiasi yang dilakukan oleh tim negosiator akan sulit mencapat tujuan bersama agar unjuk rasa berlangsung aman, tertib dan damai. Akibatnya, negosiasi yang dilakukan, menjadi tidak ada kaitannya dengan aman, tertib, damai tidaknya unjuk rasa yang terjadi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Binsar
"ABSTRAK
Tesis ini adalah tentang Penanganan Pos Polisi Pulomas terhadap para pengemis di persimpangan Coca Cola. Yang menjadi fokus adalah penanganan petugas Pos Polisi Pulomas untuk melibatkan para pengemis dalam membantu tugas-tugas Kepolisian.
Metode penelitian dalam tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tehnik pengumpulan data berupa pengamatan, pengamatan terlibat, pedoman wawancara, serta kajian dokumen untuk memahami dan mendalami bentuk penanganan yang dilakukan dalam membantu tugas-tugas kepolisian memelihara keamanan dan ketertiban umum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan pengemis oleh Pos Polisi Pulomas dilakukan dengan cara mengkoordinir keberadaan mereka, sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara polisi dengan pengemis melalui hubungan interaksi patron Mien. Hubungan patron Mien yang terjadi antara petugas dengan para pengemis -bersifat temporer artinya-secara sosiologis-hubungan-tersebut digambarkan terjadi antara petugas dengan para pengemis. Sebenarnya hubungan seperti ini tidak diatur dalam pelaksanaan tugas kepolisian, namun dalam kenyataan bahwa pengemis membantu petugas dalam mewujudkan keamanan di lokasi tersebut. Selain patron Mien, Pos Polisi Pulomas juga menerapkan sistem pemolisian komuniti. Hal ini dilakukan oleh petugas dalam sebagai upaya agar masyarakat mau bekerjasama dengan polisi dalam mencegah terjadinya kejahatan.
Implikasi teoritis dari bahasan tesis ini adalah : pertama, perlunya optimalisasi pemolisian komuniti untuk membangun kemitraan polisi dengan masyarakat. Kedua, perlu pelatihan pemolisian komuniti pads unsur pimpinan kepolisian, sehingga dapat mengetahui faktor-faktor keinginan dan harapan masyarakat. Ketiga, perlu diberikan materi pemolisian komuniti pada setiap lembaga pendidikan kepolisian termasuk pendidikan tingkat dasar. Keempat, perlu dukungan anggaran operasional Pos Polisi agar idealisme dan motivasi anggota tidak hilang dalam menjalankan program pemolisian komuniti. Kelima, perlu dibuat kesepakatan kerjasama melalui MoU antar instansi pemerintah seperti Suku Dimas Ketentraman dan Ketertiban, Suku Dinas Pembinaan Mentas dan Kesejahteraan Sosial, Panti Sosial yang menangani masalah pengemis. Keenam, pemerintah perlu memberi subsidi pendidikan terutama bagi anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ketujuh, pemerintah perlu segera mengambil langkah untuk menyelesaikan sengketa tanah antara PT. Pulomas Jaya dengan warga agar permasalahan tidak berlarut-larut. Kedelapan, penerapan sanksi hukum bagi para pengemis sebaiknya tetap mengaeu pads Pemerintah Pemerintah maupun Peraturan Daerah, narnun apabila wibawa hukum dirasakan mulai menurun maka pasal 504 KUHP dapat kembali diterapkan.

ABSTRACT
This Thesis is concerning handling all beggars by Pulomas Police Station in Coca Cola intersection. Becoming focus is handling by officer of Pulomas Police Station to entangle all beggars in assisting Police duties.
Method Research in this thesis use qualitative approach with collecting data technically in the form of perception, involve observation, interview guidance, and also document study to comprehend and deepen handling performed within assisting police duties to look after security and orderliness of public.
The result of research indicate that handling of beggars by Pulomas Police Station conducted by coordinating existence of them, so that happened mutualism symbiosis between police and beggars through the relation of patron client. The character relation of patron client between the officers with all beggars happened is temporary, it means in sociological that the relation is depicted happen between officers with all beggars. This relation is not arranged in police duties, but in fact that beggars assist the officers in realizing security in that location. Besides the patron client relation, Pulomas Police Station using the Community Policing. This matter is conducted by officer as effort so that the society is willing to work along with police in preventing the crimes.
Theoretical implication of this thesis discussion is: The first, the Community Policing is important to be developed to build partnership between police and society. The second, it needs to give Community Policing training for the leader police element, so they know the desire factors and society expectation. The third require to be given Community Policing items in all institute education of police including in elementary education level. The fourth, it needs to support operational budget op Police Station so that motivation and idealism of the officers do not lose in running the program Community Policing. The fifth require to be made agreement of cooperation through memorandum of understanding between governmental institution like Sub-Service of Tranquility and Orderliness, Sub-Service of Mental and Social Prosperity Construction, Social Home in handling the problem of beggars. The sixth, the government requires to subsidize the education especially for children coming from family which was indigent. The seventh, the government needs immediately to take the action to finish the dispute land between PT. Pulomas Jaya with citizen, so that the problem do not long draw out. The eight, applying the of sanction punishment to all beggars better remain to relate the Government Regulation, but if the law enforcement felt to start downhill, the hence section of 504 in Criminal Code is earn to be applied.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kepolisian RI, Badan Pemelihara Keamanan Mabes Polri, Direktorat Polisi Satwa, 2011
R 363.2 IND m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Dalam tesis ini, saya ingin menunjukkan perpolisian masyarakat yang diterapkan oleh Kepolisian Polsek Metro Tanah Abang dalam menangani konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola pasar Tanah Abang. Dalam penanganan konflik ini, Kepolisian Polsek Metro Tanah Abang melakukan tindakan-tindakan kepolisian berupa Preemptif, Preventif dan Represif.
Sumber konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola/PD. Pasar Jaya pada dasarnya dilatarbelakangi adanya Instruksi Gubernur Sutiyoso Nomor 84 tahun 2006 tentang Penertiban dan Pengosongan Penghunian Bangunan Kios Blok B sampai E pasar Tanah Abang. Pengosongan tersebut dilakukan karena konstruksi gedung yang sudah tidak layak untuk ditempati pedagang sebab menurut komentar Kepala Laboratorium dan Tim Investigasi dan Analisis terhadap bangunan Blok B sampai E pasar Tanah Abang menyampaikan 2 (dua) rekomendasi, pertama, gedung aman terhadap layanan seperti apa adanya sekarang, tetapi mengandung kemungkinan kegagalan (penurunan tidak merata) dad sistem fondasi apabila terjadi beban tambahan yang tidak seimbang. Kedua, gedung sebagaimana adanya saat ini tidak memenuhi persyaratan keamanan yang ditentukan standar Peraturan Baton SNI 03-2847-2002 dan Peraturan Gempa SNI 03-1726- 2002. Apabila gedung direncanakan untuk digunakan selama 20 tahun lagi, maka perlu dilakukan penguatan yang sesuai atau dibangun ulang.
Alasan pemerintah daerah atau dalam hal ini PD. Pasar Jaya memakai jasa tenaga ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam melakukan pemeriksaan atas konstruksi gedung yang menempati Blok B sampai E dilatarbelakangi adanya kualitas hasil kajian tim ITB yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah sehingga tidak heran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta cq. PD. Pasar Jaya memanfaatkan jasa tim ITB dalam melakukan pemeriksaan konstruksi bangunan pasar Tanah Abang tersebut.
Strategi perpolisian masyarakat kepolisian Polsek Metro Tanah Abang dalam menangani konflik antara pedagang di Blok B,C,D, dan E dengan pengelola yakni dengan menerapkan strategi internal dan ekstemal perpolisian masyarakat yang mengacu pada Surat Keputusan Kapolri No.Pal.: Skep14321VI112006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Panduan Polmas. Strategi internal ini diarahkan pada peningkatan pemahaman dan pengembangan sumber daya personal Polsek Metro Tanah Abang di bidang perpolisian masyarakat, diantaranya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan di bidang perpolisian masyarakat. Sedangkan strategi ekstemal perpolisian masyarakat diarahkan pada peningkatan kemampuan personal Polsek Metro Tanah Abang dalam mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah, DPRD dan instansi terkait lainnya. Sedangkan penanganan konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola oleh kepolisian Polsek Metro Tanah Abang adalah dengan menerapkan pendekatan tanpa upaya paksa dan pendekatan dengan upaya paksa. Pendekatan tanpa upaya paksa ini diantaranya dengan melakukan tindakan preemptif dan preventif. Sedangkan pendekatan dengan upaya paksa dengan melakukan tindakan represif dengan mengedepankan penegakan hukum.
Faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Polsek Metro Tanah Abang dalam penanganan konfiik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelola, adalah keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan jumlah personal dan keterbatasan lainnya termasuk keterbatasan kemampuan personal. Akan tetapi, dengan segala keterbatasan tersebut, kepolisian Polsek Metro Tanah Abang Iebih menekankan pada kegiatan perpolisian masyarakat (Palmas) dan kegiatan strategi perpolisian yang mencakup upaya pencegahan terhadap kejahatan, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta upaya penegakan hukum bagi keadilan. Selain kedua sumber di atas, unsur kerjasama juga sangat mempengaruhi dan bahkan mendukung berhasilnya penanganan konflik antara pedagang di Blok B sampai E dengan pengelolalPD. Pasar Jaya.

In this thesis, I want to point out society policing that implemented by Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders in block B up to E kiosks with PD. Pasar Jaya in Tanah Abang. In handling this conflict Tanah Abang Regional Police doing police actions as Pre-emptive, Preventive and repressive.
Resource of conflict between traders in block B up to E kiosks with PD. Pasar Jaya basically because of there is instruction of Sutiyoso Governor Number 84 year 2006 about Control and Evacuation of Tanah Abang Market Building Block B up to E Kiosks. The evacuation is implemented because building construction that have no more suitable to be occupied by traders according to Chief of Laboratory and Investigation and Research Team over the Block B up to E Tanah Abang Market building that propose two recommendation, first. Building is safe for the service as the present, but there is probability of fail (decreasing inflate) from foundation system if there is unbalance weight adding, Second, The present building is not fulfill the safety requirements that determined by standard of SNI concrete regulation 03-2847-2002 and SNI Earthquake Regulation 03-1726-2002. if building is planned to be used for the others 20 years, so it needs to be strengthen accordingly or to be rebuilt.
The reason of regional government in this case PD. Pasar Jaya use experts from Institute Technology Bandung ITB) in investigating over the building construction for Block B to E is because of there is result of quality from ITB team that guaranteed its truths scientifically so it is no wonder if Government of DKI Province cq. PD. Pasar Jaya using the ITB Team services in doing investigate building construction of Tanah Abang market.
Strategy of Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders that occupying kiosk in Block B up to E with PD. Pasar Jaya that is by implementing internal and external strategy of society policing that refer to Head
of Republic Indonesia Police Department Decision Letter No. Pot : Skep14321VII12006 date July 1, 2006 about Guide of Society Police. This internal strategy is directed to increase understanding and improving personal human resource of Tanah Abang Regional Police in the matter of society policing, one of them is giving education and training in field of society policing. While external society policing is directed to improving the personal capability of Tanah Abang Regional Police in doing corporate with Regional Government, DPRD and the other related parties.
The type of handling conflict between traders that occupying kiosk in Block B up to E with PD. Pasar Jaya by Tanah Abang Regional Police is by implementing approach without force and approach by force. This approach without force is doing pre-emptive and preventive. While the approach with force by doing repressive action with propose of law enforcement.
Supporting and inhibiting factors that facing by Tanah Abang Regional Police in handling conflict between traders in Block B up to E kiosks with PD Pasar Jaya, is limitation of facility of means and infrastructure, limitation of personal quantity and the other limitation including the limitation of personal capability. But, with the all limitation Tanah Abang Regional Police is more strengthen on society policing (Polmas) and police strategy activity that include of preventive over the criminal, maintain of safety and society ordering also efforts to law enforcement for justice. Beside the above two resources, the factor of corporation is also much influence and even support the successes in handling conflict between traders that occupying kiosks in block B up to E with PD. Pasar Jaya."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>